Valerio tidak memedulikan Klinton dan kembali menatap Briella yang berdiri di sampingnya. "Sepertinya aku dengar suara tangisan di lantai atas. Naik dan lihatlah, mungkin Zayden sudah bangun."Briella tidak ingin pergi. Kali ini, sepertinya situasi Keluarga Atmaja menjadi pihak yang benar. Valerio melakukan pelanggaran kontrak secara sepihak dan itu adalah sesuatu yang sangat tidak pantas. Sekarang, Valerio harus menghadapi beberapa orang dari Keluarga Atmaja sendirian. Briella juga ingin menunjukkan kemampuannya dalam beradu pendapat dan beradu teori dengan ketiga orang ini.Hanya saja, punya hak apa dia bisa melakukan itu? Karena Valerio memintanya pergi, jadi dia hanya akan pergi menjauh dari mereka.Briella berjalan menuju lantai atas. Zayden baru bangun dan berdiri di ujung tangga lantai dua sambil mengucek matanya. Dia melihat beberapa orang di lantai bawah dan tidak menyadari kalau kemunculannya bagaikan bom besar yang mampu mengguncang semua orang yang ada di lantai bawah."Val
"Kenapa kamu menanyakan hal seperti itu?""Karena Om Valerio dan aku mirip. Dia juga bolehin kita tinggal di vila besarnya ini. Ma, Om Valerio pasti suka Mama, 'kan?""Apa siapa pun yang suka Mama bisa jadi Papa mu?"Zayden menyentuh dagunya dan memikirkannya. "Ya juga. Om Valerio sudah punya tunangan dan nggak mungkin kalau dia Papaku. Kalau dia Papaku, kenapa dia nggak menemui kita padahal kita satu kota. Kalau Om Valerio Papaku, dia pasti akan menemuiku!""Sayang, entah Papa akan menemui kita atau nggak, kita harus menerimanya dengan lapang dada." Briella menangkup wajah Zayden dan melanjutkan, "Kamu mengerti maksud Mama, 'kan?"Zayden menghela napas dalam dan mengangguk. "Tentu saja aku tahu maksud Mama.""Hmm? Memangnya apa yang Mama pikirkan? Coba katakan?""Selama ini Mama selalu menunggu Papa. Tapi aku saja sudah besar dan Mama masih belum bertemu dengannya. Mungkin dia sudah meninggal, 'kan? Jadi, Mama nggak bersikeras menunggu Papa. Zayden tahu semua isi hati Mama. Zayden jad
Zayden adalah anak yang cerdas dan menyadari kalau barusan dia mengatakan sesuatu yang membuat Valerio kesal. Dia segera meringkuk ke dalam pelukan Briella dan menatap Valerio dengan hati-hati. Melihat wajah tidak senang Valerio, Zayden menarik kembali pandangannya dan menyembunyikan wajahnya di pelukan Briella."Mama, Zayden takut.""Nggak perlu takut. Ada Mama di sini, nggak ada yang akan berani mengganggu Zayden."Briella menepuk punggung Zayden dengan lembut dan menatap Valerio. Ada nada kesal dalam perkataannya, "Zayden masih kecil, kamu nggak boleh membuatnya takut."Valerio menatap Briella dengan tatapan dingin. Entah bagaimana, ketika bertemu dengan tatapan Briella yang bening, hati Valerio yang keras langsung melunak."Ibu yang memanjakan anaknya bisa membuat anaknya gagal.""Aku bukan anak yang gagal. Mama yang terbaik dalam mendidik anak. Om, lihatlah, aku sangat pintar dan bisa disebut sebagai anak genius. Ini menunjukkan kalau Mama memang sangat hebat dalam mendidikku.""A
Briella keluar dari kamar Zayden dan melihat kalau Valerio sedang menelepon di ruang tengah. Briella turun ke bawah dan samar-samar bisa mendengar arah dari pembicaraan Valerio di dalam telepon.Valerio sedang menghubungi pihak sekolah untuk mempersiapkan Zayden masuk sekolah.Briella mendengarkan dari jauh dan memandangi punggung kekar pria itu. Briella tersentuh, tetapi hatinya merasa bingung.Kenapa Valerio melakukan ini?Masih masuk akal kalau Valerio memperlakukannya dengan baik. Bagaimanapun, di dalam kandungannya ada anak Valerio.Namun, bagaimana dengan Zayden? Zayden bukan anak kandungnya, jadi kenapa pria itu sangat peduli pada Zayden?Briella tidak tahu, tetapi dia merasa kalau pria itu menyembunyikan sesuatu darinya. Tentang apa yang disembunyikan, Briella pun tidak tahu."Nona Briella, Pak Valerio memintamu menunggunya di ruang kerja. Ada yang ingin beliau sampaikan."Pak Rinto melirik ke arah punggung Valerio dan tatapannya jatuh di wajah Briella. Lalu, dia berkata penuh
