Sore tadi Daffa sudah menelepon ketika perjalanan ke Malang. Tapi dia juga bilang kalau ingin menemui Bre lebih dulu.Seharusnya malam ini mereka staycation seperti perencanaan sebelumnya. Tapi harus ditunda dan Rinjani tidak keberatan. Karena ia pun sangat lelah."Aku bikinin teh, ya." Rinjani meletakkan buket bunga di atas meja, lantas merenggangkan lengan Daffa yang melingkar di pinggangnya."Kopi saja.""Kopi?" Rinjani memandang ke arah jam dinding. Sudah pukul sepuluh malam, suaminya minta dibuatkan kopi."Kenapa?" Daffa membalas tatapan istrinya."Mas, nanti nggak bisa tidur. Ingat nggak, kalau Mas minum kopi jam segini, jam empat pagi baru bisa tidur karena kafeinnya baru hilang.""Kan mas memang nggak pengen tidur.""Ish, aku tahulah apa maumu." Rinjani memberikan cubitan di perut sang suami yang membuat Daffa kaget. "Memangnya kamu nggak kangen?"Rinjani memutar bola mata yang membuatnya dihadiahi kecupan oleh Daffa. Sebenarnya dia sangat lelah. Sejak pagi banyak pasien. Sian
RINDU YANG TERLUKA - Setelah 30 Tahun Pak Farhan gelisah malam itu. Kamar terasa gerah meski pendingin ruangan menyala sempurna. Pesan tadi membuat dirinya resah tak terkira. Setelah berpuluh tahun tenang, kini kembali was-was.Selepas berhasil menghancurkan hidup putrinya, apa yang direncanakan oleh Pak Dipta untuknya. Membalas dendam sampai ke akar-akarnya?"Pa, kenapa belum tidur?" Bu Tiwi yang terjaga memandang heran pada sang suami. Pak Farhan jarang sekali begadang kecuali ada sesuatu yang membebani pikirannya. Setelah melewati pernikahan berpuluh tahun, dia sangat hafal kebiasaan sang suami."Papa, mikirin sidangnya Ika?""Ya." Pak Farhan mengangguk. Tidak mungkin akan memberitahu sang istri tentang sisa masa lalu yang kembali mengusik. Mengingat pengorbanan istrinya sehebat itu, tidak tega rasanya kembali menyeret pada pusaran masa lalu yang kelam. Pak Farhan memeluk Bu Tiwi. Wanita hebat yang masih bertahan disisinya dalam kondisi apapun. Mengantarkan anak-anak mereka menj
Sambil bersandar di jok mobil, ia menarik napas dalam-dalam. Perselingkuhan mewarnai kehidupan dunia sekarang ini. Termasuk dia sebagai pelakunya. Daffa teringat Abila yang sempat mengacaukan kehidupannya beberapa waktu lalu. Apa yang tengah direncanakan oleh perempuan ini?Daffa tidak ingin rumah tangganya kembali terusik jika gadis itu datang lagi. Tapi tak ada yang bisa dilakukannya selain diam dan waspada.Beberapa menit kemudian, Daffa meluncur kembali ke kantor. Baru saja membuka pintu mobil, Yansa datang dan parkir tepat disampingnya. "Dari mana, Mas?" "Ketemuan sama klien," jawab Yansa sambil lalu. Daffa pun melangkah di belakangnya dan mereka sama-sama masuk kantor tanpa bicara apapun.Baru duduk di kursinya, ponsel di saku celana berdering. Ada panggilan masuk dari Rinjani. Padahal Daffa mengirimkan pesan sudah sejam yang lalu, saat dirinya tengah makan siang bersama team kerjanya."Hallo, Rin.""Maaf, aku tadi sibuk banget, Mas. Baru sempat buka ponsel.""Tidak apa-apa. Ka
"Ketemuan sama relasi lama papa. Kebetulan dia ada di Surabaya sekarang ini. Mumpung di sini, makanya ngajak ketemuan.""Kenapa nggak di undang ke rumah kita saja, Pa?""Dianya yang sungkan. Papa hanya menemuinya sebentar. Setelah itu langsung pulang."Bu Tiwi mengangguk. Pak Farhan bangkit dan masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian. Sedangkan Bu Tiwi kembali ke ruang kerja untuk mengambil ponselnya.Lima menit kemudian Pak Farhan pamitan sambil meraih kunci mobil. "Papa, nyetir sendiri?" Bu Tiwi kaget. Sebab sudah beberapa tahun ini Pak Farhan jarang nyetir sendiri malam hari. Kalau siang masih sering."Iya, Ma. Pak Wono belum kembali nganterin Zahra dan Alitha les.""Papa tunggu saja sebentar lagi. Atau di telepon biar lekas kembali.""Nggak usah, Ma. Lagian papa cuman sebentar.""Ketemuan di mana sih, Pa?" Bu Tiwi penasaran sekaligus merasa heran. "Di kafe. Nggak jauh dari rumah. Papa pergi dulu." Pak Farhan tergesa keluar rumah. Bertahun-tahun menjadi suami istri, Bu Tiwi mer
