Pagi ini berita tentang pembunuhan santer terdengar ke seluruh distrik. Sesosok mayat perempuan kembali ditemukan terlentang di tempat pembuangan sampah.
Jasad Gadis berseragam SMA itu terlihat begitu mengenaskan. Banyak sayatan di sekujur tubuh dan wajahnya. Kedua sisi mulutnya robek hampir sampai ke telinga. Banyak warga berkerumun untuk menyaksikan kengerian dari psikopat yang akhir akhir ini tengah meneror distrik mereka. "Makin gila aja , gimana sih pihak kepolisian masa udah banyak korban gini masih belum nemuin pelakunya." "Iya nih kita yang punya anak remaja kan jadinya was was. Mana akhir akhir ini lagi sering Les buat persiapan ujian. Jadi selalu pulang sore atau menjelang malam." "Kita harus protes nih biar mereka lebih gercep buat nangkap pelakunya. " "Iya betul masa polisi segitu banyaknya nggak bisa nangkap pelakunya!" Semua penghuni distrik merasa resah dan was was pasalnya ini bukan kali pertama penemuan mayat dengan kondisi mengenaskan ditemukan. Seminggu belakangan ini sudah 3 mayat gadis yang ditemukan di tempat yang sama. Yaitu tempat pembuangan sampah. Anehnya para korban tidak hanya berasal dari distrik ini. Namun ada juga yang berasal dari distrik jauh yang jaraknya hampir puluhan kilometer. Terlihat seorang gadis berseragam SMA menerobos kerumunan sambil menghisap permen lolipop di mulutnya. Ia berusaha mendekati mayat yang jelas jelas sudah di batasi garis polisi itu. Hal itu membuat seorang detektid wanita bernama Lee Ha-na berteriak. "Diam ditempat bocah nakal! " ia kemudian berjalan menghampiri gadis itu. Gadis bernama Hwang Se In itu seakan tak menghiraukan perkataan dari sang detektif. Tangannya berusaha menggapai mayat gadis yang belum di masukan ke kantong mayat. Mereka masih harus menunggu petugas lainnya untuk memeriksa mayat dan sekitaran tempat ditemukannya. "Sudah berulang kali di peringatin masih aja ya ngeyel! " geram Ha-na sembari memukul pelan tangan Se In agar tak menyentuh mayat itu, "sudah sana berangkat sekolah aja! " Se In memang selalu ingin tau setiap kondisi mayat yang ditemukan di distriknya. Ia merasa terusik dan penasaran dengan psikopat yang tengah meneror saat ini. Neneknya sudah seringkali menasihatinya untuk tidak terlalu penasaran dengan kasus pembunuhan itu. Selain karena ia masih belia , korbannya pun selalu gadis SMA. Neneknya khawatir ia malah akan menjadi incaran dari psikopat yang belum tertangkap itu. "Mau taruhan?" Se In menyeringai. "Taruhan apa maksudmu anak kecil? " tanya Park Do Ha salah seorang polisi yang kebetulan merupakan pelanggan di kedai makan milik nenek Se In. "Aku berurusan dengan Madam Ha-na Pak Do Ha . Tapi ngomong ngomong kumismu sudah tidak ada. Wah anda nampak seperti remaja SMA jika tidak berkumis."Seringai Se In sembari mengedipkan sebelah matanya. "Sudah sana pergi saja ke sekolah, situasi disini lagi serius. Kamu malah menganggu saja! "Usir Ha-na. Sebenarnya kedua polisi itu masih muda, umurnya baru sekitar 25 tahunan. Mereka tergolong baru dalam kepolisian. "Aku akan menemukan pelakunya lebih dulu . Jadi mari bertaruh, jika ucapanku benar istirahatlah dari kepolisian dan nikmatilah waktumu bersama sugar Daddymu yang menawan itu ! " Se In berdecih. Kalimat itu sukses membuat Ha-na melotot, kedua bola matanya hampir keluar dari tempatnya. "Sugar dady? " tanya Park Do Ha menaikkan sebelah alisnya. Mereka berdua diisukan dekat dan menjalin hubungan yang lebih dari sekedar rekan kerja. Wajar saja jika Do Ha terkejut mendengar perkataan gadis berambut