Share

Bab 4

Alexander menghela napas. "Ada sesuatu yang perlu kulakukan.."

Meski tak mengerti, asisten Alexander itu mengangguk.

Namun, ia yakin itu akan sangat berpengaruh besar bagi hidup Helena.

***

"Tuan Alexander?" gumam Helena kala melihat Alexander datang.

Tubuhnya masih lemas. Ada rasa sakit yang terasa dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Tapi, apalah daya jika mulutnya bahkan tidak memiliki hak untuk mengeluh?

Helena lantas memilih menghindari tatapan matanya dari Alexander sebelum dia merasakan sakit pada dadanya.

Di sisi lain, Alexander terus menatap Helena.  Langkah kakinya mulai mendekati bayi yang dilahirkan Helena melalui bedah caesar.

Bayi laki-laki yang saat ini sedang tertidur dengan tenang, membuat Alexander tersenyum puas. “Baguslah. Wajahmu sangat mirip dengan Rachel, ini adalah sebuah keberuntungan, bukan?” bisiknya. “Selamat datang di dunia yang penuh dengan kejutan ini, Nak.”

Helena tersentak. Namun, ia menoleh ke arah lain, tidak berani mendengarkan pembicaraan antara Alexander dan juga bayinya.

Tak lama setelahnya, asisten Alexander masuk ke dalam. “Selamat malam, Nona Helena,” sapanya.

Helena menganggukkan kepalanya, tapi tidak berani membalas tatapan mata pria itu.

Han bergegas mendekati Alexander, melihat bayi Tuannya itu.

“Wah, dia benar-benar memiliki wajah yang mirip dengan Nyonya Rachel, Tuan,” ujar Han merasa kagum. “Bukankah ini saatnya Anda memberikan nama untuk pewaris anda, Tuan?”

Alexander tersenyum. Dengan lembut, ia mengusap kepala putranya itu. “Rendy Lavein Smith. Bagaimana menurutmu, Han?”

Sejenak hilang kata, Han menatap Alexander dengan ekspresi wajahnya yang terlihat terkejut. “Anda akan menggunakan nama keluarga Smith, Tuan?”

Dengan cepat, Alexander menganggukkan kepalanya.

Bagaimanapun, nama Smith harus berada pada nama putranya meski banyak yang menentang. “Apa menurutmu ini akan menjadi masalah?”

“Tidak, akan lebih baik jika seperti ini, Tuan." Han menggelengkan kepalanya. "Nama Smith adalah bagian dari Anda, dan akan menjadi bagian dari putra Anda.”

Di sisi lain, Helena terus termangu dalam pemikirannya, kekalutan hati begitu jelas ia rasakan.

Bayi itu sudah dilahirkan, selanjutnya apa yang akan terjadi?

Apakah dia akan digiring ke dalam penjara? Tapi, akan jadi seperti apa bayi itu nantinya?

‘Nona Rachel, tiba-tiba saja aku merasa takut. Ucapanmu yang waktu itu, entah bagaimana aku merasa ini sangat menakutkan untuk dijalani, aku tidak yakin bisa melindungi anakmu,’ batin Helena, takut.

Sejenak matanya terpaku.

Jantungnya berdebar untuk kalimat yang dia ucapkan di dalam hati itu. Mendadak bertanya-tanya, apa alasan Rachel memintanya untuk menjaga, bahkan jangan meninggalkan anak itu apapun yang terjadi?

‘Kenapa aku merasa sangat takut?’ Helena mencengkram selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.

Tanpa sadar, Helena sedikit bergerak.

Hal ini membuat bagian perutnya seperti tergesek sesuatu.

“Akhhhh!” erang Helena spontan yang terdengar oleh Alexander dan asistennya.

Tanpa kata, pria itu menatap Han yang langsung bergegas meninggalkan ruangan tersebut.

Tidak lama kemudian, asisten Alexander itu datang bersama perawat untuk melihat bagaimana keadaan Helena.

“Nona, bagaimana keadaan Anda?” tanya perawat tersebut yang terdengar sangat perhatian. “Jika ada yang tidak nyaman, bisa sampaikan kepada Saya, ya.”

Helena menganggukkan kepalanya.

Kebetulan banyak hal yang tidak nyaman dirasakan olehnya. “Bolehkah bantu aku atur brankar supaya aku bisa sedikit duduk?”

Perawat itu mengangguk, segera dia mengatur brankar agar sedikit naik. “Apa ini cukup, Nona?”

“Iya, sudah,” sahut Helena.

Perawat lantas membenahi selimut Helena. “Apa ada lagi yang dibutuhkan, Nona Helena?”

Mendengar pertanyaan dari perawat tersebut lagi, Helena merasa tidak nyaman.

Tidak pernah dia diperlakukan dengan begitu perhatian seperti itu.  Namun, sayang sekali saat ini dia benar-benar sangat membutuhkan bantuan dari perawat tersebut.

“Bo-bolehkah aku meminta tolong untuk ambilkan minum? Tenggorokanku benar-benar sangat kering,” ujar Helena jujur.

Perawat itu benar-benar sangat membantu Helena. Cepat dia mengambilkan sebotol air di tempat penyimpanan khusus, menggunakan pipet, bahkan juga membantu dan memasukkan pipa tersebut. “Ini, minumlah, Nona.”

Helena tersenyum.

Cepat dia menyedot air minum itu karena tenggorokannya bak kering kerontang.

Setelahnya, ia baru bisa bernafas dengan lega. “Terima kasih banyak untuk bantuannya, aku sudah tidak butuh apa-apa lagi saat ini,” ucap Helena sembari tersenyum.

Perawat itu menganggukkan kepalanya. “Baiklah. Tapi, jika nanti Nona Helena membutuhkan bantuan untuk melakukan sesuatu, terutama pergi ke kamar mandi, silakan tekan tombol itu, ya,” tunjuknya ke tombol yang ada di atas brankar dan menempel di dinding ruangan.

“Iya,” sahut Helena.

Alexander yang sejak tadi berada di ruangan tersebut memilih untuk tidak mengatakan apapun atau bahkan melihat ke arah Helena.

Suasana ruangan itu kembali hening, sampai keluarga Wijaya mendadak datang untuk melihat sang bayi.

Sarah juga ada di sana, bersama dengan kedua orang tuanya.

Helena seketika menahan sesak.

Dia dapat merasakan tatapan sinis penuh kebencian dari Tuan dan Nyonya Wijaya.

Namun, itu tak lama karena keberadaan Rendy membuat fokus mereka teralihkan.  

“Rachel, Dia benar-benar sangat mirip wajahnya dengan Rachel....” ucap Nyonya Wijaya. Suaranya bergetar menahan tangis. “Rachelku dalam bentuk bayi, dia laki-laki.”

"Benar." Sarah menimpali dan melirik sinis Helena. “Sayangnya, keponakanku ini lahir dari rahim pembunuh itu.”

Seolah tersadar, Keluarga Wijaya sontak menatap tajam kepada Helena.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status