"Aku juga ingin tidur." Briella menutup mulutnya dan menguap lebar-lebar. "Tapi aku nggak punya tenaga. Rasanya semalam tubuhku seperti dibongkar dan dipasang lagi. Punggungku saja sakit kalau digerakkan."Briella tersentak, memikirkan betapa mengerikannya gairah pria ini semalam. Omong kosong dengan posisi aman yang disarankan dokter dalam berhubungan selama kehamilan. Valerio benar-benar membuat Briella sangat tersiksa."Ya, salahku." Valerio menyiapkan meja kecil di tempat tidur dan menata makanan. "Hari ini istirahat saja. Aku akan minta pelayan buat nyiapin makan tiga kali sehari dan dibawa ke sini. Katakan saja sama mereka kalau kamu butuh sesuatu.""Nggak perlu. Kenapa aku harus tidur saat hari sudah terang. Itu malah bikin malamnya makin nggak bisa tidur.""Terserah kamu. Kamu mau aku suapi makan?"Valerio mengangkat pergelangan tangannya dan melihat jam yang melingkar di sana. "Masih setengah jam lagi sebelum aku pergi ke kantor.""Nggak perlu. Aku bukan anak umur tiga tahun y
"Jadi, kamu ingin menjalin hubungan bebas bersama Nathan?"Valerio mengangkat pergelangan tangannya dan melihat jam, tidak memberi Briella kesempatan untuk membantah."Aku sibuk. Sarapan lah sendiri."Briella sangat lelah dan mengantuk karena tidak tidur semalaman, jadi dia tidak berselera untuk makan.Namun, dia tetap mengangguk untuk menenangkan Valerio.Hari ini sepertinya Valerio cukup sibuk. Sebentar lagi pria itu juga akan pergi, jadi tidak akan punya waktu untuk mengurusi Briella."Aku akan minta Pak Rinto buat mengawasimu." Valerio beranjak dan mengenakan jasnya, tidak lupa mengingatkan Briella, "Jangan buang-buang makanan.""Ya, aku tahu."Briella mengambil segelas susu. Dia tidak bisa makan yang lain, jadi lebih baik minum susu saja.Valerio mengenakan jasnya, membuat penampilannya makin terlihat tegap dan berwibawa. Saat Valerio mengangkat pergelangan tangannya untuk meluruskan lengan baju, kancing kemeja kristalnya terlihat sangat menyilaukan saat terkena pantulan sinar mat
Saat keluar dari kamar dan melewati kamar Zayden, Briella menyempatkan diri untuk membuka pintu kamar, ingin melihat apakah putranya sudah bangun atau belum.Zayden tidur tengkurap dan sedikit mengangkat pantatnya. Tidurnya terlihat sangat pulas. Briella tidak tega membangunkannya dan keluar dari kamar Zayden dengan langkah pelan. Lalu, pergi ke ruang tamu.Valerio masih menikmati sarapannya di ruang makan. Pria itu makan dengan perlahan dan sangat berwibawa. Dia tetaplah si Valerio yang santai dan tenang.Dulu sekali, saat mereka masih baru-baru bertemu, Perusahaan Regulus masih belum sebesar ini. Dunia bisnis begitu keras dan sulit. Saat itu, Valerio baru kembali dari kuliahnya di luar negeri dan mengambil alih bisnis keluarga. Bisa dikatakan kalau Briella adalah saksi dari perjalanan karier Valerio hingga sampai seperti ini.Namun, fakta membuktikan kalau Valerio adalah pengusaha yang luar biasa. Keputusan keluarganya sangat tepat karena memintanya meneruskan bisnis keluarga. Dia be
