Beranda / Romansa / Putri Rahasia Tuan Damian / 4. Situasi Yang Tidak Disangka

Share

4. Situasi Yang Tidak Disangka

Penulis: Riri riyanti
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-03 15:24:30

Acara resepsi pernikahan itu tampak ramai malam ini. Segala sisi gedung dipenuhi banyak tamu undangan berpenampilan glamor dengan dresscode warna emas. Pukul 8 tepat Evelyn beserta keluarga pada akhirnya menapakkan kaki ke tempat resepsi pernikahan Arjuna.

Sebenarnya mereka sudah sampai di Jakarta sejak menjelang siang tadi. Namun, karena merasa lelah akibat penerbangan dari Surabaya selama 1 jam lebih di atas awan, mereka memilih untuk sekedar melepas penat di rumah mempelai pria, terlebih mereka membawa seorang balita.

"Ma, Luna mau pipis!" tarikan tangan Si kecil Luna pada tangan Arini yang menggandengnya, membuat wanita baya itu menghentikan langkah kaki kemudian menaruh afeksi padanya. Evelyn dan Sang ayah yang berjalan di belakang mereka turut berhenti.

"Kebelet, ya? Baiklah." Sedikit membagi senyum untuk Luna, Arini mengalihkan tatapan pada Evelyn dan suaminya. "Eve, Mama dan Luna ke toilet dulu. Kamu temui Juna dulu bersama Papa, nanti kami menyusul."

"Iya, Ma." Sebuah anggukan dari Evelyn mengantarkan sosok Arini dan Luna melangkah menuju lorong yang menghubungkan toilet wanita yang berada di sisi kiri.

"Kau siap untuk bertemu pengantinnya sekarang?" tanya Burhan Adhitama pada Sang putri setelah istri dan cucunya menghilang dari pandangan.

"Tentu saja siap, Pa."

"Gandeng lengan Papa kalau begitu." Pria baya itu mengulurkan lengannya lengkap dengan senyum jahil. Hal itu berhasil menciptakan kernyit di dahi Evelyn.

"Kenapa?"

"Kau lihat, dari sekian banyaknya perempuan yang datang, hanya dirimu yang tidak punya gandengan. Kasihan sekali putri Papa yang satu ini," gurau Burhan sambil terkekeh ringan.

"Tidak apa-apa. Sekarang ada Papa yang menggandeng Eve, kan?" Evelyn ikut tertawa. Sekali-kali menertawai nasib sendiri tidak ada salahnya, bukan? Justru hal itu mampu mengurangi kadar stres yang dirinya rasakan. Di detik selanjutnya ia mulai menggamit lengan ayahnya kemudian mulai melangkah bersama menuju kedua mempelai pengantin di ujung sana.

"Burhan, kau kah itu?"

Namun, sebelum langkah terayun, seseorang menyebut nama ayahnya, membuat ayah dan anak itu menengok serempak ke asal suara.

"... Sultan?" Burhan menyebut nama si pelaku dengan sedikit kernyitan di dahi, menandakan bahwa ia sedikit ragu, takut salah mengingat nama dari seraut wajah itu.

"Benar." Tetapi, nyatanya sosok itu mengangguk dengan senyuman lebar. Tebakan Burhan memang tepat sasaran. "Wah, sudah lama sekali kita tidak bertemu, ya?"

"Iya, sudah puluhan tahun sepertinya?"

"Dan selama itu pula wajahmu hampir tidak ada bedanya. Kau benar-benar awet muda. Haha." kelakar Sultan, memancing Burhan untuk turut tertawa. Sedangkan Evelyn hanya menyimak saja sambil sesekali tersenyum canggung, tidak tahu harus merespons seperti apa.

"Kau ini bisa saja. Kau pun sama."

Setelah tawa Sultan mereda, pria baya yang tampak seumuran Burhan itu menyesap cocktail yang ia bawa di tangan kanan seraya menunjuk presensi Evelyn lewat lirikan mata. "Dia putrimu?"

"Tentu. Perkenalkan, namanya Evelyn."

