Daisy sangat lega ketika melihat Louis selamat dari kejaran para anak buah para peneliti itu. Ia tak kunjung melepaskan pelukannya, terus menyucap syukur.Daisy tak tahu akan berapa lama lagi pencarian terhadap lelaki itu, tapi ia sangat berterimakasih pada lelaki yang kini menyandang sebagai suaminya itu berkat dia Louis ditemukan."Sy, maaf."Kata itu terlontar dari mulut Louis, perkataan maaf yang membuat Daisy terheran."For what?"Melepaskan pelukannya dan kini menatap lekat wajah Louis."Mungkin suatu saat nanti kamu tahu, sebelum terlambat aku lebih dulu meminta maaf padamu atas apa yang kuperbuat selama ini. Dan mungkin suatu saat nanti kamu akan lebih-lebih membenciku.""Ayolah, kita hanya terpisah dan kau tak perlu meminta maaf hanya karena kita beda jalur untuk menyelamatkan diri." Daisy tertawa kecil menanggapinya. Ia tahu temannya itu mungkin merasa bersalah sebab telah meninggalkannya sendirian di hutan.Louis menatap Arthur yang kini sudah memberikan tatapan tajam, Arth
Daisy bangun dengan nafas tersengal, mengambil air dari nakas untuk segera ia teguk. Tapi pergerakannya terhenti ketika ia melihat sekelilingnya. Ini kamarnya. Kamar sesungguhnya, kamar dirinya di dunia manusia."Apakah ini mimpi? Tapi jika mimpi semuanya terasa nyata dan aku mengingat jelas dari awal diriku pertama kali bertemu dengan Arthur," gumamnya seraya memegang kepalanya yang sedikit berdenyut."Tingg...tongg!"Terdengar suara bel rumahnya, ia bergegas keluar dari kamarnya untuk segera membuka pintu utama. Alangkah terkejutnya ketika mendapati Louis dan William, tanpa aba-aba Daisy memeluk satu persatu kawannya itu."Loh... Loh ada apa ko tiba-tiba kau memeluk kami seperti itu?" kata William heran. "Tidak. Hanya saja aku merindukan kalian," jawabnya tak ingin membahas apa yang terjadi dengan dirinya."Baru aja kemarin kita bertemu sy, aneh kamu." Kali ini Louis yang berkata."Masa sih? Ko aku lupa ya?" "Heleh... Kau kebanyakan nonton film sih jadinya pikun!" seru William."
Washington, Amerika Serikat.Seorang gadis sedang berdiri di teras balkon kamar apartemennya ditemani secangkir teh hangat yang berada digenggamannya. Mentari telah usai kini digantikan oleh sang Bulan yang hanya menerangi dikala kegelapan. Netra coklat itu menatap jalanan yang ramai akan kendaraan berlalu-lalang. Udara dingin menyapa, menelusup, menyentuh kulitnya. Kimono yang tipis membuatnya menggigil seketika. Deringan dari ponsel yang berada di atas nakas membuat lamunannya buyar dengan langkah gontai ia memasuki kamarnya untuk mengambil benda tersebut.“Halo!” sapa Daisy pada seseorang di seberang sana. Daisy kini mendudukan diri di kursi berbahan rotan yang terletak di pojokan teras balkonnya dengan menyesap sedikit tehnya.Menikmati waktu libur dengan menghabiskan waktu setiap detiknya dengan melakukan hal-hal yang biasa ia lakukan seperti; perawatan wajah dan badan, membaca buku, olahraga ringan, mengistirahtakan otak beserta jiwa yang lelah
