"pak Dilan, Maaf sebelumnya saya menegur anda. saya mendapatkan laporan kalau Pak Dilan kemarin memakai uang perusahaan," kata direktur perusahaan."iya, Memangnya kenapa? ini perusahaan milik kakak iparku. jadi tidak masalah Aku menggunakan uang perusahaan kan," Dilan sepertinya tidak terima ditegur. "Maaf bukannya begitu Pak, masalah perusahaan jangan disangkut pautkan dengan masalah pribadi. saya sebagai pimpinan di sini, tentunya harus memberikan laporan yang akurat terhadap pimpinan tertinggi perusahaan. Saya hanya direktur, yang menjalankan perintah dari atasan saya," tukas direktur itu lagi."iya, saya tahu. Bapak di sini direktur, Tapi bapak bukan tidak ada hubungan kekeluargaan dengan pimpinan tertinggi perusahaan. siap-siap saja Bapak dicopot dari jabatan bapak. karena sebentar lagi saya akan menggeser kedudukan bapak," ucap Dilan percaya diri sekali. sang direktur masih tersenyum ramah, direktur sudah tahu karakter Dilan itu bagaimana, bahkan Dilan sempat meminjam uang ke
Hanum benar-benar gerah melihat keduanya. mereka berdua tidak tahu malu, sampai berciuman di depan Hanum dan Ahmad. "dasar tidak punya akhlak dan Adab!" geram Hanum. usia mereka sudah tua, tingkah laku bagaikan ABG. mungkin inilah yang disukai pak dek Seno dari Mirna. yang selalu tampil modis dan selalu mengikuti mode. "baiklah kalau begitu kami pulang dulu, kami sudah tenang bisa menemukan Pakde Seno di sini," ucap Ahmad langsung berpamitan. "ayo bu kita pulang," ajak Ahmad. Hanum langsung mengekor di belakang suaminya, emang sejak tadi Hanum ingin buru-buru cepat pulang. karena sudah tidak nyaman melihat tingkah Mirna dan Pakde Seno. "dasar tua-tua keladi, sungguh tidak tahu malu mereka berdua itu," Hanum ngomel-ngomel di dalam mobil. Ahmad tersenyum geli melihat tingkah istrinya. mulut Hanum tidak berhenti ngomel. "kenapa sih ayah senyam senyum?" tanya Hanum kesal. "lucu saja melihat tingkah ibu, dari tadi ngomel-ngomel terus," jawab Ahmad. "habisnya kakak kamu it
"Ayah minta uang," ayah Dilan mengangkat tangannya ke hadapan Dilan."aduh, Memangnya uang yang kemarin Dilan kasih sudah habis ya?" tanya Dilan."iya, uang segitu mah habis buat beli dua bungkus r****k," jawab ayah Dilan. hati Dilan keberatan, tapi harus bagaimana, Dilan akhirnya mengeluarkan uang dari saku celananya. kedua orang tua Dilan sekarang sudah menempati rumah yang diberikan Dilan, uang hasil dari korupsi perusahaan Nazar. Dilan tidak menyadari bila suatu hari nanti dirinya akan kena masalah besar. "ibu tahu nggak? kalau perusahaan tempat Dilan sekarang bekerja milik suami Kak Zahra," ucap Dilan yang duduk di hadapan ibunya. "hah! kamu jangan bercanda Dilan," Ibu Dilan tidak percaya. "buat apa Dilan bohong. Dilan juga baru tahu kemarin, kan sekarang Mas Nazar sedang dirawat di rumah sakit. Dilan sama pimpinan perusahaan datang ke rumah sakit untuk menengok Mas Nazar," ucap Dilan."loh Memangnya kenapa si Nazar itu?" "nggak tahu sih cerita yang sebenarnya, pokoknya Mas
ternyata kedatangan Nazar disambut sama penghuni rumah. para asisten rumah langsung menyalami Nazar. mereka sangat bersyukur karena majikannya sudah sembuh seperti sedia kala. "kami sudah menyiapkan sesuatu buat Mas Nazar. ayo segera kita masuk ke dalam," ajak Naima.kursi roda langsung didorong masuk ke dalam rumah, Zahra berjalan di samping Nazar. saat masuk ke dalam rumah, mata Nazar langsung melebar ternyata Naima menghias ruangan dengan tulisan" selamat datang kembali kakakku". belum lagi makanan yang sudah tersedia di meja yang cukup besar.Zahra benar-benar terharu, ternyata Naima memberikan perhatian yang begitu besar. Zahra langsung memeluk adik iparnya. "Terima kasih Naima, ternyata kamu memberikan perhatian lebih sama mas Nazar. Apakah kamu yang menyiapkan semua ini?" tanya Zahra sambil melepaskan pelukannya. "iya Mbak, sebagai bentuk rasa syukur saya, kesembuhan Mas Nazar. jujur saja saya sempat sedih, saat Mas Nazar dibawa ke rumah sakit dengan kondisi yang sangat para
