Beranda / Romansa / RAHASIA TIGA HATI / Bab 3 Biar Dia Pergi

Share

Bab 3 Biar Dia Pergi

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-14 23:37:29

RAHASIA TIGA HATI

Part 3 Biar Dia Pergi

"Apa-apaan kalian. Ini kantor bukan kamar?" Bu Rika berkata dengan tatapan marah dan benci pada menantunya.

Livia menarik diri dari rangkulan sang suami.

"Nggak tau tempat dan situasi ya kalian. Kamu juga nggak sadar posisi, Livia. Di kantor kamu dan Bre sebagai apa. Nggak punya attitude." Omelan menyembur dengan angkuhnya dari mulut Bu Rika.

"Ma, kami nggak melakukan apapun yang memalukan. Livia istriku," bantah Bre.

"Maaf, saya permisi dulu. Hari ini saya akan memastikan semua pekerjaan dan tanggungjawab saya selesai, Pak Bre. Besok saya sudah nggak ngantor lagi. Permisi!" Livia berkata dan mengangguk sopan pada atasannya.

Bu Rika terkejut mendengar ucapan Livia. "Maksudmu apa?"

"Saya resign, Bu Rika. Permisi."

"Tunggu, Liv!" Bre menahan Livia yang hampir menggapai pintu. "Aku nggak ngizinin kamu berhenti kerja."

"Saya punya hak untuk resign ketika rasa nyaman sudah tidak ada lagi dalam lingkup pekerjaan saya. Anda tidak berhak mencegah saya, Pak Bre," jawab Livia formal.

"Nggak bisa. Di sini kamu ikut aturanku."

"Biarkan kalau dia ingin berhenti. Masih banyak staf yang lebih potensial dari Livia," sahut Bu Rika.

Livia segera membuka pintu dan pergi dari sana. Bersikap seperti tidak terjadi apa-apa di hadapan para staf lainnya. Meski hatinya tersayat-sayat. Mama mertua yang ia anggap sebagai pengganti ibunya, tidak seperti yang ia harapkan selama ini.

Pura-pura bahagia dan baik-baik saja itu sungguh menyiksa. Padahal para karyawan juga pada tahu bagaimana hubungan Livia dengan keluarga mertuanya. Nyaris staf yang menginginkan kenaikan jabatan, yang mencari muka, berpihak pada keluarga Bre dan turut menjaga jarak darinya. Namun staf rendahan yang jujur dan tidak suka menjilat, jatuh iba padanya. Walaupun begitu mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa, selain diam. Karena mereka juga sangat butuh pekerjaan. Membela Livia tidak ada untungnya.

Dengan perasaan campur aduk, Livia meneliti pekerjaan yang harus diselesaikannya. Dia tidak boleh pergi meninggalkan tanggungjawab.

Kenny yang hendak ke ruangan Fery memperhatikan Livia dengan perasaan bersalah. Tapi juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Ketika tengah fokus meneliti laporan di layar laptop, sekretaris Bre menghampiri sambil membawakan setumpuk berkas.

"Ini apa?" tanya Livia.

"Pak Bre, menyuruh Bu Livia untuk memeriksa dokumen ini sebelum di arsipkan."

"Nggak bisa. Ini bukan tugasku. Aku staf keuangan di sini. Lagipula besok aku sudah resign," jawab Livia tanpa menatap Tina, sekretaris Bre. Dia kembali fokus pada layar bening di hadapannya.

Gadis itu terkejut dengan pengakuan Livia yang hendak berhenti kerja. "Tapi Pak Bre yang menyuruh saya mengantarkan berkas ini pada, Bu Livia."

"Saya nggak peduli. Bilang sama Pak Bre kalau saya menolak tugas darinya."

Tina diam mematung. "Kamu kembalikan atau biarkan saja di situ dan nggak akan aku kerjakan."

Akhirnya Tina membawa berkas itu pergi. Livia hanya melirik sekilas punggung Tina yang menjauh. Dia tidak peduli dan takut sekarang. Meski di kiri kanan, banyak telinga menajamkan pendengaran.

Jika bicara tentang cinta, tidak ada orang yang ingin berpisah dari insan yang sangat dicintainya. Namun bertahan dalam keadaan tidak dihargai, juga bukan pilihan yang tepat. Dia mencintai Bre semenjak mereka duduk di bangku kuliah. Usia mereka selisih tiga tahun.

"Livia, kamu tahu apa tugas seorang staf?" Tiba-tiba saja Bre sudah berdiri dan mengagetkan istrinya.

