“Bagaimana? Kamu menemukanya?” tanya Louis dengan menampilkan raut wajah cemas.
“Aku sudah mencari ke seluruh mansion tapi tidak ada,” balas Benson. Benson mencari ke setiap penjuru mansion namun nihil Daisy tidak bisa ditemukan.
Sekarang yang dipikiran mereka berdua apakah Daisy masih marah pada mereka? Sehingga dia pergi dari mansion? Atau Daisy diculik?
“Apa dia memasuki hutan?” Benson dan Louis menatap hutan yang ada di hadapannya mereka berdua meneliti apa ada tanda-tanda Daisy memasuki hutan tersebut.
Dan ya! Mereka menemukan jejak sepatu dipijakan pertama jejak sepatu itu jejak seorang gadis karena memiliki ukuran yang kecil dibandingkan jejak sepatu seorang lelaki.
“Sial! kita harus cepat bertindak!" ujar Louis yang tidak bisa menyembunyikan raut kekhawatiran pada wajahnya.
Benson mengangguk setuju kini mereka berdua memasuki hutan dengan berlari, cahaya dari mentari sudah sirna sehingga membuat hutan menjadi gelap gulita.
Yang dipikiran Louis hanya segera dipertemukan dengan Daisy karena ia tak mau gadis itu menangis sendirian. Louis terus berdoa didalam hatinya semoga gadis itu baik-baik saja.
Oh sungguh!
Jika bukan karena dirinya gadis itu tidak akan pergi. Jika saja Will tidak menghubungi dirinya mungkin sampai besok ia tidak mencari Daisy.
Will sangat marah dia mengumpat beberapa kali kepada Louis. Louis yang sedang menyesap teh terkejut hingga menyemburkan tehnya karena Will menghubunginya langsung melontarkan kata-kata pedas. Will memaki Louis yang tidak bisa menjaga Daisy bahkan Will mengutuk Louis jika dia tidak bisa menemukan Daisy Louis akan lajang sampai mati.
Sungguh perkataan Will sangat menusuk hati Louis jika saja dia tidak bisa menemukan Daisy kemungkinan kutukan itu menjadi nyata. Louis menggeleng ia harus menemukan gadis itu secepatnya.
Louis yang tergesa-gesa mendengar berita itu ia menuju kamar Benson, tanpa mengetuknya ia menyeret Benson yang tengah berendam di bathub kamar mandi. Membuat Benson terpekik memaki Louis bagaimana dia tak marah dan kesal dia diseret Louis dengan keadaan telanjang.
"Sial! Ini semua gara-gara kamu!" tuduh Louis pada Benson dengan telunjuknya tepat di wajah Benson.
Benson memicingkan matanya pada Louis. "Jangan pernah menyalahkan orang lain jika kamu juga terlibat dalam pertikaian itu," cemooh Benson dengan senyuman miring.
Louis mengacak-acak rambutnya dengan frustasi sedangkan Benson mengusap wajahnya dengan kasar. Mereka meruntuki dirinya masing-masing karena telah gagal menjaga seorang gadis.
"Baiklah... Kita harus berpencar!" perintah Louis.
Benson mengangguk setuju.
"Kita akan bertemu di sini lagi. sebentar...."
Louis mencari sesuatu ekor matanya mencari ke sana ke mari kemudian ia menemukan serpihan kain lalu ia merobek kain itu dia mengikatkan pada ranting pohon untuk sebagai tanda."Ini tanda, kita harus bertemu di sini!" perintah Louis.
Benson mengangguk setuju kemudian mereka berlari ke arah masing-masing jalan mereka harus segera menemukan gadis itu dalam waktu yang cepat.
Pokoknya mereka harus menemukan gadis itu dalam keadaan yang masih utuh dan bernyawa.
***
Grrrrr!
Serigala dengan bulu hitam pekat terus mendekati Daisy yang sudah memekik ketakutan. Daisy melihat serigala itu menampilkan taring padanya dia berpikir jika taring itu menancap pada setiap tubuhnya apakah tubuhnya akan tersisa tulang belulang atau tidak ada sisa? Karena habis di ahap olehnya.
Oh Tuhan!
Apakah takdir Daisy ditangan binatang besar itu? Daisy menggeleng ia harus bangkit jangan pasrah akan keadaan. Daisy harus mencari cara supaya bisa lolos dari terkaman serigala besar itu.
