"Mas, nggak ganti baju?" tanya Rinjani yang duduk di puff bentuk persegi di depan meja rias dan mulai menyapukan bedak ke wajahnya."Pakai ini saja nggak apa-apa." Daffa mengambil jam tangan di nakas dan memakainya. Dia tidak mengganti celana cardinal pendek warna hitam yang dikenakannya sejak pagi, juga kaus hitam pekat berkerah.Lelaki memang lebih simpel. Ke mana-mana tidak seheboh perempuan yang mempersiapkan segala pakaian dan printilan.Waktu di telepon sang papa dan dimintai alamat, Daffa memutuskan untuk bertemu dengan mereka di luar saja. Jauh dari tempat tinggal istri dan anaknya. Meski dari nada bicara sang papa tadi terdengar kalem dan tenang, Daffa tetap saja waspada. Dia tahu papanya ini seperti apa. Susah payah ia membangun kepercayaan Rinjani, tidak akan membiarkan siapapun mengusiknya lagi. Termasuk keluarganya sendiri.Mungkin saja papanya memang sudah berubah setelah anak perempuannya dikhianati sang suami. Pintu hatinya terbuka dan bisa mengerti akan keputusan Daf
"Kakek mana, Pa?" tanya Noval beberapa saat setelah duduk di bangku kafe dan tidak menjumpai sang kakek di sana."Masih diperjalanan. Sebentar lagi sampai."Fiveteen Cafe. Daffa menentukan tempat di mana mereka bisa bertemu. Keraguannya atas sikap sang papa yang mendadak berubah, membuat lelaki itu tetap waspada untuk menjaga kenyamanan istrinya.Cafe itu menjadi pilihannya. Tempat yang memiliki pemandangan mengagumkan. Dikelilingi panorama hijau yang menyejukkan mata. Dari ketinggian mereka bisa menikmati keindahan Gunung Panderman.Daffa dan Rinjani memesan beberapa makanan yang menjadi kegemaran Pak Farhan dan Bu Tiwi. Jadi mereka sampai bisa langsung makan siang."Kakek!" teriak Noval langsung berpegangan pada meja untuk turun. Bocah itu berlari dan memeluk Pak Farhan yang muncul dari tangga. Mereka mengambil tempat duduk di bagian luar atau outdoor, supaya bisa menikmati panorama alam. Pak Farhan menggendong dan memeluk erat Noval. Rasa kangennya juga tidak terkira. Bu Tiwi menc
RINDU YANG TERLUKA - Rumah Bercat Hitam Wajah Pak Farhan merah padam menahan amarah. Lelaki itu hendak merengsek ke depan untuk menghajar menantunya. Begitu juga dengan Daffa. Dadanya membara ingat kelakuan buruk Bobby yang mencoba menjebaknya tentang SPJ projeknya. Namun Bu Tiwi menahan mereka. "Jangan, Pa. Kita lakukan saja apa yang sudah kita rencanakan sebelumnya. Mari kita pergi. Ribut nggak akan menyelesaikan masalah."Bu Tiwi berkaca-kaca. Sungguh sakit melihat dengan mata kepala sendiri tentang perselingkuhan menantunya. Seperti dejavu, ia terlempar pada peristiwa berpuluh tahun lalu. Namun dia dituntut untuk kembali tegar dan kuat sekarang ini. "Kita pergi dari sini!" ajak wanita itu.Akhirnya mereka kembali turun setelah Daffa berhasil mengambil beberapa foto Bobby dan selingkuhannya. "Seperti yang mama bilang tadi siang. Kalau sampai kita labrak terang-terangan dan ada yang memviralkan, Zahra dan Altha akan ikut menanggung akibatnya. Terutama Zahra yang sudah besar. Mer
Daffa mengeratkan genggaman sambil terus melangkah di trotoar. Menikmati malam kota Batu yang semakin dingin. Daffa melepaskan jaket dan menangkupkan ke punggung istrinya. Mereka saling pandang dan tersenyum.Di mata Rinjani, Ika ini meskipun tidak begitu baik padanya, tapi dia sangat mencintai suaminya. Mereka pasangan yang serasi. Sering traveling hanya berdua saja dengan Bobby. Bukankah ini upaya untuk merawat cinta. Tapi kenapa Bobby selingkuh juga?Kadang heran dengan pemikiran pria-pria seperti ini. Apa yang dicari sebenarnya. Kalau urusan ranjang di kejar, tidak akan pernah ada habis dan puasnya. Mereka memelankan langkah. Memanfaatkan waktu untuk menikmati malam dengan rembulan yang bersinar penuh di angkasa. Ketika tengah ngobrol, ponsel Daffa berdering. Sang papa menelepon. Mengajaknya keluar malam itu ke alamat tempat tinggal Bobby.Lelaki itu sudah menunggu putranya di halaman hotel bersama dua orang kepercayaannya."Apa kita tidak dicurigai kalau ke sana malam-malam begi