"Tugas staf mematuhi instruksi dari atasannya. Kenapa kamu menolak perintahku," lanjut pria yang memakai kemeja warna abu-abu dan menatapnya lekat.

"Pak Bre, jangan lupa. Beberapa bulan yang lalu posisi saya sebagai sekretaris Pak Bre sudah diganti dengan Mbak Tina. Saya bekerja di bawah perintah Bu Kenny sekarang ini."

"Aku atasan kalian dan kamu nggak bisa menolak perintahku. Hari ini kamu masih staf di sini."

Livia melepaskan mouse di tangannya dan fokus menatap sang suami. Ini hanya alasan Bre saja supaya ia tidak bisa resign seperti rencananya.

"Oke, saya akan mengerjakan dan menyelesaikan hari ini juga. Besok saya bukan lagi karyawan di sini." Livia bangkit dari duduknya untuk menghampiri Tina dan meminta berkas tadi agar diberikan padanya.

Semua telinga menajamkan pendengarannya, karena mata mereka tidak berani memandang apa yang terjadi antara bos dan istrinya.

Setelah berkas di antar, Livia fokus untuk menyelesaikan. Rupanya tidak hanya setumpuk, tapi Tina mengirimkan setumpuk lagi. Melihat itu Livia ingin menangis. Namun ia tahan setengah mati agar jangan sampai menumpahkan air mata.

Kenapa Bre begitu kejam padanya. Semenjak ia menyetujui perceraian yang diucapkan mama mertuanya malam itu, membuat Bre marah pada Livia. Namun apa arti pertemuan dengan keluarga Agatha waktu itu. Bukankah Bre pun ada di sana?

Ketika tengah melamun, asisten Bu Rika menghampiri. "Bu Livia, ditunggu ibu di ruangannya."

Tanpa menjawab, Livia segera berdiri dan masuk ruangan mama mertuanya.

"Saya senang kamu mengundurkan diri." Baru masuk ruangan, Livia langsung disambut perkataan demikian oleh ibu mertuanya. "Saya harap, pertimbangkan juga untuk berpisah dari putra saya. Saya nggak ingin anak saya hidup dengan anak seorang pecundang seperti ayahmu."

Darah Livia mendidih mendengar kalimat terakhir mertuanya. "Ayah saya tidak seperti itu. Itu semua fitnah untuk menghancurkan keluarga saya."

Bu Rika tersenyum sinis. "Semua sudah terbukti, nggak usah kamu membela diri. Saya menyesal membiarkan Bre menikah denganmu. Kamu tinggalkan perusahaan, kamu tinggalkan juga rumah saya."

Netra Livia berkaca-kaca mendengar kalimat menyakitkan dari seorang ibu. "Jangan khawatir, Bu Rika. Saya kabulkan permintaan Anda. Permisi."

Livia kembali ke meja kerjanya dengan hati hancur untuk kesekian kalinya. Namun sekuat hati, ia menahan diri agar tidak menunjukkan kerapuhan itu dihadapan banyak orang.

***L***

"Liv, kamu nggak makan dulu." Bre kembali berdiri di hadapannya waktu break istirahat dan makan siang.

Wanita itu menggeleng.

"Kutunggu di ruanganku. OB akan membawakan makananmu ke sana." Selesai bicara Bre melangkah kembali ke ruang pribadinya. Saat itu ruangan memang sepi karena para staf tengah istirahat. Hanya Livia yang tersisa.

Namun hingga beberapa menit kemudian, Livia tidak kunjung menyusul. Bre kembali ke luar menghampiri. "Kamu mau aku suapi di sini?" kata Bre jengkel.

"Saya nggak ingin dianggap tidak memiliki attitude, Pak Bre. Saya bisa makan sendiri nanti," jawab Livia dengan nada formal dan terus fokus memilah berkas.

Bre menghela nafas panjang. Ternyata Livia tidak menyerah dan benar-benar ingin pergi meninggalkan perusahaan. Ia sebenarnya juga menyadari, kalau perlakuan keluarganya sudah kelewat batas pada istrinya. Namun ia pun meyakini kalau ayah mertuanya yang selama ini bermain curang dalam berbisnis.

Livia terus bekerja tanpa mempedulikan Bre yang berdiri di depannya.

"Kamu benar-benar ingin berhenti?"

"Ya," jawab Livia singkat. Nanti kalau sudah di rumah, ia akan memberitahu apa yang diucapkan mama mertuanya tadi.

"Kamu dapat pekerjaan di mana?"

Diam. Livia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu, karena sebenarnya dia belum mendapatkan pekerjaan di tempat lain. Namun ia yakin, Alan pasti bisa membantunya.

