Orang tua Davira terlihat sangat marah dan jengkel. Sikap mereka menunjukkan seberapa besar mereka menyayangi putri mereka.Anak pertama dari Keluarga Atmaja, Klinton Atmaja mengikuti di belakang orang tuanya dengan sikap patuh. Dia menyapa Valerio, lalu melirik Briella sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya.Klinton bersikap ramah pada Briella karena dia seperti melihat sosok Davira di dalam diri Briella.Briella memang sangat mirip dengan Davira, tetapi sifat mereka sangat bertolak belakang. Briella jauh lebih tenang dan jauh lebih pintar daripada Davira.Briella menatap tatapan ramah Klinton kepadanya dan merasa agak terkejut. Bagaimanapun, pria itu adalah kakak Davira dan pasti akan menjaga adiknya dengan baik. Kenapa pria itu malah bersikap ramah kepadanya?Mungkinkah pria itu tersenyum kepada Briella karena memiliki rencana yang lebih besar kepada Briella?Briella tidak paham dengan maksud Klinton bersikap seperti ini kepadanya. Namun, pria itu menunjukkan kesan baik dan Br
Melihat Briella dan Valerio yang asyik dengan dunia mereka sendiri, Resti makin marah."Nona, saat pertama kali melihatmu di Perusahaan Regulus, aku pikir kamu gadis yang baik, jadi aku nggak curiga kepadamu. Sekarang, aku akhirnya mengerti. Kamu memang mirip dengan Davira, tapi sebenarnya kamu hanya wanita yang jahat dan kejam. Apa kamu merasa kalau sesuatu yang dihasilkan dari mencuri lebih menyenangkan dan memuaskan?""Tante, apa Tante lupa gosok gigi sebelum datang ke mari?" Briella bukan wanita yang lemah dan bisa ditindas seenaknya. Kalau ada yang mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya, dia pasti akan melawannya."Kamu cukup pandai bicara untuk ukuran perempuan. Sebau apa pun mulutku, tetap nggak seburuk reputasimu!"Resti sudah mempersiapkan beberapa hal sebelum datang ke mari. Wanita yang bernama Briella ini cukup hebat karena bisa menjadi sekretaris Valerio selama lima tahun. Para karyawan Perusahaan Regulus juga terlihat menjalin hubungan baik dengannya. Namun, tidak ada ya
"Kami datang ke mari karena ingin menuntut kejelasan." Sikap Resti juga sangat tegas. "Putriku masih menangis di rumah dan memohon kepadaku untuk nggak menyulitkanmu. Sekarang, sepertinya dia yang terlalu baik."Target kemarahan Resti kembali mengarah ke Briella. "Nona Briella, aku belum pernah melihat wanita yang nggak tahu malu dan suka berkhayal bisa memiliki pasangan kaya sepertimu.""Kalau kamu nggak kasih kejelasan hari ini juga, aku akan tetap di sini dan nggak akan pergi ke mana pun!"Resti duduk di sofa di ruang tamu dan menumpuk kaki kiri di atas kaki kanannya. Sikapnya seperti akan membuat masalah besar jika keinginannya tidak dituruti.Valerio melirik jam tangannya dan berjalan mendekat. Dia duduk dan bertatap muka dengan Resti. Aura pria itu sangat kuat, sampai Resti memberi isyarat agar Herman dan putranya juga duduk menemaninya."Aku cuma punya waktu sepuluh menit. Karena Tante sangat bersikeras, jadi mari kita bicarakan mengenai masalah pembatalan perjanjian pernikahan
Valerio tidak memedulikan Klinton dan kembali menatap Briella yang berdiri di sampingnya. "Sepertinya aku dengar suara tangisan di lantai atas. Naik dan lihatlah, mungkin Zayden sudah bangun."Briella tidak ingin pergi. Kali ini, sepertinya situasi Keluarga Atmaja menjadi pihak yang benar. Valerio melakukan pelanggaran kontrak secara sepihak dan itu adalah sesuatu yang sangat tidak pantas. Sekarang, Valerio harus menghadapi beberapa orang dari Keluarga Atmaja sendirian. Briella juga ingin menunjukkan kemampuannya dalam beradu pendapat dan beradu teori dengan ketiga orang ini.Hanya saja, punya hak apa dia bisa melakukan itu? Karena Valerio memintanya pergi, jadi dia hanya akan pergi menjauh dari mereka.Briella berjalan menuju lantai atas. Zayden baru bangun dan berdiri di ujung tangga lantai dua sambil mengucek matanya. Dia melihat beberapa orang di lantai bawah dan tidak menyadari kalau kemunculannya bagaikan bom besar yang mampu mengguncang semua orang yang ada di lantai bawah."Val
