Tok, tok, tok. Suara ketukan Zayden terdengar dari ambang pintu. "Mama, Mama ...."Kedua orang yang sedang terjerat nafsu di dalam ruangan pun menghentikan tindakan mereka karena panggilan Zayden.Agak kesal, Valerio mengumpat pelan. Dia melepas jas yang dia kenakan, lalu memberikannya kepada Briella untuk menutupi tubuh bagian atas Briella yang terbuka."Mama, Mama, hiks ...."Teriakan Zayden di luar pintu terdengar makin keras. Valerio yang sudah tidak sabar dengan ketukan itu pun berteriak pelan ke arah pintu, "Diamlah!"Benar saja, kata-kata Valerio membuat Zayden langsung terdiam."Kenapa galak sekali! Jangan begitu sama Zayden, nanti dia ketakutan." Briella berkata sambil mengancingkan kancing baju di tubuhnya dengan gerakan yang tergesa-gesa.Apa yang akan dipikirkan Zayden kalau anak itu melihat apa yang dia dan Valerio lakukan di dalam sini.Sementara Briella merapikan rambutnya, Valerio membuka pintu dan melangkah keluar. Zayden masih berdiri di depan pintu dan bersandar di d
Wajah Valerio berubah muram dan menjadi makin dingin dibandingkan sebelumnya, seperti bongkahan es di kutub utara. Siapa pun yang mendekat pasti akan membeku dibuatnya.Briella tiba-tiba menyadari kalau dia sepertinya sudah mengatakan sesuatu yang membuat Valerio tidak senang. "Zayden masih kecil dan nggak tahu apa-apa. Kamu menghukumnya seperti ini nggak akan mengubah apa pun. Ini masalah antara kita berdua dan nggak ada hubungannya dengan Zayden.""Kamu tahu kalau ini masalah kita berdua?" Valerio mengaitkan bibirnya dan mencibir, "Kalau kamu tahu itu, kenapa kamu menentangku? Kenapa kamu mendorongku menjauh?"Briella terkejut karena Valerio mengatakan hal seperti itu.Valerio menatapnya dengan tatapan sedikit lebih lembut. "Bodoh."Layaknya seorang raja, dia langsung pergi setelah mengatakan kalimat hinaan ini dan membawa Zayden ke arah luar vila.Hati Briella sedikit takut. Pria ini memperlakukan saingan bisnisnya dengan sangat kejam dan berdarah dingin. Briella sudah menyaksikanny
Begitu mendengar Valerio yang memintanya turun ke kolam, Briella langsung memandang air yang berkilauan di kolam renang dengan gentar.Beberapa hari yang lalu dia baru menonton sebuah film di mana seorang suami menjebak istrinya masuk ke dalam sangkar di laut, mencoba menciptakan ilusi kalau istrinya menghilang agar suaminya itu bisa mewarisi uang puluhan miliar.Ketika Valerio mengatakan akan melemparkannya ke laut, hal pertama yang muncul dalam benak Briella adalah, pria yang kejam dan berdarah dingin ini akan melemparkannya ke dalam mulut buaya sebagai makanan mereka."Mama, aku nggak mau turun. Mama aku takut."Zayden juga ketakutan karena sikap Valerio. Dia terus menekan tubuhnya ke dalam pelukan Briella."Lepaskan tanganmu!"Briella menatap Valerio dengan marah. "Aku akan lapor polisi kalau kamu masih nggak mau berhenti.""Lapor saja." Valerio tidak peduli dengan apa yang akan Briella lakukan kepadanya. Pegangannya kepada Zayden makin kencang, lalu dia memperingati Briella, "Lebi
Di dunia ini, cara yang Valerio lakukan kepada Briella tidak ada yang berhasil. Satu-satunya cara untuk merasa aman adalah dengan mengikuti kata hatinya yang sebenarnya dan mengikat wanita ini agar selalu di sisinya."Di mana Zayden?" Briella melihat sekeliling dan tidak menemukan keberadaan putranya."Apa hanya anak itu yang ada di pikiranmu?" Valerio basah kuyup. Sambil membuka kancing bajunya, dia berkata dengan jengkel, "Kamu melotot begitu karena ingin melampiaskan kekesalanmu?"Melampiaskan kekesalan mungkin tidak bisa dimengerti. Sulit membayangkan bagaimana kehidupan wanita ini kalau sampai jauh dari Valerio.Briella menjilat bibirnya, menarik lengan baju Valerio dan mengguncangnya seolah-olah dia sedang merajuk. "Zayden ke mana? Apa kamu menyembunyikannya? Pak Valerio yang baik hati, tolong temukan anak itu.""Jangan membahas anak itu lagi di depanku, setidaknya untuk saat ini. Aku nggak mau membahas dia denganmu."Briella menatap pria itu dengan sedikit jengkel. Namun, dia me