Bucharest, Romania.“Pertama yang kita harus lakukan adalah menyelidiki lebih dalam tentang proyek ilegal. Yang disembuyikan para peneliti ilmiah perusahaan 'Osrd' ini,” tutur Daisy yang kini fokus dengan beberapa kertas dokumen ditangannya tak lupa dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.Daisy dan Louis kini berada disalah satu mansion yang letaknya di tengah hutan. Perjanjian temu membuat keduanya berada di mansion itu. Berbekal gps manual mereka akhirnya tiba di kediaman Benson sebagai teman timnya. “Proyek ini diberi nama-nama kode yang terkait dengan obat-obatan berbahaya itu. Dua proyek ini diberi nama Bluebird dan Artichoke,” sambung Daisy sambil menyerahkan kertas ke arah Benson dan Louis.“Kenapa mereka memberi kode nama di proyek ini?” tanya Benson yang kini mengalihkan atensi dari dokumennya menatap Daisy.Daisy mengerutkan dahinya, “Mungkin karena proyek ini ilegal dan b
“Begini yang mulia, Pangeran Arthur sudah beranjak dewasa. Apa dia belum menemukan mate-nya?” tanya salah satu tetua peninggi kerajaan.Kini di kerajaan Moon Stone Pack diadakan Konferensi meja bundar yang dihadiri orang-orang terpenting yaitu; Para petinggi kerajaan, alpha Rery dan putra semata wayangnya Arthur. Mereka membahas masalah mengenai upacara pengangkatan sang Putra mahkota menjadi seorang Alpha.Arthur menatap tajam tetua yang baru saja melontarkan kalimat itu dengan sorot mata penuh akan kegelapan.Tetua yang mendapat tatapan tajam dari seorang Arthur mendadak ciut.Lancang sekali dia menanyakan tentang itu di hadapan semua orang. Aura semakin mencengkam seketika kabut hitam mengelilingi ruangan itu membuat semua orang sesak akan aura dari seorang Arthur.“Apa upacara ini bisa diadakan tanpa adanya ikatan mate?” tanya sang Alpha kepada tetua yang bernama Argus ia sebagai penasehat kerajaan dia lebih mengerti silsilah te
Sinar mentari pagi memasuki celah ventilasi udara membuat seorang gadis yang tengah tertidur menggeliat dalam selimutnya. Daisy menggosok kedua matanya sembari terduduk bersandar di punggung ranjangnya.Entah malam ini tidurnya sangat nyenyak, ia mencoba menengok ke sekeliling kamar namun tidak ada siapa pun di kamar itu selain dirinya sendiri. Sungguh ia merasa tidurnya ditemani seseorang tapi entah siapa? Apa itu Louis? Tidak mungkin! Karena Louis tidak seberani itu.Tapi aroma mint masih tercium di indra penciumanmya. Ia menengok ke arah jendela dan sebentar bukankah jendela itu terbuka? Tapi kenapa sekarang malah tertutup rapat?Aneh!Daripada bergulat terus dengan pikirannya lebih baik Daisy bergegas untuk keluar dari kamar itu sebelum keluar ia tidak lupa mencuci muka dan menggosok gigi terlebih dahulu.Aroma dari arah dapur membuat perut Daisy tidak sabaran untuk mendekatinya, di sana berdiri seorang lelaki bertubuh atletis yang terbalut kao
"Lemparan yang bagus. Tuan!" puji seorang lelaki muda dengan tepukan tangan.Lelaki yang sudah lanjut usia melangkah menuju lelaki muda yang sedang menatapnya dengan senyuman, "Terimakasih. Nak," balasnya dengan tersenyum.Lelaki muda itu mengamati lelaki tua yang kini sedang memeriksa stiknya. "Bagaimana anda bisa melempar dengan jarak sejauh itu. Tuan?" tanya lelaki muda itu."Kalo boleh saya tahu, apa teknik yang anda terapkan?" lanjutnya.Lelaki tua itu mengalihkan atensinya menatap lelaki muda yang kini sedang menatapnya, sorot mata itu menampilkan rasa ingin tahu lebih. "Pertama yang harus kamu lakukan adalah harus fokus. Apapun itu tujuan kamu jika kamu fokus maka tujuanmu akan tercapai. Nah... Kemudian kamu harus memilih hole mana yang ingin kamu tuju, " sahutnya dengan mengambil bola golf dari asistennya.Lelaki tua itu meletakan bola pada rumput, "Kedua teknik memegang stik sama dengan cara teknik memegang baseball. Tapi kamu harus mengaitkan jar
