Share

Bab 25. Sentuh aku, Mas!

Penulis: Ida Andriani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Jadi seperti itu, Dok? Apa tidak ada jalan lain? Apa kemungkinan untuk sembuh itu tidak ada?" Mas Salman memegang erat tanganku saat tengah berbicara dengan dokter yang menangani Ibu.

"Saya minta maaf, Tuan Emir. Rumah sakit di sini sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi sepertinya memang dari pasien sudah tidak berkeinginan untuk hidup."

Aku terus mengeluarkan air mata karena sudah tak mampu membendungnya. Mas Salman langsung memeluk tubuhku bahkan terus mengecup wajahku di depan sang dokter. Aku berpikir mungkin Ibu saat ini sudah merasa tenang meninggalkanku karena perubahan Mas Salman yang sudah benar-benar mencintaiku.

Aku pun masuk ke ruangan Ibu dengan kaki yang lesu. "Buu." Aku mengambil tangan Ibu, lalu mengecupnya dengan deraian air mata karena aku yang begitu merindukan belaian dari tangan Ibu. "Ana rindu, Ibu. Bangun, Bu."

Mas Salman kembali memelukku. "Kamu harus kuat, sayang. Ibu akan bahagia kalau kamu kuat. Begitu pun sebaliknya."

Sungguh, aku begitu bahagia men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   26. Karena doyan

    "An, ibu perhatikan kok kamu seperti tidak semangat begitu? Wajahnya pucet." Ibu mengapit wajahku. "Apa Al tahu ini?" "Tahu apa, Bu?" sahut Mas Salman baru datang dari kantor. "Waalaikum salam," kata Ibu menyindir Mas Salman yang lupa mengucapkan salam. "Astaghfirullah ... maaf Bu, Al lupa." Mas Salman mengecup punggung tangan Ibu lalu mengecup keningku. "Kamu kenapa sayang?" "Loh, kamu enggak tahu, Al?" "Tadi pagi Ana baik-baik saja, Bu." "Buu, Ana tidak apa-apa. Hanya sedikit kurang enak badan." "Kita ke dokter, sayang," tawar Mas Salman langsung khawatir padaku. "Kamu beneran pucat ini." Mas Salman meraba semua bagian wajah dan tubuhku. "Aku tidak apa-apa, Mas." Mas Salman tak menghiraukan ucapanku dan langsung menggendongku menuju mobilnya. Padahal Mas Salman baru pulang dari kantor. Bahkan Mas Salman belum minum apalagi sampai ke dalam kamar, Mas Salman baru sampai di ruang tengah dan langsung berangkat lagi karena khawatir pada keadaanku. Aku mengucap syukur bahagia Ma

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 27. Dua kabar berbeda

    "Selamat ya, sayang. Ibu bahagia sekali." Ibu terus memelukku berkali-kali lalu menoleh pada Ayah yang kini juga terlihat begitu bahagia. "Ayah, sebentar lagi kita akan jadi nenek dan kakek, Ayah." "Iya, Bu. Ayah juga bahagia dan tidak percaya jika kita akan menjadi kakek dan nenek secepat ini. Masalahnya ...." Ayah menoleh pada Mas Salman. "Al, mungkin kami ingin mengadakan syukuran besar-besaran. Ayah sungguh tidak percaya dengan anugerah yang Allah berikan pada kita. Walau pun awalnya kami begitu kecewa padamu, tapi, nyatanya Allah mengganti semua kekecewaan itu dengan memberikan kebahagiaan ini dengan cepat. Ayah sungguh senang, Al." Mas Salman menoleh dan menatapku dengan tersenyum lebar. "Ini semua karena Ana yang sudah mau menerima Al dan menyadarkan Al. Jika saja Ana tidak mau menerima Al kembali, mungkin ini tidak akan terjadi." "Sstttt, jangan pernah katakan itu lagi, Mas. Kamu yang sekarang adalah suamiku yang sempurna." Aku memotong ucapan Mas Salman. "Aku tidak ingin m

