Karena tak mau berdiam diri terus menerus di kamarnya kini Daisy bangkit untuk segera menjalankan misi selanjutnya, walaupun kedua lelaki itu melarangnya Daisy tetaplah Daisy gadis yang tak mau dirinya dianggap lemah. Bagi Daisy itu hanyalah luka kecil bahkan ia sering mendapatkan luka ketika bertugas.
Dengan pakaian formalnya ia kini menuruni pijakan tangga. Daisy mengernyit ketika melihat kedua lelaki itu saling diam menikmati makanannya masing-masing. "Kalian masih bertengkar?" Dari raut wajah mereka berdua kemungkinan memang benar mereka berdua masih bertengkar.
Daisy mendudukkan di kursi kosong yang terletak ditengah-tengah kedua lelaki itu, ia menghela nafasnya membuat kedua lelaki itu menoleh padanya.
"Makanlah...." Benson menyodorkan piring yang berisi roti dipadu sayuran dan telur diatasnya.
Daisy menerimanya, ekor matanya masih bergerak ke kanan-kiri. "Terimakasih Ben." Benson mengangguk sebagai jawaban. Daisy langsung memakan makanannya dengan
Sepanjang perjalanan Daisy hanya diam ia larut akan pikirannya. Memikirkan penyamarannya kebongar membuat ia menghela nafas beberapa kali. Bagaimana bisa penyamaran kali ini terbongkar, padahal ia sudah menganalisa lebih dulu tentang penyamarannya.Siapa lelaki itu kenapa dengan mudahnya dia mengetahui bahwa Daisy sedang menyamar. Daisy harus berhati-hati pada lelaki itu karena dia bukan orang sembarangan.“Kau tak apa?” Benson yang sedang fokus menatap jalanan ia mendengar helaan nafas dari Daisy membuatnya menoleh. Gadis itu tak hentinya menghembuskan nafasnya kasar.“Penyamaranku terbongkar pada satu orang.”Benson mengerem sacara mendadak hingga menimbulkan suara gesekan aspal dengan roda mobilnya.“Astaga! Kenapa tiba-tiba ngerem mendadak?” bentak Daisy tak kuasa menahan kagetnya jantungnya seolah ingin keluar detik itu juga. Pikirannya yang masih membahas mengenai masalah tadi dengan tiba-tiba Benson mengangget
Daisy melirik ke samping melalui ekor matanya, rasanya seperti aneh bila berdekatan dengan lelaki yang kini serius dengan setir kemudinya. Berbagai perasaan curiga mendesak relung hatinya, tapi anehnya dari tingkah lakunya lelaki itu tak ada yang aneh sama sekali. Bahkan terlihat biasa-biasa saja.“Kenapa?”Dengan cepat Daisy memalingkan wajahnya ke depan setelah lelaki itu angkat suara. Atau mungkin lelaki itu menyadarinya kalau saja dia sedang diperhatikan.“Ah... Tidak apa-apa,” balas Daisy dengan tersenyum tipis.Lelaki itu mengangguk mungkin dia tak ingin bertanya lebih banyak lagi.Setelah berdebat dengan Benson dan Louis mengenai pakaiaan yang harus dikenakan untuk menghadiri pesta ulang tahun, Daisy kini sudah berada di mobil untuk segera menuju lokasi. Di sampingnya lelaki yang mengenakan stelan tuxedo hitam yang sangat pas sekali di tubuhnya. Lelaki itu adalah Stefan Smith sebagai pasangannya untuk malam ini. Sebenarnya bisa saja Daisy mengajak Benson
Daisy hanya mengikuti lelaki itu tanpa rasa ragu, entah apa yang direncanakan lelaki itu. Yang menjadi penasaran hanyalah permainan yang akan dimainkannya. Daisy hanya mengikuti alur yang dirancang lelaki itu, bahkan Daisy tak tahu kegelapan sedang menunggunya dengan cara melambaikan tangan kepadanya. “Silakan duduk Nona....” Lelaki itu menyuruh Daisy untuk duduk. Daisy mengernyit ketika di sana terdapat satu meja dengan kursi saling berhadapan, ditambah orang-orang yang sudah diketahui mereka anak buah dari lelaki itu berdiri dengan memakai topeng menunduk hormat ketika lelaki itu mendekati mereka. Daisy semakin penasaran pada lelaki itu, tentang siapa dirinya dan latar belakangnya. Sudah dipastikan lelaki itu bukan sembarang seorang kemungkinan dia juga peran penting di kedua proyek itu. “Nona kenapa Anda termenung?” tanyanya. Daisy tersadar dengan segera ia duduk tepat di hadapan lelaki itu yang sudah terduduk tegak di kursinya.