"Kenapa kamu menanyakan hal seperti itu?""Karena Om Valerio dan aku mirip. Dia juga bolehin kita tinggal di vila besarnya ini. Ma, Om Valerio pasti suka Mama, 'kan?""Apa siapa pun yang suka Mama bisa jadi Papa mu?"Zayden menyentuh dagunya dan memikirkannya. "Ya juga. Om Valerio sudah punya tunangan dan nggak mungkin kalau dia Papaku. Kalau dia Papaku, kenapa dia nggak menemui kita padahal kita satu kota. Kalau Om Valerio Papaku, dia pasti akan menemuiku!""Sayang, entah Papa akan menemui kita atau nggak, kita harus menerimanya dengan lapang dada." Briella menangkup wajah Zayden dan melanjutkan, "Kamu mengerti maksud Mama, 'kan?"Zayden menghela napas dalam dan mengangguk. "Tentu saja aku tahu maksud Mama.""Hmm? Memangnya apa yang Mama pikirkan? Coba katakan?""Selama ini Mama selalu menunggu Papa. Tapi aku saja sudah besar dan Mama masih belum bertemu dengannya. Mungkin dia sudah meninggal, 'kan? Jadi, Mama nggak bersikeras menunggu Papa. Zayden tahu semua isi hati Mama. Zayden jad
Zayden adalah anak yang cerdas dan menyadari kalau barusan dia mengatakan sesuatu yang membuat Valerio kesal. Dia segera meringkuk ke dalam pelukan Briella dan menatap Valerio dengan hati-hati. Melihat wajah tidak senang Valerio, Zayden menarik kembali pandangannya dan menyembunyikan wajahnya di pelukan Briella."Mama, Zayden takut.""Nggak perlu takut. Ada Mama di sini, nggak ada yang akan berani mengganggu Zayden."Briella menepuk punggung Zayden dengan lembut dan menatap Valerio. Ada nada kesal dalam perkataannya, "Zayden masih kecil, kamu nggak boleh membuatnya takut."Valerio menatap Briella dengan tatapan dingin. Entah bagaimana, ketika bertemu dengan tatapan Briella yang bening, hati Valerio yang keras langsung melunak."Ibu yang memanjakan anaknya bisa membuat anaknya gagal.""Aku bukan anak yang gagal. Mama yang terbaik dalam mendidik anak. Om, lihatlah, aku sangat pintar dan bisa disebut sebagai anak genius. Ini menunjukkan kalau Mama memang sangat hebat dalam mendidikku.""A
Briella keluar dari kamar Zayden dan melihat kalau Valerio sedang menelepon di ruang tengah. Briella turun ke bawah dan samar-samar bisa mendengar arah dari pembicaraan Valerio di dalam telepon.Valerio sedang menghubungi pihak sekolah untuk mempersiapkan Zayden masuk sekolah.Briella mendengarkan dari jauh dan memandangi punggung kekar pria itu. Briella tersentuh, tetapi hatinya merasa bingung.Kenapa Valerio melakukan ini?Masih masuk akal kalau Valerio memperlakukannya dengan baik. Bagaimanapun, di dalam kandungannya ada anak Valerio.Namun, bagaimana dengan Zayden? Zayden bukan anak kandungnya, jadi kenapa pria itu sangat peduli pada Zayden?Briella tidak tahu, tetapi dia merasa kalau pria itu menyembunyikan sesuatu darinya. Tentang apa yang disembunyikan, Briella pun tidak tahu."Nona Briella, Pak Valerio memintamu menunggunya di ruang kerja. Ada yang ingin beliau sampaikan."Pak Rinto melirik ke arah punggung Valerio dan tatapannya jatuh di wajah Briella. Lalu, dia berkata penuh
"Ya, sudah. Lanjutkan saja pekerjaanmu."Briella keluar dari dapur dan melihat pria yang duduk di sofa, yang ternyata masih menelepon. Ketika melihat Briella, pria itu menjentikkan jari ke arahnya, memberi isyarat agar Briella mendekat.Briella menurut dan mencari tempat duduk yang agak jauh dari Valerio. Namun, sebelum Briella sempat duduk, kakinya disandung oleh pria itu."Ah!" Reaksi pertama Briella adalah memegang perutnya untuk melindungi bayi di dalamnya.Di tengah kepanikannya, sebuah telapak tangan besar memegang pinggangnya yang ramping dan membuatnya duduk dengan mantap di pangkuan pria itu.Valerio menarik Briella ke dadanya, dengan satu tangannya masih memegang telepon dan sama sekali tidak terganggu saat memberikan perintah kepada bawahannya.Briella duduk di pangkuan Valerio dan pinggangnya dicengkeram kuat-kuat oleh tangan pria itu. Briella tidak bisa bergerak sedikit pun dan merasa tidak nyaman karena posisi mereka yang menempel seperti ini.Dibandingkan dengan Briella