Orang tua Davira terlihat sangat marah dan jengkel. Sikap mereka menunjukkan seberapa besar mereka menyayangi putri mereka.Anak pertama dari Keluarga Atmaja, Klinton Atmaja mengikuti di belakang orang tuanya dengan sikap patuh. Dia menyapa Valerio, lalu melirik Briella sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya.Klinton bersikap ramah pada Briella karena dia seperti melihat sosok Davira di dalam diri Briella.Briella memang sangat mirip dengan Davira, tetapi sifat mereka sangat bertolak belakang. Briella jauh lebih tenang dan jauh lebih pintar daripada Davira.Briella menatap tatapan ramah Klinton kepadanya dan merasa agak terkejut. Bagaimanapun, pria itu adalah kakak Davira dan pasti akan menjaga adiknya dengan baik. Kenapa pria itu malah bersikap ramah kepadanya?Mungkinkah pria itu tersenyum kepada Briella karena memiliki rencana yang lebih besar kepada Briella?Briella tidak paham dengan maksud Klinton bersikap seperti ini kepadanya. Namun, pria itu menunjukkan kesan baik dan Br
Melihat Briella dan Valerio yang asyik dengan dunia mereka sendiri, Resti makin marah."Nona, saat pertama kali melihatmu di Perusahaan Regulus, aku pikir kamu gadis yang baik, jadi aku nggak curiga kepadamu. Sekarang, aku akhirnya mengerti. Kamu memang mirip dengan Davira, tapi sebenarnya kamu hanya wanita yang jahat dan kejam. Apa kamu merasa kalau sesuatu yang dihasilkan dari mencuri lebih menyenangkan dan memuaskan?""Tante, apa Tante lupa gosok gigi sebelum datang ke mari?" Briella bukan wanita yang lemah dan bisa ditindas seenaknya. Kalau ada yang mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya, dia pasti akan melawannya."Kamu cukup pandai bicara untuk ukuran perempuan. Sebau apa pun mulutku, tetap nggak seburuk reputasimu!"Resti sudah mempersiapkan beberapa hal sebelum datang ke mari. Wanita yang bernama Briella ini cukup hebat karena bisa menjadi sekretaris Valerio selama lima tahun. Para karyawan Perusahaan Regulus juga terlihat menjalin hubungan baik dengannya. Namun, tidak ada ya
"Kami datang ke mari karena ingin menuntut kejelasan." Sikap Resti juga sangat tegas. "Putriku masih menangis di rumah dan memohon kepadaku untuk nggak menyulitkanmu. Sekarang, sepertinya dia yang terlalu baik."Target kemarahan Resti kembali mengarah ke Briella. "Nona Briella, aku belum pernah melihat wanita yang nggak tahu malu dan suka berkhayal bisa memiliki pasangan kaya sepertimu.""Kalau kamu nggak kasih kejelasan hari ini juga, aku akan tetap di sini dan nggak akan pergi ke mana pun!"Resti duduk di sofa di ruang tamu dan menumpuk kaki kiri di atas kaki kanannya. Sikapnya seperti akan membuat masalah besar jika keinginannya tidak dituruti.Valerio melirik jam tangannya dan berjalan mendekat. Dia duduk dan bertatap muka dengan Resti. Aura pria itu sangat kuat, sampai Resti memberi isyarat agar Herman dan putranya juga duduk menemaninya."Aku cuma punya waktu sepuluh menit. Karena Tante sangat bersikeras, jadi mari kita bicarakan mengenai masalah pembatalan perjanjian pernikahan
Valerio tidak memedulikan Klinton dan kembali menatap Briella yang berdiri di sampingnya. "Sepertinya aku dengar suara tangisan di lantai atas. Naik dan lihatlah, mungkin Zayden sudah bangun."Briella tidak ingin pergi. Kali ini, sepertinya situasi Keluarga Atmaja menjadi pihak yang benar. Valerio melakukan pelanggaran kontrak secara sepihak dan itu adalah sesuatu yang sangat tidak pantas. Sekarang, Valerio harus menghadapi beberapa orang dari Keluarga Atmaja sendirian. Briella juga ingin menunjukkan kemampuannya dalam beradu pendapat dan beradu teori dengan ketiga orang ini.Hanya saja, punya hak apa dia bisa melakukan itu? Karena Valerio memintanya pergi, jadi dia hanya akan pergi menjauh dari mereka.Briella berjalan menuju lantai atas. Zayden baru bangun dan berdiri di ujung tangga lantai dua sambil mengucek matanya. Dia melihat beberapa orang di lantai bawah dan tidak menyadari kalau kemunculannya bagaikan bom besar yang mampu mengguncang semua orang yang ada di lantai bawah."Val
