"Nona Sheila, ada tamu yang ingin bertemu dengan anda," ucap seorang pelayan wanita, seraya mengetuk pintu kamar anak majikannya.Setelah beberapa detik, pintu kamar tersebut pun terbuka. Wanita cantik si pemilik kamar menampakkan dirinya."Siapa, Bi? Apakah Dave yang datang ingin menemui ku?" tanyanya dengan mata yang berbinar."Maaf, Nona. Saya lupa bertanya namanya. Apa perlu saya tanyakan terlebih dahulu?" tanya kembali sang pelayan yang terlihat ketakutan dan ragu-ragu."Tidak perlu. Aku yakin jika itu Dave. Tidak ada lagi pria yang kemungkinan akan menemui ku selain dia. Pasti dia khawatir padaku karena beberapa hari ini aku tidak bekerja."Sudah dua hari ini Sheila sudah bisa berjalan dengan normal. Setiap hari dokter datang ke rumahnya untuk melakukan pemeriksaan dan mengobatinya. Putri kesayangan dari keluarga Williams itu, memang sengaja tidak menampakkan dirinya di depan Dave, agar CEO dari perusahaan Mayer tersebut, merasa khawatir dan datang menemuinya.Dengan penampilan
Sayangnya keinginan Sheila tidak dapat dilakukannya. Dengan gerakan cepatnya, pria yang mengetuk jendela mobil itu, mengambil kunci mobil yang masih menancap di tempatnya."James! Kembalikan kunci mobilku!" seru Sheila dari dalam mobilnya.Wanita yang terkenal sangat percaya diri itu, seketika merasa ketakutan dan panik. Dari dalam mobilnya, dia berteriak meminta tolong pada orang yang ada di sekitarnya. Namun, tidak ada seorang pun yang ada di sana. Bangunan tua itu terlihat sangat sepi dan menakutkan untuknya."Percuma saja kamu berteriak, Sayang. Tidak ada orang yang akan menolong mu. Ini tempat kita berdua. Jadi, hanya kita berdua saja yang tahu akan tempat ini," ujar James seraya menyeringai.Pintu mobil pun terbuka. Sheila tidak bisa menghentikan pria dari masa lalunya untuk membuka pintu mobil tersebut."Keluarlah. Dan masuklah ke dalam bersamaku," tuturnya sembari membuka pintu mobil tersebut.Jujur saja, Sheila enggan menuruti perintah James. Dia ingin melupakan pria dari ma
Suara dering telpon seketika membangkitkan semangat Dave. Senyumnya merekah ketika melihat nama si penelpon yang tertera pada layar ponselnya.'Akan saya kirimkan hasil dari pekerjaan kami, Bos. Kami yakin, Bos pasti akan sangat menyukainya,' tutur seorang pria dari seberang sana yang diakhiri dengan suara tawa."Cepat kirimkan sekarang juga," ujar Dave sebelum mengakhiri panggilan telpon tersebut.Pandangan matanya mengarah pada layar laptop yang ada di hadapannya. Jari-jari tangannya bergerak-gerak mengetuk meja, memperlihatkan betapa tidak sabarnya dia menunggu.Seketika bibirnya melengkung ke atas, ketika melihat email masuk yang dikirimkan oleh orang-orang kepercayaannya. Tanpa menunggu lama, dibukalah email tersebut untuk segera meredakan rasa penasarannya.Pandangan matanya tidak lepas dari layar laptop tersebut. Tanpa sadar, senyumnya pun merekah, seolah memberitahukan situasi hatinya saat ini."Nice! Gambar yang sangat menarik," ucapnya seraya tersenyum bahagia.Tiba-tiba pon
James tetap pada pendiriannya. Dia tidak mau melepaskan kekasihnya, meskipun sang wanita memohon padanya. Semakin Sheila memberontak, maka semakin kuat James menahannya.Sheila hanya bisa menurut saat ini. Dala diamnya, dia mencoba memikirkan rencana agar bisa melepaskan dirinya dari James, dan keluar dengan aman dari bangunan tua tersebut.Tubuh Sheila seolah menjadi candu baginya. Dalam pelukannya, tubuh sang wanita seolah menjadi tawanan baginya. Sang pria bercerita tentang masa lalu mereka berdua, agar bisa membangkitkan kembali kenangan manis kala itu. Sang wanita hanya diam, dan membayangkan kenangan mereka.Di atas sofa yang biasa mereka gunakan untuk tidur, James memeluk dengan erat tubuh wanitanya dari belakang."Sayang, kenapa kamu diam saja? Apa aku menyakitimu?" 'Sepertinya aku harus menjalankan satu-satunya rencana yang ada dalam pikiranku saat ini. Baiklah, tidak ada jalan lain lagi. Aku harus bisa menaklukannya,' batin Sheila meyakinkan dirinya.Sang wanita membalikkan
