“Ah dasar, kau membuatku harus menggunakan heels di tanah berumput seperti ini.” Lelaki itu memandang sepatu putih Alexa yang terlihat kotor oleh noda tanah seketika mereka memijakkan kaki di taman.
“Aku akan menggantinya dengan yang baru, sekarang kita harus cepat bersembunyi dulu.” Raphael berjalan cepat ke arah danau kecil yang berada dibalik pohon-pohon taman kota yang cukup rimbun.
Alexandra menatap kearah sekelilingnya.
Cukup sepi.
Yah siapa juga yang mau datang ke danau malam-malam begini? Belum lagi mereka harus berebut oksigen dengan pohon rimbun di sekitar sini. Hanya orang bodoh yang akan melakukannya, dan well mereka lah orang bodoh itu.
Keheningan masih setia hadir diantara dirinya dan Raphael. Ia tidak ingin memaksa lelaki itu bicara soal masalahnya, tentu saja karena sepertinya ini cukup serius. Jika tidak, seorang Davis Eusford tidak akan mengirimkan lima buah mobil beserta mata-matanya untuk mengikuti putranya sampai ke sini
Alexandra menyandarkan diri pada batang pohon yang terletak di dekat danau untuk merilekskan diri sejenak, namun ucapan Raphael membuat seluruh tubuhnya menegang.
“Ayah memintaku untuk bertunangan dengan putri rekannya.”
Gadis itu terdiam untuk sejenak, “Baguslah, akhirnya kau punya kesibukan lain. Setidaknya aku tenang karena kau tidak perlu repot-repot mengurusi hidupku lagi.” Alexa memejamkan matanya, berusaha terbiasa untuk bersandar pada permukaan batang pohon yang tidak rata.
“Senang? Kau benar-benar ingin menyingkirkanku ya?”
“Simpulkan sendiri, Tuan Eusford yang terhormat.” Alexa terkikik geli ketika menatap Raphael yang menunjukan raut masam mendengar jawabannya.
Lelaki itu melipat tangan di depan dada dan ikut bersandar pada sebatang pohon di dekatnya. “Dasar bayi besar, begitu aku menjalin hubungan dengan gadis lain kau pasti akan kerepotan mengurus dirimu sendiri.”
Alis gadis itu berkedut mendengar ejekan terang-terangan yang dilontarkan padanya. Sebenarnya ia tidak bisa menyangkal fakta bahwa sebagian besar keributan yang ia ciptakan di sekolah berhasil diredam karena bantuan dari Raphael.
Contohnya seperti saat pembuatan kanal ‘Secret’ setahun lalu, seluruh jajaran komite sekolah menolak adanya Secret karena dianggap dapat menimbulkan keributan antar siswa. Ia sudah bersikeras mempertahankan Secret di depan ketua komite, meski begitu pendapatnya tidak seluruhnya diterima. Namun berkat arahan Raphael, masalah itu dapat selesai dengan jangka waktu kurang dari seminggu dan hingga kini Secret masih terus bertahan sebagai konten primadona seantero sekolah.
“Dengar ya, pertama berhenti mengejekku dengan kata-kata menyebalkan seperti itu. Lalu yang kedua, seharusnya kau menerima tawaran ayahmu.”
“Soal?”
“Apa lagi? Tentu saja tentang mencari pasangan, aku tidak bisa membantumu kabur setiap waktu. Kau juga tidak bisa terus menerus mengkhawatirkanku, lagipula mungkin empat atau lima tahun lagi mereka pasti mula menyusun rencana untuk membuatku menikah dengan Halley.” Ucapnya miris.
Alexandra tahu kerabat dekat ayahnya selalu berusaha membuat dirinya tersingkir dari posisi pewaris utama. Ia juga sudah menduga jika mereka bersekongkol dengan keluarga Halley untuk mendapatkan kekuasaan di perusahaan keluarga miliknya. Jika dirinya menikah dengan Marc, pasti keluarga Halley juga akan memaksa dirinya untuk mundur dari posisinya karena khawatir De Travis akan lebih mendominasi. Dan tentu saja itu adalah saat yang tepat bagi mereka untuk mengambil alih tempatnya saat ini.
Ia juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Raphael terlalu mengkhawatirkan dirinya beberapa tahun belakangan ini, ia tidak yakin berapa tepatnya. Mungkin setelah kepergian Ezra?