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 28. Minta Restu

    "Wah ... alhamdulillah, selamat Kak Ana, Mas Al. Kalian hebat." Akilah ikut bahagia atas kehamilanku. "Jadi, bagaimana? Apa hubungan kalian sudah sampai mana?" tanyaku lagi pada Akilah dan menoleh pada Mas Azzam. Suasana kembali hening. Mas Salman dan Ayah masih belum ada yang bicara. Begitu pun Mas Azzam yang hanya menatap Mas Salman sesekali menoleh padaku dan Akilah. "Ayah, Mas." Suara Akilah pada akhirnya. "Sebenarnya kita ...." "Biar pria itu yang mengatakan maksud dan tujuannya, Kila." Akilah pun menunduk dan meremas lenganku. Aku mengerti perasaan Akilah yang adalah gadis penurut pada kedua pria terhormat di rumah kami. Aku dan Ibu pun merangkul dan hanya mampu mengusap punggungnya untuk menenangkan. Mas Azzam akhirnya bersuara. "Baiklah, Ayah ... sebenarnya, kedatangan saya ke sini adalah untuk melamar Akilah agar hubungan kamu mempunyai status yang jelas. Walau pun kami masih akan menimbang kapan kami akan menikah." Hening. Suasana kembali hening bahkan saat ini jantun

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 29. Kedatangan Santi

    Mas Salman begitu kesal karena aku terus saja menariknya untuk pergi. "An, kamu itu apaan sih?" Mas Salman menghempaskan tanganku. "Kamu yang apaan, Mas? Kenapa kamu bersikap seperti itu? Biarkan mereka juga meraih kebahagiaan mereka. Aku yakin ini memang takdir dan jalan untuk kita agar kita bisa terus saling bersilaturahmi dengan Mas Azzam." Aku meraih tangan Mas Salman. "Pleas, Mas. Aku sendiri begitu merasa bersalah pada Mas Azzam. Dulu, dia yang selalu ada untukku. Tapi, di saat dia terluka aku tidak bisa bersamanya. Bahkan hanya untuk memberikan kata semangat pun aku tidak bisa karena hubungan rumit di antara kita, Mas. Aku sangat berterima kasih pada Akilah karena dia berhasil membuat Mas Azzam bangkit lagi.""Anaa, tapi tidak begitu yang Mas tangkap dari sorot matanya. Dia masih-" Cup! Aku mengecup bibir Mas Salman agar berhenti bicara. "Apa Mas masih takut aku akan berpaling padanya?" Mas Salman memejamkan matanya sedikit luluh. "Aku memang takut dia merebutmu dariku, Ana

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   30. indah pada waktunya

    "Mas, kamu kok enggak pernah hubungi aku? Aku enggak bisa hubungi nomer kamu lagi. Aku mau masuk ke rumahmu juga enggak bisa. Kenapa sih kamu tega banget, Mas?" Aku memalingkan wajah. Merasa malas juga kesal pada ucapan Santi yang sok dekat pada Mas Salman dengan begitu manja. Aku pun mencoba bersikap biasa saja karena tangan Mas Salman memegang tanganku erat. Walau hatiku sesak mengingat kembali hari-hari bagaimana Mas Salman selalu bersama Santi dulu."Sayang, mungkin sebaiknya kamu masuk dan istirahat. Kasian calon anak kita," ucap Mas Salman sembari mengusap lembut perutku yang masih rata. Santi menggelengkan kepalanya. "Mas, Jangan bercanda! Kamu enggak mungkin tega meninggalkan aku yang mencintaimu'kan, Mas?" Mas Sandy terus menggoyang-goyangkan tubuh Mas Salman yang masih berdiri mematung. Aku menghembuskan napas dengan dalam. "Mas, aku masuk duluan." Mas Salman menghentikan langkahku dengan menarik tanganku. "Ana, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak mungkin melakukan kes