Dave menyeringai mendapatkan panggilan telpon dari Sheila yang menyuruhnya untuk menjemputnya."Berikan lokasi tempat kalian merekam video itu," perintah Dave pada seseorang melalui telpon.Hanya beberapa saat saja, Dave sudah mendapatkan lokasi tempat di mana Sheila dan pria dari masa lalunya sedang melampiaskan kerinduan mereka."Good Job! Kamu mempermudah rencanaku, Sheila," gumam Dave seraya tersenyum melihat kesamaan tempat yang dikirimkan oleh Sheila dan orang kepercayaannya.Dengan segera Dave berangkat menuju lokasi yang dibagikan oleh Sheila padanya. Hanya bergeser sedikit saja dari lokasi yang diberikan oleh orang kepercayaan Dave ketika mereka sedang mengambil video panas antara Sheila dengan James, ayah dari bayi yang pernah dikandungnya."Aku akan melihat bagaimana menariknya skenario yang kamu buat, Sheila," gumam Dave setelah menghentikan mobilnya, dan melihat Sheila sedang duduk di bawah pohon yang ada di depan sebuah toko.Tiba-tiba terdengar suara notifikasi pesan da
Melihat kebingungan Sheila dalam menjawab pertanyaan yang diberikannya, membuat Dave tersenyum tipis. "Apa perlu kita kembali ke sana dengan membawa bensin untuk mobilmu?" tanya Dave seraya menatap serius padanya."Tidak! Jangan! Maksud aku, tidak perlu," jawab Sheila dengan cepatnya dan terlihat sangat gugup.Dave menatap heran padanya, seolah ingin tahu alasan sang wanita menolak bantuannya. Dia pun kembali berkata,"Ya sudah. Lebih baik kamu perintahkan orang untuk mengambil mobilmu."Dengan sangat antusias Sheila menganggukkan kepalanya, dan tersenyum menyetujui saran dari pria masa depannya.'Untung saja Dave berubah pikiran,' batinnya seraya bernafas lega.Tanpa sepengetahuan Sheila, Dave memang sengaja mengatakan itu semua untuk mempermainkannya, ingin melihat reaksi putri dari keluarga Williams pada saat dia menanyakan hal itu padanya. Tepat seperti dugaannya, Sheila terlihat seperti tertangkap basah dan bingung untuk mencari alasannya.Setelah mereka menyelesaikan makannya,
Sikap terburu-buru tanpa perhitungan yang tepat, membuat Dave gagal dengan rencananya saat ini. Dalam hitungan detik, dengan terpaksa Dave memberitahukan keputusannya."Sebaiknya kita bicarakan lagi setelah acara peresmian. Saya ingin kerja sama kita benar-benar sukses. Jadi, saya harus mencurahkan semua pikiran dan tenaga saya untuk pekerjaan ini.""Selain kamu pria yang bertanggung jawab, ternyata kamu gila kerja juga, Dave," ujar Alberto sembari terkekeh."Maaf, Pak. Saya memang orang yang seperti ini. Saya selalu fokus pada satu pekerjaan saja, karena saya tidak menginginkan kegagalan. Sama halnya seperti pernikahan. Jadi, saya harap kalian semua mengerti," tutur Dave dengan penuh penyesalan.Alberto menoleh ke arah istrinya, untuk meminta pendapatnya. Sang istri pun menganggukkan kepalanya, menyetujui permintaan Dave dengan alasan yang menurutnya sangat masuk akal dan menguntungkan untuk perusahaan. Kemudian Alberto beralih menatap putrinya, dan bertanya padanya."Bagaimana menur
Alberto dan istrinya saling menatap, seolah saling bertanya melalui mata mereka, tentang apa yang akan ditunjukkan oleh Dave pada mereka. Berbeda dengan Sheila. Dia masih saja tersenyum bahagia, mengira bahwa Dave mempunyai kejutan untuk melamarnya.Dave mengatur ekspresi wajahnya. Saat ini dia harus memperlihatkan wajah sedihnya untuk membuat mereka percaya akan ketulusan hatinya. Dalam hatinya berkata,'It's show time!'Dengan perlahan Dave meletakkan sebuah ipad di atas meja yang ada di hadapan Alberto, seraya berkata,"Silahkan dilihat, Pak. Ada sesuatu di dalam sana yang membuat saya merasa ... ah, lebih baik anda lihat sendiri."Merasa ada yang aneh dengan penyampaian Dave, Alberto segera meraih benda canggih itu, dan melihat apa yang ada di dalamnya. Dania pun segera mendekati sang suami, untuk menuntaskan rasa ingin tahunya.Lain halnya dengan Sheila. Dia berpura-pura untuk tetap tenang, meskipun dalam hatinya bergejolak ada rasa ingin tahu.Pandangan mata Alberto dan istrinya
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in