Keheningan kembali mengisi kekosongan diantara mereka. Tidak ada yang ingin memulai permbicaraan ini lebih lanjut karena ‘pertunangan’ adalah topik yang menyebalkan, entah bagi Alexa maupun Raphael.
Lelaki yang sejak tadi sibuk memandangi langit cukup lama kini mengalihkan atensinya menuju gadis yang tengah duduk bersandar di sebuah pohon.
“Katanya bukan bayi, tapi cepat sekali tidurnya.” Ucapnya sambil merapikan surai hitam yang menutup wajah porselen gadis itu.
Ia tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum ketika melihat wajah gadis arogan yang kini tampak polos seperti seorang bayi. Namun sekelebat bayangan kini muncul di otaknya,
“Kau tidak boleh menginginkan sesuatu yang bukan milikmu.”
Raphael menarik tangannya hingga surai hitam itu kembali membatasi sinar bulan yang menyinari wajah gadis itu.
Benar, ia tidak ingin siapapun terluka lagi karena keegoisannya.
Tidak lagi.
**
Suasana kompleks perumahan elit tampak sunyi. Tentu saja, karena sekarang jarum jamnya telah menunjukan waktu pukul satu malam. Tanpa sadar ternyata Raphael sudah memandangi wajah tidur Alexandra selama itu. Kini mobilnya berjalan ke arah kediaman keluarga De Travis, sebuah rumah bergaya klasik Eropa berdiri menjulang tinggi di depannya.
“Buka gerbangnya, Nona De Travis ada bersamaku.”
Ucapan Raphael langsung dipatuhi oleh seseorang yang bertugas menjaga kediaman keluarga itu. Dengan cepat ia melajukan mobilnya masuk dan memarkirkannya di halaman rumah mewah yang terlihat sangat luas.
Setelah keluar dari kursi pengemudi, ia pelan-pelan mengeluarkan Alexa yang sudah tertidur pulas dari dalam mobil.
Samar-samar ia bisa mendengar langkah kaki mendekat ke arahnya, “Ada keperluan apa kau berada di kediaman keluarga De Travis selarut ini, Serena?” Ucapnya datar, ia tidak perlu repot-repot mencari tahu siapa orang yang bisa berkeliaran di mansion De Travis selarut ini. Karena orang itu sudah pasti orang terdekat Alexandra, yaitu Serena Kenward.
“Oh wow, kau sangat tidak seru. Setidaknya berpura-puralah tidak tahu dan biarkan aku memberikan sedikit sengatan kejut jantung untukmu.” Gadis itu tampak merajuk.
Raphael menatap gadis yang kini berada dalam balutan mantel berwarna merah tua itu, “Aku tidak tertarik, sebaiknya kau segera pulang dan menyelesaikan artikel tentang profil sekolah besok.”
Gadis itu memutar bola matanya malas, “Lagi-lagi bicara soal pekerjaan klub jurnalis, bukankah lebih baik kau menjelaskan kenapa dia ada bersamamu?” Ucapnya sambil melirik ke arah Alexandra yang berada dalam dekapan Raphael.
“Kalau sampai ada anggota keluarga yang tahu mungkin Alexa akan berada dalam masalah besar lho.” Serena menambahkan.
Raphael hanya tersenyum miring menanggapi, “Ini bukan pertama kalinya, aku sudah sering melakukannya sejak dulu. Jadi sebaiknya kau-”
“Benar, sebelum Alexa resmi merencanakan pertunangan. Bukankah begitu?” Serena memotong ucapan lelaki itu dengan cepat. Ia tahu semua yang dilakukan Raphael sekarang pada sepupunya akan beresiko besar dalam hubungan Alexandra dan Marc Halley.
Mungkin saja sekarang Raphael masih menganggap gadis itu sebagai adik kesayangannya seperti belasan tahun lalu, tapi tidak ada yang menjamin perasaan itu akan berubah. Meski ia tak bisa mengelak jika keduanya akan serasi jika disandingkan, tetapi tetap saja hal itu tidak boleh terjadi!
“Aku khawatir Alexa akan berada di situasi yang tak diinginkan, sebaiknya kau tahu apa yang menjadi batasanmu dengan dirinya sekarang. Anggap saja aku tidak melihatmu hari ini, aku akan pergi sekarang.”
Ucapan Serena membuat Raphael membeku,
Sial, gadis itu benar!
