“Aku tak menyangka sekolah ini penuh dengan orang-orang terkutuk!”
Serena Kenward memaki dengan suara tinggi sebelum melempar ponsel yang tak bersalah itu ke meja. Dirinya kini hanya bisa tertawa ringan melihat raut muka masam putri tunggal keluarga Kenward yang sudah merah membara karena kesal. Well, ini adalah hal wajar yang terjadi setiap hari senin pagi, semua orang pasti akan merasa kesal setelah membaca cuitan hangat dari para pendosa yang muncul di laman berita sekolah.
“Kupikir kita harus benar-benar mengakhiri Secret.” Serena menatap wajahnya lekat.
Mendengar itu ia hanya mengibaskan tangannya malas, “Come on Serena, jangan terlalu dipikirkan. Lebih baik kau segera menyelesaikan make-up mu sekarang.” Ucapnya santai.
Secret. Konten kontroversial pembawa masalah yang paling ditunggu kehadirannya setiap awal pekan.
Seperti namanya, Secret menampung berbagai macam rahasia tersembunyi milik seluruh pelajar yang bersekolah di Van Anderson’s International School. Sekolah dengan kompetisi paling ketat di seluruh daratan Connecticut ini memanggil diri mereka sebagai, meilleur des meilleurs (Best of The Best). Perebutan posisi peringkat terbaik paralel bukanlah hal yang sulit dilihat disini, apapun akan mereka lakukan demi menjadi yang terbaik. Eksistensi Secret membuat persaingan di sekolah ini menjadi sangat sempurna. Persaingan bukan lagi tentang siapa yang mencetak nilai terbaik di atas rapor, tetapi siapa yang memiliki harga diri paling tinggi disini.
Sekali saja rahasiamu tercatat di dalam Secret, maka semuanya akan berakhir.
Para siswa bisa menuliskan ‘rahasia’ musuh mereka setelah melakukan login pada aplikasi berita sekolah dengan bebas. Setiap Senin pagi sebelum jam pertama dimulai, semua pesan itu otomatis terkirim dengan label pengirim anonim di laman konten Secret. Semua orang saling menyerang satu sama lain di dalam Secret, bersembunyi di balik identitas anonim dan ponsel mereka.
“Ya Tuhan, Alexa! Dia benar-benar gila, lihat ini!” sekali lagi seruan Serena membuatku teralih dari tumpukan buku yang sedang ku baca.
‘AKU INGIN MENGUCAPKAN TERIMA KASIH UNTUK TEMANKU YANG TERCINTA, ADRIANA SPENCHER, IYA KAU! ORANG YANG BARU SAJA MEMUTUSKAN PACARMU DANIEL KEMARIN MALAM, BERKAT DIRIMU SEKARANG AKU SUDAH BERKENCAN DENGAN MANTANMU. CEPAT CARI TAHU SIAPA AKU DAN BERI AKU SELAMAT SECARA LANGSUNG YA ^^’
Alexandra hanya tertawa membaca cuitan singkat di ponsel milik Serena. Astaga, orang bodoh pun pasti tahu siapa pelaku yang menulis pesan itu. Dia benar-benar tidak percaya ada orang yang nekat melakukan hal seperti ini untuk mencari perhatian seorang Adriana. Ah iya, akhir-akhir ini beberapa orang juga melakukan ‘pengakuan dosa’ seperti ini di dalam Secret. Seharusnya kalau memang kau sudah berhasil merebut pacar temanmu kau hanya perlu diam. Bukan menuliskan hal konyol seperti itu di Secret.
Gadis itu kembali mengalihkan perhatiannya menuju buku-buku miliknya yang sempat terlantar selama beberapa menit. Namun Serena menahannya pergerakannya, “Alexa! Cepat take down pesan itu, aku khawatir Adriana melihatnya!” ujar Serena polos.
Alexa mengangkat satu alisnya bingung, “Kenapa? Cepat atau lambat dia akan tahu jika mantannya sudah punya pacar lagi kurang dari dua puluh empat jam setelah mereka putus. Haha, lucu sekali” Ia tertawa ringan.
Serena berdecak kesal mendengar jawaban dari Alexandra, ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Bagi Alexa, jika ada rahasia yang harusnya terbongkar ya sudah terbongkar saja. Tidak ada gunanya disembunyikan, meski itu adalah rahasia milik orang terdekatnya.
