Share

3. Hope

Author: Riri riyanti
last update Last Updated: 2023-10-03 15:23:48

Sepotong baju yang terlipat rapi sekali lagi masuk ke dalam koper pink milik Luna. Itu adalah baju-baju yang akan si gadis kecil kenakan selama mereka di Jakarta. Memang tidak banyak, sebab mereka memang berencana untuk segera kembali ke Surabaya setelah acara pesta pernikahan telah selesai.

Terkecuali Evelyn.

Ya, wanita itu memang akan tinggal di ibu kota dalam waktu yang cukup lama. Ia ingin melanjutkan kuliah di kampus impiannya di sana, tentu saja sekaligus untuk mencari pengalaman kerja.

Selama tinggal di Surabaya ia merasa begitu terkekang, kedua orang tuanya terlalu over protektif padanya, selalu saja melarangnya untuk lebih mengenal dunia luar. Dan kini Evelyn ingin keluar dari zona nyamannya selama ini. Biar bagaimanapun, ia ingin bekerja dan bisa hidup mandiri.

"Nah, sudah siap. Sekarang Luna bisa beristirahat sebentar sebelum mandi. Masih merasa dingin, bukan?" Evelyn berucap seraya menarik risleting koper Luna, sedangkan atensinya telah tercurah penuh pada wajah menggemaskan si balita. Gadis kecil itu berdiri di depannya, di atas kasur empuk.

"Uhum." Anggukan diberikan, gadis kecil itu kemudian menunjuk boneka kucing di sudut ranjangnya. "Kak, Luna mau bawa Kitty. Boleh?"

"Tentu saja boleh, Sayang."

Atas jawaban Evelyn, sudut-sudut bibir Luna melengkung ke atas. Ia meraih boneka kesayangannya dan memeluknya erat sebelum kembali memberikan tanya. "Kita mau jalan-jalan ke mana sih, Kak? Kenapa harus berangkat pagi-pagi sekali?"

"Ke Jakarta, Sayang. Kita akan naik pesawat." Evelyn menjawabnya sembari menurunkan koper balita itu ke lantai, lengkap dengan senyum manis.

"Woah ... jadi, kita akan terbang ya, Kak? Apakah tinggi sekali?"

Kepala berhelaian panjang nan lurus itu mengangguk sekilas, lalu menatap lekat si balita. "Apa kamu takut?"

"Tidak! Luna justru senang! Luna tidak sabar akan terbang!" dan teriakan gadis kecil itu berakhir ketika dirinya melompat-lompat di atas kasur.

"Astaga, jangan melompat-lompat, Nak!" tentu sebagai orang dewasa, ia menaruh kecemasan ketika tubuh si balita memantul ke atas dan ke bawah. Namun, ketika melihat wajah cantik nan menggemaskan itu berbinar bahagia, Evelyn hanya mampu berdiri terdiam sambil memperhatikan dengan senyum mengembang. Ia turut merasakan euforia yang sama atas keceriaan Luna. Kebahagiaan darah dagingnya itu merupakan bagian dari bahagianya juga.

Setelahnya, Evelyn bergerak membuka laci almari milik Luna, mengecek sekali lagi kalau-kalau ada barang penting yang tertinggal. Namun, ketika laci di bagian paling bawah ia buka, ia tertegun kala kedua matanya menemukan sebuah seragam sekolahnya dulu. Dengan tangan gemetar, ia meraihnya, membelainya dengan perasaan yang bercampur aduk.

Dan secara otomatis ingatannya mundur ke belakang, di masa ia menimba ilmu di Jakarta bersama Damian, sebelum kedua orang tuanya mengajak pindah ke Surabaya demi menyembunyikan kehamilannya.

Di Surabaya, kedua orang tuanya tidak memperbolehkan dirinya untuk meneruskan pendidikannya secara formal. Meski begitu, ia tetap mendapatkan ilmu dengan metode homeschooling. Kehamilannya teramat dirahasiakan, tidak ada satu pun yang tahu jika dirinya hamil di luar ikatan pernikahan, bahkan hingga melahirkan Luna, termasuk keluarga Arjuna.

Ah, Evelyn tidak menyangka bahwa ia akan kembali menginjakkan kakinya ke Jakarta. Akibatnya, kenangan-kenangan indahnya bersama si pria bermata biru itu kembali berputar di dalam kepalanya.