"Salam kenal, Paman." Evelyn memberikan senyuman manis nan ramah tanda perkenalan.

"Salam kenal juga, Nak. Kau cantik sekali." Sultan memuji. Ia memperhatikan wajah jelita Evelyn dengan seksama, lengkap dengan senyum teduh yang menghiasi bibirnya. "Melihatmu Paman jadi teringat dengan anak Paman, sepertinya kalian seumuran. Omong-omong dia juga ada di sini." Tatapan pria itu kembali beralih pada Burhan setelahnya. "Hey, Burhan ... bagaimana jika kita perkenalkan anak kita, siapa tahu saja kita bisa berakhir berbesan. Haha."

"Itu mudah diatur."

Senyum Evelyn berubah kaku kala mendengar percakapan selanjutnya dari sang ayah dengan pria baya di depannya. Topik yang mereka bicarakan merupakan topik yang cukup sensitif baginya, dan wanita itu merasa kurang nyaman.

"Pa, bolehkah Eve menemui Kak Juna dulu? Papa dan Paman bisa mengobrol lebih lama, Eve bisa sendirian," pamit Evelyn, beralasan. Pada akhirnya ia memilih opsi untuk menghindar.

"Tentu."

***

"Kau sangat beruntung bisa menjadi suaminya. Kau tahu, Nina dulu adalah seorang primadona ketika kami masih berkuliah bersama."

"Wah, benarkah?" Si mempelai pria berujar tak percaya untuk merespons ucapan pria di depannya—yang Evelyn tebak adalah temannya. Sedangkan Sang mempelai wanita tampak mengerucutkan bibirnya.

"Jangan dengarkan omongannya, Sayang. Aksa memang senang berbual."

Evelyn yang sudah berada tak jauh dari mereka bertiga menjadi sedikit ragu untuk menyapa kedua mempelai pengantin. Ia hanya berdiri kaku. Arjuna Adhitama terlihat begitu asyik berbincang bersama teman lelakinya.

"Eve? Wah, akhirnya kau datang juga. Kakak sudah menunggumu sejak tadi." Namun, tak lama berselang nyatanya Arjuna menyadari kehadirannya. Pria yang merupakan kakak sepupunya itu tersenyum begitu tampan.

"Hai, Kak. Selamat menempuh hidup baru, ya ...." Evelyn balas menyapa seraya tersenyum manis dan mengulurkan tangan kanan. Meski sedikit canggung karena merasa mengganggu obrolan mereka, akhirnya ia memilih untuk bergabung.

"Terima kasih." Arjuna menjabat tangannya. Sepasang matanya tampak memindai sekitar saat menyadari ada entitas yang kurang dari Evelyn. "Ah, Si cantik Luna mana? Kenapa tidak ada bersamamu?"

"Dia sedang ke Toilet bersama Mama, kebelet pipis katanya."

"Astaga, kakak sangat merindukannya." Arjuna berkata serius, tampak dalam pacaran matanya. Dirinya memang cukup dekat dengan Luna. Jika berkunjung ke Surabaya, ia pasti membawakan berbagai macam oleh-oleh untuk gadis kecil bermata biru itu.

Yang semua orang tahu, balita bernama lengkap Luna Arkania Adhitama adalah anak bungsu dari pasangan Arini dan Burhan Adhitama, tak terkecuali Arjuna yang merupakan anak dari Kakak Burhan. Beruntung gadis kecil itu sebagian besar mewarisi genetik Evelyn. Jadi, sudah pasti ia akan mirip dengan kakek dan neneknya.

Soal mata biru yang Luna miliki, mereka beralasan bahwa balita itu mengalami sindrom Waardenburg, yakni kelainan genetik langka yang menyebabkan mata berwarna biru dan kemerahan. Meskipun pada kenyataannya, mata biru itu diwariskan dari ayah biologisnya.

"Ekhem!" dan dehaman kencang itu berhasil membuat Arjuna tersentak. Ah, ia sampai tidak sadar jika dirinya terlalu asyik berbincang dengan Sang adik sepupu.