panjang itu. "Oh ayolah Pak Do Ha kamu terlalu kiyowo untuk dipermainkan! " "Ini kasus pembunuhan serius kenapa anak kecil sepertimu membual disini! Sudah sana pergi jangan mengganggu tugas polisi! " usir Noh Park, Kepala Polisi yang sudah tua. Se In menyeringai "Ingat itu Ha-na! " kemudian ia melenggang pergi. "Jangan macam macam ! Ini tugas kepolisian , kamu Sekolah saja dengan baik dan jangan pulang larut malam!"teriak Park Do Ha lalu mengalihkan pandangannya pada Ha-na. Tatapannya seolah olah meminta penjelasan tentang perkataan Se In barusan. Namun ia segera sadar jika ia tengah melakukan pekerjaannya , alhasil ia mengurungkan niatannya. Lee Ha-na terlihat kesal dengan kelakuan bocah tengil yang selalu saja menganggu tugasnya. Namun wajahnya juga menyimpan kegelisahan dan ketakutan. "Coba saja gadis sialan! Palingan kamu yang jadi korban psikopat itu. Dikira gampang apa nangkap penjahat!" Gerutu Ha-na dengan suara setengah bergetar. Se In melangkahkan kaki menuju sekolah. Kebetulan memang jarak sekolahnya tak terlalu jauh dari rumahnya. Sesampainya di pintu gerbang, banyak anak anak yang tengah membicarakan penemuan mayat pagi ini. "Jangan jangan pembunuh itu anggota kepolisian, makannya sampai saat ini belum ketangkap. " "Bisa jadi tuh kaya di film film, kalo kaya gitu bahaya dong. Kita harus selalu waspada sama setiap orang yang kita temui." "Eh tapi ada juga gangster yang sangar itu. Apa bukan salah satu dari mereka ya pelakunya?" "Betul tuh, terus juga ada nenek nenek misterius yang selalu bawa karung. Bisa jadi dia juga kan. Meskipun udah tua , siapa tau jiwanya psikopat. Kan slogannya 'PSIKOPAT MAH KUAT' " timbrung Se In tiba tiba, yang tak lama langsung melenggang pergi menuju kelasnya. Banyak dari mereka yang menduga duga siapa pembunuh yang sebenarnya. Ada desas desus kalau anak dari kelas 3A yang pernah selamat dari kejaran psikopat itu. Namun sampai saat ini anak itu masih trauma dan menutup diri dari hal layak umum. Kabar itu sampai ke telinga Se In membuatnya langsung berjalan menuju kelas 3A yang jelas jelas bukan kelasnya, karena ia baru menginjak kelas 2. "Ada yang tau alamatnya Kim Minji? " teriaknya begitu sampai di ambang pintu. Ya, entah apa yang tengah Se In rencanakan. Tapi perkataanya pada Detektif Lee Ha-na itu tak pernah main main. Semua mata tertuju pada Se In, apalagi ia adalah junior dari seisi kelas yang ia datangi. "Eh junior! Nggak sopan banget dateng dateng langsung nyablak kaya gitu. Kita seniormu ya jangan lupa itu. Sopan dikit kek, salam atau apa basa basi apa kek." Ucap Kim Min-ju salah satu pentolan sekolahan anak orang kaya. "Tau nggak alamatnya?" Se In kembali bertanya tanpa memperdulikan ucapan Min-ju barusan. "Emang dasar ya nggak tau sopan santun! " Min-ju berusaha menarik kerah baju Se In, namun dengan sigapnya Se In menghindar dan malah berjalan memasuki kelas. Ia berjalan dengan santai ke bangku kosong yang berada di ujung. "Sialan! " Dengan kesal Min-ju mengejar Se In dan berusaha meraih lengannya. Dengan sekali kibasan , Min-ju jatuh ke lantai membuat teman temanya yang baru datang langsung berlari untuk menolong . "Eh Min-ju nggak papa kan. "Tanya Ko Mi-ho sembari membantu Min-ju berdiri. "Eh kamu junior berani beraninya ya sama senior! Mau kena hajar kamu!"Ancam Lee Yeon. Namun lagi lagi Hwang Se In tak menghiraukan mereka, ia kini tengah duduk dibangku kosong itu dan menatap seorang siswi perempuan berkacamata bulat. "Tau alamat Kim Minji? " tanya Se In sopan. Siswi kutu buku