Home / Romansa / Putri Rahasia Tuan Damian / 1. Status yang disembunyikan

Share

Putri Rahasia Tuan Damian
Putri Rahasia Tuan Damian
Author: Riri riyanti

1. Status yang disembunyikan

Author: Riri riyanti
last update Huling Na-update: 2023-10-03 15:22:17

"Dan pada akhirnya Sang Putri bersama Pangeran pun hidup bahagia selamanya. Tamat. Sekarang Luna bobo, ya?" permintaan itu teralun dari mulut Evelyn Adhitama seiring ia menutup buku dongeng Cinderella di pangkuannya. Pandangan menenangkan penuh kasih itu berpindah pada paras menggemaskan gadis kecil yang berbaring di sisinya.

"Tapi, Luna belum ngantuk, Kak." Balita berusia 5 tahun itu menggeleng kecil seraya menatap polos pada kedua mata Evelyn.

Meskipun ucapan balita cantik bermata biru itu terdengar seperti kalimat penolakan biasa, namun hal tersebut nyatanya berhasil membuat senyuman wanita itu berubah pedih. Selalu saja begitu setiap kali Luna memanggilnya 'Kakak', karena faktanya Luna adalah anak kandungnya, janin yang selama kurang lebih 9 bulan lamanya telah bersemayam di rahimnya.

Tanpa terasa sudah 5 tahun berlalu setelah ia melahirkan, melewati lembah kematian seorang diri di atas meja operasi tanpa pasangan. Dan kini, bayi kecilnya sudah semakin besar. Selama itu pula ia membiarkan anaknya menganggap dirinya sebagai seorang kakak, sesuai kesepakatan. Tentu kedua orang tua Evelyn yang memutuskan.

"Tapi besok Luna harus bersekolah, Sayang ... nanti kalau Luna mengantuk di kelas bagaimana? Luna tidak mau dimarahi ibu guru, bukan?" sejenak mengabaikan rasa tidak nyaman karena teringat masa silam, Evelyn mencoba memberikan pengertian.

"Tidak mau!" Dan gelengan kepala Luna adalah jawaban atas pertanyaan di akhir kalimat Evelyn tadi, sesuatu yang membuatnya mengukir senyum tipis kemudian membelai rambut halus nan legam si balita. Warna rambut yang ia wariskan pada anaknya.

Luna Arkania Adhitama memanglah anak yang terlahir di luar ikatan pernikahan. Damian Alexander, pria berdarah Jerman yang menjadi ayah biologis balita itu menghilang ketika Evelyn baru saja mengetahui fakta bahwa dirinya tengah berbadan dua. Ketika itu dirinya masihlah siswi SMA tahun ke dua, sedangkan si pria adalah kakak kelas sekaligus ... sahabatnya.

Benar, mereka memang bukanlah pasangan kekasih atau semacamnya. Bermula dari sentuhan kedua bibir karena terbawa suasana, mengantarkan hubungan pertemanan mereka berubah arah. Pertama kalinya mereka melakukan kontak fisik secara tidak sengaja, yang selanjutnya menjadi terbiasa.

Meski mereka tidak terikat hubungan asmara, tetapi diam-diam Evelyn mencintai Damian. Ya, cinta rahasia. Itulah alasan kenapa dirinya menyerahkan diri pada si pria.

"Makanya Luna harus bobo. Deal?" Evelyn mencoba menawarkan kesepakatan.

Belum sempat Luna menjawab, suara pintu kamar yang terbuka menyita atensi mereka. Ada Arini yang muncul di baliknya dengan membawa segelas susu hangat di atas nampan.

"Astaga ... sudah larut malam begini kenapa anak bungsu Mama belum tidur juga, hm?" wanita baya itu memasang senyum teduh pada Luna, cucu yang ia anggap sebagai anak.

Sedangkan mata biru balita itu tampak berbinar melihat apa yang Arini bawakan untuknya. Ia segera mendudukkan dirinya menyambut wanita yang ia anggap sebagai 'Mama'. "Belum minum susu, Ma!"

