Zayden adalah anak yang cerdas dan menyadari kalau barusan dia mengatakan sesuatu yang membuat Valerio kesal. Dia segera meringkuk ke dalam pelukan Briella dan menatap Valerio dengan hati-hati. Melihat wajah tidak senang Valerio, Zayden menarik kembali pandangannya dan menyembunyikan wajahnya di pelukan Briella."Mama, Zayden takut.""Nggak perlu takut. Ada Mama di sini, nggak ada yang akan berani mengganggu Zayden."Briella menepuk punggung Zayden dengan lembut dan menatap Valerio. Ada nada kesal dalam perkataannya, "Zayden masih kecil, kamu nggak boleh membuatnya takut."Valerio menatap Briella dengan tatapan dingin. Entah bagaimana, ketika bertemu dengan tatapan Briella yang bening, hati Valerio yang keras langsung melunak."Ibu yang memanjakan anaknya bisa membuat anaknya gagal.""Aku bukan anak yang gagal. Mama yang terbaik dalam mendidik anak. Om, lihatlah, aku sangat pintar dan bisa disebut sebagai anak genius. Ini menunjukkan kalau Mama memang sangat hebat dalam mendidikku.""A
Briella keluar dari kamar Zayden dan melihat kalau Valerio sedang menelepon di ruang tengah. Briella turun ke bawah dan samar-samar bisa mendengar arah dari pembicaraan Valerio di dalam telepon.Valerio sedang menghubungi pihak sekolah untuk mempersiapkan Zayden masuk sekolah.Briella mendengarkan dari jauh dan memandangi punggung kekar pria itu. Briella tersentuh, tetapi hatinya merasa bingung.Kenapa Valerio melakukan ini?Masih masuk akal kalau Valerio memperlakukannya dengan baik. Bagaimanapun, di dalam kandungannya ada anak Valerio.Namun, bagaimana dengan Zayden? Zayden bukan anak kandungnya, jadi kenapa pria itu sangat peduli pada Zayden?Briella tidak tahu, tetapi dia merasa kalau pria itu menyembunyikan sesuatu darinya. Tentang apa yang disembunyikan, Briella pun tidak tahu."Nona Briella, Pak Valerio memintamu menunggunya di ruang kerja. Ada yang ingin beliau sampaikan."Pak Rinto melirik ke arah punggung Valerio dan tatapannya jatuh di wajah Briella. Lalu, dia berkata penuh
"Ya, sudah. Lanjutkan saja pekerjaanmu."Briella keluar dari dapur dan melihat pria yang duduk di sofa, yang ternyata masih menelepon. Ketika melihat Briella, pria itu menjentikkan jari ke arahnya, memberi isyarat agar Briella mendekat.Briella menurut dan mencari tempat duduk yang agak jauh dari Valerio. Namun, sebelum Briella sempat duduk, kakinya disandung oleh pria itu."Ah!" Reaksi pertama Briella adalah memegang perutnya untuk melindungi bayi di dalamnya.Di tengah kepanikannya, sebuah telapak tangan besar memegang pinggangnya yang ramping dan membuatnya duduk dengan mantap di pangkuan pria itu.Valerio menarik Briella ke dadanya, dengan satu tangannya masih memegang telepon dan sama sekali tidak terganggu saat memberikan perintah kepada bawahannya.Briella duduk di pangkuan Valerio dan pinggangnya dicengkeram kuat-kuat oleh tangan pria itu. Briella tidak bisa bergerak sedikit pun dan merasa tidak nyaman karena posisi mereka yang menempel seperti ini.Dibandingkan dengan Briella
"Seperti apa yang aku katakan." Ujung jari Valerio menyentuh dahi Briella, lalu dia melanjutkan, "Malam ini aku akan membawamu ke kediaman Keluarga Atmaja.""Nggak mau." Briella mendorong bahu pria itu menjauh dan membuang muka, menunjukkan kalau dia tidak mau menghiraukan pria itu."Nggak mau pun harus tetap pergi." Valerio memerintah dan memaksa. "Ini perintah."Briella mengatupkan mulutnya kesal, dalam hati mengatakan kalau pria ini sangat suka mengontrol, terutama di hari-hari setelah mereka berpisah. Pria ini mengurung Briella di Galapagos dan kontrolnya makin kuat, membuat Briella merasa tercekik.Tatapan Valerio tertuju pada wajah kecil Briella yang keras kepala. Simpul seksi di tenggorokannya bergerak naik turun. Makin Briella bersikap seperti ini, makin Valerio ingin memilikinya.Wanita itu sepertinya memiliki semacam sihir yang membuatnya benar-benar kecanduan. Yang paling penting, Valerio yang sudah kecanduan akan sosok Briella dan tidak ingin lepas dari jeratan sihir Briell