"Liv, kenapa diam?"

"Pada akhirnya nanti kamu akan tahu, Mas. Maaf, jangan ganggu aku. Biar kuselesaikan pekerjaan ini."

"Alan yang membantumu mendapatkan pekerjaan itu?" Bre terus mengejar pertanyaan sampai ia mendapatkan jawaban. Namun Livia tidak menjawabnya.

Orang yang paling dekat dengan sang istri adalah Alan dan Dina. Kalau Dina jelas tidak mungkin karena dia ibu rumah tangga yang hanya membantu ibunya mengelola toko roti. Sudah pasti Alan yang membantu Livia.

Bre pergi dengan perasaan kecewa. Sedangkan Livia terus fokus bekerja meski pikirannya ke mana-mana. Bagaimana caranya menjelaskan tentang kondisi rumah tangganya sekarang. Ia takut ayahnya akan kambuh lagi.

"Liv, kamu nggak pulang?" tanya Kenny yang menghampirinya sore itu. Ketika ruangan sepi karena para pekerja sudah pada pulang.

"Pekerjaanku belum selesai, Mbak."

"Kamu serius mau berhenti kerja?"

Livia mengangguk. Kenny kemudian melangkah pergi. Namun tidak lama kemudian kembali sambil membawakan burger dan teh manis. "Makanlah dulu, sejak tadi kamu nggak beranjak dari meja kerjamu."

"Makasih. Mbak, sudah repot-repot belikan aku makanan."

Kenny menarik satu kursi dan duduk di hadapan Livia.

"Apa rencanamu setelah berhenti dari sini?"

"Mencari pekerjaan lain."

"Keadaan akan semakin rumit, Liv. Kamu bekerja di lain tempat, tapi kamu masih tetap tinggal di rumah mama."

"Aku akan pulang ke rumah ayahku, Mbak."

Kenny terkejut.

"Aku tahu, keluarga telah merencanakan sesuatu yang besar di belakangku. Aku juga tahu kalau hari Sabtu kemarin kalian nggak pergi ke Madiun." Ucapan Livia membuat Kenny kembali terkesiap. Livia tahu dari mana, tidak mungkin Bre yang cerita.

"Liv, jangan bercerai," ucap Kenny pelan.

"Apa yang Mbak tahu dan tidak kuketahui?"

"Tanyakan pada Bre. Mbak pulang dulu." Wanita itu bergegas meninggalkan Livia sendirian. Ia pun khawatir kalau Fery akan memergokinya bicara dengan Livia selesai meeting nanti.

Sikap wanita itu membuat Livia makin yakin kalau ada rahasia besar yang mereka sembunyikan. Benarkah antara Bre dan Agatha hari Sabtu kemarin lamaran. Kalau benar terjadi, kenapa Bre tidak menyetujui untuk bercerai dengannya. Jadi tidak perlu sembunyi-sembunyi seperti ini.

Berulangkali Livia menarik napas dalam-dalam untuk melonggarkan pernapasan. Orang lain melihatnya begitu tangguh, tapi yang sebenarnya perasaan telah remuk redam. Dia menahan semuanya agar sang ayah tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Livia tidak ingin ayahnya kembali mengalami tekanan batin yang akan membahayakan kesehatan dan keselamatannya.

Sesekali ia bercerita pada Alan atau Dina. Hanya pada mereka berdua, Livia bisa terbuka menceritakan kemelut yang dialaminya.

Namun esok atau lusa, sang ayah pasti curiga kenapa ia pulang membawa pakaiannya. Pada akhirnya akan tahu apa yang ia sembunyikan selama ini. Livia cemas. Sebelum ayahnya diberitahu, lebih baik ia konsultasi dulu dengan dokter Pasha. Untuk memastikan kondisi ayahnya benar-benar siap menerima kenyataan yang akan diungkapkannya.

Livia mengeluarkan ponsel dari laci meja kerja. Menghubungi dokter Pasha.

"Assalamu'alaikum, Livia." Dokter itu langsung mengangkat teleponnya.

"Wa'alaikumsalam, Dok. Maaf, kalau saya menganggu."

"Ada apa? Apa ada masalah dengan Pak Rosyam?"

"Nggak, Dok. Ayah saya baik-baik saja. Saya ingin menemui dokter besok. Tapi kalau dokter Pasha tidak sibuk."

"Oh, mau ngajak saya breakfast?"

Livia tertawa. Dokter di seberang juga tertawa renyah.

"Saya ingin konsultasi mengenai ayah saya, Dok."

