Namun Daffa mendengarnya dengan hati kecewa. Tadinya khawatir kalau Rinjani bakalan menuduhnya tidak bisa menepati janji, tapi setelah mendengar kerelaan hati istrinya, ganti Daffa yang cemas. "Kamu nyaman di sini, apa karena ada Pak Reza?""Nggak ada sangkut pautnya dengan siapapun, Mas. Sudah pernah kubilang, aku nggak akan semurah itu. Pak Reza sangat menghargai dan menghormatiku sebagai tetangga dan perempuan yang telah bersuami. Mas, tahu apa yang dilakukan Pak Reza hari Jum'at kemarin?"Daffa kian lekat menatap istrinya. Dadanya penuh praduga. Memangnya apa yang dilakukan lelaki itu tapi membuat Rinjani berkata begitu tenang. "Apa yang dilakukannya?""Hari Jum'at sore ada pengajian khusus ibu-ibu di rumah Bu Murti. Setelah pengajian selesai, Pak Reza minta waktu untuk bicara sebelum jamaah pengajian pulang. Pak Reza meluruskan apa yang jadi perbincangan ibu-ibu tentang aku dan dia. Dengan gamblang dia mengatakan bahwa di antara kami nggak ada hubungan apapun. Kalau aku sering ke
RINDU YANG TERLUKA- Terlambat Menyadari "Bangun, Pa. Salat subuh dulu." Bu Tiwi membangunkan sang suami dengan menyentuh lengannya. Wanita itu masih memakai mukena.Pak Farhan mengerjab. Netranya masih berat, karena baru tertidur sekitar dua jam-an saja. Semalaman banyak pikiran yang memenuhi kepala dan membuatnya susah terlelap.Bu Tiwi melepaskan mukena dan melipatnya karena sudah salat lebih dulu. Lantas membentang sajadah dan menyiapkan sarung untuk sang suami. Kamar mereka luas dan longgar. Terkadang para cucu berkumpul di sana dan bercanda dengan mereka.Noval. Bu Tiwi rindu sekali pada cucu lelakinya. Sebulan lebih saat Rinjani di tahanan, Noval bersamanya. Memandang Noval seolah kembali memeluk Daffa kecil. Ingin sekali bertemu. Hari ini Daffa pasti sangat bahagia berkumpul bersama istri dan anaknya.Rinjani tak ubah seperti dirinya yang memeluk luka dan berdamai dengan pengkhianatan yang teramat pedih. Kasta tertinggi rasa sakit dalam sebuah rumah tangga adalah mendua. Berk
Pak Farhan diam. Sang istri menceritakan tentang menantu perempuan mereka, tapi secara tidak langsung menunjukkan pada dirinya sebagai seorang suami, betapa sakitnya hati Bu Tiwi berpuluh tahun lalu. "Rin bisa hidup tanpa Daffa, tapi bagaimana dengan anak kita? Apa Daffa bisa tanpa Rin dan anaknya?" Bu Tiwi menarik napas dalam-dalam. Pak Farhan diam."Kalau rumah tangga Ika tidak mungkin diselamatkan karena terlalu fatal, jangan biarkan rumah tangga Daffa dan Rin hancur berantakan. Kesalahan Rin tidak merugikan perusahaan. Kesalahan Bobby tidak hanya membuat rugi perusahaan, tapi menghancurkan reputasi kita dihadapan keluarga besar papa."Pak Farhan kian beku. Serasa tertampar berulang kali. Dipikirnya sang istri sudah baik-baik saja setelah sekian lama permasalahan itu berlalu. Luka yang demikian membekas, pasti ada penyebabnya. Mungkinkah Bu Tiwi telah tahu semuanya?"Kubikinkan kopi, Pa." Bu Tiwi memindahkan tangan Pak Farhan dari bahunya. Lantas bangkit dan keluar kamar.Tinggal
Ika melempar tasnya ke sofa. Wajahnya penuh kemurkaan. Rasa sakitnya bertambah-tambah setelah menemui mertuanya siang itu. Tanggapan mereka diluar dugaan. Pak Farhan dan Bu Tiwi muncul dari dalam dan duduk di sofa depan putrinya."Nyesel aku menemui mereka, Pa." Ika bicara sebelum papanya bertanya."Mertuamu bilang apa?" tanya Pak Farhan."Mereka nggak mau tahu tentang tingkah Bobby. Aku disuruh menyelesaikan masalah ini sendiri. Mereka bilang nggak komunikasi sama sekali dengan Bobby. Bohong mereka. Nggak mungkin Bobby nggak menelepon mama atau adiknya. Mereka pasti menutupi keberadaan Bobby."Wajah Pak Farhan memerah. Sakit hati mendengar penjelasan putrinya. Sedangkan Bu Tiwi diam memandang si sulung yang tampak marah dan frustasi.Apa yang terjadi pada Ika sekarang, itulah yang mereka lakukan pada Rinjani ketika Daffa ketahuan selingkuh. Bu Tiwi sedih. Semua berbalik pada anaknya.Ika masih memiliki orang tua dan saudara yang lengkap. Sedangkan Rinjani tidak memiliki siapa-siapa