Serena tidak mengerti kenapa ada orang berperasaan dingin seperti Alexandra De Travis. Gadis itu tetap bersikap santai meskipun tahu Adriana akan dibicarakan habis-habisan di seantero sekolah sepanjang jam makan siang nanti. Ia kini mengalihkan pandangannya menuju Alexa yang sibuk memasukan bukunya ke dalam tas ranselnya.
“Kau mau pergi sekarang?” tanya Serena.
Gadis itu mengangguk, “Hmm, Raphael akan berisik jika terlalu lama menungguku di bawah. Kau juga sebaiknya cepat berangkat, dia bilang ada rapat setelah pulang sekolah hari ini.”
“Rapat klub jurnalis, lagi?! Raphael, cowok itu benar-benar gila!” Serena memekik tak suka. Baru seminggu setelah mendapat jabatan ketua klub, ia sudah mengadakan rapat perdana empat kali dalam seminggu!
Alexa hanya terkekeh mendengar nada protes darinya, “Kau mau menambah sumpah serapahmu lagi? Aku dengan senang hati akan menyampaikan padanya.”
“Nah! Kau akan mengadukanku lagi pada kekasihmu?”
“Serena, aku adalah calon tunangan Marc Halley kalau kau lupa. Ucapanmu itu bisa membuat gempar seisi keluarga De Travis kalau mereka sampai tahu.”
“Ah benar juga, jadi cintamu terhalang restu keluarga ya?” Alexa hanya tersenyum tipis mendengarnya.
Ia menepuk bahu anak bibinya itu, “Astaga, berhenti bicara omong kosong dan selesaikan tugasmu agar kita bisa bersenang-senang akhir pekan nanti.”
Serena mengangkat kedua lengannya ke udara dengan senang, kemudian berteriak pada Alexa yang sudah berjalan menuju keluar ruang belajar. “Kita akan pergi bersenang-senang bersama?”
Alexa mengangguk, “Tentu saja, kalau kau sudah menyelesaikan tugasmu sebelum akhir pekan.” Katanya sebelum berlalu menuju lantai dasar.
Serena tidak bisa menyembunyikan raut bahagianya ketika mendengar saudaranya itu bersedia menghabiskan akhir pekan bersama dirinya, “Baiklah, aku akan menyelesaikan semuanya sebelum akhir pekan. Awas saja sampai kau lupa!”
Ia tersenyum ketika melihat Alexa mengangkat kedua ibu jarinya tinggi-tinggi dari lantai bawah. Namun pandangan matanya tak sengaja tertuju ke arah pria yang sudah duduk dengan wajah masam, itu pasti Raphael. Sepertinya lelaki itu kesal karena menunggu Alexa terlalu lama untuk berangkat ke sekolah. Akhir-akhir ini Serena sering melihat pria itu berkeliaran di sekitarnya, atau lebih tepatnya di sekitar Alexandra.
Serena kembali menatap gadis yang sedang terlibat pertengkaran kecil di bawah bersama Raphael sebelum melambaikan tangannya lagi pada Alexa. “See you on school!” ucapnya tanpa bersuara.
Benar kata orang-orang, mereka memang ditakdirkan untuk menjadi sepasang kekasih. Sayangnya hal itu sepertinya tidak bisa benar-benar terjadi, Serena tersenyum samar.
‘Dasar, sepertinya Alexa itu benar-benar sudah kelewat bodoh!’
**
Alexa melempar helmnya ke arah Raphael dengan kesal,
“Sudah kubilang jangan membawa alat pengantar nyawa seperti ini!” ucapnya sambil menunjuk motor sport milik lelaki itu.
Raphael menatapnya malas, “Kalau kau tidak mau seharusnya kau lebih sadar diri dan bersiap untuk berangkat lebih cepat.”
Gadis itu hanya mengangkat bahunya mendengar sindiran keras yang ditujukan padanya, meskipun ia tahu disini dirinyalah yang sepenuhnya bersalah karena membuat pria itu menunggu satu jam lebih lama. Tapi mau bagaimana lagi? Dirinya tidak bisa menolak Serena yang sangat bersemangat meriasnya di pagi buta.
Ia memutar matanya sebal, “Dengar, mana bisa aku menolak Serena yang sudah repot-repot datang ke rumahku untuk me-“
“Ah berisik, bersihkan ini dan pergi ke kelasmu. Aku tidak mau dengar kau membuat keributan lagi dengan para anggota student council karena penampilanmu dan berakhir di ruang detensi.” Lelaki itu memotong ucapannya sambil menempelkan sebuah kain pada wajahnya sebelum berlalu pergi.