"Baiklah. Susu hangat untuk anak Mama yang cantik segera datang ...." Senyum Arini melebar saat ia mengayunkan langkah mendekat, lalu menyerahkan segelas susu yang ia bawa untuk Luna. Setelahnya, ia mendudukkan diri di tepi tempat tidur si balita—yang kini sedang meminum susu darinya.

"Pelan-pelan minumnya, Sayang," tegur Evelyn saat ia melihat Luna meminum susunya dengan tergesa.

"Sudah." Dan Luna berhasil menandaskan minumannya dengan cepat. Ia tersenyum lebar, memperlihatkan barisan gigi susunya yang rapi.

"Nah, sekarang Luna bobo. Karena besok setelah Luna pulang sekolah, kita semua akan pergi bersama." Arini berucap seraya mengambil gelas kosong di tangan Luna, meletakkannya di atas nampan seperti posisi semula.

"Woah ... liburan, Ma?" bukan hanya Luna yang terkejut atas ucapan Arini, Evelyn juga merasakan hal serupa. Mereka berdua menatap bersamaan pada si wanita baya, penuh tanya sekaligus bahagia.

"Bisa dibilang begitu."

"Asyik!" atas konfirmasi pembenaran dari Arini, Luna berteriak senang di tempatnya. Setelah itu si gadis kecil segera memosisikan diri untuk tidur. "Kalau begitu, Luna mau bobo sekarang," lanjutnya.

"Good girl. Mimpi indah, Sayang." Arini menghadiahkan ciuman di dahi kemudian membenarkan selimut Luna sebelum ia mengajak Evelyn untuk turut keluar dari kamar si balita.

***

Gelap dan senyap. Suasana itu tidak sedikit pun mengganggu, justru hal tersebut seakan semakin menambah fokusnya ketika menelaah kata demi kata atau angka-angka yang terpampang di layar monitor laptop.

Pria berdarah blasteran berusia nyaris seperempat abad itu sudah hampir setahun ini kembali menetap di Indonesia setelah 5 tahun lebih mengambil pendidikan di Jerman. Ia memegang jabatan cukup tinggi di agensi periklanan yang keluarganya dirikan. Menuruti keinginan ayah dan ibunya, dirinya berambisi menjadi seorang pebisnis besar yang sebentar lagi akan menggeser posisi Sang ayah di perusahaan.

"Jangan terlalu memforsir tenagamu, Nak. Kita makan malam bersama dulu, Papa sudah menunggu di bawah." Suara bernada lembut itu berhasil membuyarkan konsentrasi Damian Alexander. Dan ketika ia menoleh ke asal suara, sosok Sasmitha, ibunya, sudah berdiri di ambang pintu kamarnya yang telah terbuka.

Damian memang sengaja tidak segera keluar dari kamar, meneruskan pekerjaan yang barangkali masih tersisa adalah opsi yang selalu dirinya ambil setelah pulang dari kantor. Bahkan tirai tebal yang menutupi jendela sudah ia tutup rapat meskipun senja masih menampakkan kemilau cahayanya.

"Kalian makan saja dulu." Damian membalas acuh lalu kembali memusatkan perhatian pada layar monitor. Tangan kanannya kembali menggerakkan kursor seakan presensi sang ibu bukanlah hal penting yang harus dirinya berikan atensi. "Aku sebentar lagi selesai dan akan langsung kembali ke kantor. Aku ada pertemuan penting malam ini dengan seorang copywriter baru dan sepertinya tidak akan sempat jika harus makan malam bersama," lanjutnya.

"Kau selalu saja beralasan." Ada hela napas berat di sela ucapan Sang ibunda. Wanita baya itu mengayunkan langkah kaki mendekati putranya, menatap punggung tegap itu dengan pedih. "Sudah lama sekali kita tidak duduk bersama di meja makan, Nak. Apa kau tidak merasa? Apa kau masih menaruh kebencian pada orang tuamu ini?"

Damian memejamkan mata mendengar ucapan ibunya. Ia menghentikan gerakannya seketika, ada gurat kesal yang samar menghiasi wajah tampan itu ketika ia mengurut pangkal hidungnya. "Bukan begitu. Mungkin memang belum ada kesempatan, lain kali kita makan bersama."

