Sinar mentari pagi memasuki celah ventilasi udara membuat seorang gadis yang tengah tertidur menggeliat dalam selimutnya. Daisy menggosok kedua matanya sembari terduduk bersandar di punggung ranjangnya.
Entah malam ini tidurnya sangat nyenyak, ia mencoba menengok ke sekeliling kamar namun tidak ada siapa pun di kamar itu selain dirinya sendiri. Sungguh ia merasa tidurnya ditemani seseorang tapi entah siapa? Apa itu Louis? Tidak mungkin! Karena Louis tidak seberani itu.
Tapi aroma mint masih tercium di indra penciumanmya. Ia menengok ke arah jendela dan sebentar bukankah jendela itu terbuka? Tapi kenapa sekarang malah tertutup rapat?
Aneh!
Daripada bergulat terus dengan pikirannya lebih baik Daisy bergegas untuk keluar dari kamar itu sebelum keluar ia tidak lupa mencuci muka dan menggosok gigi terlebih dahulu.
Aroma dari arah dapur membuat perut Daisy tidak sabaran untuk mendekatinya, di sana berdiri seorang lelaki bertubuh atletis yang terbalut kaos hitam yang ketat dengan apron yang menyampir ditubuhnya.
Dengan gerakan cepat seolah koki handal ia membolak balikan masakanya. Daisy meneguk salivanya ketika lelaki itu menengok dengan wajah peluh membanjiri pelipisnya.“Kamu sudah bangun rupanya.”
Daisy mendudukan pantatnya di kursi dapur melihat setiap pergerakan lelaki itu yang kini fokus kembali ke aktivitasnya.
Lelaki itu melangkah mendekatinya, “Makanlah, aku membuatkan ini untukmu.” Lelaki itu meletakan pancake dipiring Daisy kemudian dia mengambil sesuatu dilemari pendingin. Lelaki itu menambahkan beberapa buah di pancake tersebut dan tidak lupa menambahkan madu di atasnya sehingga sangat mantap dan terlihat sangat menggiurkan.
Daisy menatap lelaki itu dengan tersenyum. “Terimakasih Ben,” ucap Daisy dengan jemarinya terulur untuk menggenggam sendok kemudian mengambil beberapa potong pancake untuk dilahapnya.
“Oh iya, dimana Louis?” tanya Daisy pada Benson yang kini mendudukan diri di kursi samping Daisy.
Benson mengambil potongan pancake untuk dilahapnya dengan menatap Daisy. “Louis pagi-pagi sekali pamit, katanya ada sedikit masalah. Dia menghilangkan kartu penduduk aslinya."
Sudah Daisy duga pasti saja hal ini terjadi lagi, Daisy menggelengkan kepalanya. “Louis memang teledor, entah kenapa hal sekecil itu bisa terjadi. Dulu dia sempat kehilanganya juga, sudah hampir 15 kali dia menghilangkan kartu penduduknya.” Daisy terkekeh jika ia mengingat kejadian itu, raut wajah tegang Louis sangat lucu ketika dia mencari benda yang di hilangkannya.
Benson tersenyum untuk menanggapi Daisy. Namun ada yang aneh ketika melihat Benson mengendus-endus makanannya kemudian beralih ke pakaian yang dia kenakan sehingga membuat Daisy menautkan alisnya. “Kenapa Ben? Ada masalah dengan makanannya?” tanya Daisy yang kini melihat Benson masih tetap mengendus.
“Apa kamu mencium bau sesuatu?” tanya Benson menatap Daisy lekat, Daisy menggelengkan kepalanya tak bisa berkata karena mulutnya yang penuh potongan pancake.“Bau ini sangat tak asing, tapi baunya berasal dari tubuh Daisy. Apa tadi malam dia kesini?” monolog Benson.
Daisy menautkan alisnya bersamaan menatap Benson. “Bau apa Ben? Bau tubuhku? Ya, aku tahu aku belum mandi jadi tolong. Jangan terlalu frontal seperti itu,” gerutu Daisy. Daisy tahu bahwa dirinya belum mandi tapi setidaknya Benson menghargai dengan cara berpura-pura tidak tahu saja bukanya malah mengatakan dengan terang-terangan. Sungguh Daisy malu di hadapan lelaki itu.
“Buk-bukan seperti itu maksudku, aku hanya bertanya apa kamu merasa mencium bau sesuatu?” balas Benson dengan raut wajah yang merasa bersalah.
Daisy mencebikan bibirnya. “Sudahlah Ben... Aku mau mandi,” rajuk Daisy ia bangkit dari tempatnya melangkah meninggalkan Benson yang masih setia di kursinya.
“Apa salahku?” monolog Benson.
Setelah sesi rajuknya selesai kini Daisy dan Benson berada di dalam mobil, dengan kecepatan sedang Benson membelah jalanan.
Rupanya untuk kembali menuju kota hanya butuh 30 menit, Benson terkekeh mendengar Daisy yang terus mengomel meruntuki Louis yang lebih memilih berjalan melewati hutan selama perjalan 5 jam.
Ternyata Benson yang sudah lebih tahu tentang seluk beluk hutan ini dia menjelaskan bahwa ada jalan pintas dari kota untuk menuju mansionnya. Jika kalian kenapa tidak tanya langsung Benson? Justru akibat ponsel Daisy kehabisan daya baterainya sehingga membuat perbincangan antara dirinya dan Benson terputus sepihak. Dan ponsel Louis? Dia meninggalkannya di hotel.
***
“Saya akan berinvestasi di perusahaan anda bagaimana?” saran seorang gadis yang terduduk di kursi meja seberang dengan menatap lelaki yang menginjak usia kepala empat di hadapannya.
“Mohon maaf nona. Saya tidak tertarik dengan saran anda,” tolaknya dengan tersenyum ramah.
Gadis itu mengangguk-anggukan kepalanya. “Hem... Jika saya memberi Roi seratus persen dengan harga tujuh puluh lima dollar, bagaimana?” tawar gadis itu dengan menaik turunkan alisnya.
Lelaki itu meneguk salivanya dengan mengetuk-ngetuk jemarinya di atas meja mencoba berpikir tentang tawaran fantastis dari gadis di hadapannya. “Saya akan memberi penuh secara langsung kepada anda, dengan begitu perusahaan anda akan melonjak tinggi.”
“Jika saya boleh tahu, apa tujuan anda berinvestasi di perusahaan saya?” tanya lelaki itu dengan menopang dagu yang kini menatap lekat gadis di hadapannya menelusuri matanya mencoba mencari kebenaran di sana.
Gadis itu tersenyum, “Saya mendapat keuntungan sedikit dari perusahaan anda, tapi saya mendapat nama dari perusahaan anda.”
Lelaki itu mengangguk-angguk kepalanya. “Anda tahu nona, perusahaan saya tidak seperti perusahaan lainya. Dan perusahaan saya sangat berbahaya…,” bisik lelaki itu dengan memajukan tubuhnya tepat di hadapan wajah gadis itu.
Sehingga membuat gadis yang menatapnya bergidik mendengar setiap kata yang diucapkan lelaki itu.“Saya tahu, maka dari itu saya tertarik dengan perusahaan anda tuan," ucap gadis itu dengan tersenyum.
Gadis itu mencoba tidak gugup di hadapan lelaki yang kini tersenyum tipis padanya. Senyuman namun bukan sekedar senyuman melainkan senyuman tanda peringatan.“Apa anda yakin dengan perkataan anda. Nona?” tanya lelaki itu dengan bersandar di kursi kebesarannya.
“Tentu, dan jika anda ragu dengan saya. Coba lihatlah data diri saya,” ucap gadis itu dengan melemparkan berkas dokumen ke arah lelaki itu sehingga diterima dengan cepat.
“Hem… Baiklah, lalu apa yang saya akan lakukan pada para investor lain?” tanya lelaki itu setelah membaca kemudian menutup kembali berkas data diri gadis di hadapannya.
Gadis itu memainkan jemarinya dengan menatapnya. “Tidak masalah, anda terus saja bekerja sama dengan para investor lain.”
Gadis itu mencoba menyenderkan punggungnya pada punggung kursi.“Dan dengan begitu, perusahaan anda semakin bertambah besar bukan?” lanjutnya lagi dengan bersedekap tangan.
Lelaki itu berpikir sejenak dia sebenarnya tergiur akan tawaran gadis itu. Tetapi, sebenarnya apa tujuan gadis itu? Mendapatkan nama? Tidak mungkin kalau hanya ingin mendapatkan nama sehingga dia rela dirinya rugi. " Hem… Baiklah saya terima tawaran anda. Nona," ucap lelaki itu membuat gadis di hadapannya tersenyum kemenangan.
Gadis dengan kuncir kuda kini menyodorkan kertas ke arah lelaki itu. “Silahkan tanda tangani di sini,” perintah gadis itu dengan menunjuk dokumen yang baru saja ia serahkan.
Melihat lelaki itu langsung menandatangani tanpa dilihat membuat gadis itu terheran. “Tunggu! Apa anda tidak membaca terlebih dahulu?” saran gadis itu pada lelaki yang kini bergerak mencoret kertas itu dengan gerakan cepat.
“Tidak perlu... Saya percaya dengan anda. Nona,” sahutnya dengan tersenyum lebar.
Gadis itu tersenyum miring namun tak diketahui lelaki itu, “Baiklah... Senang bekerja sama dengan anda. Tuan Liam Osbert,” ujar gadis itu dengan mengulurkan tangannya ke arah lawan jenisnya.
“Selamat bergabung di perusahaan Osrd. Nona Ava Lawrence!” sambut Osbert, membalas uluran tangan dari gadis di hadapannya yang tersenyum manis kepadanya.
“Mari kita mulai!” monolog Ava dengan tersenyum miring menyeringai.
***
Daisy kini menunggu kedatangan seseorang di restoran ternama di Romania yang terkenal dengan ciri khas makananya yang sangat enak. Kini dimejanya terdapat berbagai macam makanan yang sangat lezat aromanya sehingga tercium di indra penciuman. Daisy melahap detik itu juga makanannya.Salah satu makanan yang membuat Daisy penasaran ialah makanan yang diberi nama Varza A La Cluj makanan yang terbuat dari olahan daging cincang, asinan, kubis dan bumbu-bumbu di panggang jadi satu kedalam oven. Dan biasanya makanan khas ini disajikan dengan krim asam.
Selain Varza A La Cluj Daisy memesan Sarmale yang hampir mirip dengan siomay Indonesia. Bedanya Sarmale adalah kubis yang berisikan daging bisa daging sapi, daging kambing, daging babi, daging ayam, dan daging ikan. Daisy memilih Sarmale berisi daging sapi karena ia menyukai daging sapi, sarmale dinikmati dengan jagung dan krim asam.
Terdengar langkah kaki yang menuju mejanya, tepat di hadapan Daisy. Dua orang lelaki berdiri dengan wajah yang nampak khawatir dan penasaran. Mereka mendudukan diri di kursi yang masih kosong dimeja itu, kemudian menatap lekat Daisy. Daisy yang di tatap mengerutkan keningnya.“Kenapa kalian menatapku seperti itu?” tanya Daisy dengan menautkan alisnya.
“Bagaimana?” tanya salah satu lelaki itu dengan menatap lekat Daisy.
Daisy menatap kedua lelaki di hadapannya yang kini menatapnya lekat. “Hemm…,” gumam Daisy sehingga membuat kedua lelaki itu menghela nafas.“Tenang saja, semua beres!”
"Lemparan yang bagus. Tuan!" puji seorang lelaki muda dengan tepukan tangan.Lelaki yang sudah lanjut usia melangkah menuju lelaki muda yang sedang menatapnya dengan senyuman, "Terimakasih. Nak," balasnya dengan tersenyum.Lelaki muda itu mengamati lelaki tua yang kini sedang memeriksa stiknya. "Bagaimana anda bisa melempar dengan jarak sejauh itu. Tuan?" tanya lelaki muda itu."Kalo boleh saya tahu, apa teknik yang anda terapkan?" lanjutnya.Lelaki tua itu mengalihkan atensinya menatap lelaki muda yang kini sedang menatapnya, sorot mata itu menampilkan rasa ingin tahu lebih. "Pertama yang harus kamu lakukan adalah harus fokus. Apapun itu tujuan kamu jika kamu fokus maka tujuanmu akan tercapai. Nah... Kemudian kamu harus memilih hole mana yang ingin kamu tuju, " sahutnya dengan mengambil bola golf dari asistennya.Lelaki tua itu meletakan bola pada rumput, "Kedua teknik memegang stik sama dengan cara teknik memegang baseball. Tapi kamu harus mengaitkan jar
“Bagaimana? Kamu menemukanya?” tanya Louis dengan menampilkan raut wajah cemas.“Aku sudah mencari ke seluruh mansion tapi tidak ada,” balas Benson. Benson mencari ke setiap penjuru mansion namun nihil Daisy tidak bisa ditemukan.Sekarang yang dipikiran mereka berdua apakah Daisy masih marah pada mereka? Sehingga dia pergi dari mansion? Atau Daisy diculik?“Apa dia memasuki hutan?” Benson dan Louis menatap hutan yang ada di hadapannya mereka berdua meneliti apa ada tanda-tanda Daisy memasuki hutan tersebut.Dan ya! Mereka menemukan jejak sepatu dipijakan pertama jejak sepatu itu jejak seorang gadis karena memiliki ukuran yang kecil dibandingkan jejak sepatu seorang lelaki.“Sial! kita harus cepat bertindak!" ujar Louis yang tidak bisa menyembunyikan raut kekhawatiran pada wajahnya.Benson mengangguk setuju kini mereka berdua memasuki hutan dengan berlari, cahaya dari mentari sudah sirna sehingg
"Jika Anda terus diam maka berita itu benar yang mulia. Pangeran Arthur tidak memiliki mate."Perkataan para rakyat masih terngiang dikepala alpha Rery setelah dia bisa meyakinkan semua rakyat kini dia berada di ruangan khusus rapat kerajaan."Siapa yang membeberkan berita ini sehingga para rakyat tau?" tanya alpha Rery menatap satu persatu para tetua peninggi kerajaan, tapapan dari sang Alpha membuat mereka tertunduk."Yang mulia...," ucap Argus. Alpha Rery mengangkat tangannya ke udara memberi tanda kepada Argus untuk diam.Mendapat peringatan dari tuannya Argus mengangguk kemudian dia diam, dari raut wajah sang Alpha dia mengerti sang Alpha sedang murka."Saya tanya kepada kalian. Siapa yang memberi tahu para rakyat?!" teriak alpha Rery. Para petinggi terkejut karena mereka baru melihat sang Alpha semarah itu.Alpha yang di hadapannya bukan alpha yang mereka kenal apakah dia Jaz? Tapi mereka menggeleng kalo saja Jaz yang berganti shit mak
Daisy terbangun dengan terbatuk-batuk tenggorokannya sangat sakit ia meraih gelas berisi air di atas nakas, kemudian meneguknya hingga tandas. Daisy menatap jam yang tertempel di dinding ternyata pukul 12 siang. Kedua orang lelaki berlari memasuki kamarnya dengan mimik wajah yang penuh kekhawatiran."Kamu baik-baik saja?" tanya Louis dia bertekuk lutut agar sejajar dengan Daisy kemudian mengelus puncak kepalanya.Daisy menatap kedua lelaki itu dengan mimik wajah yang datar. "Aku baik-baik saja," ucap Daisy dengan menatap pintu kamarnya.Benson yang merasa ada yang janggal pada gadis itu dia pun akhirnya bersuara. "Ada apa?" tanya Benson pada Daisy yang kini terus saja melihat pintu kamarnya seolah ada sesuatu di sana yang menarik perhatiannya."Dimana orang itu?" tanya Daisy sehingga membuat keduanya mengerutkan dahinya menatap Daisy dengan mimik wajah bingung karena siapa orang yang dimaksud Daisy?"Siapa? Kita cuma bertiga di sini," balas Louis.
Seorang lelaki terduduk di kursi kebesarannya dengan mengecek satu persatu dokumen yang terjejer di meja. Suara ketukan dari pintu membuatnya menoleh, seorang wanita dengan pakaian formal berdiri di ambang pintu sehingga lelaki itu mempersilahkan untuk masuk.Wanita itu tersenyum dengan mendudukan diri. “Tuan saya ingin melaporkan tentang proyek pembangunan gedung itu,” ucapnya dengan memberikan dokumen pada lelaki itu.Lelaki yang sudah lanjut usia itu mengangguk mempersilahkan. “Bicaralah….”Wanita itu tersenyum dengan menganggukkan kepalanya, “Semua bahan sudah kita siapkan. Apakah kita langsung membangunnya Tuan?” tanyanya dengan menatap serius.Lelaki itu diam berpikir sejenak, kemudian menggeleng. “Tunggu! Kita belum membicarakan tentang pembangunan proyek ini kepada para investor,” ujarnya dengan melepaskan kacamatanya.Wanita itu mengernyit menatap iris mata lelaki itu.“Lalu sekar
Karena tak mau berdiam diri terus menerus di kamarnya kini Daisy bangkit untuk segera menjalankan misi selanjutnya, walaupun kedua lelaki itu melarangnya Daisy tetaplah Daisy gadis yang tak mau dirinya dianggap lemah. Bagi Daisy itu hanyalah luka kecil bahkan ia sering mendapatkan luka ketika bertugas.Dengan pakaian formalnya ia kini menuruni pijakan tangga. Daisy mengernyit ketika melihat kedua lelaki itu saling diam menikmati makanannya masing-masing. "Kalian masih bertengkar?" Dari raut wajah mereka berdua kemungkinan memang benar mereka berdua masih bertengkar.Daisy mendudukkan di kursi kosong yang terletak ditengah-tengah kedua lelaki itu, ia menghela nafasnya membuat kedua lelaki itu menoleh padanya."Makanlah...." Benson menyodorkan piring yang berisi roti dipadu sayuran dan telur diatasnya.Daisy menerimanya, ekor matanya masih bergerak ke kanan-kiri. "Terimakasih Ben." Benson mengangguk sebagai jawaban. Daisy langsung memakan makanannya dengan
Sepanjang perjalanan Daisy hanya diam ia larut akan pikirannya. Memikirkan penyamarannya kebongar membuat ia menghela nafas beberapa kali. Bagaimana bisa penyamaran kali ini terbongkar, padahal ia sudah menganalisa lebih dulu tentang penyamarannya.Siapa lelaki itu kenapa dengan mudahnya dia mengetahui bahwa Daisy sedang menyamar. Daisy harus berhati-hati pada lelaki itu karena dia bukan orang sembarangan.“Kau tak apa?” Benson yang sedang fokus menatap jalanan ia mendengar helaan nafas dari Daisy membuatnya menoleh. Gadis itu tak hentinya menghembuskan nafasnya kasar.“Penyamaranku terbongkar pada satu orang.”Benson mengerem sacara mendadak hingga menimbulkan suara gesekan aspal dengan roda mobilnya.“Astaga! Kenapa tiba-tiba ngerem mendadak?” bentak Daisy tak kuasa menahan kagetnya jantungnya seolah ingin keluar detik itu juga. Pikirannya yang masih membahas mengenai masalah tadi dengan tiba-tiba Benson mengangget
Daisy melirik ke samping melalui ekor matanya, rasanya seperti aneh bila berdekatan dengan lelaki yang kini serius dengan setir kemudinya. Berbagai perasaan curiga mendesak relung hatinya, tapi anehnya dari tingkah lakunya lelaki itu tak ada yang aneh sama sekali. Bahkan terlihat biasa-biasa saja.“Kenapa?”Dengan cepat Daisy memalingkan wajahnya ke depan setelah lelaki itu angkat suara. Atau mungkin lelaki itu menyadarinya kalau saja dia sedang diperhatikan.“Ah... Tidak apa-apa,” balas Daisy dengan tersenyum tipis.Lelaki itu mengangguk mungkin dia tak ingin bertanya lebih banyak lagi.Setelah berdebat dengan Benson dan Louis mengenai pakaiaan yang harus dikenakan untuk menghadiri pesta ulang tahun, Daisy kini sudah berada di mobil untuk segera menuju lokasi. Di sampingnya lelaki yang mengenakan stelan tuxedo hitam yang sangat pas sekali di tubuhnya. Lelaki itu adalah Stefan Smith sebagai pasangannya untuk malam ini. Sebenarnya bisa saja Daisy mengajak Benson
Daisy bangun dengan nafas tersengal, mengambil air dari nakas untuk segera ia teguk. Tapi pergerakannya terhenti ketika ia melihat sekelilingnya. Ini kamarnya. Kamar sesungguhnya, kamar dirinya di dunia manusia."Apakah ini mimpi? Tapi jika mimpi semuanya terasa nyata dan aku mengingat jelas dari awal diriku pertama kali bertemu dengan Arthur," gumamnya seraya memegang kepalanya yang sedikit berdenyut."Tingg...tongg!"Terdengar suara bel rumahnya, ia bergegas keluar dari kamarnya untuk segera membuka pintu utama. Alangkah terkejutnya ketika mendapati Louis dan William, tanpa aba-aba Daisy memeluk satu persatu kawannya itu."Loh... Loh ada apa ko tiba-tiba kau memeluk kami seperti itu?" kata William heran. "Tidak. Hanya saja aku merindukan kalian," jawabnya tak ingin membahas apa yang terjadi dengan dirinya."Baru aja kemarin kita bertemu sy, aneh kamu." Kali ini Louis yang berkata."Masa sih? Ko aku lupa ya?" "Heleh... Kau kebanyakan nonton film sih jadinya pikun!" seru William."
Daisy sangat lega ketika melihat Louis selamat dari kejaran para anak buah para peneliti itu. Ia tak kunjung melepaskan pelukannya, terus menyucap syukur.Daisy tak tahu akan berapa lama lagi pencarian terhadap lelaki itu, tapi ia sangat berterimakasih pada lelaki yang kini menyandang sebagai suaminya itu berkat dia Louis ditemukan."Sy, maaf."Kata itu terlontar dari mulut Louis, perkataan maaf yang membuat Daisy terheran."For what?"Melepaskan pelukannya dan kini menatap lekat wajah Louis."Mungkin suatu saat nanti kamu tahu, sebelum terlambat aku lebih dulu meminta maaf padamu atas apa yang kuperbuat selama ini. Dan mungkin suatu saat nanti kamu akan lebih-lebih membenciku.""Ayolah, kita hanya terpisah dan kau tak perlu meminta maaf hanya karena kita beda jalur untuk menyelamatkan diri." Daisy tertawa kecil menanggapinya. Ia tahu temannya itu mungkin merasa bersalah sebab telah meninggalkannya sendirian di hutan.Louis menatap Arthur yang kini sudah memberikan tatapan tajam, Arth
Arthur tak bisa menahan lagi amarahnya ketika seseorang di depannya tak menjawab pertanyaan darinya. Lelaki itu hanya tersenyum walaupun sekujur tubuhnya kini penuh dengan darah."Waktumu hampir habis, jika kau tak berkata tentang kebenarannya mungkin bisa jadi kau akan selamanya terperangkap di sini.""Silahkan saja, jika kau tak ingin tahu siapa yang menculik Daisy dan menjadikannya eksperimen itu."Arthur sangat geram dia dengan gesit mencengkram kerat kerah lelaki itu."Katakanlah bedebah!"Kembali mengingat tentang masa kecilnya, dimana bayangan-bayangan kejadian yang membuat Arthur hilang ingatan sementara setelah mendapatkan kabar bahwa teman kecilnya menghilang.Dia berupaya untuk bisa menemukan teman kecilnya itu, bahkan pencarian itu bertahun-tahun lamanya. Bahkan ia rela menghabiskan separuh hidupnya untuk hidup di lingkungan manusia hanya demi mencari keberadaan gadisnya."Aku akan jelaskan tapi kau harus berjanji takkan memberitahunya?""Kenapa? Apa kau takut muncul di de
Arthur tak tahan ketika melihat seluruh badan Daisy terekspos. Perlahan mendekati gadisnya, tangannya sudah membelai punggung mulus itu. Kedua matanya sudah menandakan bahwa dirinya kelaparan. "Baumu sangat manis." Dia berkata seraya mengendus, mengecup tak lupa memberi jilatan kecil pada punggung itu.Daisy melenguh mendapatkan perlakuan dari Arthur membuat dirinya memejamkan mata menikmat kegelian nikmat. Arthur membalikkan tubuh Daisy, matanya kini tertuju pada dua gundukan yang pas baginya. Memeras dan memainkan ujungnya. Rasa geli menjalar diseleluruh tubuh Daisy. Rasa geli yang aneh, rasa geli yang berbeda ketika Arthur sudah memasukan pada mulutnya memainkan gundukan itu dengan lidahnya.Sangat sangat nikmat pikir Daisy yang baru pertama kali melakukan hal dewasa seperti itu. Mereka berperang dalam kegelapan, malam itu Arthur tak membiarkan Daisy tidur sama sekali, dia terus menggempurnya habis-habisan.Keesokan paginya Arthur lebih dulu bangun dari Daisy ia menatap wajah dama
Daisy tampak benar-benar berbinar ketika melihat dirinya sendiri di pantulan cermin.Arthur memeluknya dari belakang."Bagaimana kau suka atau tidak? Kalo tak cocok kita bikin lagi yang baru sesuai dengan keinginanmu," bisik Arthur."Aku suka! Sangat-sangat seperti yang aku inginkan!" Gaun pengantin berwarna putih ukurannya dibuat sesuai dengan bentuk tubuh yang ramping. Coraknya yang simpel dan dibagian dadanya terdapat berlian Azura yang terselip, sungguh dia sangat diratukan oleh Arthur. Bersanding dengan Arthur membuat sisi manlynya hilang digantikan dengan sisi feminin.Tak terasa air mata jatuh membasahi pipinya, ia merindukan kedua orang tuanya mungkin jika mereka hadir pasti suasana yang sangat bahagia. “Kenapa menangi, hem?” Arthur mengusap air mata Daisy tampak khawatir pada gadisnya."Aku merindukan kedua orang tuaku."Arthur tiba-tiba diam seolah sedang memikirkan sesuatu. "Kau bisa melihatnya nanti," katanya.“Maksudmu?”Arthur tak membalas perkataan Daisy ia melenggang
Semua orang di istana sibuk sebab hari ini di adakan pertemuan para bangsawan. Namun hanya Daisy yang diam saja di kamar, ia hampir mati karena kebosanan. Sebab Arthur mengurungnya di kamar alih-alih agar ia tak diculik katanya. Terdengar konyol di telinga, namun apa boleh buat."Ayoklah Ben, aku ingin keluar jalan-jalan!"Daisy memohon pada Benson yang di tugaskan untuk menjaganya di kamar. Apalagi situasi antar keduanya kembali normal tanpa kecanggungan seperti semula."Tidak! Pangeran Arthur melarangmu untuk keluar," katanya."Aku bosan Ben! Kau tahu, aku sangat-sangat bosan!" Daisy mondar-mandir dengan memegangi kepalanya.Melihat itu Benson yang sedang asik membaca buku menghela nafas. Lalu ia bangkit merapikan kembali buku-buku yang berceceran menaruhnya pada rak buku.Sudah dua puluh buku yang ia baca dari pagi sampai sore itu sebagai bukti bahwa dirinya sangat penat juga."Ayo!" kata Benson.Berjalan beriringan tak lupa menyapa para pelayan dan pengawal. Dan memang benar suasa
Sorotan cahaya membuat Daisy memejamkan mata ketika Benson memberikan penemuannya. Setelah mengambil alih benda itu betapa mengejutkannya ketika benda itu persis yang dimiliki Louis. Kalung kebersamaan."Aku menemukannya di hutan, batu di dalamnya membuatku tertarik untuk memungut benda itu." Benson menjelaskan jujur apa adanya."Ini milik Louis dan ini kalung persahabatan kita. Lihatlah... Jika kau perhatikan lebih teliti kau bisa menemukan huruf abjad di dalamnya." Daisy menunjukkan pada Benson hingga jarak mereka sangat intim.Benson mengangguk membenarkan bahwa dirinya juga melihat huruf L terukir rapih di dalam batu itu. Bau manis pun membuatnya menahan nafas ketika berdekatan dengan Daisy."Ini adalah batu Azura. Batu yang sangat langka yang hanya bisa ditemukan di hutan tertentu.""Jadi dari mana batu itu berasal?"Daisy tersenyum tipis memandang lekat kalung milik Louis. Mengingat kembali tentang bagaimana caranya bisa menemukan batu itu."Kami bertiga menemukan ini dibagian h
Setelah sesi berkuda Arthur mengajak Daisy makan siang bersama di meja makan. Sebelumnya Daisy tak pernah makan bersama ia tak mau ikiut bergabung dengan keluarga itu, ia hanya orang asing yang tak pantas bergabung dengan keluarga kerajaan. Ya, Daisy sudah sepenuhnya memahami sesuatu yang terjadi. Bahwa ia benar-benar terjebak di sebuah kerajaan yang besar, bukan lelucon semata. Daisy menyaksikan dengan kedua mata, tak ada kameramen serta produser. Jadi ia tahu bahwa ucapan lelaki itu benar.Daisy terjebak kaku ketika semua mata tertuju padanya. Situasi yang tak ia inginkan, makan siang bersama kedua calon mertua. Tidak, bukan berarti ia dengan cepat setuju atas pernikahan itu hanya saja jika dipikir-pikir memang itu nyatanya."Oh MoonGoddess, calon menantuku akhirnya ikut makan bersama di meja makan." Suara sang ratu Arabell terdengar merdu di telinga Daisy, ia hanya mengangguk dengan tersenyum."Baguslah, Nak! Setidaknya keluar dari kamarmu untuk ikut bergabung dengan kami." Sang ra
Setelah mengambil keputusan. Daisy kembali dibawa ke istana Arthur, tentu saja Daisy menyetujui itu karena Arthur menjanjikan untuk menemukan Louis. Daisy masih sangat kecewa pada Benson. Ternyata Benson adalah tangan kanan Arthur. Daisy melangkah menuju taman menghilangkan rasa penat. "Rupanya Anda di sini, Nona" Suara tak asing yang mengganggunya, Daisy bertanya-tanya. "Saya tahu Anda marah besar sama saya, tapi saya hanya ingin membantu pangeran Arthur." Daisy mengerutkan keningnya. "Apa hubungannya dengan kami-pura menjadi seorang agen mata-mata?!" sarkas. "Apa yang ingin saya jelaskan, Nona?" ujarnya. "Berhenti panggil saya dengan sebutan itu Benson." Benson terdiam kemudian berdehem. "Sekarang Anda sudah tahu saya adalah bawahan pangeran Arthur." Hati kecil Daisy sebenarnya tak tega melihat wajah Benson yang merasa bersalah. Apalagi ini sepenuhnya bukan kesalahan dia. Just yang harus disalahkan lelaki gila itu. Daisy menghembuskan nafasnya panjang. "Ben... Bisa kau jela