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 31. Kebahagiaan Fana

    "Ana, tolong hentikan air mata ini. Aku minta maaf, Ana." Mas Salman terus mengusap dan menyeka air mataku yang terus-menerus mengalir begitu saja. "Mas salah, Mas sudah menyakiti kamu. Hentikan, Ana." Aku berusaha menarik napas dengan begitu dalam untuk menahan air matanya yang terus saja mengalir. "Aku tidak apa-apa, Mas. Aku enggak tahu kenapa ini enggak bisa di tahan air matanya." Mas Salman kembali memelukku dengan erat. Mas Salman merasa bersalah dan menyadari kesalahannya. Aku pun tahu suamiku sudah berubah, tapi beyangan buruk masa-masa menyakitkan itu menderaku tiba-tiba. Mas Salman juga selalu berusaha menunjukkan kepeduliannya padaku. ****"Jadi, bagaimana Kila? Kapan keluarga Azzam datang?" "Minggu ini katanya, Ayah. Mas Azzam kebetulan sudha tidak punya orang tua. Sodara pun pada jauh, paling ke sini sama om dan tantenya." Ayah menganggukkan kepalanya mengerti. "Bu, bagaimana? Apa Ini sudah siap?" "Insya Allah, siap, Ayah. Ibu sebenarnya ingin Ana yang membantu kita

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 32.

    "Ada apa, Mas?" Aku mencoba bertanya dan bersikap biasa saja. "Apa yang terjadi dengan Santi?" Mas Salman menghembuskan nafasnya. "Santi ... sudahlah, An. Aku tidak peduli padanya. Aku takut jika aku mengikuti permainannya, aku takut tersesat lagi." Mas Salman menyimpan kembali handphonenya dan kembali menghampiriku. "Saat ini kamu dan calon anak kita adalah prioritasku." Aku begitu terharu dan semakin percaya pada Mas Salman yang sudah berubah menjadi pria normal. "Terima kasih, Mas." "Untuk apa?" "Untuk perubahan yang Mas lakukan demi rumah tangga kita." Aku menatap Mas Salman yang langsung memelukku. "Aku yang berterima kasih padamu, Ana. Terima kasih karena masih tetap di sisiku," ucapnya mengeratkan pelukannya padaku. ****"Tidak di angkat," ucap Santi dengan nada manjanya."Ck, bodoh! Payah sekali sih kamu," umpat Mas Azzam pada Santi dengan kasar.. "Hih, kenapa kamu terus memaki ku, Mas? Ini semua gara-gara Mbak Ana, dia yang merebut Mas Salman dariku," sahut Santi la

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 33. Rencana selanjutnya

    POV Azzam ... "Aaakhh sial," gerutuku membanting handphone. "Percuma saja aku kerja sama dengan si manusia jadi-jadian itu. Enggak guna juga, semua enggak berhasil. Aaakkgggrr." Aku terus menggusar rambutku dengan kasar setelah mendapat pesan dari Santi. Tentu saja aku merasa marah. Bagaimana tidak, karena dia tidak berhasil membujuk Salman datang dan masuk dalam jebakanku. Mau tidak mau aku pun harus melanjutkan rencanaku untuk memasuki keluarga Salman dengan menikahi adiknya. Aku harus pura-pura bahagia dan pura-pura mencintai wanita yang sama sekali tidak aku sukai karena cintaku hanyalah untuk Ana.Hari ini pun aku menugaskan Santi untuk datang ke kantornya Salman. Karena aku yakin jika di kantor, Santi bisa lebih leluasa membujuk Salman agar kembali padanya. Selain tidak ada Ana, di kantor juga Salman pasti akan lebih menjaga sikap dan wibawanya. Namun, ternyata Santi gagal bertemu Salman, dengan alasan jika Salman tidak datang ke kantor. "Aku harus gerak cepat berarti." Deng