Alexandra menghela napas pasrah ketika melihat polesan make-up nya sudah berpindah tempat di atas sapu tangan milik Raphael. Ia sepertinya harus meminta maaf pada Serena yang sudah repot-repot merias wajahnya selama dua jam.
Dengan langkah malas dirinya kini berjalan menuju toilet wanita yang entah sejak kapan sudah mulai ramai dengan para gadis.
Seperti yang sudah dapat diprediksi, semua orang kini membicarakan Adriana Spencher. Sebagian besar merasa iba dengan nasib gadis itu, dan sebagian lainnya lebih sibuk menebak-nebak siapa kekasih baru Daniel Radcliff. Dilihat dari sisi manapun, baginya mereka semua sama-sama menjijikan karena membicarakan Adriana yang malang di tempat umum seperti itu.
“Kau Alexandra De Travis ‘kan? Dari Klub jurnalis?” seorang gadis kini menyapa Alexa yang sibuk membasuh tangannya.
Ia hanya bergeming tak menjawab sebelum menarik tangannya untuk mematikan keran otomatis. Entah sejak kapan, atmosfer di sekitarnya pun kini turut berubah menjadi tegang.
Alexa berbalik, “Kenapa?” dirinya balas bertanya singkat.
“Kudengar kau adalah orang yang bertanggung jawab mengurus ‘Secret’, pesan yang muncul hari ini benar-benar buruk! Bukankah postingan seperti itu seharusnya segera dihapus?”
Mendadak suasana riuh toilet itu kini benar-benar sunyi sepenuhnya.
Sejak Secret berada dalam kendali penuh Alexandra De Travis, gadis itu menolak untuk menghapus postingan apapun yang ada di dalam Secret. Meskipun postingan itu melibatkan berbagai nama orang penting di sekolah ini, ia secara terang-terangan menolak menghapusnya. Tentu saja hal itu menimbulkan berbagai kontroversi, bahkan gadis itu harus berkali-kali berurusan dengan komite sekolah karena sikap arogannya.
Meski begitu, sudah menjadi rahasia umum jika gadis itu sangat merahasiakan semua informasi pengirim yang tertampung di dalam Secret. Sehingga semuanya tetap berjalan aman meskipun banyak nama yang tercantum terang-terangan di sana, bisa dibilang Alexa adalah penyeimbang sistem kerja Secret. Ah bukan, gadis itu adalah iblis yang menguasai seluruh rahasia di dalam sekolah ini.
Setelah terdiam cukup lama gadis itu tiba-tiba tertawa sambil memandangi orang-orang yang tengah berkerumun menunggu jawabannya, “Astaga, kalian tidak sedang berpikir aku benar-benar akan melakukan take down karena disana ada nama Adriana bukan?”
Semua orang tercekat mendengar ucapannya, mereka hanya bisa memandang satu sama lain dengan bingung ketika Alexandra bahkan terlihat tidak peduli dengan reputasi putri dari keluarga Spencher itu.
“Daripada memusingkan hal yang tidak penting, bukankah sebaiknya kalian lebih berhati-hati? Bisa saja besok namamu yang menempel disana.” Putri tunggal keluarga De Travis itu berucap santai sambil memandang gadis di depannya dengan tatapan meremehkan.
Bagi mereka, ucapan Alexa tidak sepenuhnya salah. Justru kata-kata yang dilontarkan gadis itu seperti menarik mereka semua ke dalam realita yang sebenarnya, menyadarkan posisi mereka yang tidak pernah aman dibalik bayang-bayang Secret. Di sekolah ini yang terpenting bukan tentang bagaimana kalian saling membicarakan rahasia orang lain, tetapi tentang bagaimana kalian saling menyembunyikan rahasia masing-masing dari orang lain.
Alexandra kini melirik ke arah arloji Tank Louis Cartier miliknya, sepertinya ia harus segera menyudahi drama dengan para manusia penggosip ini sekarang. “Hahaha, aku hanya bercanda. Tidak usah terlalu dipikirkan, ayo kembali ke kelas sebelum terlambat. Aku permisi.” Katanya riang sambil berlalu pergi.
Ia berjalan menjauhi kerumunan, senyum palsu yang ia sunggingkan kini telah memudar. Tatapannya berubah menjadi tajam.
