Ahmad dan Hanum benar-benar terkejut, ternyata uang hasil korupsi dibelikan rumah orang tuanya Dilan. "ayah, minta tolong dong Zia, Ayah bicara sama Mas Nazar, bukankah perusahaan tempat Mas Mas Dilan bekerja, milik Mas Nazar. tolong dong Ayah," Zia kembali memohon sama Ahmad. "Ayah tidak bisa Zia, Maafkan kali ini ayah tidak bisa menolong kamu. wah kamu juga mau bercerai sama Dilan kan. sudahlah sekarang, urus saja perceraian kalian, bukannya Ayah mendukung hal yang tidak baik. tapi ayah perhatikan rumah tangga kamu ribut terus, daripada membuat kepala Ayah sakit," ucap Ahmad sambil meraih kopi yang sudah diletakkan di atas meja. Hanum langsung duduk di samping suaminya, ternyata masalah Zia makin lama makin meruncing. "tapi....." "kamu pakai otak Zia, cinta boleh, bodoh jangan. carilah pria yang benar-benar bertanggung jawab dan tidak banyak bohong. Kamu tahu kan uang yang ayah berikan sama kamu itu tidak sedikit! sekarang sudah tentu kalian tidak bisa mengganti uang itu,"
tiba-tiba Zia memanggil Nazar, Zia langsung memberikan senyuman manis sama Nazar."Zia benar-benar tidak menyangka, kalau kakak ipar Zia kaya raya. Zia jadi ikut senang deh," entah apa maksud ucapan Zia.Hanum langsung menyenggol lengan Zia, yang menurutnya tidak sopan dengan perkataan anak bungsunya. mata Ahmad melotot ke arah Zia, Ahmad ikut malu dengan tingkah Zia. Nazar langsung tersenyum ke arah Zia."ya inilah hasil dari memunguti barang bekas. bukannya kamu tahu, kakak ipar kamu ini hanya seorang pemulung," Nazar sengaja menyindir adik iparnya. "tapi pemulung kaya raya," tukas Zia sambil tetap tersenyum ke arah Nazar."bukannya kamu dulu malu, mempunyai kakak seorang pemulung," Nazar kembali menyindir adiknya. wajah Zia langsung terlihat merah menahan malu. rupanya Nazar ingin memberikan sedikit pelajaran sama adik iparnya, yang suka menyakiti hati Zahra.di ruang makan. "Mbok, Maaf merepotkan ya," ucap Zahra yang merasa tidak enak. "tidak apa-apa kan nyonya, sekalian ini
POV Zahra tingkah Zia benar-benar sangat menyebalkan, aku sebagai kakaknya cuma bisa menahan emosi dalam hati. Aku punya adik benar-benar tidak pernah bersyukur, apapun yang didapatnya selalu kurang dan kurang. aku mendengar kembali Zia berbicara. "nah ini makanan orang kaya, apa sih rumah semewah dan semoga ini makannya cuma makanan kambing. sayur itu kan banyak rumputnya," celetuk Zia asal.aku sudah tidak bisa menahan malu di depan suamiku sendiri, aku menundukkan kepala. begitu pula dengan ayah dan ibuku, sepertinya mereka sudah tidak punya malu di depan Mas Nazar."makanan kambing juga enak lho, bahkan bikin kita awet muda," aku dengar Mbok Minah ikut berbicara. "alahhh, orang bodoh saja yang suka makan rumput. seperti kalian ini nih, kebanyakan makan rumput, pekerjaannya hanya Jadi seorang ba****u," terlihat Zia mengambil 3 potong daging rendang. wajah Mas Nazar kulihat biasa-biasa saja, tidak terlihat emosi sedikitpun, tapi entahlah di dalam hatinya. Aku cepat-cepat mengua
POV Zahra. Aku benar-benar kesal dengan tingkah adikku, dia rupanya mencari perhatian sama Mas Nazar. aku sampai kesal melihat tingkah dia yang sudah keterlaluan. selama ini aku tidak pernah melawan adikku, karena aku ingin dia itu sadar, bahwa akulah kakak satu-satunya yang menyayangi dia. tapi sikap adikku masih seperti itu. malah aku dengar adikku mengambil sejumlah uang dari lemari ibu, yang dipakai untuk pergi hilang bersama teman-temannya.aku juga mendengar, kalau suaminya melakukan korupsi di perusahaan tempat Dilan bekerja. sungguh miris melihat hidup adikku seperti ini. padahal pesta pernikahannya mewah bukan main. sampai-sampai suaminya berhutang sana-sini demi pesta pernikahan mewah itu. aku benar-benar kasihan sama kedua orang tuaku, yang selalu dipusingkan dengan masalah Zia. aku sempat kaget melihat kedatangan adikku bersama ayah dan ibu. mataku melebar saat melihat penampilan Zia yang memakai baju seksi. belahan dada yang sangat rendah, dan rok mini mana di bela