"Oke. Pagi ya, sebelum saya berangkat ke rumah sakit."

"Iya."

"Oke, saya tunggu besok pagi jam tujuh."

"Makasih, Dokter. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Sebelum memberitahu, memang lebih baik ia konsultasi dulu dengan dokter yang paham betul bagaimana psikologis ayahnya sekarang ini.

Bre yang baru selesai meeting kaget melihat Livia sendirian, masih sibuk di meja kerjanya. Jadi istrinya belum pulang?

Next ....

Komen (19)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
kok ada mertua kayak itu sih
goodnovel comment avatar
Nova Vaw
apakah ada saham livi,,kk ipar kam bkn aku greget
goodnovel comment avatar
Fhyra fira
kok sayaa emosi sama brey
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 4 Pergi

    RAHASIA TIGA HATI- Pergi "Kamu menungguku?" Bre menghampiri Livia."Aku menyelesaikan pekerjaanku.""Sudah jam berapa ini? Kita pulang sekarang." Bre meraih lengan Livia."Aku sedang menyelesaikan pekerjaanku. Kalau Mas ingin pulang, silakan pulang lebih dulu. Nanti aku bisa pulang sendiri.""Bisa dikerjakan lagi besok.""Besok aku sudah tidak bekerja di sini lagi," jawab Livia, tangannya terus bekerja. Ia tidak peduli perutnya yang sudah menjerit-jerit minta asupan makanan."Kamu keras kepala."Livia tidak menanggapi. Siapa yang mengajarinya seperti ini, kalau bukan sikap dari keluarga suaminya. Dia sudah berusaha menjadi menantu yang baik selama ini. Namun mama mertuanya tega mengatai kalau ayahnya seorang pecundang dan benalu yang membebani hidup Bre. Mereka sudah melupakan, siapa orang yang membantu mereka bangkit dari keterpurukan. Dan sekarang terang-terangan meminta Bre menceraikannya."Aku nggak ngizinin kamu resign."Livia tidak peduli dengan ucapan Bre."Kita pulang sekara

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 5 Talak

    RAHASIA TIGA HATI- Talak "Aku bisa merujukmu."Livia tertawa. "Mas kira cerai dan rujuk itu bisa dibuat candaan. Sebentar bilang cerai sebentar bilang rujuk. Kalau cerai, cerai saja, Mas. Rumit hubungan kita. Sedikit saja Mas nggak bisa membelaku dan ayahku saat keluargamu menghina kami. Itu berarti, Mas pun setuju dengan penghinaan mereka yang merendahkan keluargaku."Bre menghela nafas panjang. Dia lupa kalau Livia bukan perempuan yang gampang sekali diperdaya. Waktu masih kuliah dulu, dia cewek yang lembut, tapi keadaan yang menimpa keluarga membuatnya berubah menjadi perempuan yang tegas."Liv."Livia sudah mematikan panggilannya. Bre kembali menghubungi tapi tidak di angkat. Beberapa pesan dikirim tapi juga diabaikan. Perasaannya kalang kabut. Ingat bagaimana dia begitu ceroboh memberikan ancaman pada Livia tentang talak. Dipikirnya, Livia tidak akan pergi karena apapun yang terjadi selama ini, Livia bertahan di sampingnya.Bre mondar-mandir di ruangannya. Denting suara pesan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-18
  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 6 Keributan Sore Itu

    RAHASIA TIGA HATI- Keributan Sore Itu Livia terkejut begitu juga dengan Bre. Ia tidak menyangka bertemu wanita yang ingin dicarinya di sana. Niatnya tadi ingin menemui Alan untuk menanyakan keberadaan Livia. Justru bertemu wanita itu yang baru keluar dari rumah Alan.Bre turun dari mobil dan melangkah menghampirinya. Rasa kaget tadi berubah menjadi tampang curiga di wajah lelaki tampan itu. "Kenapa Mas di sini?" tanya Livia."Kamu kabur ke rumah Alan?" Bukannya menjawab, Bre berbalik tanya. Mereka saling menatap tajam. "Atau Alan yang membawamu kabur?""Jangan sembarangan kalau ngomong. Tahu kan apa alasan yang membuatku meninggalkan rumahmu, Mas.""Aku kan sudah bilang, tunggu aku pulang dulu.""Mamamu mengusirku. Jangan pura-pura tidak tahu. Nanti kutunjukkan semua pesan yang dikirim mamamu padaku."Pada saat mereka berdebat, Alan menghampiri. Spontan Bre mengalihkan tatapan yang menunjukkan rasa tidak suka pada lelaki tampan dengan postur tegap menjulang. "Jangan berdebat di sin

