"Seperti apa yang aku katakan." Ujung jari Valerio menyentuh dahi Briella, lalu dia melanjutkan, "Malam ini aku akan membawamu ke kediaman Keluarga Atmaja.""Nggak mau." Briella mendorong bahu pria itu menjauh dan membuang muka, menunjukkan kalau dia tidak mau menghiraukan pria itu."Nggak mau pun harus tetap pergi." Valerio memerintah dan memaksa. "Ini perintah."Briella mengatupkan mulutnya kesal, dalam hati mengatakan kalau pria ini sangat suka mengontrol, terutama di hari-hari setelah mereka berpisah. Pria ini mengurung Briella di Galapagos dan kontrolnya makin kuat, membuat Briella merasa tercekik.Tatapan Valerio tertuju pada wajah kecil Briella yang keras kepala. Simpul seksi di tenggorokannya bergerak naik turun. Makin Briella bersikap seperti ini, makin Valerio ingin memilikinya.Wanita itu sepertinya memiliki semacam sihir yang membuatnya benar-benar kecanduan. Yang paling penting, Valerio yang sudah kecanduan akan sosok Briella dan tidak ingin lepas dari jeratan sihir Briell
"Bukan masalah uang." Briella membalas tanpa berpikir panjang. Selama ini Valerio selalu meremehkan dan memandang rendah dirinya. Pria itu menganggap kalau Briella hanya teman tidur dan sekretaris yang tidak punya dukungan. Di mata pria itu, Briella hanyalah alat pemuas nafsu, pion paling tidak penting dalam permainan penaklukkannya."Lalu kenapa? Apa masalahnya? Briella, jangan mencoba bersikap sok suci."Untuk apa selama ini Briella menahan diri dan memaklumi semua tindakan keterlaluan yang dilakukan Valerio?Selain demi uang, apa lagi tujuan yang Briella miliki?Karena mengharapkan cinta dan kasih sayang? Hati wanita ini lebih keras dari batu dan tidak ada yang bisa mengetuk pintu hatinya dan membuatnya berlutut.Tidak ada yang bisa menjinakkan rusa liar. Bagi seorang pria, mengejar sesuatu yang memiliki makna seumur hidup bukanlah sesuatu yang melelahkan.Valerio sudah menghadapi berbagai macam situasi yang tak terhitung jumlahnya dalam dunia bisnis. Dia hanya perlu menjentikkan ja
Tok, tok, tok. Suara ketukan Zayden terdengar dari ambang pintu. "Mama, Mama ...."Kedua orang yang sedang terjerat nafsu di dalam ruangan pun menghentikan tindakan mereka karena panggilan Zayden.Agak kesal, Valerio mengumpat pelan. Dia melepas jas yang dia kenakan, lalu memberikannya kepada Briella untuk menutupi tubuh bagian atas Briella yang terbuka."Mama, Mama, hiks ...."Teriakan Zayden di luar pintu terdengar makin keras. Valerio yang sudah tidak sabar dengan ketukan itu pun berteriak pelan ke arah pintu, "Diamlah!"Benar saja, kata-kata Valerio membuat Zayden langsung terdiam."Kenapa galak sekali! Jangan begitu sama Zayden, nanti dia ketakutan." Briella berkata sambil mengancingkan kancing baju di tubuhnya dengan gerakan yang tergesa-gesa.Apa yang akan dipikirkan Zayden kalau anak itu melihat apa yang dia dan Valerio lakukan di dalam sini.Sementara Briella merapikan rambutnya, Valerio membuka pintu dan melangkah keluar. Zayden masih berdiri di depan pintu dan bersandar di d
Wajah Valerio berubah muram dan menjadi makin dingin dibandingkan sebelumnya, seperti bongkahan es di kutub utara. Siapa pun yang mendekat pasti akan membeku dibuatnya.Briella tiba-tiba menyadari kalau dia sepertinya sudah mengatakan sesuatu yang membuat Valerio tidak senang. "Zayden masih kecil dan nggak tahu apa-apa. Kamu menghukumnya seperti ini nggak akan mengubah apa pun. Ini masalah antara kita berdua dan nggak ada hubungannya dengan Zayden.""Kamu tahu kalau ini masalah kita berdua?" Valerio mengaitkan bibirnya dan mencibir, "Kalau kamu tahu itu, kenapa kamu menentangku? Kenapa kamu mendorongku menjauh?"Briella terkejut karena Valerio mengatakan hal seperti itu.Valerio menatapnya dengan tatapan sedikit lebih lembut. "Bodoh."Layaknya seorang raja, dia langsung pergi setelah mengatakan kalimat hinaan ini dan membawa Zayden ke arah luar vila.Hati Briella sedikit takut. Pria ini memperlakukan saingan bisnisnya dengan sangat kejam dan berdarah dingin. Briella sudah menyaksikanny