"Astaga! Aku sampai lupa. Eve, perkenalkan ... dia Aksa Wijaya, teman sekaligus rekan kerja Kakak. Dan Aksa, dia Evelyn, adik sepupuku yang waktu itu kuceritakan padamu." Arjuna berujar memperkenalkan dua orang di depannya. Sedangkan Sang istri hanya tersenyum dan menyimak.

"Selamat malam, Eve. Ternyata aslinya kau lebih cantik dari pada di foto," ucap pria bernama Aksa, sedikit menggoda. Pria tinggi berkulit putih dengan rambut terpomade rapi itu menebar senyum tampan pada Evelyn.

"Salam kenal." Evelyn hanya merespons seadanya meskipun sejujurnya ia sedikit terkejut bahwa pria di depannya ini merupakan seseorang yang akan diperkenalkan padanya, seperti apa kata ibunya.

"Dasar, baru bertemu sudah modus saja!" dengkusan kasar itu berasal dari Arjuna. Ia berakhir terkekeh renyah.

"Ssttt ... lebih baik kau diam saja." Dan ucapan Aksa berhasil membungkan mulut kakak sepupu Evelyn. Pria itu kemudian memusatkan atensi seluruhnya pada si wanita. "Ah, Eve sudah bekerja atau masih berkuliah? Kau kelihatan masih begitu muda." Ia mulai berbasa-basi.

"Dia memang masih muda, usianya saja baru 23, selisih 1 tahun denganmu. Dia rencananya mau melanjutkan kuliahnya di kota ini." Arjuna menjelaskan tanpa diminta, lalu memberikan tatapan menggoda pada temannya itu. "Kenapa? Kau langsung tertarik pada adikku saat pertama kali bertemu, hm?"

Aksa yang digoda begitu menjadi salah tingkah juga. Ia kedapatan menggaruk tengkuknya dengan kikuk, tanpa tahu harus menjawab seperti apa. Sedangkan Evelyn justru sebaliknya. Wanita itu selalu merasa kurang nyaman jika membahas masalah perkenalan dengan pria. Ia masih belum siap untuk menjalin hubungan, bahkan kalau bisa ia ingin sendiri saja untuk selamanya.

Mengalihkan pikiran, Evelyn memilih untuk mengedarkan pandangan ke sisi kiri tubuhnya. Namun, tanpa sengaja ia justru melihat sosok tak asing. Seketika itu pula napasnya terasa tercekat, seakan oksigen begitu sukar memasuki paru-parunya. apalagi saat ia menyadari bahwa sosok itu tidak datang sendirian, ada seorang wanita cantik yang menggandeng lengannya.

"Damian?" bisikan lirih itu teralun tanpa sadar. Sungguh, ia sukar untuk mempercayai penglihatannya. Situasi ini sama sekali tak pernah ia sangka akan terjadi. Kenapa mereka harus dipertemukan hari ini?

Banyak hal yang Evelyn risaukan jikalau orang tuanya sampai melihat sosok Damian—yang merupakan ayah biologis dari Luna. Ataupun justru Damian sendiri lah yang melihat Luna. Akankah semua pengorbanan yang ia dan kedua orang tuanya perjuangkan selama ini berakhir menjadi hancur dan sia-sia?

***

Tbc...

Bab terkait

  • Putri Rahasia Tuan Damian   5. Just 'friend?'

    Menghadiri pesta pernikahan nan meriah adalah hal yang cukup merepotkan untuk Damian. Ia merupakan tipe pria penyuka ketenangan. Bila boleh jujur, ia lebih suka menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik klasik di kamarnya daripada harus berkumpul dengan banyak orang seperti ini. Beruntung seseorang yang ia ajak bersedia untuk menemaninya malam ini."Itu dia pengantinnya. Kita langsung ke sana?" pria tinggi berperawakan asing itu menunjuk kedua mempelai pengantin lewat tatapan kedua mata birunya. Dan wanita yang mengamit lengannya merekahkan senyum manis pertanda setuju."Boleh."Namun, di tengah langkah beriringan mereka, Damian kedapatan mengerutkan keningnya. Ia baru sadar bahwa ada sosok yang tampak familier di dekat kedua pengantin."Bukankah itu Aksa?" lirihnya, lebih pada diri sendiri. Ah, rupanya ia tak menyadari kehadiran satu sosok lain. Sosok bertubuh mungil yang tampak terhalang sosok Si pengantin pria, Evelyn. Wanita itu memang sengaja mengatur posisinya agar tak sampa