bernama Goo Ja-yoon itu mengangguk. "Berani kamu kasih tau dia alamat Minji, bakal kita bully lagi kamu ya! Lagian ngapain sih nyari dia. Dia tuh udah jadi orang gila!" ancam Min-ju. Ja-yoon memandang Se In dengan tatapan bingung dan takut. Tak mau menempatkan orang lain pada urusannya, Se In tersenyum ke arah Ja-yoon . "Kalo takut nggak papa nggak usah bilang. Aku bisa minta alamat Kim Minji ke orang lain. " Se In beranjak hendak pergi keluar kelas namun kedua teman Min-ju menahan lengannya. "Mau kabur kemana? " tanya Min-ju sembari menjambak rambut Se In yang panjang tergerai membuat wajahnya mendongak.Saat hendak melayangkan pukulan ke wajah Se In, seorang cowok menghentikan tangan Min-ju."Woy anak orang kaya santai dong, kaya gangster ajah sih! "Teriaknya."Plis deh ho jangan ikut campur urusan gue, dasar cowo tengil!" Ucap Min-ju."Keluar aja, biar mereka aku yang urus. Kamu mau tau alamat Minji, nanti pulang sekolah temui aku di belakang gudang." Perintah cowo bernama Ahn Su-ho itu pada Se In.Ko Mi-ho dan Le Yeon melepaskan pegangannya pada tangan Se In. Mereka tau kalau Su-ho juga salah satu siswa berpengaruh disekolah ini karena kekayaan orang tuanya. Jadi mereka tak mau terlibat masalah dengannya.Se In mengacungkan jari tengahnya pada Min-ju dan bergegas pergi keluar dari kelas 3A."Sialan awas lo ya!" teriak Min-ju, " Kamu apaan sih ho , dia tu junior nggak tau diri mesti dikasih pelajaran. ""Shut" ucap Su-ho sembari menempelkan jari telunjuknya di tengah bibir, "diem bego! " kemudian ia melenggang pergi menuju tempat duduknya."Iiiiiihhhhhh! " Min-ju terlihat marah namu
"Wah nyalimu besar juga, tapi apa lo yakin bisa? mengahadapi cecunguk tadi aja lo nggak bisa. So soan mau nangkap pembunuh berantai yang polisi aja kewalahan" Su-ho mengangkat sebelah alisnya, "seharusnya kita tidak mencampuri urusan polisi bukan? Urungkan saja niatmu itu Hwang Se In."Su-ho kembali menyesap rokok ditangannya. Ia tak pernah takut akan ketahuan oleh para guru karena ia anak pemilik yayasan sekolah itu. Ia kebal terhadap hukum sekolah bahkan hampir tidak pernah dihukum untuk kesalahan yang ia perbuat.Tidak seharusnya memang , namun nyatanya kasta tentang kekuasaan dan kekayaan jelas masih lah berlaku pada kehidupan saat ini."Bukan urusan lo juga mencampuri urusan gue, gue cuma perlu alamat Minji setelah itu kita tak akan bertemu atau berurusan lagi. "Anh Su-ho menatap wajah Se In dan berdecih, "Dasar keras kepala! ""Udah buruan gue buru buru ini sebelum ketangkep guru ketertiban. ""Kalo gitu gue ikut lo. ""Ih nggak usah, ngapain? Lo cukup kasih tau gue alamat Kim
Dari raut wajah Su-ho, Hwang Se In sudah bisa memastikan siapa pria dewasa yang digandeng Kim Minji."Gue nggak mau ngurusin percintaan lo, gue tetep mau ketemu Minji. Dengan atau tanpa lo !" Seru Se In sembari melangkah menuju pintu gerbang rumah Minji.Langkahnya terhenti saat Su-ho kembali menahan lengannya."Lo harus pura pura jadi pacar gue ya, cuma buat di depan Minji. ""Nggak gue nggak mau, buat apa? Nggak ada untungnya buat gue.""Tolongin gue, malu dong nanti didepan pacar baru Minji. Masa iya gue ditinggalin cuma gara gara dia sama om om, kurang apa coba gue? Ganteng iya, kaya iya. Malu maluin banget tau. ""Ya bukan urusan gue dong. Kalo lo nggak mau ketemu Minji ya tinggal pulang aja sana. Gue bisa pulang sendiri nantinya.""Nggak terima dong gue, masa gue diginiin.""Sekali lagi bukan urusan gue! Udah makasih buat tumpangannya gue mau ngurus urusan gue dulu."Anh Su-ho menarik lengan Se In ke dalam pelukannya. Ia mendekapnya begitu erat membuat gadis itu terbelalak."Gil
