Daisy tampak benar-benar berbinar ketika melihat dirinya sendiri di pantulan cermin.Arthur memeluknya dari belakang."Bagaimana kau suka atau tidak? Kalo tak cocok kita bikin lagi yang baru sesuai dengan keinginanmu," bisik Arthur."Aku suka! Sangat-sangat seperti yang aku inginkan!" Gaun pengantin berwarna putih ukurannya dibuat sesuai dengan bentuk tubuh yang ramping. Coraknya yang simpel dan dibagian dadanya terdapat berlian Azura yang terselip, sungguh dia sangat diratukan oleh Arthur. Bersanding dengan Arthur membuat sisi manlynya hilang digantikan dengan sisi feminin.Tak terasa air mata jatuh membasahi pipinya, ia merindukan kedua orang tuanya mungkin jika mereka hadir pasti suasana yang sangat bahagia. “Kenapa menangi, hem?” Arthur mengusap air mata Daisy tampak khawatir pada gadisnya."Aku merindukan kedua orang tuaku."Arthur tiba-tiba diam seolah sedang memikirkan sesuatu. "Kau bisa melihatnya nanti," katanya.“Maksudmu?”Arthur tak membalas perkataan Daisy ia melenggang
Arthur tak tahan ketika melihat seluruh badan Daisy terekspos. Perlahan mendekati gadisnya, tangannya sudah membelai punggung mulus itu. Kedua matanya sudah menandakan bahwa dirinya kelaparan. "Baumu sangat manis." Dia berkata seraya mengendus, mengecup tak lupa memberi jilatan kecil pada punggung itu.Daisy melenguh mendapatkan perlakuan dari Arthur membuat dirinya memejamkan mata menikmat kegelian nikmat. Arthur membalikkan tubuh Daisy, matanya kini tertuju pada dua gundukan yang pas baginya. Memeras dan memainkan ujungnya. Rasa geli menjalar diseleluruh tubuh Daisy. Rasa geli yang aneh, rasa geli yang berbeda ketika Arthur sudah memasukan pada mulutnya memainkan gundukan itu dengan lidahnya.Sangat sangat nikmat pikir Daisy yang baru pertama kali melakukan hal dewasa seperti itu. Mereka berperang dalam kegelapan, malam itu Arthur tak membiarkan Daisy tidur sama sekali, dia terus menggempurnya habis-habisan.Keesokan paginya Arthur lebih dulu bangun dari Daisy ia menatap wajah dama
Arthur tak bisa menahan lagi amarahnya ketika seseorang di depannya tak menjawab pertanyaan darinya. Lelaki itu hanya tersenyum walaupun sekujur tubuhnya kini penuh dengan darah."Waktumu hampir habis, jika kau tak berkata tentang kebenarannya mungkin bisa jadi kau akan selamanya terperangkap di sini.""Silahkan saja, jika kau tak ingin tahu siapa yang menculik Daisy dan menjadikannya eksperimen itu."Arthur sangat geram dia dengan gesit mencengkram kerat kerah lelaki itu."Katakanlah bedebah!"Kembali mengingat tentang masa kecilnya, dimana bayangan-bayangan kejadian yang membuat Arthur hilang ingatan sementara setelah mendapatkan kabar bahwa teman kecilnya menghilang.Dia berupaya untuk bisa menemukan teman kecilnya itu, bahkan pencarian itu bertahun-tahun lamanya. Bahkan ia rela menghabiskan separuh hidupnya untuk hidup di lingkungan manusia hanya demi mencari keberadaan gadisnya."Aku akan jelaskan tapi kau harus berjanji takkan memberitahunya?""Kenapa? Apa kau takut muncul di de
Daisy sangat lega ketika melihat Louis selamat dari kejaran para anak buah para peneliti itu. Ia tak kunjung melepaskan pelukannya, terus menyucap syukur.Daisy tak tahu akan berapa lama lagi pencarian terhadap lelaki itu, tapi ia sangat berterimakasih pada lelaki yang kini menyandang sebagai suaminya itu berkat dia Louis ditemukan."Sy, maaf."Kata itu terlontar dari mulut Louis, perkataan maaf yang membuat Daisy terheran."For what?"Melepaskan pelukannya dan kini menatap lekat wajah Louis."Mungkin suatu saat nanti kamu tahu, sebelum terlambat aku lebih dulu meminta maaf padamu atas apa yang kuperbuat selama ini. Dan mungkin suatu saat nanti kamu akan lebih-lebih membenciku.""Ayolah, kita hanya terpisah dan kau tak perlu meminta maaf hanya karena kita beda jalur untuk menyelamatkan diri." Daisy tertawa kecil menanggapinya. Ia tahu temannya itu mungkin merasa bersalah sebab telah meninggalkannya sendirian di hutan.Louis menatap Arthur yang kini sudah memberikan tatapan tajam, Arth
Daisy bangun dengan nafas tersengal, mengambil air dari nakas untuk segera ia teguk. Tapi pergerakannya terhenti ketika ia melihat sekelilingnya. Ini kamarnya. Kamar sesungguhnya, kamar dirinya di dunia manusia."Apakah ini mimpi? Tapi jika mimpi semuanya terasa nyata dan aku mengingat jelas dari awal diriku pertama kali bertemu dengan Arthur," gumamnya seraya memegang kepalanya yang sedikit berdenyut."Tingg...tongg!"Terdengar suara bel rumahnya, ia bergegas keluar dari kamarnya untuk segera membuka pintu utama. Alangkah terkejutnya ketika mendapati Louis dan William, tanpa aba-aba Daisy memeluk satu persatu kawannya itu."Loh... Loh ada apa ko tiba-tiba kau memeluk kami seperti itu?" kata William heran. "Tidak. Hanya saja aku merindukan kalian," jawabnya tak ingin membahas apa yang terjadi dengan dirinya."Baru aja kemarin kita bertemu sy, aneh kamu." Kali ini Louis yang berkata."Masa sih? Ko aku lupa ya?" "Heleh... Kau kebanyakan nonton film sih jadinya pikun!" seru William."
