Putra pertama dari keluarga Mayer, menatap malas pada wanita yang berdiri tidak jauh darinya. Dari tempat duduknya saat ini, dengan tenangnya dia berkata,"Bukankah kamu membawa mobil?""Apa kamu pikir aku bisa mengendarainya dengan keadaan kakiku yang seperti ini?" tanya balik Sheila dengan kesal pada calon suaminya yang sengaja meninggalkannya.Dave menyeringai melihat kaki wanita yang selalu menempel padanya. Tanpa berpikir panjang, dia pun berkata,"Ada apa dengan kakimu, Sheila? Apa kamu sengaja melukainya?" "Dave!" sahut Sheila tidak terima dengan tuduhan yang diberikan sang pria padanya.Pria yang sama sekali tidak memiliki perasaan padanya, hanya menggerakkan alisnya untuk menanggapi seruannya."Aku terluka pada saat mengejar mu. Teganya kamu menuduhku seperti itu," ujar sang wanita seraya berjalan menghampiri prianya, dengan sedikit meringis menahan rasa sakitnya."Kenapa harus mengejar ku, jika dalam keadaan seperti itu? Harusnya kamu tidak mengejar ku lagi," tutur Dave seol
Mendengar nama Raisa, sontak saja menyulut kemarahan dari Anna. Disambarnya telpon tersebut dari tangan sang pelayan, dan segera menekan tombol untuk mematikannya."Apa ini, Sean?! Kenapa dia masih saja menghubungimu? Bukankah kamu sudah menyingkirkannya?!" Sang mama memberondong putra keduanya dengan beberapa pertanyaan dan menatap penuh kemarahan padanya."Sean sudah meninggalkannya, Ma. Bahkan dia tidak bisa menghubungiku. Karena itulah dia menelpon ke rumah. Maafkan Sean, Ma. Sean lupa jika dia mengetahui nomor telpon rumah kita," tukas sang putra dengan penuh penyesalan.Anna tidak mau goyah. Dia harus tetap bersikap tegas pada putranya, agar tidak lagi melakukan kesalahan yang akan menghancurkan dirinya dan nama baik keluarganya.Sang nyonya besar dari keluarga Mayer itu, beralih menatap pelayan wanita yang masih berdiri tidak jauh darinya. "Apa kamu pelayan baru di rumah ini?! Apa kamu tidak tahu siapa wanita yang menelpon tadi?! Tidak peduli kamu pelayan baru atau pelayan la
Sean terkesiap mendengar pertanyaan dari istrinya. Bibirnya melengkung ke atas, tidak bisa menahan kebahagiaan atas perhatian kecil dari sang istri."Hanya luka kecil saja," jawabnya lirih di sebelah telinga istrinya.Pria licik itu, tidak mau menyia-nyiakan peluang yang ada. Dia mencoba menggoda istrinya dengan sentuhan dan perlakuan manis yang bisa membuat sang istri mabuk kepayang olehnya.Hembusan nafas Sean, membuat bulu kuduk Celine berdiri. Ada gelenyar aneh yang dirasakannya saat ini, seperti yang pernah dirasakannya pada awal pernikahan mereka.Wanita yang baru melahirkan itu, berusaha dengan sangat kuat menahan tembok pembatas yang telah dibangunnya. Dia tidak mau tembok tersebut runtuh begitu saja, hanya karena hasrat sesaatnya bersama suami yang dibencinya.Dilepaskannya tangan sang suami dari pinggangnya, seraya berkata,"Duduklah. Akan aku obati lukamu."Sean terdiam, dan menatap tidak percaya pada sang istri yang beranjak turun dari ranjang, setelah memerintahnya untuk
Brak!Dave membanting pintu mobilnya, melampiaskan kemarahannya pada Sheila, partner kerjanya yang mengaku sebagai calon istrinya. Di dalam mobilnya, dia mengumpat putri keluarga Williams yang telah menjebaknya dengan akal liciknya."Sial!""Dasar wanita licik!"Dua kali sudah Sheila mengumumkan rencana pernikahannya dengan Dave tanpa persetujuan darinya. Sialnya lagi, Dave dibuatnya tidak bisa berkutik. Putra pertama keluarga Mayer tersebut, tidak bisa menyangkal hal itu di hadapan para tamu undangan pesta yang notabene nya adalah para high class. Tentu saja dia sadar akan reputasi keluarganya di kalangan mereka, sehingga dia hanya bisa diam, seolah membenarkan pernyataan yang dibuat oleh Sheila.Bukan hanya itu saja, Dave juga tidak bisa menyangkal di hadapan orang tua Sheila. Dia benar-benar merasa terpojok saat ini. Apalagi taruhannya adalah kerja sama perusahaan mereka berdua yang bernilai sangat besar.Statusnya sebagai seorang duda yang membuat banyak kaum hawa mendekatinya, ba
