Menjelang pernikahannya yang hanya tinggal menghitung hari, Nana justru dihadapkan pada sifat-sifat asli calon ibu mertua dan adik-adik iparnya. Akankah dia bertahan untuk tetap menjadi pendamping Alvin ataukah dia justru menyerah?
View MoreTak berapa lama setelah Vita bangkit untuk ke belakang, tiba tiba Nana memekik kaget saat seseorang sudah memeluknya sangat erat."Maafkan ibu, Na. Maafkan ibu ....""Ibu ...." Suara Nana tercekat. Matanya mendadak berkaca-kaca dalam dekapan ibu mertuanya.Tangannya hampir bergerak untuk balik memeluk ibu mertuanya, namun urung. Nana kembali teringat kejadian terakhir di rumahnya. Bagaimana menyakitkannya perlakuan dan kata-kata ibu mertuanya itu padanya.Nana juga teringat apa yang diceritakan suaminya tentang kebohongan sang ibu di rumah sakit."Mungkinkah wanita ini sedang berpura-pura lagi?" tanyanya dalam hati."Tolong maafkan ibu, Nak. Ibu telah salah menilaimu. Ibu memang bodoh, ibu tidak bisa melihat mana yang baik dan mana yang buruk. Ibu menyesal. Ibu benar-benar menyesal." Nita pun mulai terisak.Nana hanya terpaku menatap suaminya. Sementara ibu mertuanya masih mendekapnya erat.
Tiga hari setelah peristiwa di rumah sakit, Alvin sudah kembali berkumpul dengan sang istri. Walau berat, lelaki itu tetap menceritakan peristiwa sebenarnya pada Nana.Dalam hati Nana memang marah. Tapi melihat betapa suaminya berusaha untuk selalu melindunginya, Nana pun rmencoba mengesampingkan perasaan buruknya itu pada keluarga mertuanya. Meskipun semakin lama Nana makin merasa tak mengerti kenapa ibu mertuanya bisa sangat tak menyukainya.Hingga pada suatu sore saat keduanya baru saja pulang dari kantor. Alvin bahkan belum sempat menutup pintu mobil. Tiba-tiba ponsel di dalam tas lelaki itu berbunyi."Mas, mas Alvin bisa ke sini kan? Tolong, Mas!"Suara Elman dari seberang telepon. Dahi Alvin pun berkerut penuh tanya."Ada apa, Man?" tanyanya serius. Sementara Nana yang sebelumnya telah melangkah duluan ke dalam rumah menghentikan langkahnya. Lalu kembali melangkah keluar dari rumah kontrakannya.Dahinya ikut ber
Jam sudah menunjuk pukul 1 siang saat pesawat yang membawa Alvin mendarat. Sebenarnya lelaki itu sudah berniat untuk memesan taksi dan langsung menuju ke rumah orang tua Nana. Namun Alvin sedikit kaget karena ternyata Elman telah mrnunggunya di bandara.Pantas saja sepagian tadi adik lelakinya itu terus menghubungi dan menanyainya jam berapa dia pulang. Rupanya Elman memang berniat untuk menjemput kakaknya itu."Memangnya separah apa sih ibu, Man?" tanyanya kemudian saat akhirnya Elman mengatakan padanya untuk mengikutinya ke rumah sakit dulu sebelum pulang ke rumah."Nanti mas lihat sendiri deh. Dari jatuh itu ibu nyariin mas Alvin terus. Hari ini tadi ibu juga yang nyuruh aku jemput ke bandara," jelas adiknya."Ya sudah kalau gitu kita langsung ke rumah sakit. Kamu naik apa ke sini tadi?""Aku bawa mobil, Mas.""Mobil? Mobilnya siapa?""Temennya Dian. Kan disuruh bawa Dian dari kapan itu.""Mobil itu belum d
Kejadian jatuhnya ibu mertua di rumah kontrakannya membuat Nana tidak tenang. Lalu malam itu pun dia langsung memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya."Benar nggak ada masalah apa-apa, Na? Ibu lihat wajah kamu murung gitu dari tadi datang."Mau disembunyikan seperti apapun, rupanya sang ibu tak pernah bisa dibohonginya. Nana tetap terlihat tak ceria selama berada di rumah orang tuanya itu."Nggak apa-apa kok, Bu. Bener.""Nggak ada masalah sama Alvin kan?" Ibunya berusaha mendesak."Mas Alvin kan belum pulang dari luar kota, Bu.""Ooh gitu? Ibu pikir Alvin sudah pulang dan kalian bertengkar.""Enggak kok.""Trus kenapa kok tiba-tiba kamu ke sini? Waktu itu katanya mau tinggal sendirian di kontrakan saja sambil belajar berani?"&nb
Dua hari setelah pertengkaran kecil pasangan pengantin baru itu, Alvin sebenarnya selalu berusaha untuk membuat Nana melupakan apa yang terjadi. Namun rupanya kantor tempatnya bekerja justru membuat mereka harus terpisah jarak. Sore itu Alvin pulang dan mengatakan pada Nana bahwa dia ditugaskan mendadak ke luar kota untuk menggantikan salah seorang rekannya yang sakit.Nana yang belum sepenuhnya bisa melupakan peristiwa insiden chat Sinta dengan Alvin bertambah cemberut saja mendengar hal itu."Jadi mas beneran harus pergi? Berapa hari?" tanyanya dengan tak bergairah."Paling lama seminggu, Dek. Maaf ya aku nggak bisa menolak tugas kali ini. Karena ini penting banget dan nggak mungkin dilimpahin sama anak buah. Kamu nggak apa-apa kan?"Alvin menatap khawatir pada istrinya. Nana yang masih kesal dengan pemberitahuan mendadak itu nampak tak minat banyak bicara.&n
Kekesalan Alvin rupanya terbawa sampai di rumah. Tak biasanya dia menjadi lebih banyak diam. Bahkan dia yang biasanya sangat bersemangat saat istrinya mengajaknya segera beristirahat, malam ini justru lebih memilih duduk sendirian di teras rumah."Kamu tidur dulu aja, Dek. Nanti mas susul," katanya dengan nada sedikit malas.Nana yang masih belum mau beranjak di kursi sebelahnya hanya menarik nafas berat."Mas masih mikirin Dian?" tanyanya ragu. "Dari sejak makan di kafe tadi mas nggak banyak bicara.""Aku agak curiga dengan teman Dian yang bernama Jeslin itu." Alvin menatap istrinya, berharap Nana memahami apa yang dia rasakan saat ini."Mas curiga kalau si Jeslin itu mau berbuat jahat sama Dian?" Dahi Nana berkerut."Persis.""Tapi mana mungkin, Mas?
