Share

Pria Payah Yang Dijodohkan Denganku, Ternyata ....
Pria Payah Yang Dijodohkan Denganku, Ternyata ....
Author: Selfie Hurtness

BAB 1 Gagal Menikah

"Kamu nggak bisa lanjutin pernikahan ini, Kak!"

Andina yang tengah dirias sontak menoleh ke sumber suara. Gadis itu menatap Tamara, adik dari pernikahan kedua papanya itu muncul di depan pintu kamar dengan mata sembab dan kondisi berantakan. 

“Kamu kenapa, Tam?” tanya Andina, terdengar terkejut, Gadis itu langsung bangkit dan menghampiri sang adik, meninggalkan perias yang tadinya tengah memulas lipstik. “Apa yang terja–”

"Aku hamil! Ada anak Ken di dalam perut aku!" potong Tamara. “Jadi Kakak tidak boleh menikahi pria itu.”

Apa?

Informasi itu membuat Andina tercengang, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Ha-hamil?" Suara Andina tercekat.

Ia pasti salah dengar, kan? Bagaimana mungkin calon suami yang akan menikah dengannya hari ini telah menghamili wanita lain?

Dan lagi, adik tirinya sendiri?

Apa ini lelucon? Tidak mungkin mereka tega padanya, kan?

Sayangnya, Tamara mengangguk. "Iya. Aku hamil,” jawabnya tegas. “Dan Kenneth adalah ayah dari janin dalam kandungan aku, Kak." 

"Nggak! Ini nggak mungkin!" Andina menolak, tidak percaya dengan apa yang dia dengar. 

"Apanya yang nggak mungkin?” balas Tamara. “Ken memang tidur denganku! Dan sudah dua bulan ini aku tidak haid. Nih, buktinya kalau kamu masih menyangkal.”

Tamara menyodorkan alat tes kehamilan ke wajah Andina yang masih tampak syok. Calon pengantin itu menerima benda lonjong berwarna putih yang disodorkan kepadanya, menatap dua garis merah yang terpampang nyata.

Ini … Tamara benar-benar hamil. 

“Tapi, tidak mungkin Ken–”

"Aku mau kamu batalkan pernikahan ini,” sela Tamara. Sekalipun matanya tampak sembab, ia tengah menatap Andina dengan pandangan tajam. “Ken harus menikahiku karena aku mengandung calon anaknya!" 

“Tapi, Tam. Pernikahanku–”

“Kak, jangan egois. Kamu tega anak ini tidak punya ayah?” 

Andina mengangkat wajah, pandangannya buram oleh bayangan air mata. 

Otaknya buntu. Ia tidak bisa berpikir dan dadanya terasa sesak sekali sampai-sampai ia tidak menyadari bahwa mereka tengah menjadi tontonan tim perias pengantin. 

"An ... ayo. Setengah jam lagi kita sudah harus sampai di gedung–ada apa?"

Andina tersentak saat Tamara merebut kembali alat tes kehamilan dari tangannya dan menyerahkannya pada sang nenek yang baru saja masuk ke ruangan.

“Kak Andina tidak akan menikah hari ini,” tegas Tamara.

“Tam!”

"Apa maksudnya?” bentak sang nenek. “Dan .. testpack punya siapa ini? Dan dengan siapa!?”

***

"Tidak ada jalan lain. Ken harus menikahi Tamara."

Andina memejamkan mata erat-erat begitu mendengar kalimat itu keluar dari mulut ayahnya. 

Saat ini, dua keluarga inti yang seharusnya sudah melangsungkan pernikahan dan menjadi besan tengah berkumpul di ruang ganti.

Tidak jauh dari tempat Andina duduk, Tamara sedang dirias di depan cermin besar, tempat yang tadinya diduduki oleh Andina. Bahkan adik tirinya itu sudah memakai gaun yang seharusnya dikenakan oleh Andina untuk acara pemberkatan nanti.

Bukan hanya mengambil tunangannya, wanita itu juga merampas semuanya dari Andina dalam sekejap.

“Aku setuju.” Ibu Tamara, mama tiri Andina, ikut bersuara. Wanita bersanggul tinggi itu sekilas mendelik ke arah Andina. “Memang Tamara yang harus menikah hari ini. Toh dia hamil anak Kenneth. Otomatis mereka saling menyukai juga, kan?”

Andina menyadari bahwa kenyataan bahwa calon suaminya sudah berselingkuh di belakang Andina hingga menghamili wanita lain tidak diucapkan terang-terangan oleh ibu tirinya.