Bab terbaru

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 49. Akhir Cerita

    Aku, Mas Al dan Ibu juga Ayah hanya menatap bingung pada Akilah yang begitu kekeh ingin mempertahankan pernikahannya dengan Mas Azzam. Walau aku tahu mungkin karena besarnya cinta Akilah pada Mas Azzam. Seperti halnya dulu saat Mas Al meminta maaf padaku.Akikah menarik napasnya. "Mas, aku tanya sama kamu. Apa kamu benar-benar tidak bisa mencintaiku, Mas? Aku tahu mungkin cintamu hanya untuk Kak Ana. Tapi, Kak Ana itu istri dari Mas Al. Jika saja kamu bisa menerimaku seperti hal nya Mas Al dulu menerima Kak Ana, insya Allah aku akan memaafkanmu dan menerimamu."Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar penuturan dari Akilah. "Astaghfirullah, Kila.""Kila, putri Ayah, pikirkan baik-baik tentang keputusanmu, Nak." Ayah merangkul Akilah meyakinkan keputusan Akilah.Mas Azzam menatap Akilah. "Kila, apa kamu benar-benar mau memaafkanku?"Semua orang pun menoleh pada Mas Azzam. Ada hati yang tergores mendengar ucapan Mas Azzam karena aku pikir apa yang dilakukan oleh Mas Azzam sungguh j

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 47.

    "Aaarrggghh!" Bugh!Bugh! Bugh! Mas Al memukul Mas Azzam tanpa henti. Amarahnya mungkin sudah tidak bisa ditahannya lagi setelah beberapa menit Mas Al menahannya. Aku dan Akilah pun berusaha untuk menarik tubuh Mas Al karena Mas Azzam semakin babak belur sebab tidak melawan sama sekali. "Mas, hentikan!" Kami menarik tubuh Mas Al dengan sekuat tenaga kami, namun, tenaga Mas Al masih bukan tandingan untuk kami. "Mas, Ku mohon hentikan! Jangan sakiti suamiku, Mas!" Akilah akhirnya menghalangi tubuh Mas Azzam dari depan, sehingga pukulan itu terkena juga pada Akilah. "Aw!" "Kila, astaghfirullah. Hentikan, Mas!" Aku menghalangi Mas Salman. Perlahan Mas Al pun berhenti memukul wajah Mas Azzam. "Aku akan menghabisimu." Bugh! "Akh!" Aku terkena pukulan Mas Al, setelah Akilah kini aku pun terjatuh karena terpukul oleh Mas Al. "Ana." Mas Al segera menghampiriku. "Maaf, sayang."Akilah kembali menghampiri Mas Azzam. "Mas, kamu tidak apa-apa? Kita ke dokter sekarang." Akilah merangkul t

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 46.

    "Mas, kamu kenapa sih? Aku lihat kamu itu murung terus? Ada apa?" Aku mengapit wajah Mas Salman dengan lembut. "Aku mohon jangan ada rahasia diantara kita." Mas Salman menatapku begitu dalam. "Tidak ada, sayang. Aku hanya tidak ingin banyak bicara aja." Aku menatap Mas Salam tak percaya. Setelah semua yang terjadi, aku tahu bagaimana keadaan raut wajah suamiku saat kesal, saat marah dan saat bahagia. Aku yakin Mas Salman menyembunyikan sesuatu dariku. "Ooh. Mas, aku ...." Aku menggantung ucapanku. "Enggak jadi deh." Aku pun beranjak dari duduk, namun, Mas Salman tak membiarkanku pergi dan menarik tubuhku. "Kamu apa, Ana?" tanya Mas Salman yang begitu penasaran karena ucapanku yang tergantung. Aku menarik napas panjang. "Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin menghirup udara sore di balkon," dalihku kembali beranjak, namun, lagi-lagi Mas Salman tak membiarkanku. "Jangan bohong, Ana. Kamu tidak bisa membohongiku." Aku pun kembali menarik napas dan duduk di samping Mas Salman dan mera