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-03
  • Putri Rahasia Tuan Damian   6. Tidak berubah

    "Apa tidak sebaiknya kalau kalian menginap lebih lama di sini? Luna terlihat nyenyak sekali. Kasihan kalau harus dibangunkan." Adalah Arjuna, seseorang yang berbicara ketika melihat Burhan dan Arini muncul dengan menggeret sebuah koper dari kamar yang mereka tempati di rumah itu. Penampilan sepasang suami-istri itu sudah tampak rapi meskipun jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam."Kami masih memiliki pekerjaan di Surabaya yang tidak bisa ditinggal lama, Nak. Lagi pula Luna juga harus tetap bersekolah di sana." Burhan yang menjawabnya. Pria baya itu mendudukkan diri di kursi empuk yang tersisa, disusul Sang istri yang duduk di sisinya. Sebenarnya Burhan merasa tidak tega saat menatap Luna yang tertidur berbantalkan paha Evelyn, raut lelah tampak jelas menghiasi gurat wajah gadis kecilnya. Kemarin malam Luna memang begitu bersemangat mengikuti setiap rangkaian pesta pernikahan Arjuna dan Karenina, bahkan balita itu baru bisa tidur setelah tengah malam. Sedangkan Evelyn hanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-17
  • Putri Rahasia Tuan Damian   7. Nostalgia

    Setelah bergelut dengan kemacetan lalu lintas, pada akhirnya mobil hitam metalik yang Damian kemudikan sudah berhenti di sisi gerbang rumah Arjuna. Pria itu kembali membaca peta elektronik di ponselnya, kembali memastikan bahwa dirinya sudah benar-benar sampai di titik tempat tujuan sesuai denah lokasi yang Evelyn kirimkan tadi malam."Sepertinya benar ini alamat rumahnya." Damian bergumam pada diri sendiri saat menatap hunian megah itu. Ia membuka pintu mobilnya kemudian menapakkan kaki pada paving di sekitar gerbang. Setelahnya, ia mendudukkan diri di kap mobilnya. Cuaca yang cukup terik siang itu tak sedikit pun membuatnya takut jika kulitnya akan terbakar.[Aku sudah sampai di depan gerbang.]Setelah yakin bahwa rumah besar bergaya Romawi itu benar tempat wanita yang ingin ia temui tinggal, Damian segera mengetikkan pesan untuknya. Ia memang sudah menantikan pertemuan ini sejak semalam. Tidak bertemu setelah bertahun lamanya membuat ia menanggung rindu yang begitu menggunung terha

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-18
  • Putri Rahasia Tuan Damian   8. Orang baru

    Taman di halaman rumah berhiaskan berbagai macam bunga warna-warni menyambut pandangan Evelyn kala dirinya memutuskan keluar dari pintu rumah yang ia tinggali. Ada 2 buah kursi panjang berbahan besi yang dicat putih berada di tengah-tengah, saling berhadapan, bersekatkan sebuah meja berbentuk kubus yang dicat serupa.Sosok Karenina terlihat di antara tanaman indah itu, sedang membawa sebuah gembor untuk menyiram bunga-bunga di sudut kanan. Cahaya oranye senja yang menimpa, membuat sosok Sang kakak ipar tampak bercahaya. "Bisakah aku membantumu, Kak?" wanita itu berinisiatif menawarkan bantuan saat jarak sudah terpangkas. Karenina menoleh ke asal suara, dan ia tersenyum saat tatapannya menemukan sosok Evelyn. Ia tentu menyambut niat baik adik sepupunya."Tentu, Eve. Kau bisa menyiram bunga-bunga di bagian sana, ya? Di bagian sini biar aku saja." Ia menunjuk ke sisi kiri, pada sekumpulan tanaman bunga Lily dengan warna yang berbeda-beda."Siap." Gembor yang berada di sisi kran segera

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-19
  • Putri Rahasia Tuan Damian   9. Papa?