‘Ah, melihat mereka ketakutan seperti pecundang benar-benar menyenangkan’
***
TAK TAK TAKSuara ketukan sepatu terdengar dengan jelas seakan bergema di seantero koridor kafetaria. Semua orang kini sibuk berbisik-bisik sambil menatap ke arah gadis yang duduk sendirian di sudut ruangan. Berkat postingan di Secret pagi ini, mantan kekasih Daniel Radcliff itu kini terlihat sangat menyedihkan.TukLangkah kaki itu terhenti, di depan meja gadis malang yang kini sudah tak sanggup mengangkat wajahnya lagi. Suara bisik-bisik terdengar semakin nyaring ketika mereka melihat Alexandra De Travis meletakan nampan makan siangnya di depan Adriana Spencher dan duduk di sana.“Kau telat berangkat lagi? Aku tak melihatmu di kelas pagi ini.”Sapaan Alexa membuat Adriana membanting alat makannya ke meja dengan keras, “Menurutmu? Apa aku harus datang untuk melihat semua orang menggunjingku di pagi hari?” Putri tunggal keluarga Spencher itu kini membentak Alexa dengan nada tinggi, hingga membuat mereka berdua sukses menjadi
“Bukankah ini agak berlebihan untuk kencan pura-pura?”Alexa memutar bola matanya malas ketika tak mendapatkan jawaban apapun dari lawan bicaranya. Di tengah iringan musik klasik yang mengalun, kini ruangan itu kembali terisi oleh keheningan.Ia kembali menatap pria di depannya, Marc Halley.Lelaki yang dipilihkan oleh keluarganya untuk menjadi calon pendamping selama sisa hidupnya. Astaga, keluarganya memang konyol. Usianya bahkan baru saja menginjak tujuh belas tahun enam bulan yang lalu, tapi mereka sudah cepat-cepat menentukan pasangan masa depannya.Sebenarnya ini bukan merupakan hal baru bagi kalangan pebisnis kelas atas. Para manusia kaya raya itu akan mulai mencarikan pasangan untuk pewaris mereka demi menjalin kerja sama bisnis dengan perusahaan lain agar harta mereka tetap aman. Singkatnya, dirinya dan Marc kini sedang sama-sama digunakan sebagai ‘alat perjanjian’ oleh keluarga mereka sendiri.“Aku hanya tida
“Ah dasar, kau membuatku harus menggunakan heels di tanah berumput seperti ini.” Lelaki itu memandang sepatu putih Alexa yang terlihat kotor oleh noda tanah seketika mereka memijakkan kaki di taman.“Aku akan menggantinya dengan yang baru, sekarang kita harus cepat bersembunyi dulu.” Raphael berjalan cepat ke arah danau kecil yang berada dibalik pohon-pohon taman kota yang cukup rimbun.Alexandra menatap kearah sekelilingnya.Cukup sepi.Yah siapa juga yang mau datang ke danau malam-malam begini? Belum lagi mereka harus berebut oksigen dengan pohon rimbun di sekitar sini. Hanya orang bodoh yang akan melakukannya, dan well mereka lah orang bodoh itu.Keheningan masih setia hadir diantara dirinya dan Raphael. Ia tidak ingin memaksa lelaki itu bicara soal masalahnya, tentu saja karena sepertinya ini cukup serius. Jika tidak, seorang Davis Eusford tidak akan mengirimkan lima buah mobil beserta mata-matanya untu
“Lexa, cepat menjauh!” Gadis kecil yang masih berusaha mendorong pintu mobil itu sama sekali tak menghiraukan ucapan lelaki yang nyaris sekarat di depannya. “Lexa!” “Tidak! Aku tidak akan pergi sebelum mengeluarkanmu dari sini!” BRAK BRAK PRANGG Suara pecahan kaca menggema di dalam terowongan yang sunyi itu. Tangan rapuh milik gadis itu kini sudah berlumuran dengan darah, tapi gadis kecil itu tetap berusaha menyingkirkan kaca yang menghalanginya dengan wajah sembab karena menangis sejak tadi. “Kak! Cepat keluar sebelum tiang itu jatuh! Aku akan menyingkirkan kaca ini lalu-” “Alexandra De Travis!” Bentakan yang keluar dari bibir pria itu membuat Alexa kecil tersentak, namun suara lembut kakaknya kembali terdengar saat mengisyaratkannya untuk segera pergi. “Pergi dari sini sekarang, cari bantuan lalu kembali kes
Seorang pria kini menatap ke arahnya dengan sorot mata menyelidik, “Apa itu benar?” Lelaki itu bertanya. “Aku tidak menemuimu untuk mendengar pertanyaan yang sama seperti ini, Halley.” Lelaki itu tampak menahan rasa kesalnya yang kian meluap. Setelah berhari-hari Alexandra mengabaikan pesan dan teleponnya, Marc memutuskan untuk datang langsung ke kediaman gadis itu memastikan kebenaran rumor yang beredar di Secret. Tapi sepertinya usahanya kali ini sia-sia, gadis itu sama sekali tak berminat menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang pasti. “Komite sekolah sudah mendengar masalah ini, aku yang akan mengurusnya dan memastikan rumor itu segera berakhir besok.” “Berhenti mencampuri urusanku, Marc!” Alexandra bangkit dari duduknya karena kesal, ia tidak mengerti kenapa lelaki ini selalu saja berusaha mencampuri urusannya. Marc membuang mukanya ke arah lain, “Kita akan segera bertunangan Alexa.” Ucapnya mencoba mengingatkan posisi gadis itu.