“Nona, Anda ke mana saja?”Stefan tiba-tiba berada di belakang Daisy lelaki itu dari tadi mencari-cari keberadaan Daisy yang tiba-tiba hilang dalam sekejap dari pandangannya.Daisy tersentak membuatnya menoleh seketika. “Tu-tuan Stefan, rupanya itu Anda.”Daisy bernafas dengan lega, tanpa aba-aba ia langsung menyeret Stefan lebih tepatnya menggandeng secara paksa. Stefan terkejut atas tindakan yang dilakukan Daisy secara tiba-tiba membawanya berlari mengikuti lari kecilnya. Stefan hanya diam tanpa berkomentar, baru kali ini ada seorang wanita yang memperlakukannya seperti itu tanpa meminta dan mendapatkan persetujuan darinya. Namun pikiran-pikiran itu ia segera singkirkan karena kemungkinan ada sesuatu di balik raut kecemasaan dari wajah wanita itu.Daisy berhenti mengatur nafas ia menengok ke belakang, matanya membulat ketika tangannya membalut tangan kokoh milik Stefan dengan cepat menghempaskan kaitan tangannya. &ldq
“Daisy! Benson! Cepat ke sini!”Suara Louis yang nyaring membuat kedua orang yang sedang sibuk di lantai bawah segera menuju sumber suara.“Ada apa? Kenapa teriak?” tanya Daisy dengan berjalan menghampiri Louis yang sedang fokus pada monitornya disusul Benson yang mengekor di belakangnya.“Lihatlah... Apa yang baru saja aku temukan!” Louis memperlihatkan layar monitornya, memberitahu pada kedua temannya atas apa yang telah ia temukan.Di sana dengan tertera menunjukkan sebuah titik lokasi yang entah itu tak bisa dilacak keberadaannya. Sangat janggal, padahal Louis sudah mencoba dengan metode para hacker namun tetap saja letak keberadaan titik merah itu tak dapat ditemukan.Benson menyentuh layar monitor agar lebih memperjelas di mana letak lokasi tersebut. Tatapannya lurus ke arah layar, otaknya berpikir lebih dalam karena sepertinya ia tahu di mana lokasi tersebut.“Aku yakin dia masih
Melangkah dan bergerak untuk tetap hati-hati itu yang dilakukan Daisy dan kedua kawannya ketika menyelinap memasuki bangunan itu, ketika mendengar kata-kata yang sudah membuat amarahnya melonjak tinggi, Daisy, Louis, dan Benson sudah tak sabar lagi mereka bergegas untuk memasuki lebih dalam lagi bangunan itu.Melewati lorong-lorong dengan pipa-pipa putih saling bertumpu yang meneteskan air kotor bekas laboratorium dengan bau yang sama sekali tak enak, sehingga memberikan kesan memabukkan dan pusing. Jika dipikir ke mana air-air ini pergi akan teramat sangat berbahaya bila mereka membuangnya pada sungai hutan itu. Sungai akan tercemar dan para binatang-binatang akan tewas dan keracunan karena limbah airnya.“Kau tahu ke mana mereka membuang limbah air kotor ini?” tanya Daisy dengan menutup hidungnya. Baunya sudah membuat perutnya mual.“Kurasa di salah suatu reservoir yang dibuat khusus,” kata Benson menimpali.Ketiganya masih berja