"Kau begitu dekat, namun terasa begitu jauh. Kau benar-benar menjadi orang yang berbeda."

"Itu hanya perasaan Mama saja. Bukankah aku yang seperti inilah yang kalian inginkan?" kepala pria itu menoleh ke belakang, dengan alis pirangnya yang terangkat saat menatap mata ibunya. "Aku sudah menuruti apa mau kalian, bukan? Seharusnya kalian merasa senang."

Jujur saja, Damian sudah lelah dijadikan pengganti Darren, Kakaknya. Ia Damian, dan ia punya kuasa untuk menentang. Ia bukan lagi boneka milik kedua orang tuanya.

Di usianya yang semakin matang membuat banyak perubahan di diri pria itu. Bukan hanya pemikiran, postur tubuh pria itu pun semakin tinggi dan kekar akibat olah raga rutin yang ia lakukan. Damian bukan lagi laki-laki tanggung yang hanya mampu menurut perintah orang tua, keadaan membuatnya bermertamorfosis menjadi pria yang sedikit dingin, terlebih kepada ayah dan ibunya.

"... maaf," lirih Sasmitha. Kepalanya perlahan menunduk sendu. Ia tentu sadar bahwa ucapan Damian mengandung sindiran. Sejujurnya ia pun merasa bersalah karena telah memaksakan kehendak, namun semua sudah terlanjur.

Dan kenyataannya, permintaan maaf Sasmitha justru membuat suasana hati Damian semakin memburuk saja. Dengan gerakan cukup kasar ia menutup laptopnya.

"Aku sudah selesai. Bolehkah aku meminta Mama untuk keluar dari kamarku? Aku akan berganti baju."

Sasmitha mematung sebentar mendengar nada ketus putranya. Namun, di detik berikutnya wanita itu memilih angkat kaki.

Dan ketika Sasmitha menghilang di balik pintu dengan membawa wajah pilu, di situ lah Damian meremas rambutnya. Sejujurnya ia merasa menjadi manusia paling berdosa setiap kali ia bersikap dingin seperti itu pada ibunya, namun rasa sakit di hati membuatnya memilih bersikap begitu.

Dan nyatanya pria itu belum menyadari bahwa dirinya pun memiliki dosa besar terhadap Evelyn, sahabat yang ia tinggalkan begitu saja ketika keluarganya memutuskan untuk pindah ke Jerman, negara kelahiran ayahnya.

Akankah suatu saat nanti Damian mengetahui fakta bahwa dirinya telah menyandang status sebagai seorang ayah?

***

Tbc...

Kaugnay na kabanata

  • Putri Rahasia Tuan Damian   2. Teringat tentangmu

    "Mama serius, besok kita semua akan pergi berlibur?" setelah menutup pintu kamar Luna, Evelyn bertanya pada sang ibunda. Di benaknya penuh tanda tanya, sebab Arini belum pernah membicarakan perihal liburan sebelumnya."Kau lupa? Besok hari pernikahan Juna, Sayang. Sepupumu yang di Jakarta itu." Arini menelengkan kepala, menjawab seraya melangkah beriringan bersama putrinya menuju kamarnya di lorong paling ujung. Kamar di rumah mereka memang saling bersebelahan dan berurutan."Oh, astaga!" Evelyn menepuk jidatnya saat mengingat tentang hal yang ibunya katakan, namun senyumannya mengurva lebar. "Jadi, Kak Juna benar akan menikah besok?!""Begitulah. Kau tampak sering melamun akhir-akhir ini. Memikirkan apa, hm?" Arini berdiri di depan pintu kamarnya. Urung membuka pintu, ia justru tampak bersedekap menatap sang putri.Evelyn tersentak mendengar pertanyaan Arini. Ternyata ibunya begitu peka terhadapnya, tetapi untuk jujur pun terlalu sukar bagi wanita itu. "... tidak ada." Pada akhirnya