***
“Lexa, cepat menjauh!” Gadis kecil yang masih berusaha mendorong pintu mobil itu sama sekali tak menghiraukan ucapan lelaki yang nyaris sekarat di depannya. “Lexa!” “Tidak! Aku tidak akan pergi sebelum mengeluarkanmu dari sini!” BRAK BRAK PRANGG Suara pecahan kaca menggema di dalam terowongan yang sunyi itu. Tangan rapuh milik gadis itu kini sudah berlumuran dengan darah, tapi gadis kecil itu tetap berusaha menyingkirkan kaca yang menghalanginya dengan wajah sembab karena menangis sejak tadi. “Kak! Cepat keluar sebelum tiang itu jatuh! Aku akan menyingkirkan kaca ini lalu-” “Alexandra De Travis!” Bentakan yang keluar dari bibir pria itu membuat Alexa kecil tersentak, namun suara lembut kakaknya kembali terdengar saat mengisyaratkannya untuk segera pergi. “Pergi dari sini sekarang, cari bantuan lalu kembali kes
Seorang pria kini menatap ke arahnya dengan sorot mata menyelidik, “Apa itu benar?” Lelaki itu bertanya. “Aku tidak menemuimu untuk mendengar pertanyaan yang sama seperti ini, Halley.” Lelaki itu tampak menahan rasa kesalnya yang kian meluap. Setelah berhari-hari Alexandra mengabaikan pesan dan teleponnya, Marc memutuskan untuk datang langsung ke kediaman gadis itu memastikan kebenaran rumor yang beredar di Secret. Tapi sepertinya usahanya kali ini sia-sia, gadis itu sama sekali tak berminat menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang pasti. “Komite sekolah sudah mendengar masalah ini, aku yang akan mengurusnya dan memastikan rumor itu segera berakhir besok.” “Berhenti mencampuri urusanku, Marc!” Alexandra bangkit dari duduknya karena kesal, ia tidak mengerti kenapa lelaki ini selalu saja berusaha mencampuri urusannya. Marc membuang mukanya ke arah lain, “Kita akan segera bertunangan Alexa.” Ucapnya mencoba mengingatkan posisi gadis itu.
“Kau melewatkan makan malam bersama.”Suara dingin itu menyapaku ketika kakiku baru saja memasuki ruang tengah. Ayah yang tampak sedang menikmati kopi hitam itu kini menatapku dengan tatapan yang menyebalkan.Aku mengernyitkan dahi heran, “Aku tidak lapar, aku akan langsung mandi dan tidur.” Ucapku sekenanya. Sungguh, aku tidak ingin terlibat interogasi dadakan untuk yang kesekian kalinya setelah selesai bersenang-senang dengan Serena.Lagipula, ini bukan pertama kali untuknya melewatkan acara basa-basi yang disebut makan malam itu. Seharusnya ayahnya tidak perlu sampai menunggunya pulang seperti ini, lalu idenya menikmati kopi di tengah malam sebagai alibi benar-benar buruk. Melihat pria setengah baya itu terdiam aku memutuskan melanjutkan perjalananku menuju lantai atas yang sempat tertunda.“Apa hubunganmu dengan Marc Halley baik-baik saja?” Langkahku terhenti, Pertanyaan singkat yang ditanyakan ayahnya semakin meyak
“Wah, serius. Daniel bukan tandingan Marc Halley dalam basket!” Kaylee tersenyum menanggapi ucapan Mary- teman barunya dari klub jurnalis. Semenjak ia masuk di dalam klub itu, semua orang bersikap canggung padanya. Dan hanya Mary satu-satunya orang yang masih tampak ceria di dekatnya. Meski Mary lebih tua setahun darinya, ia merasa kini dirinya cukup dekat dan nyaman berteman dengan Mary. “Tapi kau masih saja menyukainya kan?” Kaylee terkikik pelan ketika mendapati wajah Mary yang memerah karena ucapannya. Saat istirahat berlangsung, gadis itu sering mengajaknya duduk di sekitaran lapangan basket untuk mencari angin segar. Tapi ia tahu bukan itu alasan Mary mengajaknya kemari, gadis itu ingin melihat Daniel yang sedang bertanding di sana. “Jangan membuat rumor tidak benar Kaylee, aku tidak ingin dituduh sebagai penulis pesan menyebalkan tentang Adriana Spencher di Secret minggu lalu.” Mary menatapnya sambil mengacungkan tangannya memperingatkan.