Seluruh pengawal serta para maid tertegun ketika meklihat Arthur pulang dengan membawa seorang gadis yang tak sadarkan diri di gendongannya, ditanmbah sekujur tubuh gadis itu penuh bercak darah. Melihat itu semuanya bergidik ngeri memberi jalan untuk Arthur.Arthur berjalan dengan gagah walaupun rasa cemas menyelubungi benaknya tapi ia tetap berwibawa ciri khas seorang pangeran. Memasuki kamar dan meletakkan tubuh gadis itu dengan hati-hati, menatap wajah tenangnya sembari menyingkirkan helaian rambut yang menutupi mata kanannya Arthur tersenyum.“Selamat datang di rumah kamu yang sebenarnya sayang.”Waktu inilah yang ia nantikan membawa Daisy ke istana, pertemuan yang tepat walaupun pertemuan itu membuat Daisy sangat ketakutan. Arthur menghela nafas, merasa bersalah atas apa yang diperbuatnya menampilkan diri bukan sebagai manusia melainkan sebagai binatang yang gadis itu takuti.“Maaf,” katanya kemudian berdiri meninggalkan ruang
Daisy ternganga dengan datangnya seseorang yang secara tiba-tiba menghalangi jalannya, seorang lelaki dengan pakaian yang terlihat mewah seperti khas seorang pangeran kerajaan itu sukses membuat Daisy terdiam seribu kata.Arthur mengerutkan keningnya, "Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanyanya.Daisy pun tersadar ia menengok ke sembarang arah sementara lalu kembali menatap Arthur lagi. "Kau? Kau yang menculikku, kan?" Daisy menunjuk wajah Arthur dengan jarinya, sangat curiga pada lelaki yang ada di hadapannya itu.Arthur mengembalikan jari telunjuk Daisy ke tempatnya, mencondongkan badannya, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Daisy. "Kau memang tak sopan, keras kepala dan pembangkang... Sialnya aku malah semakin jatuh cinta," ucapnya.Daisy terbatuk, memundurkan badannya agar jarak dengan Arthur tak sedekat itu. "Kau memang tak waras, siapa kamu? Dan aku tak pernah tau tentang kamu! Jadi jangan pernah bilang cinta pada sembarang gadis!" Daisy berucap
Daisy bangun dengan nafas tersengal, mengambil air dari nakas untuk segera ia teguk. Tapi pergerakannya terhenti ketika ia melihat sekelilingnya. Ini kamarnya. Kamar sesungguhnya, kamar dirinya di dunia manusia."Apakah ini mimpi? Tapi jika mimpi semuanya terasa nyata dan aku mengingat jelas dari awal diriku pertama kali bertemu dengan Arthur," gumamnya seraya memegang kepalanya yang sedikit berdenyut."Tingg...tongg!"Terdengar suara bel rumahnya, ia bergegas keluar dari kamarnya untuk segera membuka pintu utama. Alangkah terkejutnya ketika mendapati Louis dan William, tanpa aba-aba Daisy memeluk satu persatu kawannya itu."Loh... Loh ada apa ko tiba-tiba kau memeluk kami seperti itu?" kata William heran. "Tidak. Hanya saja aku merindukan kalian," jawabnya tak ingin membahas apa yang terjadi dengan dirinya."Baru aja kemarin kita bertemu sy, aneh kamu." Kali ini Louis yang berkata."Masa sih? Ko aku lupa ya?" "Heleh... Kau kebanyakan nonton film sih jadinya pikun!" seru William."