"Minggu depan katanya, Mas. Tapi hanya anggota keluarga saja yang di undang, sebab calonnya sangat sibuk. Memangnya pekerjaan teman Mas itu apa?""Pengusaha, Bu," jawab Daffa sekenanya."O, pantesan. Mbak Utari baru saja dibelikan mobil sedan. Katanya juga dibelikan rumah di kota sana. Pembantunya yang cerita sama saya. Kalau Bu Utami hampir nggak pernah keluar rumah. Kalau pun pergi saat dijemput sama pria yang melihara dia."Daffa merinding mendengarkan bahasa yang digunakan oleh ibu pemilik warung. "Ibu, tahu mereka akan menikah hari apa?""Wah kalau harinya saya nggak tahu, Mas. Pembantunya cuman bilang minggu depan gitu saja.""Berarti dalam minggu-minggu besok ini ya, Bu. Sebab besok sudah hari Senin.""Iya. Wong pembantunya bilang sama saya pas hari Rabu kemarin, Mas. Tapi sebagai teman, apa Mas nggak dikasih tahu?""Kami jarang bertemu, Bu. Makanya saya mau ngasih kejutan di hari pernikahan mereka nanti.""O, gitu." Ibu itu tersenyum. Tentu seru kalau ada kejutan dari teman p
RINDU YANG TERLUKA- Tertangkap Basah[Pernikahan Bobby dengan selingkuhannya dilaksanakan hari Kamis, Bos. Mereka menikah secara siri karena wanita itu sudah hamil. Mereka berencana langsung berangkat ke Bali sore itu juga dan kemungkinan besar akan pindah ke sana.]Pak Farhan membaca pesan yang dikirimkan oleh Jaya. Begitu cepat orang suruhannya mendapatkan kabar. Selama ini dua orang itu memang sangat setia dan melakukan pekerjaannya dengan baik. Sudah hampir lima belas tahun Jaya dan Abdi bekerja dengannya. Membayar mahal mereka tidak rugi bagi Pak Farhan.Pesan dari Jaya langsung dikirimkan ke Daffa dan pengacaranya. Daffa tidak merespon, tapi pengacaranya langsung menjawab dan untuk beberapa menit mereka berkomunikasi via pesan.Sementara di Surabaya, Ika belum bisa tidur. Menatap langit-langit kamar yang termaram dengan perasaan carut marut. Inikah yang dirasakan Rinjani ketika itu. Kaget, marah, tak percaya dalam menghadapi perselingkuhan suami dikala hubungan mereka sangat ba
Pak Farhan menyambut uluran tangan sang menantu. "Jaga diri baik-baik. Pikirkan untuk kembali ke Surabaya. Kita bisa membicarakan untuk membuka klinik. Biar kamu tidak lagi bekerja di rumah sakit atau di klinik milik orang lain. Iya kan, Daf." Pak Farhan menatap putranya.Rinjani tersenyum samar. Daffa meraih lengannya dan mereka meninggalkan kamar hotel Pak Farhan.Selama perjalanan ke Pujon, Daffa tidak membahas apa yang dibicarakan sang papa tadi. Ia tahu, kalau hal itu sangat sensitif bagi Rinjani. Bagaimana tidak, disaat Rinjani butuh dukungan, papanya justru menginginkan mereka bercerai. Bahkan membiarkan Rinjani sibuk bangkit sendiri, mencari pekerjaan sendiri, hingga harus keluar dari kota Surabaya.Terus sekarang begitu entengnya sang papa menyuruhnya pindah. Tentu hal ini akan menjadi pemikiran tersendiri bagi Rinjani."Hari Kamis Mas ikut ke Bumiaji?""Mas belum bisa memutuskan. Lihat bagaimana pekerjaan di kantor. Projek baru mulai berjalan dan mas nggak bisa ninggalin git
Hari Rabu siang, Pak Farhan, Daffa, Ika, Teddy, pengacara mereka, dan Pak Ferhat berkumpul di sebuah rumah makan. Membahas langkah yang akan diambil besok siang. Bagaimanapun juga Pak Farhan harus melibatkan salah satu kakaknya yang memiliki jabatan penting di perusahaan. Sebab Bobby membawa kabur sejumlah uang projek yang nilainya sangat fantastis. Namun rencana penggerebekan itu tetap dirahasiakan dari keluarga yang lain. Termasuk dari Irene dan suaminya. Ika sudah di wanti-wanti jangan cerita ke adiknya. Karena Pak Farhan tidak percaya sepenuhnya pada Radit. Bobby dan Radit sama-sama menantu di keluarganya. Khawatir mereka saling mendukung. Ika hanya diam. Dia ikuti saja semua skenario yang sudah direncanakan oleh papanya. Tubuh rasanya tidak bertenaga membayangkan esok hari. Ternyata apa yang dihadapinya lebih parah dari yang dialami Rinjani ketika menghadapi perselingkuhan Daffa. Rinjani memang sempat di penjara, tapi Daffa memperjuangkannya mati-matian. Sedangkan dirinya