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-19
  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 7 Jangan Pergi, Ayah

    RAHASIA TIGA HATI- Jangan Pergi, AyahLivia gelisah, sedih, takut, saat menunggu ayahnya yang sedang diperiksa. Tidak tenang duduk, ia berdiri dan mondar-mandir di depan ruang IGD. Ayahnya merupakan satu-satunya keluarga yang ia punya sekarang ini. Jika ayahnya pergi, runtuh sudah dunianya.Pak Tamin juga cemas duduk di bangku logam. Dia sudah mengabdi pada Pak Rosyam puluhan tahun.Hati Livia sedikit lega ketika melihat Alan berjalan cepat menghampirinya. Belum sampai di rumah Livia sudah menelponnya lagi, makanya berpatah balik langsung ke rumah sakit."Bagaimana keadaan Om?""Masih diperiksa, Mas," jawab Livia menatap penuh harap pada Alan. Bahwa laki-laki itu bisa menemaninya melewati masa sulit ini. "Duduklah, semoga nggak terjadi apa-apa pada Om." Alan mengajak Livia duduk di sebelah Pak Tamin.Suasana mulai temaram karena hari beranjak senja. Namun para pembesuk masih terus hilir mudik di parkiran depan sana. "Padahal ayah bilang tadi bilang baik-baik saja. Mas Alan, juga li

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-20
  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 8 Hapus Foto Itu 1

    RAHASIA TIGA HATI- Hapus Foto Itu"Assalamu'alaikum, Liv." Kenny mengucapkan salam setelah muncul di pintu pagar."Wa'alaikumsalam.""Maaf, aku ganggu waktumu. Kebetulan aku pas lewat, jadi sekalian mampir. Kamu mau pergi, ya?" tanya Kenny menghampiri Livia."Ya, Mbak.""Boleh kita bicara sebentar?""Bicara tentang apa ya, Mbak? Soalnya aku buru-buru. Ayahku opname dan aku harus ada di sana saat dokter melakukan pemeriksaan pagi ini.""Ayahmu sakit apa?""Seperti biasa. Apa yang ingin Mbak bicarakan?""Mama merencanakan perceraianmu dengan Bre. Beliau sudah menyiapkan pengacara.""Oh, itu. Aku sudah tahu, Mbak."Kenny diam sejenak. "Kamu nggak bicara dengan Bre untuk menggagalkan rencana Mama.""Enggak, Mbak. Lebih baik kami memang berpisah. Kenapa Mbak Kenny yang justru mencegah supaya kami tidak bercerai?" Livia menatap heran pada wanita cantik di depannya. Apa yang dipikirkannya sehingga sibuk ikut mengurusi permasalahannya."Aku hanya menyayangkan kalau kalian berpisah. Bre seben

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-21
  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 9 Hapus Foto Itu 2

    Livia membesarkan hati ayahnya. Ia pun tidak menunjukkan kesedihan. Begitu juga dengan Pak Tamin, turut memberikan semangat pada majikannya. Mereka berbincang dan bercanda hingga siang. Jam tiga sore Alan datang membawakan brownies, minuman, dan buah. Laki-laki dengan rambut diikat rapi melepaskan jaketnya dan menaruhnya di sandaran kursi. Dia menghampiri Pak Rosyam yang tengah tertidur. "Bagaimana kata dokter tadi?" Alan bertanya lirih pada Livia."Alhamdulillah, dokter bilang kondisi ayah membaik.""Syukurlah!""Mas Alan, ini tadi baru pulang dari kantor?""Iya. Kamu sudah makan?""Aku makan roti tadi.""Mbak Livia nggak mau makan nasi, Mas," sahut Pak Tamin."Kenapa nggak makan nasi? Nanti kamu sakit. Kita makan di restoran depan. Kebetulan aku tadi juga belum sempat makan siang." Alan berdiri lagi sambil menarik lengan kemejnya hingga sebatas siku."Titip ayah, ya Pak," ucapnya pada Pak Tamin."Njih, Mbak."Akhirnya Livia bangkit dari duduk dan mengikuti Alan. Mereka menyeberang

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-21
  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 10 Rela 1