Daisy sangat lega ketika melihat Louis selamat dari kejaran para anak buah para peneliti itu. Ia tak kunjung melepaskan pelukannya, terus menyucap syukur.Daisy tak tahu akan berapa lama lagi pencarian terhadap lelaki itu, tapi ia sangat berterimakasih pada lelaki yang kini menyandang sebagai suaminya itu berkat dia Louis ditemukan."Sy, maaf."Kata itu terlontar dari mulut Louis, perkataan maaf yang membuat Daisy terheran."For what?"Melepaskan pelukannya dan kini menatap lekat wajah Louis."Mungkin suatu saat nanti kamu tahu, sebelum terlambat aku lebih dulu meminta maaf padamu atas apa yang kuperbuat selama ini. Dan mungkin suatu saat nanti kamu akan lebih-lebih membenciku.""Ayolah, kita hanya terpisah dan kau tak perlu meminta maaf hanya karena kita beda jalur untuk menyelamatkan diri." Daisy tertawa kecil menanggapinya. Ia tahu temannya itu mungkin merasa bersalah sebab telah meninggalkannya sendirian di hutan.Louis menatap Arthur yang kini sudah memberikan tatapan tajam, Arth
Arthur tak bisa menahan lagi amarahnya ketika seseorang di depannya tak menjawab pertanyaan darinya. Lelaki itu hanya tersenyum walaupun sekujur tubuhnya kini penuh dengan darah."Waktumu hampir habis, jika kau tak berkata tentang kebenarannya mungkin bisa jadi kau akan selamanya terperangkap di sini.""Silahkan saja, jika kau tak ingin tahu siapa yang menculik Daisy dan menjadikannya eksperimen itu."Arthur sangat geram dia dengan gesit mencengkram kerat kerah lelaki itu."Katakanlah bedebah!"Kembali mengingat tentang masa kecilnya, dimana bayangan-bayangan kejadian yang membuat Arthur hilang ingatan sementara setelah mendapatkan kabar bahwa teman kecilnya menghilang.Dia berupaya untuk bisa menemukan teman kecilnya itu, bahkan pencarian itu bertahun-tahun lamanya. Bahkan ia rela menghabiskan separuh hidupnya untuk hidup di lingkungan manusia hanya demi mencari keberadaan gadisnya."Aku akan jelaskan tapi kau harus berjanji takkan memberitahunya?""Kenapa? Apa kau takut muncul di de
Arthur tak tahan ketika melihat seluruh badan Daisy terekspos. Perlahan mendekati gadisnya, tangannya sudah membelai punggung mulus itu. Kedua matanya sudah menandakan bahwa dirinya kelaparan. "Baumu sangat manis." Dia berkata seraya mengendus, mengecup tak lupa memberi jilatan kecil pada punggung itu.Daisy melenguh mendapatkan perlakuan dari Arthur membuat dirinya memejamkan mata menikmat kegelian nikmat. Arthur membalikkan tubuh Daisy, matanya kini tertuju pada dua gundukan yang pas baginya. Memeras dan memainkan ujungnya. Rasa geli menjalar diseleluruh tubuh Daisy. Rasa geli yang aneh, rasa geli yang berbeda ketika Arthur sudah memasukan pada mulutnya memainkan gundukan itu dengan lidahnya.Sangat sangat nikmat pikir Daisy yang baru pertama kali melakukan hal dewasa seperti itu. Mereka berperang dalam kegelapan, malam itu Arthur tak membiarkan Daisy tidur sama sekali, dia terus menggempurnya habis-habisan.Keesokan paginya Arthur lebih dulu bangun dari Daisy ia menatap wajah dama
Daisy tampak benar-benar berbinar ketika melihat dirinya sendiri di pantulan cermin.Arthur memeluknya dari belakang."Bagaimana kau suka atau tidak? Kalo tak cocok kita bikin lagi yang baru sesuai dengan keinginanmu," bisik Arthur."Aku suka! Sangat-sangat seperti yang aku inginkan!" Gaun pengantin berwarna putih ukurannya dibuat sesuai dengan bentuk tubuh yang ramping. Coraknya yang simpel dan dibagian dadanya terdapat berlian Azura yang terselip, sungguh dia sangat diratukan oleh Arthur. Bersanding dengan Arthur membuat sisi manlynya hilang digantikan dengan sisi feminin.Tak terasa air mata jatuh membasahi pipinya, ia merindukan kedua orang tuanya mungkin jika mereka hadir pasti suasana yang sangat bahagia. “Kenapa menangi, hem?” Arthur mengusap air mata Daisy tampak khawatir pada gadisnya."Aku merindukan kedua orang tuaku."Arthur tiba-tiba diam seolah sedang memikirkan sesuatu. "Kau bisa melihatnya nanti," katanya.“Maksudmu?”Arthur tak membalas perkataan Daisy ia melenggang