“Kami paham,” balas ayah Kenneth, mantan calon mertua Andina, membuat dada Andina makin sesak. “Kami juga tidak ingin membiarkan Tamara merawat bayi itu sendirian. Memang sudah seharusnya mereka menikah. Saya rasa ini adalah keputusan yang baik.”

Helaan napas berat terdengar dari sisi kiri Andina. Tak lama, sebuah tangan penuh keriput terulur meraih tangan Andina dan meremasnya dengan lembut. Sebuah hal kecil dan sederhana dari sang nenek yang tampak ingin menguatkan Andina.

Namun, hal itu justru membuat tangis Andina lantas pecah. Air mata kembali turun di pipinya, tetapi ia tahan kuat-kuat agar isaknya tidak keluar. 

"Tapi,” ucap sang nenek kemudian. “Bagaimana dengan Andina."

“Aduh, Ma. Andina nggak kenapa-kenapa,” sahut Sandra, ibu tiri Andina. “Kenapa jadi mikirin Andina? Dia nggak hamil. Tamara yang hamil dua bulan." 

Hati Andina terasa diremas-remas mendengar kalimat itu keluar dan menggema di ruangan. 

Siapa bilang Andina tidak kenapa-kenapa? Hatinya teramat sakit sekarang ini! 

Dia sudah mengalah, patuh dan membesarkan hati untuk menerima perjodohan yang neneknya lakukan dengan nenek Kenneth waktu itu, hingga perlahan ia membuka hati dan menerima untuk dinikahkan dengan Kenneth.

Namun, di saat dia sudah bisa berdamai dan menerima semuanya, bahkan mulai menyukai pria itu, Andina harus dihantam dengan pengkhianatan yang dilakukan calon suami dan adiknya sendiri. 

Bagaimana bisa mulut ibu tirinya itu mengatakan bahwa Andina baik-baik saja? Andina jauh dari kata baik-baik saja!

"Benar apa kata Sandra, Ma,” imbuh ayah Andina. “Sekarang fokus kita ke Tamara dulu. Sebelum perutnya membesar, dia sudah harus berada dalam satu ikatan pernikahan dengan Kenneth. Semua demi nama baik keluarga, Ma."

Nama baik keluarga? 

Andina meremas-remas ujung bajunya. Jadi demi nama baik keluarga, Andina yang harus dikorbankan begini? 

Padahal ia juga anak ayah, tapi kenapa sikap ayah pada dirinya tidak ada bedanya dibanding perlakuan Sandra pada Andina?

Rasanya Andina ingin mengeluarkan semua argumen dan sumpah serapahnya untuk masalah ini. Namun, tenaganya seperti sudah habis. Andina sama sekali tidak berselera mengucapkan sepatah kata pun. 

"Saya sudah perintahkan asisten saya untuk mengubah data mempelai wanita dan menyesuaikan inisial nama di backdrop dekor pelaminan,” ucap ayah Andina lagi. “Semua foto prewedding Andina dan Ken juga sudah diturunkan."

"Bagus! Kalau semua sudah siap, mari kita segera berangkat."

Andina kembali menundukkan wajah. Ia sama seperti tidak dianggap ada dalam ruangan ini. Tidak ada seorang pun yang bersimpati kepadanya kecuali sosok yang berada di masing-masing kanan dan kiri Andina. 

"Oma tahu bagaimana sakitnya hati kamu, An," bisik suara itu lembut. "Kuat, ya? Kamu anak yang baik, mungkin Kenneth memang bukan jodoh yang terbaik buat kamu. Maafkan Oma, An." 

Andina memaksakan diri tersenyum pada sosok itu. Ia menyeka air matanya yang tak kuasa ia bendung, lalu dengan perlahan menganggukkan kepalanya. 

"Kenapa jadi minta maaf, Oma? Oma nggak salah. Ini sama sekali bukan karena Oma,” ucap Andina. Suaranya lirih, tapi ia mengucapkannya dengan senyum tipis untuk menenangkan sosok itu. 

“Lagi pula,” imbuh Andina. “Andina bersyukur nggak jadi nikah hari ini. Coba kalau Andina nikah hari ini, lalu Tamara baru datang saat Andina sudah nikah dengan Ken. Bukankah itu akan lebih sakit?" 

Andina mencoba tampak dan terdengar baik-baik saja, sekalipun tampaknya ia tidak bisa menipu Oma dan Eyang, nenek Kenneth, yang duduk di sisi satunya.

“Kamu … semisal menikah dengan putra bungsu Eyang bagaimana?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
~kho~
wuiidihh langsung ditawari putra bungsunya eyang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status