dengan langkah gontai, Dilan berjalan keluar dari ruangan direktur. ternyata Dilan memilih mengundurkan diri daripada harus berurusan dengan pihak kepolisian. "anda sudah ketahuan bersalah Pak Dilan. Saya mempunyai dua pilihan untuk anda, dan ingat! Saya hanya menjalankan tugas dari pimpinan saya. walaupun saya tahu pimpinan tertinggi perusahaan ini saudara Pak Dilan sendiri. saya memberikan dua pilihan sama Pak Dilan. masuk ke dalam penjara atau mengundurkan diri dari perusahaan?" ucap direktur itu dengan tugas. Dilan diam, karena memang bukti-bukti sudah ada di tangan direktur perusahaan. bahwa Dilan telah menyalahgunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Dilan langsung berjalan menuju parkiran, beberapa pasang mata karyawan melihat ke arahnya, hati mereka bertanya-tanya terus. pupus sudah harapan Dilan untuk menjadi pimpinan tertinggi di perusahaan milik kakak iparnya. "Dilan!" tiba-tiba Adi memanggil Dilan. Dilan langsung menoleh, senyuman hambar terlihat di bib
Ahmad dan Hanum benar-benar terkejut, ternyata uang hasil korupsi dibelikan rumah orang tuanya Dilan. "ayah, minta tolong dong Zia, Ayah bicara sama Mas Nazar, bukankah perusahaan tempat Mas Mas Dilan bekerja, milik Mas Nazar. tolong dong Ayah," Zia kembali memohon sama Ahmad. "Ayah tidak bisa Zia, Maafkan kali ini ayah tidak bisa menolong kamu. wah kamu juga mau bercerai sama Dilan kan. sudahlah sekarang, urus saja perceraian kalian, bukannya Ayah mendukung hal yang tidak baik. tapi ayah perhatikan rumah tangga kamu ribut terus, daripada membuat kepala Ayah sakit," ucap Ahmad sambil meraih kopi yang sudah diletakkan di atas meja. Hanum langsung duduk di samping suaminya, ternyata masalah Zia makin lama makin meruncing. "tapi....." "kamu pakai otak Zia, cinta boleh, bodoh jangan. carilah pria yang benar-benar bertanggung jawab dan tidak banyak bohong. Kamu tahu kan uang yang ayah berikan sama kamu itu tidak sedikit! sekarang sudah tentu kalian tidak bisa mengganti uang itu,"
tiba-tiba Zia memanggil Nazar, Zia langsung memberikan senyuman manis sama Nazar."Zia benar-benar tidak menyangka, kalau kakak ipar Zia kaya raya. Zia jadi ikut senang deh," entah apa maksud ucapan Zia.Hanum langsung menyenggol lengan Zia, yang menurutnya tidak sopan dengan perkataan anak bungsunya. mata Ahmad melotot ke arah Zia, Ahmad ikut malu dengan tingkah Zia. Nazar langsung tersenyum ke arah Zia."ya inilah hasil dari memunguti barang bekas. bukannya kamu tahu, kakak ipar kamu ini hanya seorang pemulung," Nazar sengaja menyindir adik iparnya. "tapi pemulung kaya raya," tukas Zia sambil tetap tersenyum ke arah Nazar."bukannya kamu dulu malu, mempunyai kakak seorang pemulung," Nazar kembali menyindir adiknya. wajah Zia langsung terlihat merah menahan malu. rupanya Nazar ingin memberikan sedikit pelajaran sama adik iparnya, yang suka menyakiti hati Zahra.di ruang makan. "Mbok, Maaf merepotkan ya," ucap Zahra yang merasa tidak enak. "tidak apa-apa kan nyonya, sekalian ini
POV Zahra tingkah Zia benar-benar sangat menyebalkan, aku sebagai kakaknya cuma bisa menahan emosi dalam hati. Aku punya adik benar-benar tidak pernah bersyukur, apapun yang didapatnya selalu kurang dan kurang. aku mendengar kembali Zia berbicara. "nah ini makanan orang kaya, apa sih rumah semewah dan semoga ini makannya cuma makanan kambing. sayur itu kan banyak rumputnya," celetuk Zia asal.aku sudah tidak bisa menahan malu di depan suamiku sendiri, aku menundukkan kepala. begitu pula dengan ayah dan ibuku, sepertinya mereka sudah tidak punya malu di depan Mas Nazar."makanan kambing juga enak lho, bahkan bikin kita awet muda," aku dengar Mbok Minah ikut berbicara. "alahhh, orang bodoh saja yang suka makan rumput. seperti kalian ini nih, kebanyakan makan rumput, pekerjaannya hanya Jadi seorang ba****u," terlihat Zia mengambil 3 potong daging rendang. wajah Mas Nazar kulihat biasa-biasa saja, tidak terlihat emosi sedikitpun, tapi entahlah di dalam hatinya. Aku cepat-cepat mengua