"eh, bukan siapa-siapa," jawab Nazar gelagapan. Zahra yang tiba-tiba muncul sambil membawa makanan kecil buat Nazar."oh, kirain," setelah meletakkan makanan itu, Zahra langsung pergi meninggalkan mereka berdua. bagi Zahra rasanya tidak sopan ikut ngobrol bersama mereka. Budi dan Nazar sedang membahas masalah pekerjaan, juga masalah Dilan yang sudah mengundurkan diri. "Mungkin dia merasa perusahaan itu miliknya sendiri. maklumlah, bos kan suami dari kakak iparnya.""seharusnya tidak begitu, padahal kinerja Dilan bagus, aku juga mendapatkan informasi dari direktur.""tuntutan hidup dia terlalu banyak, istri dan kedua orang tuanya menuntut Dilan, untuk memenuhi gaya hidup mereka.""oh ya, tapi sudahlah. bagaimana proyek yang di Kalimantan?" "berjalan seperti biasa Bos, ada yang coba-coba curang, langsung out saja.""tumben sadis?""belajar.""dari?""Bos.""siapa?""bos.""benarkah?"mereka berdua akhirnya tertawa terbahak-bahak, betapa bahagianya hati Budi. perubahan perubahan Nazar
"Maafkan aku Naima, bilang aku lancang mengeluarkan isi hatiku. jujur saja, Aku sudah lama menyimpan rasa ini. tapi aku takut mengungkapkan semuanya."wajah Budi terlihat serius, sedangkan Naima menundukkan kepalanya, hatinya berdebar kencang. entah perasaan apa yang sedang dirasakan Naima saat ini. "Apakah kamu menerima cintaku?" tanya Budi. Naima mengangkat kepalanya, manik bola matanya terlihat menatap ke arah Budi. Naima tersenyum manis."aku tidak mau berangan-angan tapi terlalu jauh. Mas Budi sudah memberikan perhatian yang lebih terhadapku, aku sudah merasakan apa yang buat Budi rasakan," ucap Naima.hati Budi langsung berbunga-bunga, yang tadinya masih kuncup, sekarang bunga-bunga Cinta sudah mulai bermekaran di dalam hatinya. saat Budi meraih jemari tangan lentik Naima. tiba-tiba Naima menjauhkan jari tangannya. "belum halal Mas, kalau sudah halal mau dipegang apapun bebas," ucap Naima sambil terkikik.Budi buru-buru menarik tangannya, merasa malu dengan ucapan Naima."ka
Mata Nazar langsung melebar saat melihat penampilan adik iparnya. Nazar buru-buru membuang mukanya ke samping. bagi Nazar itu pemandangan sangat memuakan sekali. Zia terlihat berjalan lenggak-lenggok mendekati mereka berdua. Zahra menata penampilan adiknya sampai tidak berkedip. "hai kak Zahra," sapa Zia sambil melambaikan tangannya. Nazar dan Zahra malah saling melempar pandangan, mereka benar-benar heran melihat penampilan Zia seperti itu. "kok bengong sih kak Zahra? bagaimana penampilanku Kak?" tanya Zia sambil memutar badan. "ba__bagus," jawab Zahra terbata-bata."tentu dong, Aku sengaja datang ke sini tanpa memberitahu kak Zahra sama Mas Nazar," ucap Zia yang langsung berdiri di samping Nazar.tangan Zia langsung melingkar di lengan Nazar tanpa rasa malu sedikitpun. Zahra risih melihat pemandangan seperti itu." apa yang sebenarnya Zia inginkan?" tanya Zahra dalam hati."kak, bagaimana kalau aku tinggal di sini. aku bantu kakak merawat Mas Nazar, aku merasa kasihan sekali
Mbok Minah langsung menoleh ke arah sumber suara, ternyata Naima sudah berdiri di Mbok Minah. Naima langsung memeluk Mbok Minah, sepertinya anak itu setiap ketemu selalu memeluk asisten rumah yang sudah lama mengabdi di keluarganya. "nduk, sepertinya sedang mendapat kebahagiaannya?" tebak Mbok Minah, karena melihat wajah Naima berbinar. "ah si mbok bisa saja bicara," jawab Naima lalu melepaskan pelukannya, lalu menyalami Sari dan Nani. "Mbok bikin apa sih? harum banget?" tanya Naima sambil menatap penggorengan. "ini, Sari dan Ani pingin makan camilan yang manis-manis," jawab Mbok Minah "semanis diriku ya?" seloroh Naima. "tentu," sahut mbok Minah. Naima dan Nazar selalu bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua. meskipun mereka hanya seorang pelayan di rumahnya. tapi kedua orang tua Naima selalu mendidik adab dan sopan. begitu pula dengan Nazar, selalu menghormati orang-orang yang lebih tua usianya. walaupun kadang beda pendapat dan beda pemahaman. "Mas Nazar