Briella melepaskan diri dari pelukan Valerio. Tubuh keduanya dalam keadaan basah kuyup."Pak Valerio, terima kasih sudah menyelamatkanku. Tapi, aku nggak akan mengubah pendapatku tentangmu. Apa pun yang aku perjuangkan, aku nggak akan mengubahnya karena alasan apa pun."Briella menghentikan perkataannya. Meskipun mulutnya mengatakan sesuatu yang memberi jarak, tetapi hatinya terasa hampa."Oh ya, jangan lupa cepat kembali dan ganti baju biar nggak masuk angin."Wajah Valerio tidak menunjukkan ekspresi apa pun dan menatap Briella dengan tatapan dingin. Sebenarnya Briella tahu apa yang diinginkan oleh pria ini, tetapi dia lebih memilih untuk mengubah topik pembicaraan."Apa posisimu di sini sebagai pelayan wanita?"Valerio menjadi tidak senang dan berdiri di depan Briella.Valerio tidak suka jika ada orang yang mengambil sikap superior di depannya, karena membuatnya merasa tidak nyaman."Bukan. Aku cuma khawatir. Kamu sudah menyelamatkanku, jadi kamu adalah penolongku.""Banyak sekali ya
Selain itu, seorang anak genius seperti Zayden, sepertinya ide-ide aneh dan gila yang ada di kepalanya berada di luar jangkauan orang pada umumnya. Jadi, Briella tidak pernah berhenti memuji putranya."Hanya saja, nak, ada berapa orang aliansi kita ini?"Zayden memberi isyarat senang dan menjawab sambil membusungkan dada, "Hanya kita berdua. Makin sedikit yang tahu akan makin baik.""Oh, begitu rupanya." Briella membungkuk dan mencubit pipi putranya yang masih seperti bayi. "Apa Mama boleh tanya, Kapten. Mama jadi pahlawan yang mana?""Hmm." Zayden mengusap dagunya dan berpikir sejenak, baru menjawab, "Mama bisa jadi apa pun yang Mama mau. Ingat, tujuan kita adalah menghancurkan musuh, kekuatan jahat, serta memperjuangkan kebebasan dan kesetaraan!"Briella memandangi wajah kecil putranya yang tegang. Alis Zayden sangat mirip dengan pria yang ada di luar sana. Begitu melihat mata Zayden, dalam benak Briella muncul potongan kejadian yang terjadi saat itu. Kejadian di mana dia melompat ke
"Nak." Briella membelai kepala kecil Zayden. "Kenapa Zayden bilang Mama punya bayi kecil di dalam perut?""Tadi Om galak bilang kalau aku nggak boleh menendang perut Mama. Aku berpikir kalau di perut mama ada bayi kecil.""Om galak ...."Yang dimaksud Om galak pasti Valerio, bukan?"Mama, apa benar Mama punya bayi kecil? Dia laki-laki apa perempuan?""Kamu lebih suka adik perempuan apa laki-laki?""Hmm ...." Zayden memiringkan kepalanya dan berpikir. "Sebenarnya aku suka keduanya. Laki-laki atau perempuan nggak akan bisa mengubah fakta kalau aku adalah kakak mereka. Aku akan melindungi Mama dan bayi kecil. ""Sayang, kamu juga bayi kecil."Mata Briella terasa sedikit perih. Zayden selalu menjadi anak yang sangat pengertian. Namun, makin Zayden tahu banyak hal, Briella makin sedih dan mengutuk dirinya sendiri karena menjadi ibu yang tidak baik.Tidak bisa memberikan masa kecil yang riang kepada putranya adalah kelalaiannya sebagai seorang ibu."Mama sudah memberikan yang terbaik untukku
Valerio menyipitkan matanya dan memancarkan kesan sedingin es. Tatapannya menyapu Zayden dan mendarat di brankas yang dibukanya.Brankas ini menyimpan senjata dan amunisi, yang merupakan gudang senjata Valerio dan dilindungi oleh dua kode. Dia tidak terkejut saat mengetahui kalau Zayden bisa membukanya dengan mudah.Lagi pula, bocah ini bahkan bisa menerobos masuk ke perusahaannya yang dijaga oleh sistem yang ketat. Brangkas itu hal yang lebih remeh."Om juga suka main perang-perangan?" Zayden menyeringai konyol, memperlihatkan gigi putihnya yang lucu. Siapa pun yang melihatnya pasti tidak akan menyangka kalau bocah ini memiliki niat buruk.Anak kecil yang sangat lucu dan menggemaskan hanya ingin bermain-main. Hal buruk apa yang bisa anak itu lakukan?"Nak, kamu paham senjata?""Paham sedikit, tapi aku mempelajari semuanya di dalam game." Zayden melanjutkan, "Om, senjatamu sangat bagus, terutama yang ini. Aku nggak tahu nama senjata ini, tapi pasti harganya mahal.""Lumayan, lah." Vale