"Kenapa kamu menanyakan hal seperti itu?""Karena Om Valerio dan aku mirip. Dia juga bolehin kita tinggal di vila besarnya ini. Ma, Om Valerio pasti suka Mama, 'kan?""Apa siapa pun yang suka Mama bisa jadi Papa mu?"Zayden menyentuh dagunya dan memikirkannya. "Ya juga. Om Valerio sudah punya tunangan dan nggak mungkin kalau dia Papaku. Kalau dia Papaku, kenapa dia nggak menemui kita padahal kita satu kota. Kalau Om Valerio Papaku, dia pasti akan menemuiku!""Sayang, entah Papa akan menemui kita atau nggak, kita harus menerimanya dengan lapang dada." Briella menangkup wajah Zayden dan melanjutkan, "Kamu mengerti maksud Mama, 'kan?"Zayden menghela napas dalam dan mengangguk. "Tentu saja aku tahu maksud Mama.""Hmm? Memangnya apa yang Mama pikirkan? Coba katakan?""Selama ini Mama selalu menunggu Papa. Tapi aku saja sudah besar dan Mama masih belum bertemu dengannya. Mungkin dia sudah meninggal, 'kan? Jadi, Mama nggak bersikeras menunggu Papa. Zayden tahu semua isi hati Mama. Zayden jad
Kecurigaan tiba-tiba terlintas di benak Briella. Dia merasa bahwa kemunculan Elena yang tiba-tiba di depan rumahnya hari ini terlalu mendadak.Ketika Briella tengah memikirkan kemungkinan ini, Valerio tiba-tiba menelepon.Pria itu pasti baru bangun tidur. Suaranya sengau, terdengar rendah dan magnetis."Apa anak-anak sudah bangun?""Pak Valerio, bisakah Pak Valerio nggak memberi tahu siapa pun alamat tempat tinggalku seenaknya?""Apa maksudmu? Aneh sekali."Mendengar sikap Valerio, Briella memiliki tebakan sendiri di dalam benaknya.Seperti yang dia duga. Elena datang bukan untuk menjemput anak-anak, tetapi untuk menyatakan kedaulatannya.Terlalu samar untuk menganggapnya sebagai ancaman."Barusan Elena datang dan bilang kalau dia ingin menjeput anak-anak.""Anak-anak ikut dengannya?""Aku nggak kasih izin."Pria itu terdiam, tidak mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, dia berkata, "Marco sudah dapat kamar terbaru terkait anak itu. Rumah sakit memang membawa anakmu pergi dan berbohong kep
Briella kembali ke kursi kemudi dan menyesuaikan sudut kursi, baru menyalakan mobil untuk pulang.Setelah melakukan banyak hal semalaman, Zayden mengikuti Briella pulang dan masuk ke kamar tamu untuk tidur. Briella memandangi kedua kakak beradik yang tertidur lelap di atas tempat tidur. Kedua anak kecil ini benar-benar seperti malaikat, sangat pintar dan pandai bagaimana cara bersikap. Papa mereka memang suka main perempuan, tetapi sungguh sebuah keberuntungan yang luar biasa karena bisa menemukan wanita-wanita yang bisa melahirkan anak sesempurna mereka.Briella membantu mereka memakaikan selimut, lalu kembali ke tempat tidurnya.Dia tidur hingga pukul sepuluh keesokan harinya dan dibangunkan oleh suara bel pintu.Setelah mengan mengenakan sandal rumahan dan melewati kamar tamu, Briella tidak lupa membuka pintu kamar tamu untuk melihat Zayden dan Queena yang masih tertidur.Menutup pintu kamar tamu, Briella berjalan ke pintu depan dan melihat melalui mata kucing.Wanita yang berdiri d