Ya, Evelyn tidak mampu menampik bahwa ia merindukannya. Namun, ia pun tidak berharap bahwa mereka akan kembali berjumpa. Lagi pula Damian pun sudah pindah ke luar negara, bukan?

'Bagaimana kabarmu, Damian?'

'Apakah kau benar-benar sudah melupakanku?'

Evelyn hanya membatin lirih sebelum kembali meletakkan seragam itu ke tempat semula.

***

Desiran halus dari alat penyejuk ruangan berpadu dengan suara lembut nan merdu seseorang di ujung telepon sana. Di dalam ruang kerjanya, Damian tiada henti tersenyum bahagia mendengar segala celotehan wanita yang sedang bertelepon dengannya. Itulah satu-satunya hal yang sedikit banyak membuat hari pria itu sedikit berwarna.

"You're so funny. Bagaimana bisa kau begitu menggemaskan begini, hm? Kau membuatku ingin segera menemuimu lagi." Pria itu terkekeh renyah atas ucapan wanita di seberang ponsel yang tertempel di telinga.

Namun, ketika suara ketukan di pintu berhasil tertangkap indera rungu, raut wajah Damian berubah seketika. Senyuman itu musnah, berganti mimik wajah datar yang biasa ia tampilkan. Apalagi ketika siluet yang tampak pada kaca buram itu menampilkan dengan samar siapa seseorang yang datang.

"Kita lanjutkan nanti, ya? Ada yang datang," bisiknya sebelum menekan ikon gagang telepon warna merah untuk mengakhiri percakapan. Ia meletakkan ponsel pintarnya di atas meja sembarangan sebelum berujar. "Masuk."

Dan ketika pintunya terbuka, sosok Benedict adalah seseorang yang berada di baliknya, tepat sesuai dugaan pria itu. Pria baya dengan pakaian rapi khas pria eksekutif itu memasuki ruangan Damian dengan langkah tegas menuju ke arahnya.

"Apa Papa mengganggumu?" tanyanya.

"Tentu saja tidak. Ada apa?" Damian balas bertanya tanpa basa-basi.

"Papa mau kau menggantikan Papa untuk hadir pada acara pernikahan salah satu klien kita. Nanti malam, jam 8. Bisa?" Benedict menjeda ucapannya seraya meletakkan sebuah undangan di atas meja, pun untuk menangkap respons dari mimik muka Damian. "Papa lupa jika sudah ada jadwal janji temu dengan para petinggi perusahaan otomotif yang sudah menghubungi perusahaan kita sejak minggu lalu."

Damian meraih undangan bersampul emas yang tampak begitu mewah itu, memeriksa tanggal pernikahan yang tertera di sana dengan sekilas pandang. Selanjutnya ia membuka ponsel untuk mengecek jadwal yang biasa ia tulis di dalam aplikasi catatan. Tak lama ia menganggukkan kepala.

"Bisa. Kebetulan jadwal meeting terakhirku hari ini akan selesai pukul 7 malam."

"Good." Benedict tersenyum puas. Ia menyelipkan kedua tangannya di saku celana tanpa memutus tatapan mata, bersiap memberikan wejangannya. "Kau boleh mengajak satu orang temanmu untuk menghadiri acara itu. Bersikaplah yang baik, jangan sampai klien kita yang satu itu membatalkan proyek iklan yang akan mereka serahkan pada kita dalam waktu dekat ini. Karena jika sampai hal itu terjadi, maka perusahaan kita akan rugi besar. Papa menaruh masa depan perusahaan kita di pundakmu, Damian." Dan ucapan itu diakhiri tatapan lurus penuh tuntutan.

Damian hanya tersenyum sinis mendengarnya, menyimpan kedua lengan di dada. "Baik, aku mengerti. Kau tak perlu khawatir."

"Kau boleh melanjutkan pekerjaanmu kalau begitu. Selamat bekerja." Benedict tak merasa tersinggung sama sekali atas sikap Damian, ia sudah terlalu terbiasa. Ia segera membalikkan tubuh kemudian melenggang meninggalkan putranya.

"Terima kasih."

Setelah sosok Sang ayah lenyap di balik pintunya, Damian kembali meneliti surat undangan di kedua tangan. Dari desainnya ia sudah mampu menyimpulkan bahwa calon mempelai pengantin yang akan segera menikah itu merupakan orang-orang yang berasal dari kalangan atas.

Tetapi, keningnya mengernyit ketika membaca nama belakang calon mempelai pria yang tercetak di sana.