“Bagaimana? Kamu menemukanya?” tanya Louis dengan menampilkan raut wajah cemas.“Aku sudah mencari ke seluruh mansion tapi tidak ada,” balas Benson. Benson mencari ke setiap penjuru mansion namun nihil Daisy tidak bisa ditemukan.Sekarang yang dipikiran mereka berdua apakah Daisy masih marah pada mereka? Sehingga dia pergi dari mansion? Atau Daisy diculik?“Apa dia memasuki hutan?” Benson dan Louis menatap hutan yang ada di hadapannya mereka berdua meneliti apa ada tanda-tanda Daisy memasuki hutan tersebut.Dan ya! Mereka menemukan jejak sepatu dipijakan pertama jejak sepatu itu jejak seorang gadis karena memiliki ukuran yang kecil dibandingkan jejak sepatu seorang lelaki.“Sial! kita harus cepat bertindak!" ujar Louis yang tidak bisa menyembunyikan raut kekhawatiran pada wajahnya.Benson mengangguk setuju kini mereka berdua memasuki hutan dengan berlari, cahaya dari mentari sudah sirna sehingg
Daisy bangun dengan nafas tersengal, mengambil air dari nakas untuk segera ia teguk. Tapi pergerakannya terhenti ketika ia melihat sekelilingnya. Ini kamarnya. Kamar sesungguhnya, kamar dirinya di dunia manusia."Apakah ini mimpi? Tapi jika mimpi semuanya terasa nyata dan aku mengingat jelas dari awal diriku pertama kali bertemu dengan Arthur," gumamnya seraya memegang kepalanya yang sedikit berdenyut."Tingg...tongg!"Terdengar suara bel rumahnya, ia bergegas keluar dari kamarnya untuk segera membuka pintu utama. Alangkah terkejutnya ketika mendapati Louis dan William, tanpa aba-aba Daisy memeluk satu persatu kawannya itu."Loh... Loh ada apa ko tiba-tiba kau memeluk kami seperti itu?" kata William heran. "Tidak. Hanya saja aku merindukan kalian," jawabnya tak ingin membahas apa yang terjadi dengan dirinya."Baru aja kemarin kita bertemu sy, aneh kamu." Kali ini Louis yang berkata."Masa sih? Ko aku lupa ya?" "Heleh... Kau kebanyakan nonton film sih jadinya pikun!" seru William."
Daisy sangat lega ketika melihat Louis selamat dari kejaran para anak buah para peneliti itu. Ia tak kunjung melepaskan pelukannya, terus menyucap syukur.Daisy tak tahu akan berapa lama lagi pencarian terhadap lelaki itu, tapi ia sangat berterimakasih pada lelaki yang kini menyandang sebagai suaminya itu berkat dia Louis ditemukan."Sy, maaf."Kata itu terlontar dari mulut Louis, perkataan maaf yang membuat Daisy terheran."For what?"Melepaskan pelukannya dan kini menatap lekat wajah Louis."Mungkin suatu saat nanti kamu tahu, sebelum terlambat aku lebih dulu meminta maaf padamu atas apa yang kuperbuat selama ini. Dan mungkin suatu saat nanti kamu akan lebih-lebih membenciku.""Ayolah, kita hanya terpisah dan kau tak perlu meminta maaf hanya karena kita beda jalur untuk menyelamatkan diri." Daisy tertawa kecil menanggapinya. Ia tahu temannya itu mungkin merasa bersalah sebab telah meninggalkannya sendirian di hutan.Louis menatap Arthur yang kini sudah memberikan tatapan tajam, Arth