Moncong serigala itu mengendus-endus tubuh Daisy yang kini tidak bisa berkutik membuat wajahnya sangat pucat pasi.
Serigala besar itu semakin mengunci pergerakan Daisy air mata Daisy lolos seketika. Jantungnya semakin berdebar kecemasan dan kekhawatiran kini meliputi benak Daisy.
Grrrrr!
Cairan-cairan putih membasahi pakaian Daisy hingga pipinya sangat menjijikan! Membuat Daisy ingin mengeluarkan isi perutnya detik itu juga.
Daisy harus berpikir untuk mencari cara agar bisa pergi dari serigala bau itu, jemari Daisy terulur meraba-raba mungkin ada sesuatu yang bisa di manfaatkannya.
Dan ya!
Tepat sekali batu lumayan besar kini berada dijemari Daisy tanpa pikir panjang dia melemparkan batu itu ke arah belakang tubuh serigala sehingga membuat serigala itu menoleh pada suara berasal dari belakangnya.
Kesempatan Daisy untuk lolos dia sedikit merenggangkan tubuhnya yang terbentrok dengan tubuh serigala itu. Perlahan-lahan dia menjauhi tubuh serigala itu dan akhirnya dia pun lolos, namun serigala itu menoleh ke arahnya menatapnya dengan seringaian.
Daisy bangkit kemudian ia berlari secepat mungkin, serigala itu mengejarnya.
Lari.
Dan berlari....
Daisy menyingkirkan sesuatu menghalangi jalannya dia terus berlari dan berlari tanpa henti. Daisy mempunyai kecepatan berlari dengan lumayan cepat, karena dia dulu menjadi atlit pelari di sekolahnya namun tak di sangka ilmu itu bermanfaat untuk dirinya.
Namun sialnya Daisy tersandung ranting yang lumayan besar, karena ia terus fokus pada tujuannya sehingga ia tidak memperhatikan jalan membuat dirinya limbung dan tersungkur.
Serigala itu berdiri di depannya dengan sorot mata tajam seolah tidak ingin memberi kesempatan Daisy untuk pergi.
Daisy menggeleng, ia menangis dalam diam. Ia tidak tahu haru berbuat apa, kakinya sangat sakit untuk digerakan. Sungguh ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Grrrr!
Serigala itu semakin mendekat membuat Daisy menutup mata mungkin ia akan pasrah. Ia membiarkan dirinya menjadi santapan makan malam serigala itu. Membiarkan serigala itu mengoyak tubunya, mencakar kulit mulusnya, mematahkan tulangnya.
Gedebug!
Suara seperti benda jatuh terdengar di telinga Daisy, Daisy membuka kelopaknya dengan perlahan. Ia terkejut karena serigala besar terlempar jauh begitu saja.
Daisy melihat seorang lelaki dengan pakaian hitam melempar serigala besar itu dengan tanganya. Membuat Daisy menutup mulutnya.
"Rupanya bangsa Rogue!"
Crakk!
Lelaki itu mematahkan tulang serigala besar itu dengan mudah.
"Sudah bosen hidup rupanya, hem?"
Jlep!
Lelaki itu menusukan belati pada perut serigala besar itu, membuat serigala meraung kesakitan meminta untuk di lepaskan.
"Kamu memilih mangsa yang salah, dasar kaum bangsa rendah!"
Crash!
Lelaki itu memisahkan kepala serigala dari tubuhnya, Daisy semakin bergetar. Ia tidak bisa menahan isakanya.
Tes,tes!
Darah itu menetes dengan deras sehingga membuat tubuh serigala besar itu tertutup oleh darahnya sendiri.
Daisy bangkit ia tidak tahu harus berterimakasih atau tidak pada lelaki di hadapannya yang kini menatapnya.
Ya! Mungkin Daisy harus mengucapkan terimakasih dulu karena lelaki itu menyelamatkan dari serigala besar itu.
"Te-rimakasih," ucap Daisy dengan gugup. Tubuhnya masih bergetar hebat, lelaki itu melangkahkan kakinya mendekati Daisy.
"Sama-sama manis," Suara serak namun berat terdengar ditelinga Daisy. Suara itu terdengar sangat lembut sehingga mengalun di indra pendengarannya.
Tidak! Tidak! Daisy tidak boleh terbuai hanya karena suara, Will juga mempunyai suara bariton yang tegas, Louis mempunyai suara lembut khas lelaki. Dan Benson memiliki suara berat, tapi kenapa Daisy tidak terbuai dengan suara mereka.
