Seorang lelaki terduduk di kursi kebesarannya dengan mengecek satu persatu dokumen yang terjejer di meja. Suara ketukan dari pintu membuatnya menoleh, seorang wanita dengan pakaian formal berdiri di ambang pintu sehingga lelaki itu mempersilahkan untuk masuk.
Wanita itu tersenyum dengan mendudukan diri. “Tuan saya ingin melaporkan tentang proyek pembangunan gedung itu,” ucapnya dengan memberikan dokumen pada lelaki itu.
Lelaki yang sudah lanjut usia itu mengangguk mempersilahkan. “Bicaralah….”
Wanita itu tersenyum dengan menganggukkan kepalanya, “Semua bahan sudah kita siapkan. Apakah kita langsung membangunnya Tuan?” tanyanya dengan menatap serius.
Lelaki itu diam berpikir sejenak, kemudian menggeleng. “Tunggu! Kita belum membicarakan tentang pembangunan proyek ini kepada para investor,” ujarnya dengan melepaskan kacamatanya.
Wanita itu mengernyit menatap iris mata lelaki itu.“Lalu sekar
Karena tak mau berdiam diri terus menerus di kamarnya kini Daisy bangkit untuk segera menjalankan misi selanjutnya, walaupun kedua lelaki itu melarangnya Daisy tetaplah Daisy gadis yang tak mau dirinya dianggap lemah. Bagi Daisy itu hanyalah luka kecil bahkan ia sering mendapatkan luka ketika bertugas.Dengan pakaian formalnya ia kini menuruni pijakan tangga. Daisy mengernyit ketika melihat kedua lelaki itu saling diam menikmati makanannya masing-masing. "Kalian masih bertengkar?" Dari raut wajah mereka berdua kemungkinan memang benar mereka berdua masih bertengkar.Daisy mendudukkan di kursi kosong yang terletak ditengah-tengah kedua lelaki itu, ia menghela nafasnya membuat kedua lelaki itu menoleh padanya."Makanlah...." Benson menyodorkan piring yang berisi roti dipadu sayuran dan telur diatasnya.Daisy menerimanya, ekor matanya masih bergerak ke kanan-kiri. "Terimakasih Ben." Benson mengangguk sebagai jawaban. Daisy langsung memakan makanannya dengan
Sepanjang perjalanan Daisy hanya diam ia larut akan pikirannya. Memikirkan penyamarannya kebongar membuat ia menghela nafas beberapa kali. Bagaimana bisa penyamaran kali ini terbongkar, padahal ia sudah menganalisa lebih dulu tentang penyamarannya.Siapa lelaki itu kenapa dengan mudahnya dia mengetahui bahwa Daisy sedang menyamar. Daisy harus berhati-hati pada lelaki itu karena dia bukan orang sembarangan.“Kau tak apa?” Benson yang sedang fokus menatap jalanan ia mendengar helaan nafas dari Daisy membuatnya menoleh. Gadis itu tak hentinya menghembuskan nafasnya kasar.“Penyamaranku terbongkar pada satu orang.”Benson mengerem sacara mendadak hingga menimbulkan suara gesekan aspal dengan roda mobilnya.“Astaga! Kenapa tiba-tiba ngerem mendadak?” bentak Daisy tak kuasa menahan kagetnya jantungnya seolah ingin keluar detik itu juga. Pikirannya yang masih membahas mengenai masalah tadi dengan tiba-tiba Benson mengangget
Daisy melirik ke samping melalui ekor matanya, rasanya seperti aneh bila berdekatan dengan lelaki yang kini serius dengan setir kemudinya. Berbagai perasaan curiga mendesak relung hatinya, tapi anehnya dari tingkah lakunya lelaki itu tak ada yang aneh sama sekali. Bahkan terlihat biasa-biasa saja.“Kenapa?”Dengan cepat Daisy memalingkan wajahnya ke depan setelah lelaki itu angkat suara. Atau mungkin lelaki itu menyadarinya kalau saja dia sedang diperhatikan.“Ah... Tidak apa-apa,” balas Daisy dengan tersenyum tipis.Lelaki itu mengangguk mungkin dia tak ingin bertanya lebih banyak lagi.Setelah berdebat dengan Benson dan Louis mengenai pakaiaan yang harus dikenakan untuk menghadiri pesta ulang tahun, Daisy kini sudah berada di mobil untuk segera menuju lokasi. Di sampingnya lelaki yang mengenakan stelan tuxedo hitam yang sangat pas sekali di tubuhnya. Lelaki itu adalah Stefan Smith sebagai pasangannya untuk malam ini. Sebenarnya bisa saja Daisy mengajak Benson
Daisy hanya mengikuti lelaki itu tanpa rasa ragu, entah apa yang direncanakan lelaki itu. Yang menjadi penasaran hanyalah permainan yang akan dimainkannya. Daisy hanya mengikuti alur yang dirancang lelaki itu, bahkan Daisy tak tahu kegelapan sedang menunggunya dengan cara melambaikan tangan kepadanya. “Silakan duduk Nona....” Lelaki itu menyuruh Daisy untuk duduk. Daisy mengernyit ketika di sana terdapat satu meja dengan kursi saling berhadapan, ditambah orang-orang yang sudah diketahui mereka anak buah dari lelaki itu berdiri dengan memakai topeng menunduk hormat ketika lelaki itu mendekati mereka. Daisy semakin penasaran pada lelaki itu, tentang siapa dirinya dan latar belakangnya. Sudah dipastikan lelaki itu bukan sembarang seorang kemungkinan dia juga peran penting di kedua proyek itu. “Nona kenapa Anda termenung?” tanyanya. Daisy tersadar dengan segera ia duduk tepat di hadapan lelaki itu yang sudah terduduk tegak di kursinya.