    "Papa ... Papa ...."Suara itu terdengar berdengung di telinga Damian. Suara seorang anak kecil perempuan yang cukup familier di telinga pria itu, suara yang jelas-jelas memanggil dirinya dengan sebutan 'Papa', meskipun ia tidak pernah dengan jelas mampu melihat sosoknya. Hanya samar-samar, di sudut kegelapan.Mata biru itu masih erat memejam, peluh pun telah membanjiri pelipisnya, membuat bantal yang ia gunakan menjadi basah. Bunga mimpi itu kembali hadir menyapa setelah sekian lama, entah mengapa. Kepala pria itu bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya, lengkap dengan napas yang tidak beraturan. Akibatnya, seorang wanita yang berbagi tempat tidur dengannya menjadi terusik dari mimpi indahnya.Wanita itu ... Kiara Laurencia. Ia terbangun ketika merasa tempat di sisinya berguncang-guncang. Saat kedua mata indahnya membuka kemudian menemukan Sang tunangan dalam kondisi seperti itu, secara spontan ia terduduk demi meneliti lebih jelas raut tampan itu dengan kening mengernyit. "Sayang ...

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-20
  • Putri Rahasia Tuan Damian   10. Kebetulan

    "Sampai jumpa besok, Eve.""Sampai jumpa." Evelyn membalas lambaian tangan kedua teman barunya ketika menemui belokan, mereka menuju ke parkiran sedangkan dirinya tetap berjalan lurus menuju halaman depan untuk mencegat bus. Ia kedapatan membenarkan tali tas di bahu, lalu menatap lurus ke depan untuk meneruskan ayunan langkah kaki.Berusaha terlihat baik-baik saja saat perasaan tak menentu merupakan hal yang sukar untuk dilakukan. Senyum itu memang terulas di wajah jelita Evelyn, namun senyuman yang tak pernah sampai ke mata. Meski suasana hati wanita itu cukup kacau, namun ia masih mampu menahannya agar proses belajarnya tetap berjalan lancar. Entah bagaimana ucapan Damian tadi malam sukses membuatnya merasa sakit hati seharian ini. Perih sekali rasanya saat Damian berkata bahwa pria itu menginap di apartemen milik tunangannya. Tidur di ranjang yang sama, hal mustahil jika mereka tidak melakukan sesuatu, bukan? Pria itu pun pernah melakukan hal serupa saat bersama dengan dirinya be

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-21
  • Putri Rahasia Tuan Damian   11. Seriously?

    Pertemuan terakhir baru saja usai, pun konsep iklan yang diajukan telah disetujui oleh semua pihak. Aksa Wijaya adalah seseorang yang menjadi perwakilan dari pihak klien, ia merupakan tangan kanan dari Arjuna Adhitama. Pria itu saat ini sedang melakukan monitoring ke beberapa cabang restoran miliknya sehingga tidak mampu datang menghadiri meeting penting kali ini.Arjuna merupakan seorang pengusaha yang cukup sukses di bidang kuliner. Ia memiliki banyak cabang restoran di seluruh Indonesia, Food'o Clock namanya. Restoran dengan tata ruang unik nan estetik tersebut memang sedang sangat digemari oleh semua orang, terkhusus anak muda, sebab menu yang mereka sajikan sangat bervariasi dengan menggabungkan konsep tradisional dan modern menjadi satu kesatuan. Selain makanan, restoran itu pun begitu terkenal dengan sajian es krimnya yang beraneka ragam.Meja persegi panjang dengan kursi-kursi empuk yang mengelilinginya itu hampir kosong seluruhnya, hanya meninggalkan dua sosok yang masih beta

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-22
  • Putri Rahasia Tuan Damian   12. Pilihan