Begitu mendengar Valerio yang memintanya turun ke kolam, Briella langsung memandang air yang berkilauan di kolam renang dengan gentar.Beberapa hari yang lalu dia baru menonton sebuah film di mana seorang suami menjebak istrinya masuk ke dalam sangkar di laut, mencoba menciptakan ilusi kalau istrinya menghilang agar suaminya itu bisa mewarisi uang puluhan miliar.Ketika Valerio mengatakan akan melemparkannya ke laut, hal pertama yang muncul dalam benak Briella adalah, pria yang kejam dan berdarah dingin ini akan melemparkannya ke dalam mulut buaya sebagai makanan mereka."Mama, aku nggak mau turun. Mama aku takut."Zayden juga ketakutan karena sikap Valerio. Dia terus menekan tubuhnya ke dalam pelukan Briella."Lepaskan tanganmu!"Briella menatap Valerio dengan marah. "Aku akan lapor polisi kalau kamu masih nggak mau berhenti.""Lapor saja." Valerio tidak peduli dengan apa yang akan Briella lakukan kepadanya. Pegangannya kepada Zayden makin kencang, lalu dia memperingati Briella, "Lebi
Di dunia ini, cara yang Valerio lakukan kepada Briella tidak ada yang berhasil. Satu-satunya cara untuk merasa aman adalah dengan mengikuti kata hatinya yang sebenarnya dan mengikat wanita ini agar selalu di sisinya."Di mana Zayden?" Briella melihat sekeliling dan tidak menemukan keberadaan putranya."Apa hanya anak itu yang ada di pikiranmu?" Valerio basah kuyup. Sambil membuka kancing bajunya, dia berkata dengan jengkel, "Kamu melotot begitu karena ingin melampiaskan kekesalanmu?"Melampiaskan kekesalan mungkin tidak bisa dimengerti. Sulit membayangkan bagaimana kehidupan wanita ini kalau sampai jauh dari Valerio.Briella menjilat bibirnya, menarik lengan baju Valerio dan mengguncangnya seolah-olah dia sedang merajuk. "Zayden ke mana? Apa kamu menyembunyikannya? Pak Valerio yang baik hati, tolong temukan anak itu.""Jangan membahas anak itu lagi di depanku, setidaknya untuk saat ini. Aku nggak mau membahas dia denganmu."Briella menatap pria itu dengan sedikit jengkel. Namun, dia me
Briella melepaskan diri dari pelukan Valerio. Tubuh keduanya dalam keadaan basah kuyup."Pak Valerio, terima kasih sudah menyelamatkanku. Tapi, aku nggak akan mengubah pendapatku tentangmu. Apa pun yang aku perjuangkan, aku nggak akan mengubahnya karena alasan apa pun."Briella menghentikan perkataannya. Meskipun mulutnya mengatakan sesuatu yang memberi jarak, tetapi hatinya terasa hampa."Oh ya, jangan lupa cepat kembali dan ganti baju biar nggak masuk angin."Wajah Valerio tidak menunjukkan ekspresi apa pun dan menatap Briella dengan tatapan dingin. Sebenarnya Briella tahu apa yang diinginkan oleh pria ini, tetapi dia lebih memilih untuk mengubah topik pembicaraan."Apa posisimu di sini sebagai pelayan wanita?"Valerio menjadi tidak senang dan berdiri di depan Briella.Valerio tidak suka jika ada orang yang mengambil sikap superior di depannya, karena membuatnya merasa tidak nyaman."Bukan. Aku cuma khawatir. Kamu sudah menyelamatkanku, jadi kamu adalah penolongku.""Banyak sekali ya
Selain itu, seorang anak genius seperti Zayden, sepertinya ide-ide aneh dan gila yang ada di kepalanya berada di luar jangkauan orang pada umumnya. Jadi, Briella tidak pernah berhenti memuji putranya."Hanya saja, nak, ada berapa orang aliansi kita ini?"Zayden memberi isyarat senang dan menjawab sambil membusungkan dada, "Hanya kita berdua. Makin sedikit yang tahu akan makin baik.""Oh, begitu rupanya." Briella membungkuk dan mencubit pipi putranya yang masih seperti bayi. "Apa Mama boleh tanya, Kapten. Mama jadi pahlawan yang mana?""Hmm." Zayden mengusap dagunya dan berpikir sejenak, baru menjawab, "Mama bisa jadi apa pun yang Mama mau. Ingat, tujuan kita adalah menghancurkan musuh, kekuatan jahat, serta memperjuangkan kebebasan dan kesetaraan!"Briella memandangi wajah kecil putranya yang tegang. Alis Zayden sangat mirip dengan pria yang ada di luar sana. Begitu melihat mata Zayden, dalam benak Briella muncul potongan kejadian yang terjadi saat itu. Kejadian di mana dia melompat ke