“Nona, Anda ke mana saja?”Stefan tiba-tiba berada di belakang Daisy lelaki itu dari tadi mencari-cari keberadaan Daisy yang tiba-tiba hilang dalam sekejap dari pandangannya.Daisy tersentak membuatnya menoleh seketika. “Tu-tuan Stefan, rupanya itu Anda.”Daisy bernafas dengan lega, tanpa aba-aba ia langsung menyeret Stefan lebih tepatnya menggandeng secara paksa. Stefan terkejut atas tindakan yang dilakukan Daisy secara tiba-tiba membawanya berlari mengikuti lari kecilnya. Stefan hanya diam tanpa berkomentar, baru kali ini ada seorang wanita yang memperlakukannya seperti itu tanpa meminta dan mendapatkan persetujuan darinya. Namun pikiran-pikiran itu ia segera singkirkan karena kemungkinan ada sesuatu di balik raut kecemasaan dari wajah wanita itu.Daisy berhenti mengatur nafas ia menengok ke belakang, matanya membulat ketika tangannya membalut tangan kokoh milik Stefan dengan cepat menghempaskan kaitan tangannya. &ldq
“Daisy! Benson! Cepat ke sini!”Suara Louis yang nyaring membuat kedua orang yang sedang sibuk di lantai bawah segera menuju sumber suara.“Ada apa? Kenapa teriak?” tanya Daisy dengan berjalan menghampiri Louis yang sedang fokus pada monitornya disusul Benson yang mengekor di belakangnya.“Lihatlah... Apa yang baru saja aku temukan!” Louis memperlihatkan layar monitornya, memberitahu pada kedua temannya atas apa yang telah ia temukan.Di sana dengan tertera menunjukkan sebuah titik lokasi yang entah itu tak bisa dilacak keberadaannya. Sangat janggal, padahal Louis sudah mencoba dengan metode para hacker namun tetap saja letak keberadaan titik merah itu tak dapat ditemukan.Benson menyentuh layar monitor agar lebih memperjelas di mana letak lokasi tersebut. Tatapannya lurus ke arah layar, otaknya berpikir lebih dalam karena sepertinya ia tahu di mana lokasi tersebut.“Aku yakin dia masih
Melangkah dan bergerak untuk tetap hati-hati itu yang dilakukan Daisy dan kedua kawannya ketika menyelinap memasuki bangunan itu, ketika mendengar kata-kata yang sudah membuat amarahnya melonjak tinggi, Daisy, Louis, dan Benson sudah tak sabar lagi mereka bergegas untuk memasuki lebih dalam lagi bangunan itu.Melewati lorong-lorong dengan pipa-pipa putih saling bertumpu yang meneteskan air kotor bekas laboratorium dengan bau yang sama sekali tak enak, sehingga memberikan kesan memabukkan dan pusing. Jika dipikir ke mana air-air ini pergi akan teramat sangat berbahaya bila mereka membuangnya pada sungai hutan itu. Sungai akan tercemar dan para binatang-binatang akan tewas dan keracunan karena limbah airnya.“Kau tahu ke mana mereka membuang limbah air kotor ini?” tanya Daisy dengan menutup hidungnya. Baunya sudah membuat perutnya mual.“Kurasa di salah suatu reservoir yang dibuat khusus,” kata Benson menimpali.Ketiganya masih berja
Seluruh pengawal serta para maid tertegun ketika meklihat Arthur pulang dengan membawa seorang gadis yang tak sadarkan diri di gendongannya, ditanmbah sekujur tubuh gadis itu penuh bercak darah. Melihat itu semuanya bergidik ngeri memberi jalan untuk Arthur.Arthur berjalan dengan gagah walaupun rasa cemas menyelubungi benaknya tapi ia tetap berwibawa ciri khas seorang pangeran. Memasuki kamar dan meletakkan tubuh gadis itu dengan hati-hati, menatap wajah tenangnya sembari menyingkirkan helaian rambut yang menutupi mata kanannya Arthur tersenyum.“Selamat datang di rumah kamu yang sebenarnya sayang.”Waktu inilah yang ia nantikan membawa Daisy ke istana, pertemuan yang tepat walaupun pertemuan itu membuat Daisy sangat ketakutan. Arthur menghela nafas, merasa bersalah atas apa yang diperbuatnya menampilkan diri bukan sebagai manusia melainkan sebagai binatang yang gadis itu takuti.“Maaf,” katanya kemudian berdiri meninggalkan ruang