Share

Bab 3

“Setelah wanita itu melahirkan anakmu dan Rachel, pastikan kau mengirimnya ke penjara!” titah Tuan Smith begitu Alexander tiba di tempat yang dikehendaki pria tua itu.

Kalimat itu benar-benar membuat Alexander menatapnya dengan dingin.

Namun, ada senyum tipis penuh arti di bibirnya, seolah tengah mencemooh Tuan Smith yang selalu saja mudah mengatakan apapun tanpa berkedip.

“Ingat! Segera lakukan ucapanku barusan, Alexander. Hal ini penting agar Keluarga Wijaya berada di genggaman kita,” tambah Tuan Smith, "Kau tahu kalau--"

“Aku akan menghukum Helena dengan caraku sendiri. Tidak perlu membawa wanita itu ke penjara, Ayah," ungkap Alexander pada akhirnya.

Hal ini membuat dahi Tuan Smith mengerut.

Sorot matanya yang tajam menjelaskan bahwa dia sangat tidak setuju dengan ucapan Alexander barusan. “Apa kau sedang bercanda, Alexander?”

Gegas Alexander menggelengkan kepalanya.

Dia tidak bisa mengirimkan Helena ke penjara walaupun semua orang menginginkannya.

“Apa kau sudah gila? Kau akan membuat anggota keluarga Wijaya berang. Bisnis kita bisa runyam!” Tuan Smith kembali menekan Alexander. "Apa kau menginginkan itu?"

“Tentu, tidak. Jadi, biarkan aku bicara dengan orang tua Rachel. Akan kuselesaikan masalah ini sendiri," ucap Alexander.

Tuan Smith masih mencoba untuk mengatakan bagaimana pendapatnya yang tidak setuju. Tapi sayangnya, Alexander sama sekali tidak mendengarkan ocehan Tuan Smith karena fokusnya saat ini sedang tertuju kepada Helena.

Sebelum meninggalkan rumah sakit, Alexander meminta kepada Dokter yang sedang menangani proses persalinan Helena untuk menghubunginya begitu proses operasi cesar selesai.

Namun, hingga detik ini, tidak ada yang menghubungi atau mengirimkan pesan.

Terbukti dari tidak adanya getaran pada ponselnya.

‘Bagaimana keadaan Helena dan juga anakku? Apakah bayi itu sudah lahir?’ batin Alexander yang terus mencoba untuk merasakan getar ponselnya.

“Kau tidak mendengar ucapanku, Alexander?” Suara Tuan Smith meninggi kala menyadari Alexander sama sekali tidak fokus.

Meski demikian, Alexander sudah bisa menebak apa inti dari semua yang dikatakan oleh Tuan Smith hanya dari tatapan matanya.

“Tidak perlu mengkhawatirkan soal keluarga Wijaya, Ayah. Lagi pula, yang dibutuhkan oleh perusahaan kita adalah tetap memiliki hubungan dengan keluarga Wijaya untuk bisa mendapatkan sokongan gelar saja, kan?" tegas Alexander, "Sejauh ini, perusahaan keluarga juga baik-baik saja meski tanpa dukungan keluarga Wijaya sendiri. Maka dari itu, serahkan saja padaku. Aku akan mengurus semua, dan memastikan perusahaan tidak akan mendapatkan kerugian apapun.”

Kalimat yang keluar dari mulut Alexander barusan benar-benar menutup rapat mulut Tuan Smith yang hanya bisa memijat kepalanya--menahan emosi yang tidak seluruhnya dapat tersampaikan terhadap Alexander.

“Dia benar-benar sangat keras kepala, apa yang sedang dia pikirkan sama sekali tidak bisa ditebak,” gumam Tuan Smith sambil menatap Alexander yang mulai meninggalkan ruangan tersebut.

Sementara itu, Nyonya Smith yang sejak tadi sengaja menguping pembicaraan antara suami dan juga anak tirinya memutuskan untuk keluar dari tempatnya.

Sejenak menatap Tuan Smith dengan kesal. Tampak tidak bisa menahan diri lagi.

“Kau tidak boleh terlalu lembek memperlakukan anak itu, Kevin. Ingat, dalam dunia bisnis, bahkan diri sendiri bisa menjadi musuh, kan?” peringat sang istri.

Kevin lantas mengarahkan pandangannya pada wanita itu. 

Tersenyum tipis penuh arti karena ucapan barusan pun membuatnya jadi berpikir sangat dalam. Mungkinkah dia juga harus menganggap istrinya sendiri musuh?

“Tidak ada cara lain, Rose. Alexander adalah anak laki-laki yang aku punya, walaupun bukan kau yang melahirkan. Dalam dunia bisnis, aku pun bisa dengan cepat mengenali busuknya dunia bisnis itu. Namun, apalah dayaku karena kau tidak memiliki kemampuan untuk melahirkan anak laki-laki.” ujar Kevin seraya bangkit dari duduknya.

Ucapan pria itu menohok sang istri. Dia jelas tidak akan pernah bisa menerima kenyataan bahwa perusahaan besar milik keluarga Smith jatuh ke tangan Alexander.

“Andai saja aku bisa melahirkan satu saja seorang putra, pemandangan seperti ini tidak akan pernah ada di dalam hidupku, kan?” Rose mengepalkan tangannya, “cuma anak seorang pelayan dan secuil darah dari keluarga Smith, apakah dia pantas untuk bisa memiliki perusahaan besar kami?”

***

Di sisi lain, Alexander dan Han kembali ke rumah sakit.

Keadaan begitu tegang.

Namun sekitar 15 menit di dalam perjalanan, Alexander mendapatkan kabar bahwa Helena telah melahirkan anak kandung dari Rachel dan juga dirinya.

Anak laki-laki dengan berat 3000 gram dan panjang 55 cm.

Bayi itu lahir setelah perjuangan yang luar biasa dari Helena.

“Bagaimana, Tuan?” tanya Han yang merasa penasaran juga, sambil mengemudi.

Alexander menyimpan ponselnya lalu menjawab, “Bayinya sudah lahir, anak laki-laki seperti hasil pemeriksaan gender sebelumnya.”

Han tesenyum, merasakan kebahagiaan yang luar biasa karena akhirnya Alexander telah memiliki seorang putra. “Selamat untuk Anda, Tuan. Sekarang, hubungan Anda dengan keluarga Wijaya akan menjadi semakin erat. Ini jelas akan terjalin seumur hidup.”

“Hem....” sahut Alexander.

Tidak ada ekspresi khusus yang dia tunjukkan mendengar ucapan selamat dari Han.

Sejenak keduanya terdiam.

Han kembali fokus untuk mengemudi, sampai teringat sesuatu. “Lantas, bagaimana dengan rencana selanjutnya, Tuan? Apa yang akan Tuan lakukan kepada Nona Helena?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status