“Kau melewatkan makan malam bersama.”Suara dingin itu menyapaku ketika kakiku baru saja memasuki ruang tengah. Ayah yang tampak sedang menikmati kopi hitam itu kini menatapku dengan tatapan yang menyebalkan.Aku mengernyitkan dahi heran, “Aku tidak lapar, aku akan langsung mandi dan tidur.” Ucapku sekenanya. Sungguh, aku tidak ingin terlibat interogasi dadakan untuk yang kesekian kalinya setelah selesai bersenang-senang dengan Serena.Lagipula, ini bukan pertama kali untuknya melewatkan acara basa-basi yang disebut makan malam itu. Seharusnya ayahnya tidak perlu sampai menunggunya pulang seperti ini, lalu idenya menikmati kopi di tengah malam sebagai alibi benar-benar buruk. Melihat pria setengah baya itu terdiam aku memutuskan melanjutkan perjalananku menuju lantai atas yang sempat tertunda.“Apa hubunganmu dengan Marc Halley baik-baik saja?” Langkahku terhenti, Pertanyaan singkat yang ditanyakan ayahnya semakin meyak
“Wah, serius. Daniel bukan tandingan Marc Halley dalam basket!” Kaylee tersenyum menanggapi ucapan Mary- teman barunya dari klub jurnalis. Semenjak ia masuk di dalam klub itu, semua orang bersikap canggung padanya. Dan hanya Mary satu-satunya orang yang masih tampak ceria di dekatnya. Meski Mary lebih tua setahun darinya, ia merasa kini dirinya cukup dekat dan nyaman berteman dengan Mary. “Tapi kau masih saja menyukainya kan?” Kaylee terkikik pelan ketika mendapati wajah Mary yang memerah karena ucapannya. Saat istirahat berlangsung, gadis itu sering mengajaknya duduk di sekitaran lapangan basket untuk mencari angin segar. Tapi ia tahu bukan itu alasan Mary mengajaknya kemari, gadis itu ingin melihat Daniel yang sedang bertanding di sana. “Jangan membuat rumor tidak benar Kaylee, aku tidak ingin dituduh sebagai penulis pesan menyebalkan tentang Adriana Spencher di Secret minggu lalu.” Mary menatapnya sambil mengacungkan tangannya memperingatkan.
“Nona Kaylee Jenkins, temui aku setelah kelas berakhir.” Ucapan nada dingin Professor Lassen membuatku harus memilin rok pendek musim panas ini untuk yang kesekian kalinya. Aku masih berdiri dengan tatapanku yang tertuju pada ubin marmer mahal di bawah sana. Meski ingin, aku tidak bisa sekalipun mengalihkan pandanganku dari tatapan intimidasi dan mengejek yang orang-orang berikan padaku saat ini. Aku bisa mendengar helaan napas lelah dari professor itu, “Nona Jenkins kau boleh duduk, baik kita akan lanjutkan pembahasan yang sempat tertunda.” Setelah mendengar itu aku buru-buru merapikan bawahanku dan duduk dengan tegap. Hari ini benar-benar kacau, ia berhasil mempermalukan dirinya sendiri di kelas Bahasa Spanyol. Saat Professor Lassen menyuruhnya untuk membaca artikel dengan Bahasa Spanyol di depan kelas, di saat itulah ia tahu dirinya sudah tamat. Aksennya benar-benar terdengar buruk dan sama sekali tidak lancar. Semua orang menahan tawa mendengar su