Share

BAB 2 Perjodohan Dadakan

“Kamu … semisal menikah dengan putra bungsu Eyang bagaimana?”

Mata Andina membulat, sebelum kemudian ia tertawa sumbang. 

“Eyang, jangan bercanda,” ucap Andina. Ia menatap wanita tua yang duduk di sampingnya sejak tadi.

Namun, Eyang menggeleng.

"Andina. Sebelumnya Eyang minta maaf, An,” ucap wanita tua itu. Beliau menggenggam tangan Andina lebih erat. “Dari saat kamu kecil, Eyang udah jatuh hati sama kamu. Kamu gadis yang baik, cantik, dan mandiri.” 

Eyang membawa tangan Andina ke pangkuannya dan menepuknya pelan sembari melanjutkan, “Apalagi kamu ditinggal mama kamu saat masih sekecil itu. Itu yang membuat Eyang pengen banget kamu jadi bagian dari keluarga Eyang. Jadi saat itu, Eyang putuskan untuk membuat perjanjian itu dengan Oma kamu, An. Agar kamu bisa masuk menjadi cucu Eyang."

Andina membalas genggaman nenek mantan tunangannya tersebut. 

"Andina udah anggap Eyang Mar itu nenek sendiri. Jadi tidak perlu–"

"Nggak bisa gitu, An.” Eyang memotong kalimat Andina. “Bagaimanapun Eyang mau kamu masuk ke dalam keluarga Narendra. Secara resmi. Sepenuhnya."

Andina terdiam, kemudian menunduk. “Karena itu Eyang mengusulkan Andina untuk menikahi putra bungsu Eyang?” tanyanya kemudian. Suaranya terdengar lirih. “Tapi … Andina dengar, putra bungsu Eyang sudah pernah menikah.”

“Duda bukan berarti orang jahat, An.”

“Bukan itu maksud Andina, Eyang.”

Eyang tersenyum. “Eyang paham. Tapi coba kamu pikirkan dulu sebentar ya.” Wanita tua itu bangkit berdiri sementara Andina masih diam.

Apakah … sekarang Andina harus kembali menurut untuk dinikahkan dengan duda?

Dan lagi, artinya Andina akan tetap bergabung ke keluarga yang sama dengan Kenneth sebagai keponakannya?

Andina menggeleng. "Eyang ... kalau Andina menikah dengan putra Eyang, nanti Andina–”

"Memang kenapa kalau kamu nikah sama Bram?" Sebelum Andina melanjutkan ucapannya, Sandra, mama tiri Andina menyela dengan nada tinggi, membuat Andina menoleh pada wanita dengan sanggul tinggi itu. “Maksud Eyang itu baik, An. Kamu selalu saja membangkang dulu.” 

Andina menghela napas panjang, tidak berniat menjawab. Ia terlalu lelah jika harus berdebat dengan mama tirinya. Sekalipun itu berarti ia akan selalu ditempatkan di posisi anak bandel dan durhaka tiap kali mama tirinya itu berucap.

Akhirnya ia diam sampai Eyang dan keluarga mempelai pria izin untuk keluar terlebih dahulu.

“Kamu mau menikah dengan putra bungsu Eyang Mar?” tanya sang ayah kemudian sembari menatap Andina.

Andina kembali menggeleng. “Ayah, aku nggak bisa,” bisiknya.

“Ck. Nggak bisa gitu dong!” ucap mama tiri Andina lagi, menyela dengan ketus. “Kamu ini harus berpikir panjang, An. Bisa kamu bayangkan apa yang akan terjadi kalau kamu menolak permintaan Eyang Mar? Semua bakal kena dampaknya, An! Jangan egois!”

“Bukan aku yang memulai, Ma.” Akhirnya Andina membalas. “Bukan aku yang hamil sebelum kakaknya menikah.”

Mama tiri Andina melotot. “Bukan salah Tamara kalau Kenneth sukanya sama dia, An!” tukasnya. “Berarti kamu nggak bisa jaga pasanganmu! Bisa-bisanya kamu menyalahkan adik sendiri.” 

Andina memejamkan matanya. 

Hampir saja Andina bangkit dan menampar mulut wanita itu keras-keras. Namun, ia tidak mau memancing keributan lebih jauh. Toh, tidak akan ada yang berubah. Posisinya di keluarga ini memang tidak ada kuat-kuatnya sama sekali., 

“Anakmu tuh,” ucap mama tiri Andina pada suaminya. “Bisa-bisanya menyalahkann adiknya seperti itu.”