"Adhitama? Mungkinkah?"

Secara otomatis ingatan Damian melayang pada masa lalu. Di kepalanya tergambar dengan begitu jelas seraut wajah jelita yang memiliki senyum manis seorang perempuan yang tak pernah lagi ia temui selama lebih dari lima tahun terakhir ini. Dadanya berdebar saat satu harapan mulai muncul, menguasai pikiran.

'Apakah ... kita akan bertemu lagi, Eve?'

***

Tbc...

Related chapters

  • Putri Rahasia Tuan Damian   4. Situasi Yang Tidak Disangka

    Acara resepsi pernikahan itu tampak ramai malam ini. Segala sisi gedung dipenuhi banyak tamu undangan berpenampilan glamor dengan dresscode warna emas. Pukul 8 tepat Evelyn beserta keluarga pada akhirnya menapakkan kaki ke tempat resepsi pernikahan Arjuna. Sebenarnya mereka sudah sampai di Jakarta sejak menjelang siang tadi. Namun, karena merasa lelah akibat penerbangan dari Surabaya selama 1 jam lebih di atas awan, mereka memilih untuk sekedar melepas penat di rumah mempelai pria, terlebih mereka membawa seorang balita."Ma, Luna mau pipis!" tarikan tangan Si kecil Luna pada tangan Arini yang menggandengnya, membuat wanita baya itu menghentikan langkah kaki kemudian menaruh afeksi padanya. Evelyn dan Sang ayah yang berjalan di belakang mereka turut berhenti."Kebelet, ya? Baiklah." Sedikit membagi senyum untuk Luna, Arini mengalihkan tatapan pada Evelyn dan suaminya. "Eve, Mama dan Luna ke toilet dulu. Kamu temui Juna dulu bersama Papa, nanti kami menyusul.""Iya, Ma." Sebuah angguk

    Last Updated : 2023-10-03
  • Putri Rahasia Tuan Damian   5. Just 'friend?'

    Menghadiri pesta pernikahan nan meriah adalah hal yang cukup merepotkan untuk Damian. Ia merupakan tipe pria penyuka ketenangan. Bila boleh jujur, ia lebih suka menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik klasik di kamarnya daripada harus berkumpul dengan banyak orang seperti ini. Beruntung seseorang yang ia ajak bersedia untuk menemaninya malam ini."Itu dia pengantinnya. Kita langsung ke sana?" pria tinggi berperawakan asing itu menunjuk kedua mempelai pengantin lewat tatapan kedua mata birunya. Dan wanita yang mengamit lengannya merekahkan senyum manis pertanda setuju."Boleh."Namun, di tengah langkah beriringan mereka, Damian kedapatan mengerutkan keningnya. Ia baru sadar bahwa ada sosok yang tampak familier di dekat kedua pengantin."Bukankah itu Aksa?" lirihnya, lebih pada diri sendiri. Ah, rupanya ia tak menyadari kehadiran satu sosok lain. Sosok bertubuh mungil yang tampak terhalang sosok Si pengantin pria, Evelyn. Wanita itu memang sengaja mengatur posisinya agar tak sampa

    Last Updated : 2023-10-03
  • Putri Rahasia Tuan Damian   6. Tidak berubah

    "Apa tidak sebaiknya kalau kalian menginap lebih lama di sini? Luna terlihat nyenyak sekali. Kasihan kalau harus dibangunkan." Adalah Arjuna, seseorang yang berbicara ketika melihat Burhan dan Arini muncul dengan menggeret sebuah koper dari kamar yang mereka tempati di rumah itu. Penampilan sepasang suami-istri itu sudah tampak rapi meskipun jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam."Kami masih memiliki pekerjaan di Surabaya yang tidak bisa ditinggal lama, Nak. Lagi pula Luna juga harus tetap bersekolah di sana." Burhan yang menjawabnya. Pria baya itu mendudukkan diri di kursi empuk yang tersisa, disusul Sang istri yang duduk di sisinya. Sebenarnya Burhan merasa tidak tega saat menatap Luna yang tertidur berbantalkan paha Evelyn, raut lelah tampak jelas menghiasi gurat wajah gadis kecilnya. Kemarin malam Luna memang begitu bersemangat mengikuti setiap rangkaian pesta pernikahan Arjuna dan Karenina, bahkan balita itu baru bisa tidur setelah tengah malam. Sedangkan Evelyn hanya

