Bre menyalami Pak Rosyam dan Pak Tamin dan meminta maaf karena terlambat datang."Sekolah libur kan, Bang?" tanya Bre pada Alvian."Iya, Om. Libur seminggu setelah ulangan.""Oke, besok kita jalan-jalan ke pantai sama Kak Leo. Mau nggak?"Alvian memandang kakeknya. Saat Pak Rosyam mengangguk, Alvian senang karena diberi izin. Bocah itu memang sering bertemu Bre tiap kali ikut kakeknya ke Malang.Pak Rosyam dan Bre sambil makan membicarakan projek yang akan di mulai bulan depan. Setelah itu Bre mengajak Leo dan Alvian jalan-jalan di mall depan restoran. Pria yang masih tetap sendiri itu seperti biasa membelikan mainan dan pakaian untuk Alvian dan si kembar. Untuk Aliva dia hanya membelikan sebuah boneka. Aliva masih terlalu kecil. Bre belum pernah melihat wajah Aliva. Pasti cantik seperti ibunya. Bre terakhir kali bertemu Livia, ketika acara dinner malam itu. Kalau Alan masih sering bertemu karena mereka memang menjadi partner bisnis."Nak Bre, kapan bapak dapat undangan pernikahan? B
RAHASIA TIGA HATI 1Part 1 Jangan Punya Anak"Nggak usah punya anak dulu. Mama nggak setuju." Livia tercekat di balik pintu saat mendengar mama mertuanya bicara dengan Bre di ruang keluarga. Niatnya hendak masuk bergabung, tapi akhirnya hanya mematung di balik dinding."Kenapa, Ma?""Mama nggak sudi punya cucu keturunan dari orang gila." Ucapan ibu mertuanya bagai belati tajam yang menusuk tepat di ulu hati Livia. Wanita yang sangat ia sayangi tega berkata begitu di belakangnya. Wajar saja sebenarnya. Sebab Bu Rika memang tidak menyukainya sejak dulu. Wanita itu setengah hati merestui hubungan putranya dengan Livia. Namun kata 'gila' itu lebih menyakitkan dari apapun.Mengingat kenangan itu, Livia menghela nafas panjang sambil menatap langit yang beranjak senja. Meski sudah setengah tahun yang lalu perkataan itu diucapkan sang mertua. Bagi Livia masih terasa sakitnya. Dulu dia diterima dengan setengah hati, makanya tidak heran kalau sekarang ingin disingkirkan secara perlahan. Apala
RAHASIA TIGA HATIPart 2 Apa yang mereka rahasiakan?"Hai, Din," sapa Livia berjalan menghampiri seorang wanita yang baru turun dari mobil. "Liv, aku mau ngomong sebentar." Dina yang tampak tegang menarik tangan Livia dan mengajaknya duduk di teras rumah. Wanita itu mengeluarkan ponselnya di saku celana. Kemudian menunjukkan sebuah foto dari galeri. Degup jantung Livia bergemuruh melihatnya. Apalagi ketika menyaksikan video di mana Bre berinteraksi dengan seorang gadis yang sangat ia kenal. Karena video itu diambil dari kejauhan, makanya tidak begitu jelas dengan apa yang mereka lakukan. Namun ia tahu siapa perempuan itu."Kamu ngambil video ini di mana?""Aku tadi nganterin roti di Restoran Tamimi. Kaget juga saat melihat Bre dan keluarganya makan di sana bersama keluarga Agatha, tapi kamunya nggak ada. Lebih kaget lagi saat mereka seperti sedang melakukan pembicaraan serius. Tapi entah apa aku nggak tahu."Livia lemas dan gemetar. Padahal tadi pagi Bre pamitan hendak ke Madiun. Ja
RAHASIA TIGA HATIPart 3 Biar Dia Pergi "Apa-apaan kalian. Ini kantor bukan kamar?" Bu Rika berkata dengan tatapan marah dan benci pada menantunya.Livia menarik diri dari rangkulan sang suami. "Nggak tau tempat dan situasi ya kalian. Kamu juga nggak sadar posisi, Livia. Di kantor kamu dan Bre sebagai apa. Nggak punya attitude." Omelan menyembur dengan angkuhnya dari mulut Bu Rika."Ma, kami nggak melakukan apapun yang memalukan. Livia istriku," bantah Bre."Maaf, saya permisi dulu. Hari ini saya akan memastikan semua pekerjaan dan tanggungjawab saya selesai, Pak Bre. Besok saya sudah nggak ngantor lagi. Permisi!" Livia berkata dan mengangguk sopan pada atasannya. Bu Rika terkejut mendengar ucapan Livia. "Maksudmu apa?""Saya resign, Bu Rika. Permisi." "Tunggu, Liv!" Bre menahan Livia yang hampir menggapai pintu. "Aku nggak ngizinin kamu berhenti kerja.""Saya punya hak untuk resign ketika rasa nyaman sudah tidak ada lagi dalam lingkup pekerjaan saya. Anda tidak berhak mencegah sa