"Ya, sudah. Lanjutkan saja pekerjaanmu."Briella keluar dari dapur dan melihat pria yang duduk di sofa, yang ternyata masih menelepon. Ketika melihat Briella, pria itu menjentikkan jari ke arahnya, memberi isyarat agar Briella mendekat.Briella menurut dan mencari tempat duduk yang agak jauh dari Valerio. Namun, sebelum Briella sempat duduk, kakinya disandung oleh pria itu."Ah!" Reaksi pertama Briella adalah memegang perutnya untuk melindungi bayi di dalamnya.Di tengah kepanikannya, sebuah telapak tangan besar memegang pinggangnya yang ramping dan membuatnya duduk dengan mantap di pangkuan pria itu.Valerio menarik Briella ke dadanya, dengan satu tangannya masih memegang telepon dan sama sekali tidak terganggu saat memberikan perintah kepada bawahannya.Briella duduk di pangkuan Valerio dan pinggangnya dicengkeram kuat-kuat oleh tangan pria itu. Briella tidak bisa bergerak sedikit pun dan merasa tidak nyaman karena posisi mereka yang menempel seperti ini.Dibandingkan dengan Briella
"Seperti apa yang aku katakan." Ujung jari Valerio menyentuh dahi Briella, lalu dia melanjutkan, "Malam ini aku akan membawamu ke kediaman Keluarga Atmaja.""Nggak mau." Briella mendorong bahu pria itu menjauh dan membuang muka, menunjukkan kalau dia tidak mau menghiraukan pria itu."Nggak mau pun harus tetap pergi." Valerio memerintah dan memaksa. "Ini perintah."Briella mengatupkan mulutnya kesal, dalam hati mengatakan kalau pria ini sangat suka mengontrol, terutama di hari-hari setelah mereka berpisah. Pria ini mengurung Briella di Galapagos dan kontrolnya makin kuat, membuat Briella merasa tercekik.Tatapan Valerio tertuju pada wajah kecil Briella yang keras kepala. Simpul seksi di tenggorokannya bergerak naik turun. Makin Briella bersikap seperti ini, makin Valerio ingin memilikinya.Wanita itu sepertinya memiliki semacam sihir yang membuatnya benar-benar kecanduan. Yang paling penting, Valerio yang sudah kecanduan akan sosok Briella dan tidak ingin lepas dari jeratan sihir Briell
"Bukan masalah uang." Briella membalas tanpa berpikir panjang. Selama ini Valerio selalu meremehkan dan memandang rendah dirinya. Pria itu menganggap kalau Briella hanya teman tidur dan sekretaris yang tidak punya dukungan. Di mata pria itu, Briella hanyalah alat pemuas nafsu, pion paling tidak penting dalam permainan penaklukkannya."Lalu kenapa? Apa masalahnya? Briella, jangan mencoba bersikap sok suci."Untuk apa selama ini Briella menahan diri dan memaklumi semua tindakan keterlaluan yang dilakukan Valerio?Selain demi uang, apa lagi tujuan yang Briella miliki?Karena mengharapkan cinta dan kasih sayang? Hati wanita ini lebih keras dari batu dan tidak ada yang bisa mengetuk pintu hatinya dan membuatnya berlutut.Tidak ada yang bisa menjinakkan rusa liar. Bagi seorang pria, mengejar sesuatu yang memiliki makna seumur hidup bukanlah sesuatu yang melelahkan.Valerio sudah menghadapi berbagai macam situasi yang tak terhitung jumlahnya dalam dunia bisnis. Dia hanya perlu menjentikkan ja
Tok, tok, tok. Suara ketukan Zayden terdengar dari ambang pintu. "Mama, Mama ...."Kedua orang yang sedang terjerat nafsu di dalam ruangan pun menghentikan tindakan mereka karena panggilan Zayden.Agak kesal, Valerio mengumpat pelan. Dia melepas jas yang dia kenakan, lalu memberikannya kepada Briella untuk menutupi tubuh bagian atas Briella yang terbuka."Mama, Mama, hiks ...."Teriakan Zayden di luar pintu terdengar makin keras. Valerio yang sudah tidak sabar dengan ketukan itu pun berteriak pelan ke arah pintu, "Diamlah!"Benar saja, kata-kata Valerio membuat Zayden langsung terdiam."Kenapa galak sekali! Jangan begitu sama Zayden, nanti dia ketakutan." Briella berkata sambil mengancingkan kancing baju di tubuhnya dengan gerakan yang tergesa-gesa.Apa yang akan dipikirkan Zayden kalau anak itu melihat apa yang dia dan Valerio lakukan di dalam sini.Sementara Briella merapikan rambutnya, Valerio membuka pintu dan melangkah keluar. Zayden masih berdiri di depan pintu dan bersandar di d