    Huling Na-update : 2023-10-03
  • Putri Rahasia Tuan Damian   3. Hope

    Sepotong baju yang terlipat rapi sekali lagi masuk ke dalam koper pink milik Luna. Itu adalah baju-baju yang akan si gadis kecil kenakan selama mereka di Jakarta. Memang tidak banyak, sebab mereka memang berencana untuk segera kembali ke Surabaya setelah acara pesta pernikahan telah selesai.Terkecuali Evelyn.Ya, wanita itu memang akan tinggal di ibu kota dalam waktu yang cukup lama. Ia ingin melanjutkan kuliah di kampus impiannya di sana, tentu saja sekaligus untuk mencari pengalaman kerja. Selama tinggal di Surabaya ia merasa begitu terkekang, kedua orang tuanya terlalu over protektif padanya, selalu saja melarangnya untuk lebih mengenal dunia luar. Dan kini Evelyn ingin keluar dari zona nyamannya selama ini. Biar bagaimanapun, ia ingin bekerja dan bisa hidup mandiri."Nah, sudah siap. Sekarang Luna bisa beristirahat sebentar sebelum mandi. Masih merasa dingin, bukan?" Evelyn berucap seraya menarik risleting koper Luna, sedangkan atensinya telah tercurah penuh pada wajah menggemas

    Huling Na-update : 2023-10-03
  • Putri Rahasia Tuan Damian   4. Situasi Yang Tidak Disangka

    Acara resepsi pernikahan itu tampak ramai malam ini. Segala sisi gedung dipenuhi banyak tamu undangan berpenampilan glamor dengan dresscode warna emas. Pukul 8 tepat Evelyn beserta keluarga pada akhirnya menapakkan kaki ke tempat resepsi pernikahan Arjuna. Sebenarnya mereka sudah sampai di Jakarta sejak menjelang siang tadi. Namun, karena merasa lelah akibat penerbangan dari Surabaya selama 1 jam lebih di atas awan, mereka memilih untuk sekedar melepas penat di rumah mempelai pria, terlebih mereka membawa seorang balita."Ma, Luna mau pipis!" tarikan tangan Si kecil Luna pada tangan Arini yang menggandengnya, membuat wanita baya itu menghentikan langkah kaki kemudian menaruh afeksi padanya. Evelyn dan Sang ayah yang berjalan di belakang mereka turut berhenti."Kebelet, ya? Baiklah." Sedikit membagi senyum untuk Luna, Arini mengalihkan tatapan pada Evelyn dan suaminya. "Eve, Mama dan Luna ke toilet dulu. Kamu temui Juna dulu bersama Papa, nanti kami menyusul.""Iya, Ma." Sebuah angguk

    Huling Na-update : 2023-10-03
  • Putri Rahasia Tuan Damian   5. Just 'friend?'

    Menghadiri pesta pernikahan nan meriah adalah hal yang cukup merepotkan untuk Damian. Ia merupakan tipe pria penyuka ketenangan. Bila boleh jujur, ia lebih suka menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik klasik di kamarnya daripada harus berkumpul dengan banyak orang seperti ini. Beruntung seseorang yang ia ajak bersedia untuk menemaninya malam ini."Itu dia pengantinnya. Kita langsung ke sana?" pria tinggi berperawakan asing itu menunjuk kedua mempelai pengantin lewat tatapan kedua mata birunya. Dan wanita yang mengamit lengannya merekahkan senyum manis pertanda setuju."Boleh."Namun, di tengah langkah beriringan mereka, Damian kedapatan mengerutkan keningnya. Ia baru sadar bahwa ada sosok yang tampak familier di dekat kedua pengantin."Bukankah itu Aksa?" lirihnya, lebih pada diri sendiri. Ah, rupanya ia tak menyadari kehadiran satu sosok lain. Sosok bertubuh mungil yang tampak terhalang sosok Si pengantin pria, Evelyn. Wanita itu memang sengaja mengatur posisinya agar tak sampa

