“Sepuluh hari lagi kita akan me-launching majalah tahunan sekolah, aku harap kalian semua segera melakukan wawancara sesuai bagian yang diputuskan kemarin. Apa ada yang keberatan?” Raphael kini menatap lurus ke arah anggota tim jurnalisnya dengan datar.
Tidak ada yang menjawab, mereka saling bertukar pandang bingung. Tentu saja bukan karena mereka tidak mengerti tugas yang Raphael berikan, semua orang sibuk menduga-duga alasan di balik luka lebam yang membiru di sudut bibir pria itu.
Beberapa hari yang lalu Raphael terlibat perkelahian dengan Mark Halley, pimpinan student council yang terkenal sangat menjaga sikap. Meski sudah menjadi rahasia umum jika kedua pria itu terlibat perang dingin selama bertahun-tahun, tetapi tidak ada yang tahu dari mana asal mula pertengkaran dua lelaki itu kemarin.
Bahkan kabarnya setelah masuk ruang detensi pun, tidak satupun dari mereka yang mau menjelaskan alasan yang sebenarnya. Mr. Roxane bahkan me
Aloo, mau kasih info buat para pembaca yaa. Novel ini akan diupdate tiap 2 hari sekali, so stay tune! hehe
Sangat buruk.Itu adalah kata yang bisa menggambarkan kondisinya sekarang.Raphael menatap kesal ke arah cermin- tepatnya pada sudut bibirnya yang membiru dengan tambahan darah kering disana. Lelaki itu kembali menyalakan keran dan mencuci mukanya berkali-kali, meskipun begitu sebanyak apapun ia membasuh wajahnya luka itu tidak akan menghilang.Jika dibandingkan dengan luka yang ia terima, luka Halley pasti jauh lebih parah dari dirinya. Sejujurnya ia tidak merasa kesal karena wajahnya terluka, tapi alasan dibalik luka di wajahnya yang membuatnya merasa marah setiap kali melihatnya.“Sadarlah, kau memang sudah kalah dariku!”Ucapan Mark Halley kembali menggema di telinganya setiap kali ia memandang wajahnya di cermin. Jika saja pria sial itu tidak berusaha memprovokasinya mungkin dirinya tidak akan pernah punya niatan untuk menghantam wajah Halley lebih dulu.Raphael berbalik meninggalkan kamar mandi dan merebahkan tubuh
Raphael nyaris mengumpat ketika tubuhnya tergelincir di tangga mansion sial milik Daniel.Jika saja bukan karena air yang sudah bercampur lumpur itu menggenang di atas anak tangga, kejadian seperti ini pasti tidak akan menimpanya. Ia benar-benar tak habis pikir kenapa Daniel tak pernah bisa mengurus tempat tinggalnya dengan baik.Ia meringis ketika merasakan kepalanya berdenyut hebat setelah terbentur tadi. Beberapa butler terlihat sibuk menghubungi dokter keluarga Radcliff yang entah kapan akan segera datang, mengingat lokasi kastil ini yang jauh dari pusat kota.“Damn! Apa yang terjadi padamu?!” suara Daniel berteriak menggelegar di ruang tengah membuat kepalanya semakin pening.Raphael menjawab dengan datar, “Jangan berteriak, suaramu membuat kepalaku semakin sakit.”Namun Daniel mengabaikannya dan kembali membuat suara berisik ketika melihat kemejanya kotor karena tetesan darah yang mengucur dari pelipi
“Aku tak menyangka sekolah ini penuh dengan orang-orang terkutuk!”Serena Kenward memaki dengan suara tinggi sebelum melempar ponsel yang tak bersalah itu ke meja. Dirinya kini hanya bisa tertawa ringan melihat raut muka masam putri tunggal keluarga Kenward yang sudah merah membara karena kesal. Well, ini adalah hal wajar yang terjadi setiap hari senin pagi, semua orang pasti akan merasa kesal setelah membaca cuitan hangat dari para pendosa yang muncul di laman berita sekolah.“Kupikir kita harus benar-benar mengakhiri Secret.” Serena menatap wajahnya lekat.Mendengar itu ia hanya mengibaskan tangannya malas, “Come on Serena, jangan terlalu dipikirkan. Lebih baik kau segera menyelesaikan make-up mu sekarang.” Ucapnya santai.Secret. Konten kontroversial pembawa masalah yang paling ditunggu kehadirannya setiap awal pekan.Seperti namanya, Secret menampung berbagai macam rahasia tersembun