Briella berjalan keluar bersama Zayden dan masuk ke dalam mobil Nathan. Saat itu sudah pukul dua pagi.Nathan mengetuk pintu mobil Briella, memberi isyarat agar Briella keluar dan berbicara.Briella menatap Zayden. "Jangan keluar dari mobil. Tidur saja kalau kamu ngantuk."Zayden memelototi Nathan dan mendengus dingin, "Banyak sekali masalah pria itu."Briella membelai kepala Zayden. "Dia memang banyak masalah. Meskipun begitu, dia bukan orang jahat. Dia akan berguna dalam keadaan darurat."Zayden menunjukkan sikap posesifnya. "Kalau begitu Mama nggak boleh suka sama dia. Mama cuma boleh suka sama Papa saja."Briella tersenyum tidak berdaya. "Apa Papa nggak pernah bilang siapa Mama kamu?""Tentu saja Papa pernah bilang. Kamu."Briella hanya menganggapnya sebagai lelucon. "Nak, tidurlah di mobil. Setelah itu, kita akan pulang."Nathan merokok tidak jauh dari situ, mengembuskan kepulan asap putih di tengah dinginnya cuaca malam. Melihat Briella turun dari mobil dan berjalan mendekat, dia
Nathan dan Zayden berhenti berdebat dan menatap Briella bersamaan. Keduanya sedikit takut saat melihat Briella marah.Erna memperhatikan Nathan. Siapa pun pasti bisa melihat kalau Nathan sangat menyukai Briella.Dia langsung bertanya pada Nathan, "Apa hubunganmu dengan Briella?""Aku mantan pacarnya."Erna kembali melanjutkan, "Lala sudah punya tunangan. Dia akan menikah dengan Klinton, tuan muda dari Keluarga Atmaja. Lebih baik kamu nggak berhubungan lagi dengannya setelah ini.""Kamu dan Klinton bertunangan?" Nathan berkata sambil menatap Briella, bertanya dengan nada serius."Dia itu rubah tua, apalagi adiknya, Davira. Apa kamu bisa hidup damai kalau menikah dengannya? Jangan menikah dengannya. Lebih baik bersamaku daripada bersamanya. Kamu mengerti?"Briella menjawab tanpa mengangkat matanya, "Kenapa aku harus menikah? Setelah menemukan anakku, aku akan baik-baik saja bahkan tanpa menikah.""Omong kosong apa yang kamu bicarakan!" Erna melanjutkan dengan kesal, "Apa maksudnya menemu
Cahaya di mata Zayden sudah meredup. Neneknya tidak sadarkan diri sejak dia lahir, jadi neneknya belum pernah bertemu dengan Zayden. Wajar saja kalau dia tidak mengenali Zayden."Dia Zayden Dominic. Biarkan saja dia memanggilmu begitu." Briella tidak tega melihat kelopak mata Zayden yang terkulai dan kehilangan. "Bukannya kamu ingin aku punya anak? Kebetulan sekali ada yang memanggilmu nenek."Erna melihat Zayden, lalu bertanya pada Briella dengan ragu, "Katakan, apa dia benar-benar anakmu?""Bukan." Briella menunjukkan ekspresi bingung. "Ini anak atasanku. Aku diminta menjaganya.""Kalau itu bukan anakmu, kenapa nama belakangnya Dominic?" Nathan berjalan mendekat dan menunjuk ke arah kepala Briella. "Apa kepalamu ini benar-benar terbentur. Kenapa kamu masih nggak percaya?"Briella tiba-tiba memikirkan hal ini dan ternyata benar. Zayden punya nama belakang yang sama dengannya.Namun, tidak peduli seberapa banyak Briella memikirkannya, dia tidak ingat kalau dia punya seorang putra seusi
Briella bisa merasakan ketidakbahagiaan Nathan. Kebencian Nathan kepada Rieta sama besarnya dengan rasa sayangnya kepada Rieta. Dia tidak bisa bertemu dengan ibu kandungnya lagi, mana mungkin dia tidak sedih?"Aku memang sakit. Hatiku yang sakit."Briella menutup mulutnya dan menatap punggung Nathan tanpa berkata apa-apa."Jadi aku teringat denganmu. Melihatmu bisa membuatku merasa lebih baik.""Aku bukan obat penghilang rasa sakit. Pergilah ke rumah sakit kalau kamu nggak sehat.""Kamu jauh lebih manjur dibandingkan dokter dan perawat rumah sakit. Apa kaki dan pinggang mereka sekecil milikmu? Daripada mencari mereka, lebih baik aku menemuimu."Sebelum Briella sempat mengatakan sesuatu, Zayden berteriak marah, "Dasar memalukan!"Briella menutup telinga Zayden. "Nathan, kamu boleh sedih, tapi tolong tunjukkan rasa hormat padaku. Ada anak kecil di dalam mobil. Apa kamu nggak bisa bersikap normal?""Normal, aku sangat normal. Aku nggak nangis dan membuat masalah, kenapa kamu bilang aku ng