    Huling Na-update : 2023-10-03
  • Putri Rahasia Tuan Damian   6. Tidak berubah

    "Apa tidak sebaiknya kalau kalian menginap lebih lama di sini? Luna terlihat nyenyak sekali. Kasihan kalau harus dibangunkan." Adalah Arjuna, seseorang yang berbicara ketika melihat Burhan dan Arini muncul dengan menggeret sebuah koper dari kamar yang mereka tempati di rumah itu. Penampilan sepasang suami-istri itu sudah tampak rapi meskipun jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam."Kami masih memiliki pekerjaan di Surabaya yang tidak bisa ditinggal lama, Nak. Lagi pula Luna juga harus tetap bersekolah di sana." Burhan yang menjawabnya. Pria baya itu mendudukkan diri di kursi empuk yang tersisa, disusul Sang istri yang duduk di sisinya. Sebenarnya Burhan merasa tidak tega saat menatap Luna yang tertidur berbantalkan paha Evelyn, raut lelah tampak jelas menghiasi gurat wajah gadis kecilnya. Kemarin malam Luna memang begitu bersemangat mengikuti setiap rangkaian pesta pernikahan Arjuna dan Karenina, bahkan balita itu baru bisa tidur setelah tengah malam. Sedangkan Evelyn hanya

    Huling Na-update : 2023-11-17
  • Putri Rahasia Tuan Damian   7. Nostalgia

    Setelah bergelut dengan kemacetan lalu lintas, pada akhirnya mobil hitam metalik yang Damian kemudikan sudah berhenti di sisi gerbang rumah Arjuna. Pria itu kembali membaca peta elektronik di ponselnya, kembali memastikan bahwa dirinya sudah benar-benar sampai di titik tempat tujuan sesuai denah lokasi yang Evelyn kirimkan tadi malam."Sepertinya benar ini alamat rumahnya." Damian bergumam pada diri sendiri saat menatap hunian megah itu. Ia membuka pintu mobilnya kemudian menapakkan kaki pada paving di sekitar gerbang. Setelahnya, ia mendudukkan diri di kap mobilnya. Cuaca yang cukup terik siang itu tak sedikit pun membuatnya takut jika kulitnya akan terbakar.[Aku sudah sampai di depan gerbang.]Setelah yakin bahwa rumah besar bergaya Romawi itu benar tempat wanita yang ingin ia temui tinggal, Damian segera mengetikkan pesan untuknya. Ia memang sudah menantikan pertemuan ini sejak semalam. Tidak bertemu setelah bertahun lamanya membuat ia menanggung rindu yang begitu menggunung terha

    Huling Na-update : 2023-11-18
  • Putri Rahasia Tuan Damian   8. Orang baru

    Taman di halaman rumah berhiaskan berbagai macam bunga warna-warni menyambut pandangan Evelyn kala dirinya memutuskan keluar dari pintu rumah yang ia tinggali. Ada 2 buah kursi panjang berbahan besi yang dicat putih berada di tengah-tengah, saling berhadapan, bersekatkan sebuah meja berbentuk kubus yang dicat serupa.Sosok Karenina terlihat di antara tanaman indah itu, sedang membawa sebuah gembor untuk menyiram bunga-bunga di sudut kanan. Cahaya oranye senja yang menimpa, membuat sosok Sang kakak ipar tampak bercahaya. "Bisakah aku membantumu, Kak?" wanita itu berinisiatif menawarkan bantuan saat jarak sudah terpangkas. Karenina menoleh ke asal suara, dan ia tersenyum saat tatapannya menemukan sosok Evelyn. Ia tentu menyambut niat baik adik sepupunya."Tentu, Eve. Kau bisa menyiram bunga-bunga di bagian sana, ya? Di bagian sini biar aku saja." Ia menunjuk ke sisi kiri, pada sekumpulan tanaman bunga Lily dengan warna yang berbeda-beda."Siap." Gembor yang berada di sisi kran segera

    Huling Na-update : 2023-11-19
  • Putri Rahasia Tuan Damian   9. Papa?