TAK TAK TAKSuara ketukan sepatu terdengar dengan jelas seakan bergema di seantero koridor kafetaria. Semua orang kini sibuk berbisik-bisik sambil menatap ke arah gadis yang duduk sendirian di sudut ruangan. Berkat postingan di Secret pagi ini, mantan kekasih Daniel Radcliff itu kini terlihat sangat menyedihkan.TukLangkah kaki itu terhenti, di depan meja gadis malang yang kini sudah tak sanggup mengangkat wajahnya lagi. Suara bisik-bisik terdengar semakin nyaring ketika mereka melihat Alexandra De Travis meletakan nampan makan siangnya di depan Adriana Spencher dan duduk di sana.“Kau telat berangkat lagi? Aku tak melihatmu di kelas pagi ini.”Sapaan Alexa membuat Adriana membanting alat makannya ke meja dengan keras, “Menurutmu? Apa aku harus datang untuk melihat semua orang menggunjingku di pagi hari?” Putri tunggal keluarga Spencher itu kini membentak Alexa dengan nada tinggi, hingga membuat mereka berdua sukses menjadi
“Bukankah ini agak berlebihan untuk kencan pura-pura?”Alexa memutar bola matanya malas ketika tak mendapatkan jawaban apapun dari lawan bicaranya. Di tengah iringan musik klasik yang mengalun, kini ruangan itu kembali terisi oleh keheningan.Ia kembali menatap pria di depannya, Marc Halley.Lelaki yang dipilihkan oleh keluarganya untuk menjadi calon pendamping selama sisa hidupnya. Astaga, keluarganya memang konyol. Usianya bahkan baru saja menginjak tujuh belas tahun enam bulan yang lalu, tapi mereka sudah cepat-cepat menentukan pasangan masa depannya.Sebenarnya ini bukan merupakan hal baru bagi kalangan pebisnis kelas atas. Para manusia kaya raya itu akan mulai mencarikan pasangan untuk pewaris mereka demi menjalin kerja sama bisnis dengan perusahaan lain agar harta mereka tetap aman. Singkatnya, dirinya dan Marc kini sedang sama-sama digunakan sebagai ‘alat perjanjian’ oleh keluarga mereka sendiri.“Aku hanya tida
“Ah dasar, kau membuatku harus menggunakan heels di tanah berumput seperti ini.” Lelaki itu memandang sepatu putih Alexa yang terlihat kotor oleh noda tanah seketika mereka memijakkan kaki di taman.“Aku akan menggantinya dengan yang baru, sekarang kita harus cepat bersembunyi dulu.” Raphael berjalan cepat ke arah danau kecil yang berada dibalik pohon-pohon taman kota yang cukup rimbun.Alexandra menatap kearah sekelilingnya.Cukup sepi.Yah siapa juga yang mau datang ke danau malam-malam begini? Belum lagi mereka harus berebut oksigen dengan pohon rimbun di sekitar sini. Hanya orang bodoh yang akan melakukannya, dan well mereka lah orang bodoh itu.Keheningan masih setia hadir diantara dirinya dan Raphael. Ia tidak ingin memaksa lelaki itu bicara soal masalahnya, tentu saja karena sepertinya ini cukup serius. Jika tidak, seorang Davis Eusford tidak akan mengirimkan lima buah mobil beserta mata-matanya untu
“Lexa, cepat menjauh!” Gadis kecil yang masih berusaha mendorong pintu mobil itu sama sekali tak menghiraukan ucapan lelaki yang nyaris sekarat di depannya. “Lexa!” “Tidak! Aku tidak akan pergi sebelum mengeluarkanmu dari sini!” BRAK BRAK PRANGG Suara pecahan kaca menggema di dalam terowongan yang sunyi itu. Tangan rapuh milik gadis itu kini sudah berlumuran dengan darah, tapi gadis kecil itu tetap berusaha menyingkirkan kaca yang menghalanginya dengan wajah sembab karena menangis sejak tadi. “Kak! Cepat keluar sebelum tiang itu jatuh! Aku akan menyingkirkan kaca ini lalu-” “Alexandra De Travis!” Bentakan yang keluar dari bibir pria itu membuat Alexa kecil tersentak, namun suara lembut kakaknya kembali terdengar saat mengisyaratkannya untuk segera pergi. “Pergi dari sini sekarang, cari bantuan lalu kembali kes
Seorang pria kini menatap ke arahnya dengan sorot mata menyelidik, “Apa itu benar?” Lelaki itu bertanya. “Aku tidak menemuimu untuk mendengar pertanyaan yang sama seperti ini, Halley.” Lelaki itu tampak menahan rasa kesalnya yang kian meluap. Setelah berhari-hari Alexandra mengabaikan pesan dan teleponnya, Marc memutuskan untuk datang langsung ke kediaman gadis itu memastikan kebenaran rumor yang beredar di Secret. Tapi sepertinya usahanya kali ini sia-sia, gadis itu sama sekali tak berminat menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang pasti. “Komite sekolah sudah mendengar masalah ini, aku yang akan mengurusnya dan memastikan rumor itu segera berakhir besok.” “Berhenti mencampuri urusanku, Marc!” Alexandra bangkit dari duduknya karena kesal, ia tidak mengerti kenapa lelaki ini selalu saja berusaha mencampuri urusannya. Marc membuang mukanya ke arah lain, “Kita akan segera bertunangan Alexa.” Ucapnya mencoba mengingatkan posisi gadis itu.