"Bukan masalah uang." Briella membalas tanpa berpikir panjang. Selama ini Valerio selalu meremehkan dan memandang rendah dirinya. Pria itu menganggap kalau Briella hanya teman tidur dan sekretaris yang tidak punya dukungan. Di mata pria itu, Briella hanyalah alat pemuas nafsu, pion paling tidak penting dalam permainan penaklukkannya."Lalu kenapa? Apa masalahnya? Briella, jangan mencoba bersikap sok suci."Untuk apa selama ini Briella menahan diri dan memaklumi semua tindakan keterlaluan yang dilakukan Valerio?Selain demi uang, apa lagi tujuan yang Briella miliki?Karena mengharapkan cinta dan kasih sayang? Hati wanita ini lebih keras dari batu dan tidak ada yang bisa mengetuk pintu hatinya dan membuatnya berlutut.Tidak ada yang bisa menjinakkan rusa liar. Bagi seorang pria, mengejar sesuatu yang memiliki makna seumur hidup bukanlah sesuatu yang melelahkan.Valerio sudah menghadapi berbagai macam situasi yang tak terhitung jumlahnya dalam dunia bisnis. Dia hanya perlu menjentikkan ja
Tok, tok, tok. Suara ketukan Zayden terdengar dari ambang pintu. "Mama, Mama ...."Kedua orang yang sedang terjerat nafsu di dalam ruangan pun menghentikan tindakan mereka karena panggilan Zayden.Agak kesal, Valerio mengumpat pelan. Dia melepas jas yang dia kenakan, lalu memberikannya kepada Briella untuk menutupi tubuh bagian atas Briella yang terbuka."Mama, Mama, hiks ...."Teriakan Zayden di luar pintu terdengar makin keras. Valerio yang sudah tidak sabar dengan ketukan itu pun berteriak pelan ke arah pintu, "Diamlah!"Benar saja, kata-kata Valerio membuat Zayden langsung terdiam."Kenapa galak sekali! Jangan begitu sama Zayden, nanti dia ketakutan." Briella berkata sambil mengancingkan kancing baju di tubuhnya dengan gerakan yang tergesa-gesa.Apa yang akan dipikirkan Zayden kalau anak itu melihat apa yang dia dan Valerio lakukan di dalam sini.Sementara Briella merapikan rambutnya, Valerio membuka pintu dan melangkah keluar. Zayden masih berdiri di depan pintu dan bersandar di d
Wajah Valerio berubah muram dan menjadi makin dingin dibandingkan sebelumnya, seperti bongkahan es di kutub utara. Siapa pun yang mendekat pasti akan membeku dibuatnya.Briella tiba-tiba menyadari kalau dia sepertinya sudah mengatakan sesuatu yang membuat Valerio tidak senang. "Zayden masih kecil dan nggak tahu apa-apa. Kamu menghukumnya seperti ini nggak akan mengubah apa pun. Ini masalah antara kita berdua dan nggak ada hubungannya dengan Zayden.""Kamu tahu kalau ini masalah kita berdua?" Valerio mengaitkan bibirnya dan mencibir, "Kalau kamu tahu itu, kenapa kamu menentangku? Kenapa kamu mendorongku menjauh?"Briella terkejut karena Valerio mengatakan hal seperti itu.Valerio menatapnya dengan tatapan sedikit lebih lembut. "Bodoh."Layaknya seorang raja, dia langsung pergi setelah mengatakan kalimat hinaan ini dan membawa Zayden ke arah luar vila.Hati Briella sedikit takut. Pria ini memperlakukan saingan bisnisnya dengan sangat kejam dan berdarah dingin. Briella sudah menyaksikanny
Begitu mendengar Valerio yang memintanya turun ke kolam, Briella langsung memandang air yang berkilauan di kolam renang dengan gentar.Beberapa hari yang lalu dia baru menonton sebuah film di mana seorang suami menjebak istrinya masuk ke dalam sangkar di laut, mencoba menciptakan ilusi kalau istrinya menghilang agar suaminya itu bisa mewarisi uang puluhan miliar.Ketika Valerio mengatakan akan melemparkannya ke laut, hal pertama yang muncul dalam benak Briella adalah, pria yang kejam dan berdarah dingin ini akan melemparkannya ke dalam mulut buaya sebagai makanan mereka."Mama, aku nggak mau turun. Mama aku takut."Zayden juga ketakutan karena sikap Valerio. Dia terus menekan tubuhnya ke dalam pelukan Briella."Lepaskan tanganmu!"Briella menatap Valerio dengan marah. "Aku akan lapor polisi kalau kamu masih nggak mau berhenti.""Lapor saja." Valerio tidak peduli dengan apa yang akan Briella lakukan kepadanya. Pegangannya kepada Zayden makin kencang, lalu dia memperingati Briella, "Lebi