    "Papa ... Papa ...."Suara itu terdengar berdengung di telinga Damian. Suara seorang anak kecil perempuan yang cukup familier di telinga pria itu, suara yang jelas-jelas memanggil dirinya dengan sebutan 'Papa', meskipun ia tidak pernah dengan jelas mampu melihat sosoknya. Hanya samar-samar, di sudut kegelapan.Mata biru itu masih erat memejam, peluh pun telah membanjiri pelipisnya, membuat bantal yang ia gunakan menjadi basah. Bunga mimpi itu kembali hadir menyapa setelah sekian lama, entah mengapa. Kepala pria itu bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya, lengkap dengan napas yang tidak beraturan. Akibatnya, seorang wanita yang berbagi tempat tidur dengannya menjadi terusik dari mimpi indahnya.Wanita itu ... Kiara Laurencia. Ia terbangun ketika merasa tempat di sisinya berguncang-guncang. Saat kedua mata indahnya membuka kemudian menemukan Sang tunangan dalam kondisi seperti itu, secara spontan ia terduduk demi meneliti lebih jelas raut tampan itu dengan kening mengernyit. "Sayang ...

    Huling Na-update : 2023-11-20

Pinakabagong kabanata

  • Putri Rahasia Tuan Damian   95. Milikku

    Gerbang sekolah Taman Kanak-kanak menyambut pandangan mata birunya. Damian memang berinisiatif menjemput Luna, maka ia datang lebih cepat dari waktu biasanya Burhan menjemput sang putri.Hari-hari paling menyebalkan telah berlalu dan Damian kini telah kembali pulih seperti sedia kala. Ia sembuh dengan cepat, beruntung hasil pemeriksaan terakhir menunjukkan bahwa dirinya telah benar-benar sehat. Seiring stres yang berkurang, dirinya pun semakin tersenyum lepas.Damian menepikan mobilnya di seberang jalan. Masih ada beberapa menit lagi sebelum bel pulang sekolah putrinya berbunyi dan ia memilih untuk menelepon Evelyn. Ah, mengingat seraut wajah itu membuat senyum si pria semakin cerah saja. Ia segera meraih ponsel di saku celana, segera mencari kontak nomor si wanita tercinta untuk melakukan panggilan. "Halo?" dan dari ujung telepon sana, suara merdu yang sangat Damian hafal menyapa telinganya."Aku sedang berada di depan sekolahan Luna. Jika aku menjemputnya, kau tidak keberatan, buka

  • Putri Rahasia Tuan Damian   94. Willingness

    Angin malam yang berembus tak mengurangi keyakinan pria dewasa itu. Meski dingin menggigit, tak membuat nyalinya menciut. Ah, bahkan andai angin topan yang bertiup pun akan dirinya terjang sekarang. Semua ia lakukan demi putra satu-satunya. Bennedict Alexander baru saja menuruni mobilnya, kini berdiri tepat di depan gerbang kediaman keluarga dari wanita yang putranya cinta. Ia sudah memikirkan matang-matang tentang keputusannya ini, ia akan bertindak. Ia hanya berharap bahwa keberuntungan akan menyertainya malam ini.Tangan kanannya terangkat demi memencet bel. Dan tak berselang lama, sang Tuan rumah keluar dari pintu utama. Pria baya itu memandang ke arahnya lengkap dengan kening berkerut, pun raut muka terkejut. Bennedict segera mempersiapkan diri jika seandainya Burhan Adhitama kembali naik pitam atas kedatangannya."Untuk apa Anda datang malam-malam begini?" Burhan menggeser gerbang saat bertanya dengan nada ketus.Bennedict menatap tepat di mata sebelum mengutarakan tujuan kedat