Semua orang di istana sibuk sebab hari ini di adakan pertemuan para bangsawan. Namun hanya Daisy yang diam saja di kamar, ia hampir mati karena kebosanan. Sebab Arthur mengurungnya di kamar alih-alih agar ia tak diculik katanya. Terdengar konyol di telinga, namun apa boleh buat."Ayoklah Ben, aku ingin keluar jalan-jalan!"Daisy memohon pada Benson yang di tugaskan untuk menjaganya di kamar. Apalagi situasi antar keduanya kembali normal tanpa kecanggungan seperti semula."Tidak! Pangeran Arthur melarangmu untuk keluar," katanya."Aku bosan Ben! Kau tahu, aku sangat-sangat bosan!" Daisy mondar-mandir dengan memegangi kepalanya.Melihat itu Benson yang sedang asik membaca buku menghela nafas. Lalu ia bangkit merapikan kembali buku-buku yang berceceran menaruhnya pada rak buku.Sudah dua puluh buku yang ia baca dari pagi sampai sore itu sebagai bukti bahwa dirinya sangat penat juga."Ayo!" kata Benson.Berjalan beriringan tak lupa menyapa para pelayan dan pengawal. Dan memang benar suasa
Sorotan cahaya membuat Daisy memejamkan mata ketika Benson memberikan penemuannya. Setelah mengambil alih benda itu betapa mengejutkannya ketika benda itu persis yang dimiliki Louis. Kalung kebersamaan."Aku menemukannya di hutan, batu di dalamnya membuatku tertarik untuk memungut benda itu." Benson menjelaskan jujur apa adanya."Ini milik Louis dan ini kalung persahabatan kita. Lihatlah... Jika kau perhatikan lebih teliti kau bisa menemukan huruf abjad di dalamnya." Daisy menunjukkan pada Benson hingga jarak mereka sangat intim.Benson mengangguk membenarkan bahwa dirinya juga melihat huruf L terukir rapih di dalam batu itu. Bau manis pun membuatnya menahan nafas ketika berdekatan dengan Daisy."Ini adalah batu Azura. Batu yang sangat langka yang hanya bisa ditemukan di hutan tertentu.""Jadi dari mana batu itu berasal?"Daisy tersenyum tipis memandang lekat kalung milik Louis. Mengingat kembali tentang bagaimana caranya bisa menemukan batu itu."Kami bertiga menemukan ini dibagian h
Setelah sesi berkuda Arthur mengajak Daisy makan siang bersama di meja makan. Sebelumnya Daisy tak pernah makan bersama ia tak mau ikiut bergabung dengan keluarga itu, ia hanya orang asing yang tak pantas bergabung dengan keluarga kerajaan. Ya, Daisy sudah sepenuhnya memahami sesuatu yang terjadi. Bahwa ia benar-benar terjebak di sebuah kerajaan yang besar, bukan lelucon semata. Daisy menyaksikan dengan kedua mata, tak ada kameramen serta produser. Jadi ia tahu bahwa ucapan lelaki itu benar.Daisy terjebak kaku ketika semua mata tertuju padanya. Situasi yang tak ia inginkan, makan siang bersama kedua calon mertua. Tidak, bukan berarti ia dengan cepat setuju atas pernikahan itu hanya saja jika dipikir-pikir memang itu nyatanya."Oh MoonGoddess, calon menantuku akhirnya ikut makan bersama di meja makan." Suara sang ratu Arabell terdengar merdu di telinga Daisy, ia hanya mengangguk dengan tersenyum."Baguslah, Nak! Setidaknya keluar dari kamarmu untuk ikut bergabung dengan kami." Sang ra
Setelah mengambil keputusan. Daisy kembali dibawa ke istana Arthur, tentu saja Daisy menyetujui itu karena Arthur menjanjikan untuk menemukan Louis. Daisy masih sangat kecewa pada Benson. Ternyata Benson adalah tangan kanan Arthur. Daisy melangkah menuju taman menghilangkan rasa penat. "Rupanya Anda di sini, Nona" Suara tak asing yang mengganggunya, Daisy bertanya-tanya. "Saya tahu Anda marah besar sama saya, tapi saya hanya ingin membantu pangeran Arthur." Daisy mengerutkan keningnya. "Apa hubungannya dengan kami-pura menjadi seorang agen mata-mata?!" sarkas. "Apa yang ingin saya jelaskan, Nona?" ujarnya. "Berhenti panggil saya dengan sebutan itu Benson." Benson terdiam kemudian berdehem. "Sekarang Anda sudah tahu saya adalah bawahan pangeran Arthur." Hati kecil Daisy sebenarnya tak tega melihat wajah Benson yang merasa bersalah. Apalagi ini sepenuhnya bukan kesalahan dia. Just yang harus disalahkan lelaki gila itu. Daisy menghembuskan nafasnya panjang. "Ben... Bisa kau jela