Pria itu masih menatap wajah Se In tanpa berkedip. Gadis itu berusaha mundur namun selangkah ia mundur, selangkah pula pria dihadapannya itu maju.Hwang Se In meneguk salivanya kasar, ia kini terpojok pada dinding di belakangnnya. Ia mulai berpikir untuk berani, tapi saat ia memperhatikan wajah pria dihadapannya. Ia seakan tak asing, seperti pernah bertemu dengannya disuatu tempat."Kamu mengenalku? " tanya pria itu.Se In berpikir keras berusaha mengingat wajah dihadapannya saat ini."Tentu saja kamu pernah melihatku, aku seniormu disekolah. "Se In kembali menimbang dan berusaha mengingatnya dengan keras.'Gue rasa bukan disekolah , melainkan di suatu tempat. Tapi di mana ya? 'Batin Se In."Hwang Se In... "Belum selesai ia berpikir, sebuah teriakan terdengar memanggil namanya. Gadis itu menengok berusaha mencari arah datangnya suara."Anh Su-ho tuh. ""Lo anteknya Bedebah gila itu ya? " tanya Se In berusaha tenang. Namun wajahnya sama sekali tak menunjukan sebuah ketenangan.Pria
"Kamu cukup pintar untuk terlihat bingung seperti itu Se In. " Kim Han Bin menarik kedua sudut bibirnya.Di tengah kebingungannya, Hwang Se In masih berusaha untuk berpikir . Disisi lain Kim Han Bin mendekat dan sepersekian detik kemudian, ia dengan cepat menyuntikkan sebuah cairan ke leher Hwang Se In. Entah di mana suntikan itu ia sembunyikan, yang jelas kini ia berhasil.Gadis itu terkejut namun sudah terlambat, badanya kini terasa lemas, kepalanya pusing dan pandangannya mulai kabur. Hwang Se In pingsan dan tubuhnya hampir menghantam lantai.Namun dengan sigap Kim Han Bin meraihnya. Ia menatapnya dalam dan mengelus pipi Se In yang begitu mulus."Mari kita mulai permainan yang sesungguhnya cantik." gumam Kim Han Bin seraya meletakkan tubuh gadis itu diatas ranjang.Keesokan harinya, Ahn Su-ho sudah berangkat ke sekolah. Ia memarkirkan mobilnya dan bergegas keluar menuju ruang pribadi ayahnya."Ahn Sung Hwang!" teriak Su-ho yang tanpa aba aba menendang pintu ruang pribadi ayahnya it
Park Do Ha segera menghubungi Lee Ha-na, untuk membantunya mencari keberadaan Hwang Se In. Ia yakin kalau omongan anak SMA waktu itu pada Lee Ha-na adalah kesungguhan.'Jangan jangan Hwang Se In ditangkap oleh psikopat itu. Bagaimana jika ia korban selanjutnya' batin Park Do Ha gelisah."Hallo ada apa? Kenapa kamu belum datang ke kantor? Apa terjadi sesuatu?" tanya Lee Ha-na dari sebrang telepon."Kumpulkan tim kita akan melakukan pencarian orang hilang. Kemungkinan ini ada hubungannya dengan psikopat yang tengah kita buru." ujar Park Do Ha tanpa basa basi."Memang siapa yang menghilang?""Hwang Se In. sejak kemarin dia tak pulang kerumah. Ingat ucapannya padamu kemarin? ""Ck, anak itu anak nakal. Mungkin saja dia tengah bersenang senang dengan teman atau mungkin pacarnya. Kenapa kamu begitu khawatir. Lagi pula peraturan di kantor orang dinyatakan hilang, jika tidak pulang ke rumah dalam kurun waktu 2 x 24 jam. Tunggu saja sampai hari esok. Jika belum juga pulang neneknya suruh buat