Hendra, sang ayah, mengusap wajahnya dengan kasar. “Tamara juga tidak bisa dibenarkan, San,” balas pria itu dengan suara lelah. “Sudah. Aku di sini tidak mau ada yang saling lempar kesalahan.”

Pria itu kemudian menatap putri sulungnya. “Tapi benar kata Mama Sandra, An. Kamu nggak boleh egois. Sebelum kamu menolak, sekalipun kamu menolak, kamu harus pikirkan dulu apa dampaknya pada keluarga kita.”

Andina menggigit bibir bagian bawahnya. Air mata kembali menggenangi sepasang matanya.

Apakah saat Tamara menggoda calon suami Andina, adiknya itu berpikir tentang konsekuensi?

"Eh, tapi aku nggak mau tahu ya ... Andina harus mau menerima pinangan Eyang Mar!” Tiba-tiba Sandra kembali bersuara. “Kalau sampai Andina menolak dan Tamara sama calon cucu kita jadi kena imbasnya, awas saja!” Lalu pada Andina, wanita itu menambahkan. “Jangan egois, An!"

“Sudah, sudah. Kita bicarakan ini nanti!” Sang ayah melerai kemudian. “Sekarang kita harus segera ke gedung.”

Andina menunduk, kembali merenungi nasib dan perkembangan terakhir sementara orang tuanya keluar ruangan.

Seharusnya hari ini ia menikah, bukannya–

"Mungkin kamu butuh waktu untuk memikirkan semua ini, An, Setelah apa yang baru saja terjadi hari ini.” Suara lembut nenek kandung Andina membuat gadis itu mendongak menatap Oma. “Tidak apa-apa. Pikirkan baik-baik.”

Andina menggeleng. “Sekalipun begitu, Andina nggak yakin akan menerima pinangan Eyang Mar sekali lagi, Oma.”

“Kenapa, Sayang?”

“Oma tahu sendiri, pria itu sudah menikah dua kali dan di dua pernikahan itu juga, dua istrinya minta cerai. Satunya malah kabur,” ucap Andina. “Andina tidak tahu apa yang terjadi dalam pernikahan mereka, tapi bukankah itu membuktikan sesuatu, Oma? Kenapa semuanya memaksa ….” 

“An.” Panggilan lembut namun tegas itu mampu menghentikan protes yang hendak Andina ajukan. Tangan itu menepuk dan meremas lembut pundak Andina. “Seperti yang kamu katakan, tidak ada yang tahu apa yang terjadi dalam pernikahan mereka.”

“Namun,” lanjut Oma. “Oma kenal Bram. Dia anak yang baik.”

Andina tertawa getir. “Anak baik tidak mungkin cerai dua kali, Oma,” ucap gadis itu. "Oma saja nggak tahu kenapa dia jadi duda dua kali, tapi kenapa Oma bisa kekeuh ngomong kalau dia itu orang yang baik? Bagaimana kalo dia ternyata KDRT?"

“Sayang, ini sama dengan mengatakan kalau anak baik tidak mungkin diselingkuhi kekasihnya.”

Ucapan Oma membuat Andina tertohok. Gadis itu diam, tidak membalas ucapan sang nenek.

Oma mengelus rambut Andina dengan lembut. “Jangan menudingnya seperti itu ya, Sayang. Tidak boleh berprasangka buruk begitu. Bagaimana kalau nanti kamu coba ketemu dengan Bram dulu?”

Tidak ada sahutan dari Andina.

“Oma tidak memungkiri kamu butuh waktu, tapi Oma mohon ... tolong jangan kamu tolak pinangan dan niat baik dari Eyang Mar, ya?" bujuk suara itu lembut. “Kami mau yang terbaik untuk kamu. Untuk kita. Kamu tidak akan menyesal, Sayang. Oma berani bertaruh.”

Andina kembali tersenyum getir.

Ia sudah menyesal, sekarang. Karena waktu itu sempat menyanggupi pinangan Eyang Mar untuk menikah dengan Kenneth.

Apa yang membuatnya berbeda sekarang?

"Jadi menurut Oma, masa depan Andina cuma sekedar barang taruhan? Oma hendak bermain judi dengan masa depan Andina sendiri?" Akhirnya, gadis itu berucap. “Kalo begitu, apa yang akan Oma berikan sebagai kompensasi kalau sampai benar Om Bram bukan jodoh yang terbaik buat Andina dan cuma bisa hancurin masa depan Andina saja?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
~kho~
tuh apa kompensasinya oma?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status