    Last Updated : 2023-11-17
  • Putri Rahasia Tuan Damian   7. Nostalgia

    Setelah bergelut dengan kemacetan lalu lintas, pada akhirnya mobil hitam metalik yang Damian kemudikan sudah berhenti di sisi gerbang rumah Arjuna. Pria itu kembali membaca peta elektronik di ponselnya, kembali memastikan bahwa dirinya sudah benar-benar sampai di titik tempat tujuan sesuai denah lokasi yang Evelyn kirimkan tadi malam."Sepertinya benar ini alamat rumahnya." Damian bergumam pada diri sendiri saat menatap hunian megah itu. Ia membuka pintu mobilnya kemudian menapakkan kaki pada paving di sekitar gerbang. Setelahnya, ia mendudukkan diri di kap mobilnya. Cuaca yang cukup terik siang itu tak sedikit pun membuatnya takut jika kulitnya akan terbakar.[Aku sudah sampai di depan gerbang.]Setelah yakin bahwa rumah besar bergaya Romawi itu benar tempat wanita yang ingin ia temui tinggal, Damian segera mengetikkan pesan untuknya. Ia memang sudah menantikan pertemuan ini sejak semalam. Tidak bertemu setelah bertahun lamanya membuat ia menanggung rindu yang begitu menggunung terha

    Last Updated : 2023-11-18
  • Putri Rahasia Tuan Damian   8. Orang baru

    Taman di halaman rumah berhiaskan berbagai macam bunga warna-warni menyambut pandangan Evelyn kala dirinya memutuskan keluar dari pintu rumah yang ia tinggali. Ada 2 buah kursi panjang berbahan besi yang dicat putih berada di tengah-tengah, saling berhadapan, bersekatkan sebuah meja berbentuk kubus yang dicat serupa.Sosok Karenina terlihat di antara tanaman indah itu, sedang membawa sebuah gembor untuk menyiram bunga-bunga di sudut kanan. Cahaya oranye senja yang menimpa, membuat sosok Sang kakak ipar tampak bercahaya. "Bisakah aku membantumu, Kak?" wanita itu berinisiatif menawarkan bantuan saat jarak sudah terpangkas. Karenina menoleh ke asal suara, dan ia tersenyum saat tatapannya menemukan sosok Evelyn. Ia tentu menyambut niat baik adik sepupunya."Tentu, Eve. Kau bisa menyiram bunga-bunga di bagian sana, ya? Di bagian sini biar aku saja." Ia menunjuk ke sisi kiri, pada sekumpulan tanaman bunga Lily dengan warna yang berbeda-beda."Siap." Gembor yang berada di sisi kran segera

    Last Updated : 2023-11-19
  • Putri Rahasia Tuan Damian   9. Papa?

    "Papa ... Papa ...."Suara itu terdengar berdengung di telinga Damian. Suara seorang anak kecil perempuan yang cukup familier di telinga pria itu, suara yang jelas-jelas memanggil dirinya dengan sebutan 'Papa', meskipun ia tidak pernah dengan jelas mampu melihat sosoknya. Hanya samar-samar, di sudut kegelapan.Mata biru itu masih erat memejam, peluh pun telah membanjiri pelipisnya, membuat bantal yang ia gunakan menjadi basah. Bunga mimpi itu kembali hadir menyapa setelah sekian lama, entah mengapa. Kepala pria itu bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya, lengkap dengan napas yang tidak beraturan. Akibatnya, seorang wanita yang berbagi tempat tidur dengannya menjadi terusik dari mimpi indahnya.Wanita itu ... Kiara Laurencia. Ia terbangun ketika merasa tempat di sisinya berguncang-guncang. Saat kedua mata indahnya membuka kemudian menemukan Sang tunangan dalam kondisi seperti itu, secara spontan ia terduduk demi meneliti lebih jelas raut tampan itu dengan kening mengernyit. "Sayang ...