RAHASIA TIGA HATI- Pergi "Kamu menungguku?" Bre menghampiri Livia."Aku menyelesaikan pekerjaanku.""Sudah jam berapa ini? Kita pulang sekarang." Bre meraih lengan Livia."Aku sedang menyelesaikan pekerjaanku. Kalau Mas ingin pulang, silakan pulang lebih dulu. Nanti aku bisa pulang sendiri.""Bisa dikerjakan lagi besok.""Besok aku sudah tidak bekerja di sini lagi," jawab Livia, tangannya terus bekerja. Ia tidak peduli perutnya yang sudah menjerit-jerit minta asupan makanan."Kamu keras kepala."Livia tidak menanggapi. Siapa yang mengajarinya seperti ini, kalau bukan sikap dari keluarga suaminya. Dia sudah berusaha menjadi menantu yang baik selama ini. Namun mama mertuanya tega mengatai kalau ayahnya seorang pecundang dan benalu yang membebani hidup Bre. Mereka sudah melupakan, siapa orang yang membantu mereka bangkit dari keterpurukan. Dan sekarang terang-terangan meminta Bre menceraikannya."Aku nggak ngizinin kamu resign."Livia tidak peduli dengan ucapan Bre."Kita pulang sekara
RAHASIA TIGA HATI- Talak "Aku bisa merujukmu."Livia tertawa. "Mas kira cerai dan rujuk itu bisa dibuat candaan. Sebentar bilang cerai sebentar bilang rujuk. Kalau cerai, cerai saja, Mas. Rumit hubungan kita. Sedikit saja Mas nggak bisa membelaku dan ayahku saat keluargamu menghina kami. Itu berarti, Mas pun setuju dengan penghinaan mereka yang merendahkan keluargaku."Bre menghela nafas panjang. Dia lupa kalau Livia bukan perempuan yang gampang sekali diperdaya. Waktu masih kuliah dulu, dia cewek yang lembut, tapi keadaan yang menimpa keluarga membuatnya berubah menjadi perempuan yang tegas."Liv."Livia sudah mematikan panggilannya. Bre kembali menghubungi tapi tidak di angkat. Beberapa pesan dikirim tapi juga diabaikan. Perasaannya kalang kabut. Ingat bagaimana dia begitu ceroboh memberikan ancaman pada Livia tentang talak. Dipikirnya, Livia tidak akan pergi karena apapun yang terjadi selama ini, Livia bertahan di sampingnya.Bre mondar-mandir di ruangannya. Denting suara pesan m
RAHASIA TIGA HATI- Keributan Sore Itu Livia terkejut begitu juga dengan Bre. Ia tidak menyangka bertemu wanita yang ingin dicarinya di sana. Niatnya tadi ingin menemui Alan untuk menanyakan keberadaan Livia. Justru bertemu wanita itu yang baru keluar dari rumah Alan.Bre turun dari mobil dan melangkah menghampirinya. Rasa kaget tadi berubah menjadi tampang curiga di wajah lelaki tampan itu. "Kenapa Mas di sini?" tanya Livia."Kamu kabur ke rumah Alan?" Bukannya menjawab, Bre berbalik tanya. Mereka saling menatap tajam. "Atau Alan yang membawamu kabur?""Jangan sembarangan kalau ngomong. Tahu kan apa alasan yang membuatku meninggalkan rumahmu, Mas.""Aku kan sudah bilang, tunggu aku pulang dulu.""Mamamu mengusirku. Jangan pura-pura tidak tahu. Nanti kutunjukkan semua pesan yang dikirim mamamu padaku."Pada saat mereka berdebat, Alan menghampiri. Spontan Bre mengalihkan tatapan yang menunjukkan rasa tidak suka pada lelaki tampan dengan postur tegap menjulang. "Jangan berdebat di sin
RAHASIA TIGA HATI- Jangan Pergi, AyahLivia gelisah, sedih, takut, saat menunggu ayahnya yang sedang diperiksa. Tidak tenang duduk, ia berdiri dan mondar-mandir di depan ruang IGD. Ayahnya merupakan satu-satunya keluarga yang ia punya sekarang ini. Jika ayahnya pergi, runtuh sudah dunianya.Pak Tamin juga cemas duduk di bangku logam. Dia sudah mengabdi pada Pak Rosyam puluhan tahun.Hati Livia sedikit lega ketika melihat Alan berjalan cepat menghampirinya. Belum sampai di rumah Livia sudah menelponnya lagi, makanya berpatah balik langsung ke rumah sakit."Bagaimana keadaan Om?""Masih diperiksa, Mas," jawab Livia menatap penuh harap pada Alan. Bahwa laki-laki itu bisa menemaninya melewati masa sulit ini. "Duduklah, semoga nggak terjadi apa-apa pada Om." Alan mengajak Livia duduk di sebelah Pak Tamin.Suasana mulai temaram karena hari beranjak senja. Namun para pembesuk masih terus hilir mudik di parkiran depan sana. "Padahal ayah bilang tadi bilang baik-baik saja. Mas Alan, juga li