Ahn Su-ho menarik nafas panjang, memandangi punggung Kim Minji dan Im Si Wan yang perlahan semakin menjauh."Ini bukan seperti apa yang gue rencanain. Sama sekali tak sesuai harapan, sial. "Ahn Su-ho menyulut sebatang rokok yang sudah bertengger di bibirnya. Ia memutar badan dan segera ingat tujuan utama , dirinya kembali ke tempat ini."Gue plin plan banget si! Tujuan gue nyari Hwang Se In. Kenapa malah ketemu dan melow in Minji. Ah otak sama hati gue emang gak pernah sinkron!"Ia terus berjalan menyusuri jalan, mengamati setiap sudut yang ia lewati. Setelah beberapa saat ia mengamati, tiba tiba ia mengingat sesuatu."Terakhir kali Se In masuk ke gang paling ujung sana, dan plot twistnya gang itu buntu. Lebih tololnya gue nggak nyadar itu kemarin dan malah langsung pergi gitu aja! " Ujar Ahn Su-ho merutuki dirinya sendiri.Ahn Su-ho sendiri memang memiliki kepribandian yang aneh. Ia bisa menjadi beberapa orang dalam kondisi yang berbeda. Entah karena trauma masa kecil atau karna ia
Kakek itu tersenyum, ia kemudian memutar beberapa menit penggalan video yang berada di layar monitor.Ahn Su-ho mulai mendekat dan mengamati dengan seksama.Disana nampak Hwang Se In yang tengah berjalan, bersama seorang pria yang tak lain adalah Kim Han Bin."Siapa pria itu?" Tanya Ahn Su-ho yang langsung terperanjat , menyaksikan Hwang Se In masuk ke dalam sebuah rumah bersama pria itu.Kemudian sang kakek mengganti layar monitor dengan beberapa foto. Foto itu menunjukan seseorang dengan setelan serba hitam, berdiri di tengah rintikan hujan."Orang orang seperti kami menyebutnya, Puzzle Man. Ia begitu terkenal karena teka teki pembunuhannya begitu rumit. Hingga sampai sekarang tak pernah tertangkap, apalagi terendus keberadaannya oleh pihak kepolisian. Mungkin juga Pelaku pembunuhan Distrik Wei akhir akhir ini adalah Puzzle Man."Ahn Su-ho jadi teringat sebuah artikel yang ia temukan di meja kerja ibunya, yang menyebutkan sesuatu tentang sebuah pembunuhan di Distrik Sei beberapa wa
Park Do Ha dan Noh Park datang dengan tergesa gesa, setelah mendengar kabar kematian cucu Kepala Senior.Park Do Ha mendekat, berusaha untuk menguatkan Lee Jae-myun yang tak mau beranjak. Sedari tadi tatapannya kosong memandangi jasad cucunya yang sudah hampir selesai dilakukan olah tempat kejadian perkara."Biar polisi yang lain yang melakukan prosedur, anda ikutlah denganku." Ucap Park Do Ha sembari membantu Lee Jae-myun berdiri.Dengan lemah , Jae-myun menuruti kata kata Do Ha. Hingga beberapa saat kemudian, datang salah seorang polisi Distrik Sei yang berhasil menemukan ponsel milik Ha Yi.Polisi itu juga memberi tau bahwa dalam daftar panggilan terakhir ponsel Lee Ha Yi adalah Park Do Ha.Mendengar hal itu Lee Jae-myun, bergegas mengambil ponsel tersebut dan mengeceknya secara langsung.Ia memandang Park Do Ha dengan tatapan penuh tanda tanya."Aku berniat memberitahu anda kalau Lee Ha Yi menelfonku , namun karena ada tugas aku jadi lupa akan hal itu." Jujur Park Do Ha yang meras
Waktu sudah menunjukan pukul 7 malam dan rintik hujan mulai turun . Lee Jae-myun menghentikan pekerjaanya sejenak. Ia bergegas melihat ponselnya, namun tak ada balasan dari sang cucu kesayangan.Ia berusaha menelfon dan mengirimi beberapa pesan ke Ha Yi. Namun ia tak kunjung mendapatkan balasan."Apa anak itu lupa waktu lagi, dasar anak itu memang selalu seperti ini jika berurusan dengan Novel. Sampai sampai ia tak memperdulikan pesan dan panggilan dariku. Tapi entah mengapa perasaanku sangat tak enak. Lebih baik aku datang saja ke toko buku itu. " Gumam Jae-myun.Kemudian ia berpamitan kepada rekan kerjanya untuk pulang lebih awal. Ia ingin menjemput cucu kesayangannya itu. Rekan rekan yang sudah paham dengan kebiasaan Kepala Seniornya itu, mempersilahkan Jae-myun untuk pulang lebih awal.Karena memang kasus Distrik Sei belum menemukan titik terang, siapa pelaku sebenarnya. Bahkan bukti yang mengarah pada seseorang pun tak ada. Psikopat yang melakukan hal ini memang begitu hati hati