Nathan melihat bahwa Briella tidak terlihat berpura-pura. "Ayo. Aku akan mengantarmu menemui ibu asuhmu. Kalian bisa bernostalgia di jalan.""Tunggu dulu. Aku mau ganti baju.""Pergilah. Pakai jaket dan sekalian bawakan jaket untuk putramu."Kata Nathan sambil menarik Zayden ke dalam rangkulannya.Briella menatap Zayden dan hatinya gelisah. Lalu, dia memerintahkan, "Aku ambil baju dulu. Nggak akan lama."Melihat Briella berbalik dan masuk ke dalam kamar, pria itu mencubit wajah Zayden dan menggodanya."Kasihan sekali, ibumu sendiri nggak mengakuimu sebagai anaknya."Zayden menoleh dengan angkuh, lalu berkata sambil mengerutkan kening, "Jangan menyentuhku!"Nathan menimpali, "Sifatmu ini sama persis seperti Valerio.""Aku anak kandungnya, tentu saja sama sepertinya.""Sepertinya kamu sangat menyukainya. Nggak boleh begitu. Apa kamu sudah lupa bagaimana dia memperlakukan Mama mu? Kamu harusnya membencinya.""Jangan mengatakan sesuatu yang nggak kamu mengerti." Zayden mencibir, "Aku punya
Briella menutup pintu untuk menghalangi pandangan kedua anak itu. Lalu, dia mengerutkan keningnya dengan tidak senang. "Nathan, apa yang kamu lakukan di sini?"Nathan bersandar di ambang pintu, wajahnya terlihat sedikit muram. Bahkan tercium bau alkohol dari napasnya. Entah karena kematian Rieta atau karena apa, tetapi pria itu tidak terlihat baik-baik saja."Sudah malam. Kamu pergi saja."Lelaki itu mengaitkan bibirnya, berkata sambil tersenyum sangat tipis, "Kenapa? Sekarang kamu akhirnya berani mengakui kalau kamu itu Briella?"Briella mengabaikannya dan menutup pintu untuk mengusir Nathan pergi.Tangan Nathan menghalangi pintu dan melambai ke arah Zayden yang berada di dalam, "Nak, kamu masih nggak kenal sama Om?"Briella menoleh ke belakang. "Zayden, bawa adikmu ke kamar.""Zayden, kamu sama saja dengan Mama mu, tidak mau mengakuiku. Bagaimanapun, dulu aku pernah menolong kalian berdua, tapi sekarang kalian jadi orang yang nggak tahu terima kasih."Briella menyadari sesuatu, lalu
"Queena khawatir nggak akan bisa bertemu Tante lagi, hiks."Briella menepuk-nepuk punggung Queena, mencoba menenangkannya, "Jangan menangis. Itu tempat orang jahat ditempatkan. Tante nggak melakukan kesalahan, mana mungkin dikurung di sana?"Kepala Queena terbenam dalam pelukan Briella, terus menempel kepadanya. "Lalu siapa orang jahatnya?"Briella menjilat bibirnya dan berkata dengan ragu-ragu, "Tante nggak tahu siapa orang jahatnya. Yang Tante tahu, orang jahat pasti akan dihukum."Queena mengedipkan matanya yang berkaca-kaca dengan polos. "Tapi kata para pelayan, Nenek meninggal dan Mama yang membunuhnya."Zayden berkata dengan jengkel, "Dia bukan Mama mu. Dia memperlakukanmu dengan nggak baik dan mengajarimu hal buruk. Dia nggak pantas untuk menjadi seorang ibu."Queena mengerutkan kening dan berkata dengan cemas, "Mama Queena orang yang jahat. Apa orang lain juga akan menganggap Queena jahat?""Nggak akan." Zayden bersumpah, "Selama ada Kakak, nggak akan ada yang berani menyebutmu