Arthur tak bisa menahan lagi amarahnya ketika seseorang di depannya tak menjawab pertanyaan darinya. Lelaki itu hanya tersenyum walaupun sekujur tubuhnya kini penuh dengan darah."Waktumu hampir habis, jika kau tak berkata tentang kebenarannya mungkin bisa jadi kau akan selamanya terperangkap di sini.""Silahkan saja, jika kau tak ingin tahu siapa yang menculik Daisy dan menjadikannya eksperimen itu."Arthur sangat geram dia dengan gesit mencengkram kerat kerah lelaki itu."Katakanlah bedebah!"Kembali mengingat tentang masa kecilnya, dimana bayangan-bayangan kejadian yang membuat Arthur hilang ingatan sementara setelah mendapatkan kabar bahwa teman kecilnya menghilang.Dia berupaya untuk bisa menemukan teman kecilnya itu, bahkan pencarian itu bertahun-tahun lamanya. Bahkan ia rela menghabiskan separuh hidupnya untuk hidup di lingkungan manusia hanya demi mencari keberadaan gadisnya."Aku akan jelaskan tapi kau harus berjanji takkan memberitahunya?""Kenapa? Apa kau takut muncul di de
Arthur tak tahan ketika melihat seluruh badan Daisy terekspos. Perlahan mendekati gadisnya, tangannya sudah membelai punggung mulus itu. Kedua matanya sudah menandakan bahwa dirinya kelaparan. "Baumu sangat manis." Dia berkata seraya mengendus, mengecup tak lupa memberi jilatan kecil pada punggung itu.Daisy melenguh mendapatkan perlakuan dari Arthur membuat dirinya memejamkan mata menikmat kegelian nikmat. Arthur membalikkan tubuh Daisy, matanya kini tertuju pada dua gundukan yang pas baginya. Memeras dan memainkan ujungnya. Rasa geli menjalar diseleluruh tubuh Daisy. Rasa geli yang aneh, rasa geli yang berbeda ketika Arthur sudah memasukan pada mulutnya memainkan gundukan itu dengan lidahnya.Sangat sangat nikmat pikir Daisy yang baru pertama kali melakukan hal dewasa seperti itu. Mereka berperang dalam kegelapan, malam itu Arthur tak membiarkan Daisy tidur sama sekali, dia terus menggempurnya habis-habisan.Keesokan paginya Arthur lebih dulu bangun dari Daisy ia menatap wajah dama
Daisy tampak benar-benar berbinar ketika melihat dirinya sendiri di pantulan cermin.Arthur memeluknya dari belakang."Bagaimana kau suka atau tidak? Kalo tak cocok kita bikin lagi yang baru sesuai dengan keinginanmu," bisik Arthur."Aku suka! Sangat-sangat seperti yang aku inginkan!" Gaun pengantin berwarna putih ukurannya dibuat sesuai dengan bentuk tubuh yang ramping. Coraknya yang simpel dan dibagian dadanya terdapat berlian Azura yang terselip, sungguh dia sangat diratukan oleh Arthur. Bersanding dengan Arthur membuat sisi manlynya hilang digantikan dengan sisi feminin.Tak terasa air mata jatuh membasahi pipinya, ia merindukan kedua orang tuanya mungkin jika mereka hadir pasti suasana yang sangat bahagia. “Kenapa menangi, hem?” Arthur mengusap air mata Daisy tampak khawatir pada gadisnya."Aku merindukan kedua orang tuaku."Arthur tiba-tiba diam seolah sedang memikirkan sesuatu. "Kau bisa melihatnya nanti," katanya.“Maksudmu?”Arthur tak membalas perkataan Daisy ia melenggang
Semua orang di istana sibuk sebab hari ini di adakan pertemuan para bangsawan. Namun hanya Daisy yang diam saja di kamar, ia hampir mati karena kebosanan. Sebab Arthur mengurungnya di kamar alih-alih agar ia tak diculik katanya. Terdengar konyol di telinga, namun apa boleh buat."Ayoklah Ben, aku ingin keluar jalan-jalan!"Daisy memohon pada Benson yang di tugaskan untuk menjaganya di kamar. Apalagi situasi antar keduanya kembali normal tanpa kecanggungan seperti semula."Tidak! Pangeran Arthur melarangmu untuk keluar," katanya."Aku bosan Ben! Kau tahu, aku sangat-sangat bosan!" Daisy mondar-mandir dengan memegangi kepalanya.Melihat itu Benson yang sedang asik membaca buku menghela nafas. Lalu ia bangkit merapikan kembali buku-buku yang berceceran menaruhnya pada rak buku.Sudah dua puluh buku yang ia baca dari pagi sampai sore itu sebagai bukti bahwa dirinya sangat penat juga."Ayo!" kata Benson.Berjalan beriringan tak lupa menyapa para pelayan dan pengawal. Dan memang benar suasa