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 45. Amarah Mas Salman

    "Aw!" Akilah sedikit terkejut karena tangannya di tarik oleh Mas Azzam. "Ada apa sih, Mas?" Mas Azzam menatap tajam Akilah dengan cekalan tangan yang semakin kuat. "Jika sampai mereka tahu keadaan rumah tangga kita. Itu berarti salah kamu, Kila!" Akilah meringis karena cengkeraman tangan Mas Azzam tidak main-main. "Kamu benar-benar sakit, Mas. Aku pikir pria sepertimu tidak memiliki penyakit seperti itu, tapi nyatanya kamu benar-benar gila." Mendengar cemohan Akilah, tangan Mas Azzam beralih mencengkram dagu Akilah. "Ya, aku memang sakit. Dan itu semua karena Kakakmu, Kila. Jadi, kamu yang harus menanggung akibatnya. Jika aku sakit dan gila karena aku tidak bisa memiliki Ana, maka kamu pun harus merasakan hal yang sama." Akilah kembali merembeskan air matanya, dengan sekuat tenaga Akilah mencoba untuk menghentikan cengkeraman Mas Azzam. "Sakit, Mas, hiks! Kenapa? Kenapa harus aku yang harus menanggung akibatnya? Aku mencintaimu tapi kenapa kamu memperlakukanku seperti ini, Mas? Ji

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 44. Curiga

    Setelah Akilah akhirnya hilang dari pandangan kami, aku dan Mas Al bersiap-siap untuk membereskan barang-barangku. Pandanganku tertuju pada benda pipih yang tergeletak di kursi tempat Akilah tadi. Aku mengambilnya dan benar saja itu adalah handphone milik Akilah."Astaghfirullah, ini handphonenya Akilah ketinggalan, Mas." "Handphone Kila?" "Heem,, ini." Aku memberikan handphonenya itu pada Mas Al."Heeh dasar, masih muda udah pikun!" "Ist, ko gitu amat sih, Mas? He he. Nanti kita mampir dulu aja ke rumah mereka gimana? Kita juga akhirnya enggak jadi ikut antar mereka kan kemaren?"Mas Al terlihat berpikir. "Ya, baiklah." Setelah selesai membereskan barang-barangku, Mas Al membereskan administrasi terlebih dahulu sebelum kami keluar dari rumah sakit. Setelah itu kita pun segera menuju rumah Akilah karena kebetulan letak rumah Akilah lebih dekat dari rumah sakit di banding ke rumahku atau Ibu. Hanya beberapa menit kita pun sampai di rumah baru Akilah. "Assalamualaikum, Bi, Kila ada

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 43. Kembali Cemas

    "Mas, alhamdulillah." Aku segera memeluk Mas Al saat Mas Al datang setelah beberapa jam menghilang. "Kamu ke mana aja, Mas? Aku khawatir." Mas Al memeluk dan mengecupi wajahku. "Maafkan aku, Ana. Aku terlalu lemah dan tidak bisa mengendalikan diriku."Aku mengapit wajah Mas Al. "Aku takut kamu melakukan hal bodoh, Mas."Mas Al menatapku dengan sendu. "Tidak, Ana. Aku tidak akan membiarkanmu menjanda." Aku mengerutkan kening dan sedikit mengerucutkan bibirku. "Apa maksudmu, Mas?"Mas Al tersenyum tipis penuh arti. "Bukankah kamu pikir aku akan melakukan hal bodoh? Kamu pikir aku akan bunuh diri begitu?""Ist, bukan itu. Aku pikir kamu sama Santi ...." Aku menunduk tak sanggup melanjutkan ucapanku. Mas Al menatapku dengan tersenyum getir. Nyatanya tidak hanya bagiku, trauma masa lalu itu tidak mudah bagi Mas Al. Sungguh, luka itu tidak hanya untukku, tapi juga untuk Mas Al. "Maaf, Mas. Maaf aku membuatmu-" Cup!"Kamu tidak salah, sayang. Aku yang salah." Dalam sejenak kami terdiam

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 42. Bagai dicabik-cabik pisau