    Last Updated : 2023-11-20
  • Putri Rahasia Tuan Damian   10. Kebetulan

    "Sampai jumpa besok, Eve.""Sampai jumpa." Evelyn membalas lambaian tangan kedua teman barunya ketika menemui belokan, mereka menuju ke parkiran sedangkan dirinya tetap berjalan lurus menuju halaman depan untuk mencegat bus. Ia kedapatan membenarkan tali tas di bahu, lalu menatap lurus ke depan untuk meneruskan ayunan langkah kaki.Berusaha terlihat baik-baik saja saat perasaan tak menentu merupakan hal yang sukar untuk dilakukan. Senyum itu memang terulas di wajah jelita Evelyn, namun senyuman yang tak pernah sampai ke mata. Meski suasana hati wanita itu cukup kacau, namun ia masih mampu menahannya agar proses belajarnya tetap berjalan lancar. Entah bagaimana ucapan Damian tadi malam sukses membuatnya merasa sakit hati seharian ini. Perih sekali rasanya saat Damian berkata bahwa pria itu menginap di apartemen milik tunangannya. Tidur di ranjang yang sama, hal mustahil jika mereka tidak melakukan sesuatu, bukan? Pria itu pun pernah melakukan hal serupa saat bersama dengan dirinya be

    Last Updated : 2023-11-21
  • Putri Rahasia Tuan Damian   11. Seriously?

    Pertemuan terakhir baru saja usai, pun konsep iklan yang diajukan telah disetujui oleh semua pihak. Aksa Wijaya adalah seseorang yang menjadi perwakilan dari pihak klien, ia merupakan tangan kanan dari Arjuna Adhitama. Pria itu saat ini sedang melakukan monitoring ke beberapa cabang restoran miliknya sehingga tidak mampu datang menghadiri meeting penting kali ini.Arjuna merupakan seorang pengusaha yang cukup sukses di bidang kuliner. Ia memiliki banyak cabang restoran di seluruh Indonesia, Food'o Clock namanya. Restoran dengan tata ruang unik nan estetik tersebut memang sedang sangat digemari oleh semua orang, terkhusus anak muda, sebab menu yang mereka sajikan sangat bervariasi dengan menggabungkan konsep tradisional dan modern menjadi satu kesatuan. Selain makanan, restoran itu pun begitu terkenal dengan sajian es krimnya yang beraneka ragam.Meja persegi panjang dengan kursi-kursi empuk yang mengelilinginya itu hampir kosong seluruhnya, hanya meninggalkan dua sosok yang masih beta

    Last Updated : 2023-11-22

Latest chapter

  • Putri Rahasia Tuan Damian   95. Milikku

    Gerbang sekolah Taman Kanak-kanak menyambut pandangan mata birunya. Damian memang berinisiatif menjemput Luna, maka ia datang lebih cepat dari waktu biasanya Burhan menjemput sang putri.Hari-hari paling menyebalkan telah berlalu dan Damian kini telah kembali pulih seperti sedia kala. Ia sembuh dengan cepat, beruntung hasil pemeriksaan terakhir menunjukkan bahwa dirinya telah benar-benar sehat. Seiring stres yang berkurang, dirinya pun semakin tersenyum lepas.Damian menepikan mobilnya di seberang jalan. Masih ada beberapa menit lagi sebelum bel pulang sekolah putrinya berbunyi dan ia memilih untuk menelepon Evelyn. Ah, mengingat seraut wajah itu membuat senyum si pria semakin cerah saja. Ia segera meraih ponsel di saku celana, segera mencari kontak nomor si wanita tercinta untuk melakukan panggilan. "Halo?" dan dari ujung telepon sana, suara merdu yang sangat Damian hafal menyapa telinganya."Aku sedang berada di depan sekolahan Luna. Jika aku menjemputnya, kau tidak keberatan, buka

  • Putri Rahasia Tuan Damian   94. Willingness

    Angin malam yang berembus tak mengurangi keyakinan pria dewasa itu. Meski dingin menggigit, tak membuat nyalinya menciut. Ah, bahkan andai angin topan yang bertiup pun akan dirinya terjang sekarang. Semua ia lakukan demi putra satu-satunya. Bennedict Alexander baru saja menuruni mobilnya, kini berdiri tepat di depan gerbang kediaman keluarga dari wanita yang putranya cinta. Ia sudah memikirkan matang-matang tentang keputusannya ini, ia akan bertindak. Ia hanya berharap bahwa keberuntungan akan menyertainya malam ini.Tangan kanannya terangkat demi memencet bel. Dan tak berselang lama, sang Tuan rumah keluar dari pintu utama. Pria baya itu memandang ke arahnya lengkap dengan kening berkerut, pun raut muka terkejut. Bennedict segera mempersiapkan diri jika seandainya Burhan Adhitama kembali naik pitam atas kedatangannya."Untuk apa Anda datang malam-malam begini?" Burhan menggeser gerbang saat bertanya dengan nada ketus.Bennedict menatap tepat di mata sebelum mengutarakan tujuan kedat