Sorotan cahaya membuat Daisy memejamkan mata ketika Benson memberikan penemuannya. Setelah mengambil alih benda itu betapa mengejutkannya ketika benda itu persis yang dimiliki Louis. Kalung kebersamaan."Aku menemukannya di hutan, batu di dalamnya membuatku tertarik untuk memungut benda itu." Benson menjelaskan jujur apa adanya."Ini milik Louis dan ini kalung persahabatan kita. Lihatlah... Jika kau perhatikan lebih teliti kau bisa menemukan huruf abjad di dalamnya." Daisy menunjukkan pada Benson hingga jarak mereka sangat intim.Benson mengangguk membenarkan bahwa dirinya juga melihat huruf L terukir rapih di dalam batu itu. Bau manis pun membuatnya menahan nafas ketika berdekatan dengan Daisy."Ini adalah batu Azura. Batu yang sangat langka yang hanya bisa ditemukan di hutan tertentu.""Jadi dari mana batu itu berasal?"Daisy tersenyum tipis memandang lekat kalung milik Louis. Mengingat kembali tentang bagaimana caranya bisa menemukan batu itu."Kami bertiga menemukan ini dibagian h
Setelah sesi berkuda Arthur mengajak Daisy makan siang bersama di meja makan. Sebelumnya Daisy tak pernah makan bersama ia tak mau ikiut bergabung dengan keluarga itu, ia hanya orang asing yang tak pantas bergabung dengan keluarga kerajaan. Ya, Daisy sudah sepenuhnya memahami sesuatu yang terjadi. Bahwa ia benar-benar terjebak di sebuah kerajaan yang besar, bukan lelucon semata. Daisy menyaksikan dengan kedua mata, tak ada kameramen serta produser. Jadi ia tahu bahwa ucapan lelaki itu benar.Daisy terjebak kaku ketika semua mata tertuju padanya. Situasi yang tak ia inginkan, makan siang bersama kedua calon mertua. Tidak, bukan berarti ia dengan cepat setuju atas pernikahan itu hanya saja jika dipikir-pikir memang itu nyatanya."Oh MoonGoddess, calon menantuku akhirnya ikut makan bersama di meja makan." Suara sang ratu Arabell terdengar merdu di telinga Daisy, ia hanya mengangguk dengan tersenyum."Baguslah, Nak! Setidaknya keluar dari kamarmu untuk ikut bergabung dengan kami." Sang ra
Setelah mengambil keputusan. Daisy kembali dibawa ke istana Arthur, tentu saja Daisy menyetujui itu karena Arthur menjanjikan untuk menemukan Louis. Daisy masih sangat kecewa pada Benson. Ternyata Benson adalah tangan kanan Arthur. Daisy melangkah menuju taman menghilangkan rasa penat. "Rupanya Anda di sini, Nona" Suara tak asing yang mengganggunya, Daisy bertanya-tanya. "Saya tahu Anda marah besar sama saya, tapi saya hanya ingin membantu pangeran Arthur." Daisy mengerutkan keningnya. "Apa hubungannya dengan kami-pura menjadi seorang agen mata-mata?!" sarkas. "Apa yang ingin saya jelaskan, Nona?" ujarnya. "Berhenti panggil saya dengan sebutan itu Benson." Benson terdiam kemudian berdehem. "Sekarang Anda sudah tahu saya adalah bawahan pangeran Arthur." Hati kecil Daisy sebenarnya tak tega melihat wajah Benson yang merasa bersalah. Apalagi ini sepenuhnya bukan kesalahan dia. Just yang harus disalahkan lelaki gila itu. Daisy menghembuskan nafasnya panjang. "Ben... Bisa kau jela