    RAHASIA TIGA HATI- Rela"Mana, aku mau lihat ponselmu?"Agatha mendongak, menatap Alan yang menjulang di hadapannya. Keder juga dia dengan lelaki yang diam-diam diidamkan banyak perempuan. Termasuk sahabat dekatnya sendiri."Sudah kuhapus."Alan tetap memaksa mengambil ponsel dari tangan Agatha. Mengecek bagian galeri. Memang sudah tidak ada. Kemudian ia melihat di aplikasi pesan. Dugaannya benar. Foto tadi rupanya diambil dan langsung dikirim pada nomernya Bre dan sudah dilihat oleh laki-laki itu.Ponsel Agatha yang masih dipegang Alan berdering. Bre yang menelepon. "Halo.""Kenapa kamu yang ngangkat?" Suara di seberang."Aku tunggu di depan rumah sakit Harapan Keluarga. Datang ke sini sekarang. Aku tunggu." Alan mematikan ponsel dan memberikan benda itu pada pemiliknya.Livia memandang Alan dengan tatapan tidak mengerti."Agatha mengambil foto dan langsung terkirim pada Bre. Kita tunggu dia di sini. Persoalan ini harus selesai sekarang juga." Alan menjelaskan.Mendengar itu Livia

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-22
  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 11 Rela 2

    Alan marah dengan tindakan Agatha yang mengambil foto secara diam-diam. Ingin juga menyuruh Bre menghapus foto itu. Tapi ia sadar, hanya keributan yang akan terjadi. Makin memperpanjang permasalahan saja. Akhirnya Alan memilih diam. Setidaknya urusan Livia bisa segera selesai.Ponsel Bre di saku celana berdering. Telepon dari Fery. Rupanya laki-laki itu tadi meninggalkan meeting untuk menemui mereka. Bre menjawab telepon sebentar kemudian kembali memandang Livia. Terlalu banyak yang ikut campur dalam rumah tangganya, membuat hubungannya dengan Livia carut marut. Tapi dirinya sendiri tidak punya kemampuan untuk meninggalkan keluarganya, terutama sang mama.Jujur saja kalau sebenarnya ia merasakan hatinya patah sepatah-patahnya. Pernikahannya terlanjur porak-poranda saat ini. Livia bahkan sudah kehilangan rasa kepercayaan padanya.Bre lantas menoleh sekilas pada Agatha. "Kita pergi," ujarnya lalu melangkah pergi diikuti oleh gadis itu.Livia menatap mereka yang berjalan menjauh ke arah

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-22

Bab terbaru

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 209 Alone 4

    Bre menyalami Pak Rosyam dan Pak Tamin dan meminta maaf karena terlambat datang."Sekolah libur kan, Bang?" tanya Bre pada Alvian."Iya, Om. Libur seminggu setelah ulangan.""Oke, besok kita jalan-jalan ke pantai sama Kak Leo. Mau nggak?"Alvian memandang kakeknya. Saat Pak Rosyam mengangguk, Alvian senang karena diberi izin. Bocah itu memang sering bertemu Bre tiap kali ikut kakeknya ke Malang.Pak Rosyam dan Bre sambil makan membicarakan projek yang akan di mulai bulan depan. Setelah itu Bre mengajak Leo dan Alvian jalan-jalan di mall depan restoran. Pria yang masih tetap sendiri itu seperti biasa membelikan mainan dan pakaian untuk Alvian dan si kembar. Untuk Aliva dia hanya membelikan sebuah boneka. Aliva masih terlalu kecil. Bre belum pernah melihat wajah Aliva. Pasti cantik seperti ibunya. Bre terakhir kali bertemu Livia, ketika acara dinner malam itu. Kalau Alan masih sering bertemu karena mereka memang menjadi partner bisnis."Nak Bre, kapan bapak dapat undangan pernikahan? B

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 208 Alone 3

    "Saya merintis bisnis bersama istri saya yang saat itu masih menjadi teman biasa. Juga Adi, teman kita yang malam ini tidak bisa datang. Mereka yang menemani saya benar-benar dari nol. Mulai dari mencari tempat usaha, perizinan, dan karyawan.""Dari teman langsung menikah atau pacaran dulu, Bro?" celetuk seorang teman."Suatu hari saya diam-diam menemui ayahnya dan berterus terang hendak menikahi putrinya. Tapi saya minta waktu agar saya mapan secara finansial. Beberapa bulan kemudian saya melamarnya dan kami menikah."Beberapa perempuan memandang ke arah Livia yang masih duduk di tempatnya. "Kenapa nggak ngundang kami? Kamu lupakan teman-temanmu," protes yang lain."Maaf, saya menikah di Sarangan, jadi hanya Adi saja yang datang. Kami hanya mengadakan pesta sederhana karena waktu itu saya masih dalam tahap merintis bisnis."Alan berbagi pengalaman dan motivasi yang menginspirasi. Semua pertanyaan teman dijawabnya dengan penjelasan yang gamblang. Dan pertemuan itu berakhir di jam seb