RINDU YANG TERLUKA - Maaf"Kita mau ke mana, Pa?" tanya Bu Tiwi setelah beberapa saat mobil meninggalkan rumah, dipandu oleh sopir mereka. Melaju di jalanan yang padat kendaraan. Hari Minggu atau hari biasa, Surabaya selalu seperti ini.Suami yang ditanya tersenyum sembari meraih jemarinya untuk di genggam. Kejutan seperti apapun tidak istimewa bagi Bu Tiwi. Jalan-jalan, perhiasan, atau bermalam di resort, sudah bisa ditebak. Setelah pengkhianatan itu, yang ada hanya meneruskan dan menjalani hidup serta beribadah. Semoga jika sewaktu-waktu kembali dalam keadaan tidak terlalu banyak dosa yang memberatkan timbangan.Mobil memasuki gerbang tol. Bu Tiwi sudah mengira kalau akan menempuh perjalanan ke Malang. Apa dirinya diajak mencari tahu keberadaan Bobby atau menyusul Daffa?Seperti biasa Tol Surabaya-Malang padat kendaraan. Hampir setiap hari ribuan kendaraan melalui jalur itu. Mulai dari truk besar pengangkut barang, juga para pengendara mobil pribadi dan wisatawan yang ingin menjela
"Mas, nggak ganti baju?" tanya Rinjani yang duduk di puff bentuk persegi di depan meja rias dan mulai menyapukan bedak ke wajahnya."Pakai ini saja nggak apa-apa." Daffa mengambil jam tangan di nakas dan memakainya. Dia tidak mengganti celana cardinal pendek warna hitam yang dikenakannya sejak pagi, juga kaus hitam pekat berkerah.Lelaki memang lebih simpel. Ke mana-mana tidak seheboh perempuan yang mempersiapkan segala pakaian dan printilan.Waktu di telepon sang papa dan dimintai alamat, Daffa memutuskan untuk bertemu dengan mereka di luar saja. Jauh dari tempat tinggal istri dan anaknya. Meski dari nada bicara sang papa tadi terdengar kalem dan tenang, Daffa tetap saja waspada. Dia tahu papanya ini seperti apa. Susah payah ia membangun kepercayaan Rinjani, tidak akan membiarkan siapapun mengusiknya lagi. Termasuk keluarganya sendiri.Mungkin saja papanya memang sudah berubah setelah anak perempuannya dikhianati sang suami. Pintu hatinya terbuka dan bisa mengerti akan keputusan Daf
"Kakek mana, Pa?" tanya Noval beberapa saat setelah duduk di bangku kafe dan tidak menjumpai sang kakek di sana."Masih diperjalanan. Sebentar lagi sampai."Fiveteen Cafe. Daffa menentukan tempat di mana mereka bisa bertemu. Keraguannya atas sikap sang papa yang mendadak berubah, membuat lelaki itu tetap waspada untuk menjaga kenyamanan istrinya.Cafe itu menjadi pilihannya. Tempat yang memiliki pemandangan mengagumkan. Dikelilingi panorama hijau yang menyejukkan mata. Dari ketinggian mereka bisa menikmati keindahan Gunung Panderman.Daffa dan Rinjani memesan beberapa makanan yang menjadi kegemaran Pak Farhan dan Bu Tiwi. Jadi mereka sampai bisa langsung makan siang."Kakek!" teriak Noval langsung berpegangan pada meja untuk turun. Bocah itu berlari dan memeluk Pak Farhan yang muncul dari tangga. Mereka mengambil tempat duduk di bagian luar atau outdoor, supaya bisa menikmati panorama alam. Pak Farhan menggendong dan memeluk erat Noval. Rasa kangennya juga tidak terkira. Bu Tiwi menc
RINDU YANG TERLUKA - Rumah Bercat Hitam Wajah Pak Farhan merah padam menahan amarah. Lelaki itu hendak merengsek ke depan untuk menghajar menantunya. Begitu juga dengan Daffa. Dadanya membara ingat kelakuan buruk Bobby yang mencoba menjebaknya tentang SPJ projeknya. Namun Bu Tiwi menahan mereka. "Jangan, Pa. Kita lakukan saja apa yang sudah kita rencanakan sebelumnya. Mari kita pergi. Ribut nggak akan menyelesaikan masalah."Bu Tiwi berkaca-kaca. Sungguh sakit melihat dengan mata kepala sendiri tentang perselingkuhan menantunya. Seperti dejavu, ia terlempar pada peristiwa berpuluh tahun lalu. Namun dia dituntut untuk kembali tegar dan kuat sekarang ini. "Kita pergi dari sini!" ajak wanita itu.Akhirnya mereka kembali turun setelah Daffa berhasil mengambil beberapa foto Bobby dan selingkuhannya. "Seperti yang mama bilang tadi siang. Kalau sampai kita labrak terang-terangan dan ada yang memviralkan, Zahra dan Altha akan ikut menanggung akibatnya. Terutama Zahra yang sudah besar. Mer