    "Aku pulang ...."Kedua wanita yang duduk di meja makan yang sama menoleh secara bersamaan, sejenak berhenti menyuap makanan kala suara maskulin yang sudah begitu akrab di telinga terdengar. Ada Arjuna dengan jas yang sudah tersampir di lengan kiri yang memasuki tatapan mata. "Selamat datang, Sayang." Sebagai seorang istri, Karenina menyambut kedatangan suaminya dengan ceria. Sedangkan Evelyn memilih untuk melanjutkan kembali acara makan malamnya."Wah, sepertinya enak." Meski gurat lelah tampak menghiasi wajah pria matang itu, namun tak menghapus senyum manisnya saat bertemu tatap dengan sang istri. Arjuna memberikan kecupan sayang di dahi setelah menatap beberapa sajian makanan menggugah selera di atas meja. Ada ayam teriyaki, capcai, dan berbagai olahan ikan laut yang terhidang."Tentu saja, aku memasak semua ini bersama Eve. Ternyata adik iparku ini begitu pandai memasak, ya?" Karenina berucap antusias saat sang suami sudah duduk pada kursi di sisinya, menyampirkan jas hitamnya p

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-23

Bab terbaru

  • Putri Rahasia Tuan Damian   95. Milikku

    Gerbang sekolah Taman Kanak-kanak menyambut pandangan mata birunya. Damian memang berinisiatif menjemput Luna, maka ia datang lebih cepat dari waktu biasanya Burhan menjemput sang putri.Hari-hari paling menyebalkan telah berlalu dan Damian kini telah kembali pulih seperti sedia kala. Ia sembuh dengan cepat, beruntung hasil pemeriksaan terakhir menunjukkan bahwa dirinya telah benar-benar sehat. Seiring stres yang berkurang, dirinya pun semakin tersenyum lepas.Damian menepikan mobilnya di seberang jalan. Masih ada beberapa menit lagi sebelum bel pulang sekolah putrinya berbunyi dan ia memilih untuk menelepon Evelyn. Ah, mengingat seraut wajah itu membuat senyum si pria semakin cerah saja. Ia segera meraih ponsel di saku celana, segera mencari kontak nomor si wanita tercinta untuk melakukan panggilan. "Halo?" dan dari ujung telepon sana, suara merdu yang sangat Damian hafal menyapa telinganya."Aku sedang berada di depan sekolahan Luna. Jika aku menjemputnya, kau tidak keberatan, buka

  • Putri Rahasia Tuan Damian   94. Willingness

    Angin malam yang berembus tak mengurangi keyakinan pria dewasa itu. Meski dingin menggigit, tak membuat nyalinya menciut. Ah, bahkan andai angin topan yang bertiup pun akan dirinya terjang sekarang. Semua ia lakukan demi putra satu-satunya. Bennedict Alexander baru saja menuruni mobilnya, kini berdiri tepat di depan gerbang kediaman keluarga dari wanita yang putranya cinta. Ia sudah memikirkan matang-matang tentang keputusannya ini, ia akan bertindak. Ia hanya berharap bahwa keberuntungan akan menyertainya malam ini.Tangan kanannya terangkat demi memencet bel. Dan tak berselang lama, sang Tuan rumah keluar dari pintu utama. Pria baya itu memandang ke arahnya lengkap dengan kening berkerut, pun raut muka terkejut. Bennedict segera mempersiapkan diri jika seandainya Burhan Adhitama kembali naik pitam atas kedatangannya."Untuk apa Anda datang malam-malam begini?" Burhan menggeser gerbang saat bertanya dengan nada ketus.Bennedict menatap tepat di mata sebelum mengutarakan tujuan kedat