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 207 Alone 2

    Livia berdebar-debar takut dan netranya pun berembun. Sekarang susah untuk menelan saliva, seperti ada yang menyekat tenggorokan. Livia merasa malu dan bersalah. Setiap kali ayahnya menemuinya di ruang kerja, sang ayah tidak pernah menutup pintu dengan rapat. Dari celah itulah, tentunya Alan mendengar percakapan dan tangisnya."Mas, aku nggak ada perasaan apapun selain empati dengan nasib Bre." Suara Livia bergetar. "Dia menjadi korban keegoisan mamanya, sedangkan dirinya juga tidak bisa mengendalikan diri makanya sakit akhibat merokok. Aku ....""Nggak perlu dijelaskan, Sayang. Mas paham perasaanmu. Kalau pun masih ada sisa rasa karena kalian pernah hidup bersama, mas juga ngerti.""Bukan seperti itu, Mas. Sekarang hidup dan matiku, jiwa dan ragaku hanya untuk mas dan anak-anak. Jangan salah pengertian.""Mas sangat mengerti, Livi. Sebaiknya kita nggak usah lagi membahas tentang hal ini. Mas percaya sama kamu. Mas dan Bre sudah bicara baik-baik, tetap membuka peluang supaya kita bisa

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 206 Alone 1

    RAHASIA TIGA HATI - Alone"Tampaknya Mbak ini ngebet banget pengen ketemu sama Mas Alan.""Oh, bukan saya saja. Jangan salah paham, Mbak. Tapi teman-teman yang lain juga ingin bertemu. Berharap Alan bisa datang di pertemuan kami dan berbagi pengalamannya. Yang jelas berbagi ilmu. Alan sedang hangat diperbincangkan di grup alumni." Sonya tampak malu dan membuat wajahnya merona."Oh," jawab Livia pendek. Padahal di antara sekian banyak alumni, pasti bukan suaminya saja yang sukses. Tapi kalau pada akhirnya Alan jadi inspirasi dan penyemangat buat mereka, bukankah itu menjadi nilai plus. Pengalamannya menjadi sangat berguna tidak hanya untuk diri pribadi, tapi untuk orang banyak. Ah, Livia positif thinking saja."Alan jarang ikut pertemuan alumni. Mungkin karena sibuk kali, ya. Tapi kami berharap kali ini dia bisa hadir. Mumpung ada di Malang. Kalau gitu saya mau kembali ke kamar dulu, Mbak.""Ya, Mbak," jawab Livia.Wanita itu melangkah pergi. Tampaknya dia masih tahu malu juga setelah

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 205 Suami Idaman 3

    "Besok pagi. Karena malam ini aku masih ada acara ketemuan dengan teman-teman alumni.""Apa benar AFBC mau buka cabang di Malang? Mas Ferry ngasih tahu aku sebulan yang lalu.""Insyaallah. Semoga tahun ini bisa terealisasi."Percakapan terjeda sejenak ketika makanan yang dipesan datang."Aku juga membuka peluang kerjasama dengan Hutama Jaya," ujar Alan sambil mulai menikmati makanannya."Kamu nggak khawatir denganku, Lan?"Alan tersenyum. "Apa mungkin kamu tega menikamku dari belakang? Sedangkan aku mendapatkan Livia bukan karena aku merebutnya darimu. Marilah kita menjalin hubungan kerjasama secara sportif sebagai pria sejati, tanpa ada bayang masa lalu. Profesional all out."Keduanya saling pandang. Tanpa bayang masa lalu? Jelas tawaran itu tidak mudah bagi Bre, bahkan bagi Alan sendiri. Tapi urusan dunia properti berada di tangan Pak Rosyam dan Adi. Alan tetap di pasionnya sendiri. Livia sebagai kepala staf keuangan, tetap di kantor bersamanya. Untuk projek properti ditangani oleh