  • Putri Rahasia Tuan Damian   93. Empat mata

    Selembar tisu yang pada awalnya putih bersih kini dihiasi bercak merah terang. Darah yang mengalir dari luka di jari Evelyn adalah sesuatu yang mewarnainya. Ternyata ia menggores jarinya terlalu dalam.Seraya mencoba menghentikan perdarahan dengan membalut lukanya menggunakan tisu, wanita itu datang menemui ayahnya di ruang keluarga. Pria baya itu sudah menunggu dirinya sedari tadi seraya melihat acara di televisi. "Duduklah, Papa ingin berbicara." Burhan Adhitama segera membuka kalimat ketika Evelyn sudah mendekat. Ia menepuk permukaan sofa lembut di sisinya."Di mana Luna?" Wanita beranak satu itu mendudukkan diri di sisi ayahnya, sesuai perintah."Sudah masuk ke kamar dengan Mama, Papa hanya ingin berbicara empat mata denganmu." Kernyit tercipta di dahi Burhan ketika pada akhirnya ia melihat jari Evelyn terbungkus tisu bercorak merah. "Apa yang terjadi dengan tanganmu?""Aku tak sengaja melukainya saat mengiris apel."Mata tua Burhan kini menyorot dalam pada kedua mata putrinya, s

  • Putri Rahasia Tuan Damian   92. What happened?

    Mentari telah hampir tenggelam seluruhnya ketika Bennedict Alexander sampai di parkiran hotel tempat Damian menginap. Putranya telah mengirimkan alamat hotel itu hampir satu jam yang lalu, maka setelah urusannya selesai, pria baya nan tampan itu segera meluncur ke sana."Tinggalkan saja mobilnya di sini, kalian boleh kembali ke Jakarta." Bennedict berucap demikian setelah turun dari mobil yang ia naiki."Siap, Tuan! Ini kunci mobilnya." Satu orang yang menjadi pemimpin kaki-tangannya, pun seseorang yang tadi mengemudikan mobilnya menyerahkan kunci. Dua orang lainnya berdiri siaga di belakang pria itu. Sedangkan Bennedict menerima kunci mobilnya begitu saja, lalu memasukkannya ke dalam saku celana sebelum berbicara. "Kerjakan tugas kalian dengan baik selama saya tidak ada di tempat," perintahnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh orang-orangnya kemudian kembali bersuara. "Yang harus kalian ketahui, meskipun saya tidak berada di sana, saya masih akan tetap memantau kinerja kalian. Ja

  • Putri Rahasia Tuan Damian   91. Kesempatan?

    Damian Alexander adalah seseorang yang lebih dahulu keluar dari pintu restoran tempat dirinya dan sang ayah mengisi perut siang ini. Setelah mereka angkat kaki dari rumah Burhan Adhitama, Bennedict Alexander memang berinisiatif mengajak putranya untuk mampir makan siang terlebih dahulu. Sebagai ayah, tentu Bennedict merasa khawatir melihat tubuh sang putra semakin kurus setiap harinya.Dan di sinilah mereka, di area parkir restoran yang cukup luas di tengah terik sang surya. Si pria muda berdarah Jerman itu masuk ke dalam mobil hitam yang ia sewa selama tinggal di Surabaya dengan tanpa kata. Melihat putranya telah berada di balik kemudi, Bennedict segera memberikan perintah pada seseorang yang sedari tadi mengikuti di belakang punggungnya."Tunggu di mobil, saya akan segera kembali."Perintah diterima, pria tinggi berjas abu-abu itu mengangguk patuh. "Baik, Tuan."Selanjutnya Bennedict bergegas menuju mobil putranya. Ia membuka pintu penumpang bagian depan, ikut masuk ke dalam mobil k

  • Putri Rahasia Tuan Damian   90. Granddaughter

    Kacamata hitam itu ia lepas kasar lalu diselipkan pada saku jas. Selanjutnya hela napas rendah terembus ketika ia mencoba bersikap tenang. Ya, ia harus tetap mampu mengontrol emosinya kendati ia cukup merasa kesal ketika melihat tingkah si putra semata wayang di depan sana.Pria matang itu adalah Bennedict Alexander. Ia datang dan mengikuti Damian sesuai janjinya; ia akan membantu putranya untuk meraih kebahagiaan. Dan kebahagian cetak biru dirinya itu adalah bersatu dengan Evelyn beserta Luna, maka sebagai seorang ayah tentu ia akan mengusahakannya dengan cara apa pun agar mampu mewujudkan impian sang putra.Sejujurnya Bennedict memiliki alasan yang kuat selain karena kasih sayangnya sebagai seorang ayah sehingga repot-repot datang ke Surabaya. Ia merasa bersalah. Ia sadar bahwa setelah kematian Darren Alexander, ia memperlakukan Damian dengan semaunya. Kasarnya, ia ingin menebus kesalahannya pada si putra bungsunya itu.Langkah panjang itu memutus jarak dengan tenang, lalu berdiri d