Washington, Amerika Serikat.Seorang gadis sedang berdiri di teras balkon kamar apartemennya ditemani secangkir teh hangat yang berada digenggamannya. Mentari telah usai kini digantikan oleh sang Bulan yang hanya menerangi dikala kegelapan. Netra coklat itu menatap jalanan yang ramai akan kendaraan berlalu-lalang. Udara dingin menyapa, menelusup, menyentuh kulitnya. Kimono yang tipis membuatnya menggigil seketika. Deringan dari ponsel yang berada di atas nakas membuat lamunannya buyar dengan langkah gontai ia memasuki kamarnya untuk mengambil benda tersebut.“Halo!” sapa Daisy pada seseorang di seberang sana. Daisy kini mendudukan diri di kursi berbahan rotan yang terletak di pojokan teras balkonnya dengan menyesap sedikit tehnya.Menikmati waktu libur dengan menghabiskan waktu setiap detiknya dengan melakukan hal-hal yang biasa ia lakukan seperti; perawatan wajah dan badan, membaca buku, olahraga ringan, mengistirahtakan otak beserta jiwa yang lelah
Bucharest, Romania.“Pertama yang kita harus lakukan adalah menyelidiki lebih dalam tentang proyek ilegal. Yang disembuyikan para peneliti ilmiah perusahaan 'Osrd' ini,” tutur Daisy yang kini fokus dengan beberapa kertas dokumen ditangannya tak lupa dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.Daisy dan Louis kini berada disalah satu mansion yang letaknya di tengah hutan. Perjanjian temu membuat keduanya berada di mansion itu. Berbekal gps manual mereka akhirnya tiba di kediaman Benson sebagai teman timnya. “Proyek ini diberi nama-nama kode yang terkait dengan obat-obatan berbahaya itu. Dua proyek ini diberi nama Bluebird dan Artichoke,” sambung Daisy sambil menyerahkan kertas ke arah Benson dan Louis.“Kenapa mereka memberi kode nama di proyek ini?” tanya Benson yang kini mengalihkan atensi dari dokumennya menatap Daisy.Daisy mengerutkan dahinya, “Mungkin karena proyek ini ilegal dan b
“Begini yang mulia, Pangeran Arthur sudah beranjak dewasa. Apa dia belum menemukan mate-nya?” tanya salah satu tetua peninggi kerajaan.Kini di kerajaan Moon Stone Pack diadakan Konferensi meja bundar yang dihadiri orang-orang terpenting yaitu; Para petinggi kerajaan, alpha Rery dan putra semata wayangnya Arthur. Mereka membahas masalah mengenai upacara pengangkatan sang Putra mahkota menjadi seorang Alpha.Arthur menatap tajam tetua yang baru saja melontarkan kalimat itu dengan sorot mata penuh akan kegelapan.Tetua yang mendapat tatapan tajam dari seorang Arthur mendadak ciut.Lancang sekali dia menanyakan tentang itu di hadapan semua orang. Aura semakin mencengkam seketika kabut hitam mengelilingi ruangan itu membuat semua orang sesak akan aura dari seorang Arthur.“Apa upacara ini bisa diadakan tanpa adanya ikatan mate?” tanya sang Alpha kepada tetua yang bernama Argus ia sebagai penasehat kerajaan dia lebih mengerti silsilah te