Lee Jae-myun dengan perasaan terkejut langsung melihat kertas itu. Wajahnya memerah , amarahnya kembali memuncak. Dendam di hatinya kembali timbul, mengetahui sang pelaku pembunuhan kembali meneror."Psikopat gila itu!" Geram Lee Jae-myun," sebenarnya aku sudah punya target sendiri, setelah beberapa bulan ini menyelidikinya."Kini giliran Park Do Ha yang di buat terkejut."Biasanya anda memberitahuku tentang perkembangan apapun yang anda peroleh.""Ini baru dugaan sementaraku. Belum ada bukti konkret yang bisa membuatnya di tetapkan sebagai tersangka. Lagi pula kamu tak mau membantu dengan caraku, dan lebih memilih untuk melakukan cara polisi yang jelas didalamnya banyak manipulasi! Lihat? Sampai saat ini pembunuh itu masih berkeliaran bebas di luar sana! Bahkan mungkin akan ada korban selanjutnya, Hwang Se In mungkin.""Siapa sebenarnya orang itu? Apa maksud anda ? Anda tau keberadaan Hwang Se In? Cepat katakan , Nenek Bo Ra sangat menghawatirkannya. Aku harus segera mencarinya. Sebe
Beberapa saat kemudian, Park Do Ha sampai di kantor. Ia langsung di sambut oleh Lee Ha Na yang berwajah cemberut.Terlihat bersiap mengomel, Park Do Haa buru buru mengeluarkan secuil kertas itu."Dugaanku benar, pembunuh itu kini makin terang terangan. Kita harus segera bertindak, sebelum pembunuh itu kembali menghilang bak di telan bumi kembali."Ha Na yang mendengar hal itu terlihat terkejut. Baru saja ia akan mengomeli rekannya itu, tapi ia urungkan. Dan buru buru mengambil kertas itu.Namun setelah membacanya, ia malah terlihat sedikit tersenyum."Santai saja gak perlu buru buru, kali ini pasti dia tertangkap." Ujar Lee Ha Na bergegas membawa kertas itu masuk."Apa maksudmu santai!? Ada nyawa yang harus kita selamatkan." Ucap Park Do Ha yang berjalan di belakang Ha Na.Wanita itu tak menanggapi dan masih terus berjalan.'Biarin aja gadis itu mampus duluan, dengan begitu tak akan ada lagi yang menggangguku.' batin Ha Na."Apa kamu membencinya gara gara ia tahu sugar dadymu Ha Na?"
Kakek itu tersenyum, ia kemudian memutar beberapa menit penggalan video yang berada di layar monitor.Ahn Su-ho mulai mendekat dan mengamati dengan seksama.Disana nampak Hwang Se In yang tengah berjalan, bersama seorang pria yang tak lain adalah Kim Han Bin."Siapa pria itu?" Tanya Ahn Su-ho yang langsung terperanjat , menyaksikan Hwang Se In masuk ke dalam sebuah rumah bersama pria itu.Kemudian sang kakek mengganti layar monitor dengan beberapa foto. Foto itu menunjukan seseorang dengan setelan serba hitam, berdiri di tengah rintikan hujan."Orang orang seperti kami menyebutnya, Puzzle Man. Ia begitu terkenal karena teka teki pembunuhannya begitu rumit. Hingga sampai sekarang tak pernah tertangkap, apalagi terendus keberadaannya oleh pihak kepolisian. Mungkin juga Pelaku pembunuhan Distrik Wei akhir akhir ini adalah Puzzle Man."Ahn Su-ho jadi teringat sebuah artikel yang ia temukan di meja kerja ibunya, yang menyebutkan sesuatu tentang sebuah pembunuhan di Distrik Sei beberapa wa