“Nona Kaylee Jenkins, temui aku setelah kelas berakhir.” Ucapan nada dingin Professor Lassen membuatku harus memilin rok pendek musim panas ini untuk yang kesekian kalinya. Aku masih berdiri dengan tatapanku yang tertuju pada ubin marmer mahal di bawah sana. Meski ingin, aku tidak bisa sekalipun mengalihkan pandanganku dari tatapan intimidasi dan mengejek yang orang-orang berikan padaku saat ini. Aku bisa mendengar helaan napas lelah dari professor itu, “Nona Jenkins kau boleh duduk, baik kita akan lanjutkan pembahasan yang sempat tertunda.” Setelah mendengar itu aku buru-buru merapikan bawahanku dan duduk dengan tegap. Hari ini benar-benar kacau, ia berhasil mempermalukan dirinya sendiri di kelas Bahasa Spanyol. Saat Professor Lassen menyuruhnya untuk membaca artikel dengan Bahasa Spanyol di depan kelas, di saat itulah ia tahu dirinya sudah tamat. Aksennya benar-benar terdengar buruk dan sama sekali tidak lancar. Semua orang menahan tawa mendengar su
Alexandra memijat keningnya lelah ketika mendapati seorang waiter yang tak kini membersihkan pecahan gelas berisi mocktail lemon di sebelahnya. Matanya beralih pada gadis muda di depannya yang berkali-kali mengucapkan maaf dari mulutnya, sedangkan mata Serena berkilat marah hendak bangkit dari duduknya namun Alexa mencegahnya. “Sudahlah, Serena.” Ucapnya menengahi. Ia tak ingin mengambil resiko membiarkan Serena menceramahi waiter itu selama dua puluh menit meskipun ia ingin. Matanya beralih pada sekumpulan gadis yang mengenakan seragam seperti miliknya, kini mereka tampak tertawa sambil melirik sepatunya yang kini sudah basah kuyup karena cairan manis. Ia tertawa sinis, jadi efek berita di Secret sudah sejauh ini? Bahkan seorang putri dari keluarga tak dikenal kini mulai berani mencoba mempermalukannya? Ia sudah tahu sejak tadi jika gadis-gadis menyebalkan itu menatap ke arahnya, hingga mereka memaksa seorang waiter muda m
TAK! “Kau menjatuhkannya kemarin.” Suasana ruang kelasnya kini mendadak terdengar sunyi ketika seorang lelaki itu memberikan sebuah tag nama padanya. Ia memandang lempengan besi itu dengan seksama, KAYLEE JENKINS -ah benar, ini miliknya. Untuk sesaat ia benar-benar merasa tidak percaya dengan pengelihatannya. Lelaki yang selama ini hanya bisa ia pandang dari jauh kini berdiri tepat di depan wajahnya. Kaylee menatap pandangan heran dari lelaki itu, pandangan lembut itu benar-benar menarik perhatiannya. “Halo, ini benar milikmu ‘kan?” Gadis itu terkesiap malu karena ketahuan memandang pria itu secara terang-terangan. Cepat-cepat ia mengambil name tag miliknya, “Ah benar, terimakasih sudah mengembalikannya.” Mark tersenyum tipis, ‘Ah jadi ini? Gadis yang sangat dihindari oleh calon tunangannya’ “Tidak masalah, lain kali sebaiknya lebih hati-hati.” Setelah mengatakan itu Mark pergi menuju k
“Sepuluh hari lagi kita akan me-launching majalah tahunan sekolah, aku harap kalian semua segera melakukan wawancara sesuai bagian yang diputuskan kemarin. Apa ada yang keberatan?” Raphael kini menatap lurus ke arah anggota tim jurnalisnya dengan datar.Tidak ada yang menjawab, mereka saling bertukar pandang bingung. Tentu saja bukan karena mereka tidak mengerti tugas yang Raphael berikan, semua orang sibuk menduga-duga alasan di balik luka lebam yang membiru di sudut bibir pria itu.Beberapa hari yang lalu Raphael terlibat perkelahian dengan Mark Halley, pimpinan student council yang terkenal sangat menjaga sikap. Meski sudah menjadi rahasia umum jika kedua pria itu terlibat perang dingin selama bertahun-tahun, tetapi tidak ada yang tahu dari mana asal mula pertengkaran dua lelaki itu kemarin.Bahkan kabarnya setelah masuk ruang detensi pun, tidak satupun dari mereka yang mau menjelaskan alasan yang sebenarnya. Mr. Roxane bahkan me