  • Putri Rahasia Tuan Damian   93. Empat mata

    Selembar tisu yang pada awalnya putih bersih kini dihiasi bercak merah terang. Darah yang mengalir dari luka di jari Evelyn adalah sesuatu yang mewarnainya. Ternyata ia menggores jarinya terlalu dalam.Seraya mencoba menghentikan perdarahan dengan membalut lukanya menggunakan tisu, wanita itu datang menemui ayahnya di ruang keluarga. Pria baya itu sudah menunggu dirinya sedari tadi seraya melihat acara di televisi. "Duduklah, Papa ingin berbicara." Burhan Adhitama segera membuka kalimat ketika Evelyn sudah mendekat. Ia menepuk permukaan sofa lembut di sisinya."Di mana Luna?" Wanita beranak satu itu mendudukkan diri di sisi ayahnya, sesuai perintah."Sudah masuk ke kamar dengan Mama, Papa hanya ingin berbicara empat mata denganmu." Kernyit tercipta di dahi Burhan ketika pada akhirnya ia melihat jari Evelyn terbungkus tisu bercorak merah. "Apa yang terjadi dengan tanganmu?""Aku tak sengaja melukainya saat mengiris apel."Mata tua Burhan kini menyorot dalam pada kedua mata putrinya, s

  • Putri Rahasia Tuan Damian   92. What happened?

    Mentari telah hampir tenggelam seluruhnya ketika Bennedict Alexander sampai di parkiran hotel tempat Damian menginap. Putranya telah mengirimkan alamat hotel itu hampir satu jam yang lalu, maka setelah urusannya selesai, pria baya nan tampan itu segera meluncur ke sana."Tinggalkan saja mobilnya di sini, kalian boleh kembali ke Jakarta." Bennedict berucap demikian setelah turun dari mobil yang ia naiki."Siap, Tuan! Ini kunci mobilnya." Satu orang yang menjadi pemimpin kaki-tangannya, pun seseorang yang tadi mengemudikan mobilnya menyerahkan kunci. Dua orang lainnya berdiri siaga di belakang pria itu. Sedangkan Bennedict menerima kunci mobilnya begitu saja, lalu memasukkannya ke dalam saku celana sebelum berbicara. "Kerjakan tugas kalian dengan baik selama saya tidak ada di tempat," perintahnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh orang-orangnya kemudian kembali bersuara. "Yang harus kalian ketahui, meskipun saya tidak berada di sana, saya masih akan tetap memantau kinerja kalian. Ja

  • Putri Rahasia Tuan Damian   91. Kesempatan?

    Damian Alexander adalah seseorang yang lebih dahulu keluar dari pintu restoran tempat dirinya dan sang ayah mengisi perut siang ini. Setelah mereka angkat kaki dari rumah Burhan Adhitama, Bennedict Alexander memang berinisiatif mengajak putranya untuk mampir makan siang terlebih dahulu. Sebagai ayah, tentu Bennedict merasa khawatir melihat tubuh sang putra semakin kurus setiap harinya.Dan di sinilah mereka, di area parkir restoran yang cukup luas di tengah terik sang surya. Si pria muda berdarah Jerman itu masuk ke dalam mobil hitam yang ia sewa selama tinggal di Surabaya dengan tanpa kata. Melihat putranya telah berada di balik kemudi, Bennedict segera memberikan perintah pada seseorang yang sedari tadi mengikuti di belakang punggungnya."Tunggu di mobil, saya akan segera kembali."Perintah diterima, pria tinggi berjas abu-abu itu mengangguk patuh. "Baik, Tuan."Selanjutnya Bennedict bergegas menuju mobil putranya. Ia membuka pintu penumpang bagian depan, ikut masuk ke dalam mobil k