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 204 Suami Idaman 2

    Bre menggeliat sebelum turun dari kasur. Langsung ke dapur dan membuat secangkir kopi lantas membawanya ke balkon. Duduk di sana sambil menyesap white coffee. Dia lebih suka kopi hitam, tapi stok di dapurnya sudah tidak ada dan belum sempat belanja.Jam dua dini hari Bre baru bisa tidur. Pertemuannya dengan Livia membuatnya kembali merasa tersungkur. Dan itu pilihannya, karena sebenarnya dia bisa saja tidak usah datang ke acara dinner setelah tahu Alan pasti datang bersama Livia.Namun ia tetap datang juga. Dan ini akhibatnya. Luka yang seharusnya mulai sembuh, kini basah kembali. Meski demikian ia tidak lagi terpuruk seperti tahun-tahun kemarin. Bre lebih siap kendati tetap ada rasa kecewa karena penyesalan."Bre, dapat salam dari Atikah," ujar seorang teman kerjanya suatu hari.Bre hanya menjawab dengan senyuman. Dan kiriman salam itu terus berlanjut beberapa kali. Atikah ini salah satu staf di kantor tempatnya bekerja. Perempuan yang lumayan nekat karena berani mengirim salam dulua

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 203 Suami Idaman 1

    RAHASIA TIGA HATI - Suami IdamanLivia meringkuk untuk berlindung dari dingin. Rasa cemas masih tersisa atas kejadian tadi malam. Tak terbayangkan kalau Alan bersikap arogan karena kesalahan yang istrinya lakukan. Selama ini dia sudah sangat bersabar, Livia benar-benar takut jika Alan bisa saja lepas kendali. Namun suaminya memiliki kecerdasan emosional, mampu mengekspresikan perasaan kecewa, marah, dengan cara yang bijak. Meski begitu bisa membuat Livia menangis.Saat melampiaskan hasr*tnya pun tetap semanis seperti biasanya meski diselimuti amarah dan cemburu. Tidak kasar untuk membalas rasa kecewanya. Suami seperti ini, di mana ia akan mendapatkan dalam situasi dunia seperti sekarang. Ketika perselingkuhan sudah menjadi life style, tidak hanya di kalangan kelas atas bagi orang-orang berduit, tapi kelas pinggiran pun mengalami fenomena yang sama.Kunci sebuah hubungan ada pada laki-laki. Mau sekuat apapun berdebat, kalau cinta seorang laki-laki sangat besar. Hubungan itu akan tetap

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 202 Mari Kita Bicara 3

    "Jadi Mas Alan nggak tahu?" Livia terkejut lagi. Alan yang biasanya banyak tahu hal-hal yang berada di luar jangkauan Livia, tapi kali ini dia tidak tahu apa-apa."Untuk apa mas berbohong sama kamu. Apa begitu pentingnya kabar tentang Bre bagimu?"Tangis Livia tumpah. "Bukan begitu. Aku takut kalian berselisih. Padahal aku sudah senang kalian bisa bekerjasama dengan baik sampai tiga tahun lamanya. Mas, jangan salah paham."Alan menarik napas panjang. Keduanya terdiam beberapa menit. Livia mengusap air mata dengan tisu yang ditarik dari atas nakas. "Maafkan aku. Aku nggak ada niatan mengkhianatimu," ujar Livia serak."Livi, kita sudah punya tiga anak. Saat mendengar percakapanmu dan ayah yang menasehatimu tadi, mas diam. Nggak akan menjadikan itu masalah yang membuat hubungan kita berubah. Mas memutuskan diam karena mas percaya dengan ayah dan kamu."Mas anggap itu hal biasa. Tapi setelah mas melihatmu berbincang dengan Bre, mas akhirnya perlu mendiskusikan hal ini denganmu.""Percayal

  • RAHASIA TIGA HATI   Bab 201 Mari Kita Bicara 2

    Livia menebarkan pandangan ke belakang. Ia tidak menemukan Bre di antara para undangan. Mungkin dia masih di sana, karena banyaknya tamu yang berjas hitam, jadi susah untuk menemukan."Apa yang kamu cari?" Alan menyentuh dan langsung menggenggam jemarinya."Mas." Livia kaget karena Alan tiba-tiba ada di belakangnya. Wajah sang suami tidak secerah tadi. Apa ada masalah antara suami dan rekan kerjanya? Livia jadi khawatir.Seseorang menyapa mereka. Alan kembali berbincang dan tidak melepaskan genggaman tangannya.Sedangkan Sonya yang kembali dari menerima telepon terkejut melihat tangan Livia digenggam oleh Alan. Laki-laki yang dibicarakan tadi sudah bersama wanita itu. Apa hubungan mereka? Bukankah Livia bilang datang bersama suaminya? Jadi dia istrinya Alan? Oh, mungkin bukan. Kenapa Livia tidak mengakui kalau dia istrinya bos AFBC ketika sang suami dibicarakan perempuan lain.Apa dia selingkuhannya Alan? Waduh, padahal Alan tidak ada tampang laki-laki red flag. Sonya tidak percaya. K

DMCA.com Protection Status