"Kamu sedang memikirkan suaraku. Hem?" ujar lelaki itu membuat Daisy membulatkan matanya.
Apakah lelaki di hadapannya bisa membaca pikirannya? Oh sungguh malu sekali dirinya. Daisy merona seperti kepiting rebus.
"Sangat manis!" Lelaki itu mengusap pipi Daisy dengan lembut, membuat Daisy mendongak menatap wajah lelaki itu yang tertutup oleh jubahnya namun masih bisa melihat wajahnya dengan jelas.
Sangat tampan!
Lelaki itu mempunyai wajah yang sangat sempurna, memiliki garis rahang yang tegas, alis tebal dan bibir merah tebal sehingga nampak sangat sempurna dimata Daisy.
"Aku tau aku tampan jadi jangan melihatku seperti itu."
Daisy yang terpergok kedua kalinya ia memalingkan wajahnya ia nampak sangat sangat malu sekarang.
"Akhirnya... Kita bisa di pertemukan secara langsung."
Ucapan lelaki itu membuat Daisy kembali menatapnya, Daisy mengerutkan keningnya.
"Ma-ksud Anda?" tanya Daisy dengan menatap bingung lelaki di hadapannya.
“kamu akhirnya kembali, aku sangat merindukanmu.”
Lelaki itu menatap Daisy dengan sorot mata yang sulit diartikan.
“Si—apa Kamu?" tanya Daisy dengan sudut matanya berkerut.
"Aku Arthur," balasnya singkat.
Aura hitam yang mencekam didalam hutan yang gelap dan dingin, membuat bulu kuduk Daisy meremang.
“Apa kamu melupakanku?" lanjutnya lagi.
Daisy menggeleng kuat ia tidak tahu siapa lelaki di hadapanya. Daisy memundurkan langkah kakinya terus menerus sehingga tidak sengaja menginjak ranting pohon membuatnya kehilangan keseimbangan.
Namun belum sempat pantatnya menyentuh tanah yang sangat kotor, tanganya lebih dulu dicekal kemudian ditarik oleh lelaki di hadapanya menubruk dada bidang lelaki itu sehingga membawanya kedalam dekapan lelaki tsersebut.
“Aku sangat merindukan mu… Aku tidak mau berpisah lagi denganmu, kamu miliku akan selamanya menjadi miliku... Jika ada seseorang yang merebutmu dariku detik itu juga cakarku mengoyak, mencabik tubuhnya.”
Seperti Dejavu yang terlintas dipikiran Daisy, seperti ia pernah merasakan kejadian ini. Daisy melihat sekelilingnya dengan ekor matanya. Dan sebentar ini seperti kejadian di mimpinya bukan? Ia berdiri di depan seorang lelaki yang tidak dikenalnya.
Lelaki itu memakai pakaian hitam dan di selingi jubah merah menjuntai, di tambah suara-suara dari pepohonan yang tertiup angin membuat Daisy sepenuhnya mengingat kejadian ini seperti di mimpinya.
"Kita akan bersama lagi sayang... Tunggulah sedikit lagi," bisik lelaki itu tepat di telinga Daisy.
Daisy tidak kuat sekarang kepalanya sangat pening, wajahnya sangat pucat, tubuhnya lemas penglihatannya kabur. Hingga ia terjatuh dipelukan lelaki itu.
Lelaki itu panik melihat gadisnya tidak berdaya dan kehilangan kesadaran.
"Shit! Kakimu berdarah!"
Lelaki itu melihat kaki sang Gadis tersayat dengan darah yang menetes deras.
"Sialan! Tidak akan aku beri ampun kalian bangsa rogue!"
Lelaki itu sangat murka ia tidak tega melihat gadisnya merasakan kesakitan, dengan cepat ia menggendong Daisy mendekapnya dengan erat seolah tidak ingin terjatuh atau tergores sedikit pun.