  • Putri Rahasia Tuan Damian   90. Granddaughter

    Kacamata hitam itu ia lepas kasar lalu diselipkan pada saku jas. Selanjutnya hela napas rendah terembus ketika ia mencoba bersikap tenang. Ya, ia harus tetap mampu mengontrol emosinya kendati ia cukup merasa kesal ketika melihat tingkah si putra semata wayang di depan sana.Pria matang itu adalah Bennedict Alexander. Ia datang dan mengikuti Damian sesuai janjinya; ia akan membantu putranya untuk meraih kebahagiaan. Dan kebahagian cetak biru dirinya itu adalah bersatu dengan Evelyn beserta Luna, maka sebagai seorang ayah tentu ia akan mengusahakannya dengan cara apa pun agar mampu mewujudkan impian sang putra.Sejujurnya Bennedict memiliki alasan yang kuat selain karena kasih sayangnya sebagai seorang ayah sehingga repot-repot datang ke Surabaya. Ia merasa bersalah. Ia sadar bahwa setelah kematian Darren Alexander, ia memperlakukan Damian dengan semaunya. Kasarnya, ia ingin menebus kesalahannya pada si putra bungsunya itu.Langkah panjang itu memutus jarak dengan tenang, lalu berdiri d

  • Putri Rahasia Tuan Damian   89. Beri saya kesempatan

    "Kau harus selalu mengingat apa kata Psikolog padamu." Obrolan itu mengalir di sela perjalanan menuju ke tempat parkir. Satu sesi konseling telah terlewati, dan kini mereka hendak kembali ke rumah."Iya." Pria berwajah oriental itu mengangguk, menyelaraskan langkah kaki dengan sang ibu, melewati jalan paving berpayungkan teduhnya pohon Tabebuya di sekitarnya."Jangan hanya diingat, kau harus melakukannya juga, Aksa." Lian Wijaya menyempatkan dirinya menatap sisi wajah tampan nan tirus itu, lengkap dengan ekspresi serius.Namun, putranya itu justru terkekeh kemudian berhenti melangkah demi memberikan atensi penuh pada wajah ibunya. "Baiklah, Mama. Aku akan melakukannya. Jangan khawatir begitu.""Kau satu-satunya putra Mama, Aksa. Mama hanya khawatir.""Aku tahu." Anggukan kepala Aksa berikan sebelum menyimpan kedua tangan di saku celana, bibir tipisnya mengukir senyum simpul. "Maaf karena aku sudah membuat Mama khawatir begini. Aku akan segera sembuh, seperti apa yang Psikolog katakan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   88. Take heart

    "Kau sangat menyedihkan, Aksa!" kalimat itu lolos dari mulutnya ketika melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.Tatapan mata sehitam jelaga itu tak lagi berkharisma. Bagian bawah matanya yang menghitam menjadi bukti bahwa akhir-akhir ini pria itu tak pernah mendapati tidur yang nyenyak. Aksa Wijaya tampak kurus setelah gagal menikah. Dan kondisinya semakin memprihatinkan setelah menerima telepon dari Evelyn beberapa hari lalu.Suara ketukan di pintu kamarnya membuat atensi Aksa teralihkan. Sosok ibunyalah yang muncul dari balik daun pintu, menatap khawatir padanya."Mama," lirihnya.Lian Wijaya, ibunda Aksa mengalihkan tatapan mata pada nakas di sisi ranjang anaknya. Semangkuk sup jamur dan segelas air putih di atas nampan yang ia letakkan di sana pagi tadi tampak sedikit pun tak tersentuh. Sorot mata tua nan sipit itu seketika berubah sendu ketika mulai memutus jarak pada pria yang masih setia berdiri di depan cermin almarinya. "Kenapa sarapanmu masih utuh, Aksa?""Aku sedan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   87. Bersalah

    Setelah pesawat yang ia naiki mendarat di Bandara pagi ini, Damian segera menuju ke alamat rumah sakit yang ayahnya katakan di telepon. Ya, mau tidak mau pria itu pulang ke Jakarta. Bukan karena rasa takut, ia hanya merasa bersalah pada perempuan yang nyaris akan menjadi istrinya itu.Kedua orang tuanya sudah ada di kursi tunggu yang terletak di depan ruang perawatan Kiara Laurencia ketika langkah kaki panjang si pria menjejak di sana. Ada sosok ibunda si pasien yang duduk di sisi Sasmitha Alexander; ibunya. Dari raut wajah senja itu, Damian mampu melihat kabut duka yang pekat.Apakah ... kondisi Kiara begitu parah?Meski anak-anak mereka tak jadi menikah, namun ibu Kiara masih berhubungan baik dengan keluarga Damian. Pun keluarga pria itu pun memperlakukan mantan calon besannya serupa, mereka sudah bagaikan keluarga. "Damian, akhirnya kau datang." Sasmitha yang akhirnya lebih dulu menyadari kedatangan sang putra segera menyapa.Bennedict yang melihat wajah Damian kembali babak belur

DMCA.com Protection Status