Ahn Su-ho menarik nafas panjang, memandangi punggung Kim Minji dan Im Si Wan yang perlahan semakin menjauh."Ini bukan seperti apa yang gue rencanain. Sama sekali tak sesuai harapan, sial. "Ahn Su-ho menyulut sebatang rokok yang sudah bertengger di bibirnya. Ia memutar badan dan segera ingat tujuan utama , dirinya kembali ke tempat ini."Gue plin plan banget si! Tujuan gue nyari Hwang Se In. Kenapa malah ketemu dan melow in Minji. Ah otak sama hati gue emang gak pernah sinkron!"Ia terus berjalan menyusuri jalan, mengamati setiap sudut yang ia lewati. Setelah beberapa saat ia mengamati, tiba tiba ia mengingat sesuatu."Terakhir kali Se In masuk ke gang paling ujung sana, dan plot twistnya gang itu buntu. Lebih tololnya gue nggak nyadar itu kemarin dan malah langsung pergi gitu aja! " Ujar Ahn Su-ho merutuki dirinya sendiri.Ahn Su-ho sendiri memang memiliki kepribandian yang aneh. Ia bisa menjadi beberapa orang dalam kondisi yang berbeda. Entah karena trauma masa kecil atau karna ia
Park Do Ha segera menghubungi Lee Ha-na, untuk membantunya mencari keberadaan Hwang Se In. Ia yakin kalau omongan anak SMA waktu itu pada Lee Ha-na adalah kesungguhan.'Jangan jangan Hwang Se In ditangkap oleh psikopat itu. Bagaimana jika ia korban selanjutnya' batin Park Do Ha gelisah."Hallo ada apa? Kenapa kamu belum datang ke kantor? Apa terjadi sesuatu?" tanya Lee Ha-na dari sebrang telepon."Kumpulkan tim kita akan melakukan pencarian orang hilang. Kemungkinan ini ada hubungannya dengan psikopat yang tengah kita buru." ujar Park Do Ha tanpa basa basi."Memang siapa yang menghilang?""Hwang Se In. sejak kemarin dia tak pulang kerumah. Ingat ucapannya padamu kemarin? ""Ck, anak itu anak nakal. Mungkin saja dia tengah bersenang senang dengan teman atau mungkin pacarnya. Kenapa kamu begitu khawatir. Lagi pula peraturan di kantor orang dinyatakan hilang, jika tidak pulang ke rumah dalam kurun waktu 2 x 24 jam. Tunggu saja sampai hari esok. Jika belum juga pulang neneknya suruh buat
"Kamu cukup pintar untuk terlihat bingung seperti itu Se In. " Kim Han Bin menarik kedua sudut bibirnya.Di tengah kebingungannya, Hwang Se In masih berusaha untuk berpikir . Disisi lain Kim Han Bin mendekat dan sepersekian detik kemudian, ia dengan cepat menyuntikkan sebuah cairan ke leher Hwang Se In. Entah di mana suntikan itu ia sembunyikan, yang jelas kini ia berhasil.Gadis itu terkejut namun sudah terlambat, badanya kini terasa lemas, kepalanya pusing dan pandangannya mulai kabur. Hwang Se In pingsan dan tubuhnya hampir menghantam lantai.Namun dengan sigap Kim Han Bin meraihnya. Ia menatapnya dalam dan mengelus pipi Se In yang begitu mulus."Mari kita mulai permainan yang sesungguhnya cantik." gumam Kim Han Bin seraya meletakkan tubuh gadis itu diatas ranjang.Keesokan harinya, Ahn Su-ho sudah berangkat ke sekolah. Ia memarkirkan mobilnya dan bergegas keluar menuju ruang pribadi ayahnya."Ahn Sung Hwang!" teriak Su-ho yang tanpa aba aba menendang pintu ruang pribadi ayahnya it
Pria itu masih menatap wajah Se In tanpa berkedip. Gadis itu berusaha mundur namun selangkah ia mundur, selangkah pula pria dihadapannya itu maju.Hwang Se In meneguk salivanya kasar, ia kini terpojok pada dinding di belakangnnya. Ia mulai berpikir untuk berani, tapi saat ia memperhatikan wajah pria dihadapannya. Ia seakan tak asing, seperti pernah bertemu dengannya disuatu tempat."Kamu mengenalku? " tanya pria itu.Se In berpikir keras berusaha mengingat wajah dihadapannya saat ini."Tentu saja kamu pernah melihatku, aku seniormu disekolah. "Se In kembali menimbang dan berusaha mengingatnya dengan keras.'Gue rasa bukan disekolah , melainkan di suatu tempat. Tapi di mana ya? 'Batin Se In."Hwang Se In... "Belum selesai ia berpikir, sebuah teriakan terdengar memanggil namanya. Gadis itu menengok berusaha mencari arah datangnya suara."Anh Su-ho tuh. ""Lo anteknya Bedebah gila itu ya? " tanya Se In berusaha tenang. Namun wajahnya sama sekali tak menunjukan sebuah ketenangan.Pria