  • Putri Rahasia Tuan Damian   93. Empat mata

    Selembar tisu yang pada awalnya putih bersih kini dihiasi bercak merah terang. Darah yang mengalir dari luka di jari Evelyn adalah sesuatu yang mewarnainya. Ternyata ia menggores jarinya terlalu dalam.Seraya mencoba menghentikan perdarahan dengan membalut lukanya menggunakan tisu, wanita itu datang menemui ayahnya di ruang keluarga. Pria baya itu sudah menunggu dirinya sedari tadi seraya melihat acara di televisi. "Duduklah, Papa ingin berbicara." Burhan Adhitama segera membuka kalimat ketika Evelyn sudah mendekat. Ia menepuk permukaan sofa lembut di sisinya."Di mana Luna?" Wanita beranak satu itu mendudukkan diri di sisi ayahnya, sesuai perintah."Sudah masuk ke kamar dengan Mama, Papa hanya ingin berbicara empat mata denganmu." Kernyit tercipta di dahi Burhan ketika pada akhirnya ia melihat jari Evelyn terbungkus tisu bercorak merah. "Apa yang terjadi dengan tanganmu?""Aku tak sengaja melukainya saat mengiris apel."Mata tua Burhan kini menyorot dalam pada kedua mata putrinya, s

  • Putri Rahasia Tuan Damian   92. What happened?

    Mentari telah hampir tenggelam seluruhnya ketika Bennedict Alexander sampai di parkiran hotel tempat Damian menginap. Putranya telah mengirimkan alamat hotel itu hampir satu jam yang lalu, maka setelah urusannya selesai, pria baya nan tampan itu segera meluncur ke sana."Tinggalkan saja mobilnya di sini, kalian boleh kembali ke Jakarta." Bennedict berucap demikian setelah turun dari mobil yang ia naiki."Siap, Tuan! Ini kunci mobilnya." Satu orang yang menjadi pemimpin kaki-tangannya, pun seseorang yang tadi mengemudikan mobilnya menyerahkan kunci. Dua orang lainnya berdiri siaga di belakang pria itu. Sedangkan Bennedict menerima kunci mobilnya begitu saja, lalu memasukkannya ke dalam saku celana sebelum berbicara. "Kerjakan tugas kalian dengan baik selama saya tidak ada di tempat," perintahnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh orang-orangnya kemudian kembali bersuara. "Yang harus kalian ketahui, meskipun saya tidak berada di sana, saya masih akan tetap memantau kinerja kalian. Ja

  • Putri Rahasia Tuan Damian   91. Kesempatan?

    Damian Alexander adalah seseorang yang lebih dahulu keluar dari pintu restoran tempat dirinya dan sang ayah mengisi perut siang ini. Setelah mereka angkat kaki dari rumah Burhan Adhitama, Bennedict Alexander memang berinisiatif mengajak putranya untuk mampir makan siang terlebih dahulu. Sebagai ayah, tentu Bennedict merasa khawatir melihat tubuh sang putra semakin kurus setiap harinya.Dan di sinilah mereka, di area parkir restoran yang cukup luas di tengah terik sang surya. Si pria muda berdarah Jerman itu masuk ke dalam mobil hitam yang ia sewa selama tinggal di Surabaya dengan tanpa kata. Melihat putranya telah berada di balik kemudi, Bennedict segera memberikan perintah pada seseorang yang sedari tadi mengikuti di belakang punggungnya."Tunggu di mobil, saya akan segera kembali."Perintah diterima, pria tinggi berjas abu-abu itu mengangguk patuh. "Baik, Tuan."Selanjutnya Bennedict bergegas menuju mobil putranya. Ia membuka pintu penumpang bagian depan, ikut masuk ke dalam mobil k

  • Putri Rahasia Tuan Damian   90. Granddaughter

    Kacamata hitam itu ia lepas kasar lalu diselipkan pada saku jas. Selanjutnya hela napas rendah terembus ketika ia mencoba bersikap tenang. Ya, ia harus tetap mampu mengontrol emosinya kendati ia cukup merasa kesal ketika melihat tingkah si putra semata wayang di depan sana.Pria matang itu adalah Bennedict Alexander. Ia datang dan mengikuti Damian sesuai janjinya; ia akan membantu putranya untuk meraih kebahagiaan. Dan kebahagian cetak biru dirinya itu adalah bersatu dengan Evelyn beserta Luna, maka sebagai seorang ayah tentu ia akan mengusahakannya dengan cara apa pun agar mampu mewujudkan impian sang putra.Sejujurnya Bennedict memiliki alasan yang kuat selain karena kasih sayangnya sebagai seorang ayah sehingga repot-repot datang ke Surabaya. Ia merasa bersalah. Ia sadar bahwa setelah kematian Darren Alexander, ia memperlakukan Damian dengan semaunya. Kasarnya, ia ingin menebus kesalahannya pada si putra bungsunya itu.Langkah panjang itu memutus jarak dengan tenang, lalu berdiri d