"Jika Anda terus diam maka berita itu benar yang mulia. Pangeran Arthur tidak memiliki mate."Perkataan para rakyat masih terngiang dikepala alpha Rery setelah dia bisa meyakinkan semua rakyat kini dia berada di ruangan khusus rapat kerajaan."Siapa yang membeberkan berita ini sehingga para rakyat tau?" tanya alpha Rery menatap satu persatu para tetua peninggi kerajaan, tapapan dari sang Alpha membuat mereka tertunduk."Yang mulia...," ucap Argus. Alpha Rery mengangkat tangannya ke udara memberi tanda kepada Argus untuk diam.Mendapat peringatan dari tuannya Argus mengangguk kemudian dia diam, dari raut wajah sang Alpha dia mengerti sang Alpha sedang murka."Saya tanya kepada kalian. Siapa yang memberi tahu para rakyat?!" teriak alpha Rery. Para petinggi terkejut karena mereka baru melihat sang Alpha semarah itu.Alpha yang di hadapannya bukan alpha yang mereka kenal apakah dia Jaz? Tapi mereka menggeleng kalo saja Jaz yang berganti shit mak
Daisy terbangun dengan terbatuk-batuk tenggorokannya sangat sakit ia meraih gelas berisi air di atas nakas, kemudian meneguknya hingga tandas. Daisy menatap jam yang tertempel di dinding ternyata pukul 12 siang. Kedua orang lelaki berlari memasuki kamarnya dengan mimik wajah yang penuh kekhawatiran."Kamu baik-baik saja?" tanya Louis dia bertekuk lutut agar sejajar dengan Daisy kemudian mengelus puncak kepalanya.Daisy menatap kedua lelaki itu dengan mimik wajah yang datar. "Aku baik-baik saja," ucap Daisy dengan menatap pintu kamarnya.Benson yang merasa ada yang janggal pada gadis itu dia pun akhirnya bersuara. "Ada apa?" tanya Benson pada Daisy yang kini terus saja melihat pintu kamarnya seolah ada sesuatu di sana yang menarik perhatiannya."Dimana orang itu?" tanya Daisy sehingga membuat keduanya mengerutkan dahinya menatap Daisy dengan mimik wajah bingung karena siapa orang yang dimaksud Daisy?"Siapa? Kita cuma bertiga di sini," balas Louis.
Seorang lelaki terduduk di kursi kebesarannya dengan mengecek satu persatu dokumen yang terjejer di meja. Suara ketukan dari pintu membuatnya menoleh, seorang wanita dengan pakaian formal berdiri di ambang pintu sehingga lelaki itu mempersilahkan untuk masuk.Wanita itu tersenyum dengan mendudukan diri. “Tuan saya ingin melaporkan tentang proyek pembangunan gedung itu,” ucapnya dengan memberikan dokumen pada lelaki itu.Lelaki yang sudah lanjut usia itu mengangguk mempersilahkan. “Bicaralah….”Wanita itu tersenyum dengan menganggukkan kepalanya, “Semua bahan sudah kita siapkan. Apakah kita langsung membangunnya Tuan?” tanyanya dengan menatap serius.Lelaki itu diam berpikir sejenak, kemudian menggeleng. “Tunggu! Kita belum membicarakan tentang pembangunan proyek ini kepada para investor,” ujarnya dengan melepaskan kacamatanya.Wanita itu mengernyit menatap iris mata lelaki itu.“Lalu sekar
Karena tak mau berdiam diri terus menerus di kamarnya kini Daisy bangkit untuk segera menjalankan misi selanjutnya, walaupun kedua lelaki itu melarangnya Daisy tetaplah Daisy gadis yang tak mau dirinya dianggap lemah. Bagi Daisy itu hanyalah luka kecil bahkan ia sering mendapatkan luka ketika bertugas.Dengan pakaian formalnya ia kini menuruni pijakan tangga. Daisy mengernyit ketika melihat kedua lelaki itu saling diam menikmati makanannya masing-masing. "Kalian masih bertengkar?" Dari raut wajah mereka berdua kemungkinan memang benar mereka berdua masih bertengkar.Daisy mendudukkan di kursi kosong yang terletak ditengah-tengah kedua lelaki itu, ia menghela nafasnya membuat kedua lelaki itu menoleh padanya."Makanlah...." Benson menyodorkan piring yang berisi roti dipadu sayuran dan telur diatasnya.Daisy menerimanya, ekor matanya masih bergerak ke kanan-kiri. "Terimakasih Ben." Benson mengangguk sebagai jawaban. Daisy langsung memakan makanannya dengan