Kedatangan Sean memperkeruh suasana dalam kamar sang bayi. Kemarahannya membuat ketiga orang dewasa itu merasa tidak nyaman, dan kembali berseteru."Daddy? Apa kamu pikir dia pantas mempunyai dua orang ayah?" sentak Sean dengan meninggikan suaranya.Dave tidak mempedulikan ocehan kemarahan dari sang adik. Dia kembali menatap pada sang bayi yang berparas tampan dalam gendongannya, dan tersenyum padanya. Melihat sang kakak yang mengacuhkannya, dia mencoba mencari cara lain untuk mengusirnya dari kamar tersebut. Berdirilah dia menghadap sang kakak, dan meletakkan kedua tangan di pinggangnya, seraya berkata,"Letakkan bayi itu, Dave. Dan keluarlah dari kamar ini. Jangan sampai calon mertuamu mendengar tentang semua ini. Tentunya kamu tahu konsekuensinya, bukan?"Seketika senyum Dave musnah. Dalam hati dia mengumpat pada sang adik yang membuat kebahagiaannya pudar dalam sekejap."Tidak bisakah kamu membiarkan ku bahagia sebentar saja? Aku hanya ingin menggendong putraku.""Putramu? Sadarla
Sean menatap pintu kamar putranya dengan penuh amarah. Putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, tidak terima diperlakukan seperti itu oleh istrinya sendiri. Terlebih lagi terjadi di dalam kediaman keluarga Mayer. Harga dirinya terasa semakin diinjak-injak oleh sang istri.Kedua tangannya mengepal, menahan amarah yang berkobar dalam dadanya. Terlihat jelas di matanya betapa besar amarahnya saat ini. Pria berkabut amarah itu, mengeratkan gigi-giginya, dan berkata,"Kesabaranku sudah pada batasnya. Jangan dikira aku akan diam saja ketika harga diriku diinjak-injak. Lihat saja, kalian pasti akan menerima balasan dariku."Dengan kemarahannya yang menggebu-gebu, ditinggalkannya tempat itu, dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Kobaran kemarahannya, membuat Sean semakin semangat dalam membalas dendam.Bukan pada istrinya, atau pada bayi mungil kebanggaan keluarganya. Dia membalas luka hatinya pada sang kakak yang menjadi rivalnya dalam segala hal."Kirim semua file kerja sama kita dengan per
Sean kembali ke kantornya dalam keadaan marah. Dia tidak bisa menerima fakta bahwa kakak iparnya lebih memilih bekerja sama dengan Dave, kakaknya yang ingin sekali dihancurkannya."Kenapa dia tidak memilihku untuk berkerja sama dengannya? Kenapa harus Dave? Aku adik iparnya. Sudah seharusnya dia lebih memilihku dibandingkan Dave."Evan hanya diam mendengarkan keluh kesah kemarahan dari bosnya. Dia berusaha fokus pada kemudi dan jalanan yang ada di depannya."Apa hebatnya Dave dibandingkan denganku? Lihat saja, akan aku buktikan pada mereka kehebatan seorang Sean Mayer."Sekilas sang asisten melihat dari kaca spion yang berada di tengah. Dia melihat kilatan amarah pada mata sang bos yang duduk di belakangnya. Dalam hati dia memaklumi kemarahan Sean. Akan tetapi, dia tidak menyalahkan Ivander yang lebih memilih Dave dengan kualifikasi dan pengalaman yang lebih tinggi daripada Sean.'Kenapa jadi rumit begini? Sepertinya saling menggulingkan antar saudara sudah biasa di kalangan elite sep
"Nona Sheila, ada tamu yang ingin bertemu dengan anda," ucap seorang pelayan wanita, seraya mengetuk pintu kamar anak majikannya.Setelah beberapa detik, pintu kamar tersebut pun terbuka. Wanita cantik si pemilik kamar menampakkan dirinya."Siapa, Bi? Apakah Dave yang datang ingin menemui ku?" tanyanya dengan mata yang berbinar."Maaf, Nona. Saya lupa bertanya namanya. Apa perlu saya tanyakan terlebih dahulu?" tanya kembali sang pelayan yang terlihat ketakutan dan ragu-ragu."Tidak perlu. Aku yakin jika itu Dave. Tidak ada lagi pria yang kemungkinan akan menemui ku selain dia. Pasti dia khawatir padaku karena beberapa hari ini aku tidak bekerja."Sudah dua hari ini Sheila sudah bisa berjalan dengan normal. Setiap hari dokter datang ke rumahnya untuk melakukan pemeriksaan dan mengobatinya. Putri kesayangan dari keluarga Williams itu, memang sengaja tidak menampakkan dirinya di depan Dave, agar CEO dari perusahaan Mayer tersebut, merasa khawatir dan datang menemuinya.Dengan penampilan
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in