RINDU YANG TERLUKA- Wanita Hebat Bu Tiwi duduk di sebelah suaminya, sedangkan Daffa duduk dan pesan minuman di meja lain. Degup jantung Pak Farhan berdetak hebat. Kekhawatiran membuatnya sesak nafas. Bagaimana bisa sang istri menyusulnya ke kafe itu. Padahal dia tidak cerita apapun padanya.Tidak hanya Pak Farhan yang terkejut dengan kehadiran Bu Tiwi dan Daffa, tapi juga Pak Dipta. Tiga puluh tahun yang lalu mereka pernah bertemu. Wanita yang tanpa gentar menghadapinya. Dengan tegas berani membantah ucapannya sambil menggendong anak lelaki kecil umur dua tahun."Apa hak kalian menyuruhku pergi dari kehidupan suamiku. Tidak tahu malu kalian ini. Sudah kuberi pilihan yang terbaik, malah minta hal yang sangat nggak tahu diri. Aku istri sahnya, lalu kamu siapa? Hanya selingkuhan bukan. Perempuan murahan yang nggak tahu malu. Sekaya apapun kalian, sama sekali nggak ada harganya di hadapanku. Kalian jauh lebih terhormat perempuan miskin yang bisa menjaga harga diri dan kehormatannya. Ngg
"Kamu ingin tahu apa yang terjadi pada adik saya setelah ditinggalkan dan kehilangan anaknya?" Pak Farhan mengarahkan ponselnya pada Bu Tiwi."Saya sudah tahu semuanya. Tidak perlu Anda tunjukkan video itu pada saya. Karena pada dasarnya saya tidak wajib bertanggungjawab dengan apa yang sudah terjadi. Bukankah dulu saya mengizinkan suami saya menikahi adik Anda, Pak Dipta."Saya bersedia dimadu agar bayinya juga memiliki ayah. Saya memang tidak mau memberikan tanda tangan untuk pernikahan resmi di KUA. Kalau saya tidak mau menandatangani surat persetujuan, itu hak saya, kan? Hak seorang istri yang sudah dikhianati sebelumnya."Tapi Anda dan Dira justru meminta hal yang paling tidak tahu diri. Kalian pikir kekayaan dan kekuasaan kalian bisa menyingkirkan saya? Walaupun begitu, saya juga tetap memberikan pilihan pada Pak Farhan untuk membuat keputusan. Silakan tinggalkan saya dan anak-anak jika Dira menentukan syarat harus menceraikan saya agar bisa menikahinya."Kalau pada akhirnya Pak
Mereka sampai rumah hampir bersamaan. Di halaman sudah ada mobil Ika dan Irene. Dua anak perempuan itu duduk menunggu di ruang televisi.Keduanya tampak heran saat Bu Tiwi datang dengan wajah muram. Kemudian papa mereka menyusul di belakang dengan wajah cemasnya."Ada apa, Ma?" tanya Ika sambil mencium tangan sang mama. Ia menatap bergantian antara papa dan mamanya. Sedangkan Daffa sudah duduk di salah satu sofa.Sejenak hening menjeda. Bu Tiwi langsung melangkah masuk dalam kamar."Ada yang ingin papa bicarakan." Pak Farhan akhirnya yang bicara. Lelaki itu duduk tak jauh dari putranya.Setelah menarik napas panjang dan menata hatinya, Pak Farhan mulai bercerita. Tentang kisah kelam yang berimbas pada balas dendam dan menghancurkan pernikahan Ika. Meminta maaf pada anak-anaknya untuk pengkhianatannya berpuluh tahun lalu. Tidak perlu lagi menutupi rahasia itu. Biarkan anak-anak tahu.Pak Farhan tidak bisa menahan air mata. Menyesali apa yang terjadi dan menyakiti mama mereka. Menjelask
RINDU YANG TERLUKA- Tak Pernah SembuhDada Pak Farhan terasa sesak dan pengap. Kesedihan luar biasa mendera dan menyiksa. Diimpit rasa bersalah demikian dalamnya. Timbul ketakutan bahwa ia bisa kehilangan Bu Tiwi dalam waktu yang tidak disangka.Wanita di sampingnya duduk tenang dengan tatapan tanpa beralih dari luar kamar. Lewat jendela kaca ia melihat siluet tanaman bunga kesayangannya bergoyang diembus angin malam. Sudah hampir sebulan ini tidak turun hujan. Musim kemarau dengan hawa bediding yang dingin di tengah malam telah tiba."Maafkan papa, Ma." Pak Farhan berucap lirih sambil memandang Bu Tiwi. Bingung hendak bicara apa. Tidak ada kata yang bisa diucapkan untuk menunjukkan penyesalannya."Sudah lama aku memaafkanmu, Pa. Setelah aku tahu semuanya aku tetap memaafkan. Dan tidak selangkah pun aku meninggalkan rumah ini."Dada Pak Farhan kian sesak. Nafas seolah hanya tertinggal di tenggorokan saja. Dia benar-benar malu berhadapan dengan wanita yang begitu tenang dan tegar di