    "Mas, Al-ku." Santi dengan cepat membuka pintu apartemennya saat tahu Mas Salman menuju ke kamarnya. "Mas Al, aku yakin kamu juga tidak bisa hidup tanpaku," ucapnya lagi dengan merapikan bajunya. Mas Salman terdiam sejenak menatap pintu kamar apartemen Santi. Matanya memejam dengan kepalan tangan yang erat. Entah apa yang membuatnya mengepalkan tangan yang jelas Mas Salman begitu terlihat marah. Ting! tong! "Mas Al." Santi hendak memeluk Mas Salman, namun, Mas Salman menepis tubuhnya hingga terjatuh. "Aw, Mas. Kok kamu dorong aku sih? Kamu jahat deh." "Bangun, Santi! Kamu itu jagoan bukan? Kamu sudah melakukan hal kriminal pada anak dan istriku!" sentak Mas Salman dengan emosinya. Santi menatap Mas Salman dengan sendu. "Apa sih maksudmu, Mas?" Mas Salman menatap Santi dengan sorot mata merah tajam. Tangannya tak bisa lagi menahan amarahnya. Mas Salman menarik tubuh Santi dan mencengkeram kerah baju Santi. "Apa yang kamu lakukan pada istri dan anakku, hah?" Tubuh Santi bergeta

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 41. Murka Mas Salman

    "Berani kamu menyakiti Ana-ku, hah?" sentak Mas Azzam pada Santi dengan tangan mencengkram erat pada leher Santi. Santi meringis matanya pun sedikit terbelalak. "Le-pas-sin!" Mas Azzam semakin mencengkeram leher Santi dengan begitu emosi. Untung saja handphonenya berbunyi. Mas Azzam pun mau tidak mau harus melepaskan cengkraman tangannya dari leher Santi."Uhuk! Uhuk! Hampir saja aku mati." Santi mengusap lehernya yang sakit akibat cengkeraman Mas Azzam. "Ya, bagaimana keadaan Ana, Kila?" ucap Mas Azzam pada sambungan teleponnya. "Baiklah, aku akan segera ke sana." Santi menatap takut pada Mas Azzam. Santi mengangkat wajahnya menatap Mas Azzam sejenak, lalu kembali menunduk karena takut. Mas Azzam masih menatap Santi dengan amarah. "Ini adalah awal peringatan untukmu! Jika sampai terjadi apa-apa pada Ana-ku. Maka aku tidak akan segan-segan untuk membunuhmu, ingat itu!" Mas Azzam beranjak pergi meninggalkan Santi yang masih memegang lehernya yang sakit. "Dasar gila, kalau memang

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 40. Santi berulah

    "Mas, aku jadi pergi ya sama Ibu. Jangan telponin aku terus ya. Nanti enggak jadi-jadi aku berburu diskonnya," ucapku pada Mas Salman, tentu saja membuat semua orang tertawa. "Ha ha, kamu ini, Al. Tenang aja, sekarang kan perginya sama Ibu. Tenang pasti Ibu jagain, iya'kan, Bu?" "He he, iya, Ayah. Siap! Tenang saja kalau soal jaga menjaga dari para pria jelalatan mah, ibu jagonya," ujar Ibu, kembali membuat semua orang tertawa renyah, termasuk Akilah. "Kila, apa Mas Azzam mau berangkat kerja juga?" tanyaku melihat Mas Azzam berjalan ke arah meja makan dengan sudah berpakaian lengkap ke kantor. "Iya, Kak. Katanya jenuh di rumah," ujar Akilah, "oh iya, apa Ayah dan Ibu sudah bilang aku akan pulang ke rumah kami nanti sore?" Aku dan Mas Salman menoleh pada Ayah dan Ibu. "Belum," ucap kami serentak.Ayah memalingkan wajahnya. "Mau bagaimana lagi, Kila? Mereka itu berada di kamar terus, bahkan melebihi kalian yang pengantin baru," ujar Ayah menyindir kamu. Aku pun menunduk malu karen

DMCA.com Protection Status