  • Putri Rahasia Tuan Damian   89. Beri saya kesempatan

    "Kau harus selalu mengingat apa kata Psikolog padamu." Obrolan itu mengalir di sela perjalanan menuju ke tempat parkir. Satu sesi konseling telah terlewati, dan kini mereka hendak kembali ke rumah."Iya." Pria berwajah oriental itu mengangguk, menyelaraskan langkah kaki dengan sang ibu, melewati jalan paving berpayungkan teduhnya pohon Tabebuya di sekitarnya."Jangan hanya diingat, kau harus melakukannya juga, Aksa." Lian Wijaya menyempatkan dirinya menatap sisi wajah tampan nan tirus itu, lengkap dengan ekspresi serius.Namun, putranya itu justru terkekeh kemudian berhenti melangkah demi memberikan atensi penuh pada wajah ibunya. "Baiklah, Mama. Aku akan melakukannya. Jangan khawatir begitu.""Kau satu-satunya putra Mama, Aksa. Mama hanya khawatir.""Aku tahu." Anggukan kepala Aksa berikan sebelum menyimpan kedua tangan di saku celana, bibir tipisnya mengukir senyum simpul. "Maaf karena aku sudah membuat Mama khawatir begini. Aku akan segera sembuh, seperti apa yang Psikolog katakan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   88. Take heart

    "Kau sangat menyedihkan, Aksa!" kalimat itu lolos dari mulutnya ketika melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.Tatapan mata sehitam jelaga itu tak lagi berkharisma. Bagian bawah matanya yang menghitam menjadi bukti bahwa akhir-akhir ini pria itu tak pernah mendapati tidur yang nyenyak. Aksa Wijaya tampak kurus setelah gagal menikah. Dan kondisinya semakin memprihatinkan setelah menerima telepon dari Evelyn beberapa hari lalu.Suara ketukan di pintu kamarnya membuat atensi Aksa teralihkan. Sosok ibunyalah yang muncul dari balik daun pintu, menatap khawatir padanya."Mama," lirihnya.Lian Wijaya, ibunda Aksa mengalihkan tatapan mata pada nakas di sisi ranjang anaknya. Semangkuk sup jamur dan segelas air putih di atas nampan yang ia letakkan di sana pagi tadi tampak sedikit pun tak tersentuh. Sorot mata tua nan sipit itu seketika berubah sendu ketika mulai memutus jarak pada pria yang masih setia berdiri di depan cermin almarinya. "Kenapa sarapanmu masih utuh, Aksa?""Aku sedan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   87. Bersalah

    Setelah pesawat yang ia naiki mendarat di Bandara pagi ini, Damian segera menuju ke alamat rumah sakit yang ayahnya katakan di telepon. Ya, mau tidak mau pria itu pulang ke Jakarta. Bukan karena rasa takut, ia hanya merasa bersalah pada perempuan yang nyaris akan menjadi istrinya itu.Kedua orang tuanya sudah ada di kursi tunggu yang terletak di depan ruang perawatan Kiara Laurencia ketika langkah kaki panjang si pria menjejak di sana. Ada sosok ibunda si pasien yang duduk di sisi Sasmitha Alexander; ibunya. Dari raut wajah senja itu, Damian mampu melihat kabut duka yang pekat.Apakah ... kondisi Kiara begitu parah?Meski anak-anak mereka tak jadi menikah, namun ibu Kiara masih berhubungan baik dengan keluarga Damian. Pun keluarga pria itu pun memperlakukan mantan calon besannya serupa, mereka sudah bagaikan keluarga. "Damian, akhirnya kau datang." Sasmitha yang akhirnya lebih dulu menyadari kedatangan sang putra segera menyapa.Bennedict yang melihat wajah Damian kembali babak belur

DMCA.com Protection Status