Sore itu Alvin pulang dengan taksi online. Dia benar-benar telah mengembalikan mobil kantornya. Nana menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman hangat. Ini hari pertamanya merasakan menjadi istri sepenuhnya, menyambut suami pulang kerja di depan pintu rumah sendiri.Usai menyiapkan handuk dan baju suaminya, Nana menunggui Alvin yang sedang mandi di meja makan. Dua cangkir kopi telah menunggu mereka untuk menghabiskan waktu sore itu."Kita duduk-duduk di depan aja yuk, Dek. Enak kayaknya sambil liatin orang lewat," ajak Alvin usai menyelesaikan ritual mandi sorenya.Nana mengangguk. Lalu Alvin pun membawa dua cangkir kopi yang masih panas itu ke teras, diikuti Nana yang membawa setoples kue kering dan camilan kentangnya."Mobilnya jadi dibalikin tadi, Mas?" tanya Nana basa-basi saat mereka sudah mendudukkan diri dengan nyaman di kursi teras.
Alvin sudah meninggalkan rumah sejak 3 jam yang lalu untuk berangkat ke kantor. Hari ini rencananya dia juga akan melaksanakan niatnya untuk mengembalikan fasilitas mobil ke kantornya.Nana yang masih mempunyai satu hari libur dari kantornya berniat ingin membereskan beberapa barang di rumah kontrakan mereka yang masih belum sepenuhnya tertata rapi.Dengan bersimpuh di karpet, Nana mulai menata buku-buku bacaan favoritnya ke rak buku yang sengaja dia bawa dari rumah orangtuanya.Sedang asik dengan kegiatannya, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu depan."Siapa yang datang? Sepertinya dari tadi tidak ada kendaraan yang terdengar berhenti di halaman rumah?" tanya Nana dalam hati. Lalu dia pun segera bangkit dan berjalan menuju ke ruang tamu."Eh, ibu? Sama siapa ke sini?" Nana celingukan saat dibukanya pintu ru
"Mobil? Kenapa dengan mobil kantor Alvin, Bu?"Alvin menarik salah satu kursi teras untuk digunakannya duduk. Kemudian menarik tangan istrinya untuk mengajaknya duduk pula."Gini, Vin. Kamu kan sudah tinggal sendiri sekarang. Di rumah sudah tidak ada mobil lagi. Kami jadi akan repot kalau sewaktu-waktu harus mengantarkan bapak kamu berobat. Sementara di sini kan kamu punya dua mobil. Apa nggak sebaiknya mobil kamu ditinggal di rumah bapak saja? Kalian cukup kan pakai satu mobil?" ucap sang ibu kemudian.Alvin dan Nana saling pandang. Alvin yang nampak jelas merasa tak enak hati pada istrinya akibat ucapan ibunya itu. Ayah Nana yang ditawari untuk menggunakan salah satu mobil mereka menolak dan lebih memilih menggunakan mobil tuanya. Sementara ibunya sendiri justru menginginkan salah satu dari mobil mereka."Soal bapak, ibu nggak usah khawatir. Alvin
[Dek, nanti bisa tolong mampir ke rumah sebentar nggak sepulang kerja?]Pesan dari Mas Alvin, calon suamiku, yang terkirim ke ponselku pagi ini saat aku baru saja tiba di kantor tempatku bekerja.[Ke rumah Mas Alvin? Memangnya ada apa, Mas?][Aku hari ini ada lembur mendadak, mungkin pulang malam. Padahal tadi aku udah janji sama bapak mau nganterin periksa ke dokter. Kamu bisa kan gantiin mas anterin bapak?][Ooh, iya bisa. Memangnya bapak sakit apa, Mas? Trus, periksa ke dokter mana?]Dan Mas Alvin pun menuliskan alamat praktek si dokter tempat biasa calon bapak mertuaku memeriksakan sakit lambungnya yang katanya memang sering bermasalah.Karena takut terlambat membawa calon bapak mertuaku ke dokter, sore itu pun aku pulang sedikit lebih awal dan langsung meluncurkan mobilku ke rumah orang tua Mas Alvi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments