Share

Mission one

Sinar mentari pagi memasuki celah ventilasi udara membuat seorang gadis yang tengah tertidur menggeliat dalam selimutnya. Daisy menggosok kedua matanya sembari terduduk bersandar di punggung ranjangnya.

Entah malam ini tidurnya sangat nyenyak, ia mencoba menengok ke sekeliling kamar namun tidak ada siapa pun di kamar itu selain dirinya sendiri. Sungguh ia merasa tidurnya ditemani seseorang tapi entah siapa? Apa itu Louis? Tidak mungkin! Karena Louis tidak seberani itu.

Tapi aroma mint masih tercium di indra penciumanmya. Ia menengok ke arah jendela dan sebentar bukankah jendela itu terbuka? Tapi kenapa sekarang malah tertutup rapat?

Aneh!

Daripada bergulat terus dengan pikirannya lebih baik Daisy bergegas untuk keluar dari kamar itu sebelum keluar ia tidak lupa mencuci muka dan menggosok gigi terlebih dahulu.

Aroma dari arah dapur membuat perut Daisy tidak sabaran untuk mendekatinya, di sana berdiri seorang lelaki bertubuh atletis yang terbalut kaos hitam yang ketat dengan apron yang menyampir ditubuhnya.

Dengan gerakan cepat seolah koki handal ia membolak balikan masakanya. Daisy meneguk salivanya ketika lelaki itu menengok dengan wajah peluh membanjiri pelipisnya.“Kamu sudah bangun rupanya.”

Daisy mendudukan pantatnya di kursi dapur melihat setiap pergerakan lelaki itu yang kini fokus kembali ke aktivitasnya.

Lelaki itu melangkah mendekatinya, “Makanlah, aku membuatkan ini untukmu.” Lelaki itu meletakan pancake dipiring Daisy kemudian dia mengambil sesuatu dilemari pendingin. Lelaki itu menambahkan beberapa buah di pancake tersebut dan tidak lupa menambahkan madu di atasnya sehingga sangat mantap dan terlihat sangat menggiurkan.

Daisy menatap lelaki itu dengan tersenyum. “Terimakasih Ben,” ucap Daisy dengan jemarinya terulur untuk menggenggam sendok kemudian mengambil beberapa potong pancake untuk dilahapnya.

“Oh iya, dimana Louis?” tanya Daisy pada Benson yang kini mendudukan diri di kursi samping Daisy.

Benson mengambil potongan pancake untuk dilahapnya dengan menatap Daisy. “Louis pagi-pagi sekali pamit, katanya ada sedikit masalah. Dia menghilangkan kartu penduduk aslinya."

Sudah Daisy duga pasti saja hal ini terjadi lagi, Daisy menggelengkan kepalanya. “Louis memang teledor, entah kenapa hal sekecil itu bisa terjadi. Dulu dia sempat kehilanganya juga, sudah hampir 15 kali dia menghilangkan kartu penduduknya.” Daisy terkekeh jika ia mengingat kejadian itu, raut wajah tegang Louis sangat lucu ketika dia mencari benda yang di hilangkannya.

Benson tersenyum untuk menanggapi Daisy. Namun ada yang aneh ketika melihat Benson mengendus-endus makanannya kemudian beralih ke pakaian yang dia kenakan sehingga membuat Daisy menautkan alisnya. “Kenapa Ben? Ada masalah dengan makanannya?” tanya Daisy yang kini melihat Benson masih tetap mengendus.

“Apa kamu mencium bau sesuatu?” tanya Benson menatap Daisy lekat, Daisy menggelengkan kepalanya tak bisa berkata karena mulutnya yang penuh potongan pancake.“Bau ini sangat tak asing, tapi baunya berasal dari tubuh Daisy. Apa tadi malam dia kesini?” monolog Benson.

Daisy menautkan alisnya bersamaan menatap Benson. “Bau apa Ben? Bau tubuhku? Ya, aku tahu aku belum mandi jadi tolong. Jangan terlalu frontal seperti itu,” gerutu Daisy. Daisy tahu bahwa dirinya belum mandi tapi setidaknya Benson menghargai dengan cara berpura-pura tidak tahu saja bukanya malah mengatakan dengan terang-terangan. Sungguh Daisy malu di hadapan lelaki itu.

“Buk-bukan seperti itu maksudku, aku hanya bertanya apa kamu merasa mencium bau sesuatu?” balas Benson dengan raut wajah yang merasa bersalah.

Daisy mencebikan bibirnya. “Sudahlah Ben... Aku mau mandi,” rajuk Daisy ia bangkit dari tempatnya melangkah meninggalkan Benson yang masih setia di kursinya.

“Apa salahku?” monolog Benson.

Setelah sesi rajuknya selesai kini Daisy dan Benson berada di dalam mobil, dengan kecepatan sedang Benson membelah jalanan.

Rupanya untuk kembali menuju kota hanya butuh 30 menit, Benson terkekeh mendengar Daisy yang terus mengomel meruntuki Louis yang lebih memilih berjalan melewati hutan selama perjalan 5 jam.

Ternyata Benson yang sudah lebih tahu tentang seluk beluk hutan ini dia menjelaskan bahwa ada jalan pintas dari kota untuk menuju mansionnya. Jika kalian kenapa tidak tanya langsung Benson? Justru akibat ponsel Daisy kehabisan daya baterainya sehingga membuat perbincangan antara dirinya dan Benson terputus sepihak. Dan ponsel Louis? Dia meninggalkannya di hotel.

***

“Saya akan berinvestasi di perusahaan anda bagaimana?” saran seorang gadis yang terduduk di kursi meja seberang dengan menatap lelaki yang menginjak usia kepala empat di hadapannya.

“Mohon maaf nona. Saya tidak tertarik dengan saran anda,” tolaknya dengan tersenyum ramah.

Gadis itu mengangguk-anggukan kepalanya. “Hem... Jika saya memberi Roi seratus persen dengan harga tujuh puluh lima dollar, bagaimana?” tawar gadis itu dengan menaik turunkan alisnya.

Lelaki itu meneguk salivanya dengan mengetuk-ngetuk jemarinya di atas meja mencoba berpikir tentang tawaran fantastis dari gadis di hadapannya. “Saya akan memberi penuh secara langsung kepada anda, dengan begitu perusahaan anda akan melonjak tinggi.”

“Jika saya boleh tahu, apa tujuan anda berinvestasi di perusahaan saya?” tanya lelaki itu dengan menopang dagu yang kini menatap lekat gadis di hadapannya menelusuri matanya mencoba mencari kebenaran di sana.

Gadis itu tersenyum, “Saya mendapat keuntungan sedikit dari perusahaan anda, tapi saya mendapat nama dari perusahaan anda.”

Lelaki itu mengangguk-angguk kepalanya. “Anda tahu nona, perusahaan saya tidak seperti perusahaan lainya. Dan perusahaan saya sangat berbahaya…,” bisik lelaki itu dengan memajukan tubuhnya tepat di hadapan wajah gadis itu.

Sehingga membuat gadis yang menatapnya bergidik mendengar setiap kata yang diucapkan lelaki itu.“Saya tahu, maka dari itu saya tertarik dengan perusahaan anda tuan," ucap gadis itu dengan tersenyum.

Gadis itu mencoba tidak gugup di hadapan lelaki yang kini tersenyum tipis padanya. Senyuman namun bukan sekedar senyuman melainkan senyuman tanda peringatan.“Apa anda yakin dengan perkataan anda. Nona?” tanya lelaki itu dengan bersandar di kursi kebesarannya.

“Tentu, dan jika anda ragu dengan saya. Coba lihatlah data diri saya,” ucap gadis itu dengan melemparkan berkas dokumen ke arah lelaki itu sehingga diterima dengan cepat.

“Hem… Baiklah, lalu apa yang saya akan lakukan pada para investor lain?” tanya lelaki itu setelah membaca kemudian menutup kembali berkas data diri gadis di hadapannya.

Gadis itu memainkan jemarinya dengan menatapnya. “Tidak masalah, anda terus saja bekerja sama dengan para investor lain.”

Gadis itu mencoba menyenderkan punggungnya pada punggung kursi.“Dan dengan begitu, perusahaan anda semakin bertambah besar bukan?” lanjutnya lagi dengan bersedekap tangan.

Lelaki itu berpikir sejenak dia sebenarnya tergiur akan tawaran gadis itu. Tetapi, sebenarnya apa tujuan gadis itu? Mendapatkan nama? Tidak mungkin kalau hanya ingin mendapatkan nama sehingga dia rela dirinya rugi. " Hem… Baiklah saya terima tawaran anda. Nona," ucap lelaki itu membuat gadis di hadapannya tersenyum kemenangan.

Gadis dengan kuncir kuda kini menyodorkan kertas ke arah lelaki itu. “Silahkan tanda tangani di sini,” perintah gadis itu dengan menunjuk dokumen yang baru saja ia serahkan.

Melihat lelaki itu langsung menandatangani tanpa dilihat membuat gadis itu terheran. “Tunggu! Apa anda tidak membaca terlebih dahulu?” saran gadis itu pada lelaki yang kini bergerak mencoret kertas itu dengan gerakan cepat.

“Tidak perlu... Saya percaya dengan anda. Nona,” sahutnya dengan tersenyum lebar.

Gadis itu tersenyum miring namun tak diketahui lelaki itu, “Baiklah... Senang bekerja sama dengan anda. Tuan Liam Osbert,” ujar gadis itu dengan mengulurkan tangannya ke arah lawan jenisnya.

“Selamat bergabung di perusahaan Osrd. Nona Ava Lawrence!” sambut Osbert, membalas uluran tangan dari gadis di hadapannya yang tersenyum manis kepadanya.

“Mari kita mulai!” monolog Ava dengan tersenyum miring menyeringai.

***

Daisy kini menunggu kedatangan seseorang di restoran ternama di Romania yang terkenal dengan ciri khas makananya yang sangat enak. Kini dimejanya terdapat berbagai macam makanan yang sangat lezat aromanya sehingga tercium di indra penciuman. Daisy melahap detik itu juga makanannya.

Salah satu makanan yang membuat Daisy penasaran ialah makanan yang diberi nama Varza A La Cluj makanan yang terbuat dari olahan daging cincang, asinan, kubis dan bumbu-bumbu di panggang jadi satu kedalam oven. Dan biasanya makanan khas ini disajikan dengan krim asam.

Selain Varza A La Cluj Daisy memesan Sarmale yang hampir mirip dengan siomay Indonesia. Bedanya Sarmale adalah kubis yang berisikan daging bisa daging sapi, daging kambing, daging babi, daging ayam, dan daging ikan. Daisy memilih Sarmale berisi daging sapi karena ia menyukai daging sapi, sarmale dinikmati dengan jagung dan krim asam.

Terdengar langkah kaki yang menuju mejanya, tepat di hadapan Daisy. Dua orang lelaki berdiri dengan wajah yang nampak khawatir dan penasaran. Mereka mendudukan diri di kursi yang masih kosong dimeja itu, kemudian menatap lekat Daisy. Daisy yang di tatap mengerutkan keningnya.“Kenapa kalian menatapku seperti itu?” tanya Daisy dengan menautkan alisnya.

“Bagaimana?” tanya salah satu lelaki itu dengan menatap lekat Daisy.

Daisy menatap kedua lelaki di hadapannya yang kini menatapnya lekat. “Hemm…,” gumam Daisy sehingga membuat kedua lelaki itu menghela nafas.“Tenang saja, semua beres!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status