Sepanjang perjalanan Daisy hanya diam ia larut akan pikirannya. Memikirkan penyamarannya kebongar membuat ia menghela nafas beberapa kali. Bagaimana bisa penyamaran kali ini terbongkar, padahal ia sudah menganalisa lebih dulu tentang penyamarannya.Siapa lelaki itu kenapa dengan mudahnya dia mengetahui bahwa Daisy sedang menyamar. Daisy harus berhati-hati pada lelaki itu karena dia bukan orang sembarangan.“Kau tak apa?” Benson yang sedang fokus menatap jalanan ia mendengar helaan nafas dari Daisy membuatnya menoleh. Gadis itu tak hentinya menghembuskan nafasnya kasar.“Penyamaranku terbongkar pada satu orang.”Benson mengerem sacara mendadak hingga menimbulkan suara gesekan aspal dengan roda mobilnya.“Astaga! Kenapa tiba-tiba ngerem mendadak?” bentak Daisy tak kuasa menahan kagetnya jantungnya seolah ingin keluar detik itu juga. Pikirannya yang masih membahas mengenai masalah tadi dengan tiba-tiba Benson mengangget
Daisy melirik ke samping melalui ekor matanya, rasanya seperti aneh bila berdekatan dengan lelaki yang kini serius dengan setir kemudinya. Berbagai perasaan curiga mendesak relung hatinya, tapi anehnya dari tingkah lakunya lelaki itu tak ada yang aneh sama sekali. Bahkan terlihat biasa-biasa saja.“Kenapa?”Dengan cepat Daisy memalingkan wajahnya ke depan setelah lelaki itu angkat suara. Atau mungkin lelaki itu menyadarinya kalau saja dia sedang diperhatikan.“Ah... Tidak apa-apa,” balas Daisy dengan tersenyum tipis.Lelaki itu mengangguk mungkin dia tak ingin bertanya lebih banyak lagi.Setelah berdebat dengan Benson dan Louis mengenai pakaiaan yang harus dikenakan untuk menghadiri pesta ulang tahun, Daisy kini sudah berada di mobil untuk segera menuju lokasi. Di sampingnya lelaki yang mengenakan stelan tuxedo hitam yang sangat pas sekali di tubuhnya. Lelaki itu adalah Stefan Smith sebagai pasangannya untuk malam ini. Sebenarnya bisa saja Daisy mengajak Benson
Daisy hanya mengikuti lelaki itu tanpa rasa ragu, entah apa yang direncanakan lelaki itu. Yang menjadi penasaran hanyalah permainan yang akan dimainkannya. Daisy hanya mengikuti alur yang dirancang lelaki itu, bahkan Daisy tak tahu kegelapan sedang menunggunya dengan cara melambaikan tangan kepadanya. “Silakan duduk Nona....” Lelaki itu menyuruh Daisy untuk duduk. Daisy mengernyit ketika di sana terdapat satu meja dengan kursi saling berhadapan, ditambah orang-orang yang sudah diketahui mereka anak buah dari lelaki itu berdiri dengan memakai topeng menunduk hormat ketika lelaki itu mendekati mereka. Daisy semakin penasaran pada lelaki itu, tentang siapa dirinya dan latar belakangnya. Sudah dipastikan lelaki itu bukan sembarang seorang kemungkinan dia juga peran penting di kedua proyek itu. “Nona kenapa Anda termenung?” tanyanya. Daisy tersadar dengan segera ia duduk tepat di hadapan lelaki itu yang sudah terduduk tegak di kursinya.
“Nona, Anda ke mana saja?”Stefan tiba-tiba berada di belakang Daisy lelaki itu dari tadi mencari-cari keberadaan Daisy yang tiba-tiba hilang dalam sekejap dari pandangannya.Daisy tersentak membuatnya menoleh seketika. “Tu-tuan Stefan, rupanya itu Anda.”Daisy bernafas dengan lega, tanpa aba-aba ia langsung menyeret Stefan lebih tepatnya menggandeng secara paksa. Stefan terkejut atas tindakan yang dilakukan Daisy secara tiba-tiba membawanya berlari mengikuti lari kecilnya. Stefan hanya diam tanpa berkomentar, baru kali ini ada seorang wanita yang memperlakukannya seperti itu tanpa meminta dan mendapatkan persetujuan darinya. Namun pikiran-pikiran itu ia segera singkirkan karena kemungkinan ada sesuatu di balik raut kecemasaan dari wajah wanita itu.Daisy berhenti mengatur nafas ia menengok ke belakang, matanya membulat ketika tangannya membalut tangan kokoh milik Stefan dengan cepat menghempaskan kaitan tangannya. &ldq