  • Putri Rahasia Tuan Damian   89. Beri saya kesempatan

    "Kau harus selalu mengingat apa kata Psikolog padamu." Obrolan itu mengalir di sela perjalanan menuju ke tempat parkir. Satu sesi konseling telah terlewati, dan kini mereka hendak kembali ke rumah."Iya." Pria berwajah oriental itu mengangguk, menyelaraskan langkah kaki dengan sang ibu, melewati jalan paving berpayungkan teduhnya pohon Tabebuya di sekitarnya."Jangan hanya diingat, kau harus melakukannya juga, Aksa." Lian Wijaya menyempatkan dirinya menatap sisi wajah tampan nan tirus itu, lengkap dengan ekspresi serius.Namun, putranya itu justru terkekeh kemudian berhenti melangkah demi memberikan atensi penuh pada wajah ibunya. "Baiklah, Mama. Aku akan melakukannya. Jangan khawatir begitu.""Kau satu-satunya putra Mama, Aksa. Mama hanya khawatir.""Aku tahu." Anggukan kepala Aksa berikan sebelum menyimpan kedua tangan di saku celana, bibir tipisnya mengukir senyum simpul. "Maaf karena aku sudah membuat Mama khawatir begini. Aku akan segera sembuh, seperti apa yang Psikolog katakan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   88. Take heart

    "Kau sangat menyedihkan, Aksa!" kalimat itu lolos dari mulutnya ketika melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.Tatapan mata sehitam jelaga itu tak lagi berkharisma. Bagian bawah matanya yang menghitam menjadi bukti bahwa akhir-akhir ini pria itu tak pernah mendapati tidur yang nyenyak. Aksa Wijaya tampak kurus setelah gagal menikah. Dan kondisinya semakin memprihatinkan setelah menerima telepon dari Evelyn beberapa hari lalu.Suara ketukan di pintu kamarnya membuat atensi Aksa teralihkan. Sosok ibunyalah yang muncul dari balik daun pintu, menatap khawatir padanya."Mama," lirihnya.Lian Wijaya, ibunda Aksa mengalihkan tatapan mata pada nakas di sisi ranjang anaknya. Semangkuk sup jamur dan segelas air putih di atas nampan yang ia letakkan di sana pagi tadi tampak sedikit pun tak tersentuh. Sorot mata tua nan sipit itu seketika berubah sendu ketika mulai memutus jarak pada pria yang masih setia berdiri di depan cermin almarinya. "Kenapa sarapanmu masih utuh, Aksa?""Aku sedan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   87. Bersalah

    Setelah pesawat yang ia naiki mendarat di Bandara pagi ini, Damian segera menuju ke alamat rumah sakit yang ayahnya katakan di telepon. Ya, mau tidak mau pria itu pulang ke Jakarta. Bukan karena rasa takut, ia hanya merasa bersalah pada perempuan yang nyaris akan menjadi istrinya itu.Kedua orang tuanya sudah ada di kursi tunggu yang terletak di depan ruang perawatan Kiara Laurencia ketika langkah kaki panjang si pria menjejak di sana. Ada sosok ibunda si pasien yang duduk di sisi Sasmitha Alexander; ibunya. Dari raut wajah senja itu, Damian mampu melihat kabut duka yang pekat.Apakah ... kondisi Kiara begitu parah?Meski anak-anak mereka tak jadi menikah, namun ibu Kiara masih berhubungan baik dengan keluarga Damian. Pun keluarga pria itu pun memperlakukan mantan calon besannya serupa, mereka sudah bagaikan keluarga. "Damian, akhirnya kau datang." Sasmitha yang akhirnya lebih dulu menyadari kedatangan sang putra segera menyapa.Bennedict yang melihat wajah Damian kembali babak belur

DMCA.com Protection Status