Amat adalah seorang ahli beladiri silat banjar atau yang biasa disebut kuntaw. Selain ahli beladiri dia juga merupakan ahli ilmu tenaga dalam. Namanya tersohor kemana-mana, orang-orang biasanya memanggilnya dengan nama Abah Amat. Walaupun, umurnya sekarang baru 28 tahun. Selain dia seorang ahli beladiri dan tenaga dalam, dia juga merupakan orang yang lemah lembut dan santun kepada semua orang. Dia selalu berkata lawan satu sudah terlalu banyak, teman seribu tidaklah cukup. Dan dia selalu mengajarkan tentang ilmu padi dan ilmu pohon kepada anak-anaknya. Pepatah mengatakan padi yang semakin berisi, semakin merunduk dan pohon yang semakin tinggi, semakin kuat tiupan angin. Tak lupa juga dia mengajarkan tentang ilmu-ilmu kebatinan dan agama. Hal tersebut dia lakukan karena dia tidak ingin anak-anaknya salah arah dan hidup seperti dia waktu muda. Karena dulu dia adalah mantan seorang pimpinan preman yang menguasai sebuah wilayah dan bertanggung jawab atas beberapa kasus pembunuhan dan teror.
Pada saat itu dia masih muda kira-kira masih berumur delapan belas tahun dan waktu itu ibunya sudah meninggal dunia. Pagi itu seperti biasa dia pergi ke sawah untuk membantu ayahnya bertani. Tiba-tiba sahabatnya yang bernama kamal datang dan memberi tahu bahwa dia akan pergi ke kota untuk mencari kerja.
Dia sempat kaget dan bertanya kepada kamal, "Dimana kamu akan bekerja?".
"Ya cari aja dulu," kata Kamal.
"Kalo ga nyari, ya ga akan ketemu." sambung Kamal sambil tersenyum.
"Memangnya, sudah kamu pikirin masak-masak keputusan kamu ini?" jawab Amat.
Kamal berkata, "iya sudah aku pikirin masak-masak kok! ... lagi pula aku merantau ingin merubah nasibku, aku tak ingin terus hidup bagaikan katak dalam tempurung," pungkasnya sambil memandang langit yang tampak biru itu.
Amat sangat mengerti keinginan sahabatnya ini. Sebagai seorang yatim piatu yang miskin, Kamal selalu mempunyai keinginan yang tinggi.
Dia hanya sanggup berkata, "Jaga dirimu di sana sobat dan jangan lupa kembali!." jawab Amat sambil memeluk sahabatnya itu.
Kamal berpamitan dan berjanji akan mengajak Amat bersamanya dikemudian hari. Kemudian, Kamal pun pergi meninggalkan Amat yang kembali bekerja.
Hari demi hari berlalu, tak terasa sudah setahun sejak kepergian Kamal ke kota. Hari itu, seperti biasanya Amat pergi ke sawah untuk membantu Ayahnya di sana. Namun, setelah pulang dari sawah dia menemukan sepucuk surat yang dikirim oleh Kamal dari kota. Isi surat tersebut Kamal mengajak beliau untuk bekerja di kota. Kamal mengatakan bahwa kerja di kota itu enak, bebas, gajinya lumayan, dan sebagainya. Karena tergiur oleh rayuan Kamal dan keinginan untuk hidup lebih baik membuat dia memutuskan untuk berangkat ke kota.
Dia meminta izin kepada ayahnya agar diizinkan berangkat ke kota. Dengan berat hati akhirnya ayahnya mengizinkannya untuk bekerja ke kota.
Ayahnya berkata "Lain ladang lain belalang lain kolam lain ikannya, lain orang lain kepala lain pula hatinya!".
Disini ayahnya mengajarkan kepada Amat agar selalu berhati-hati di kampung orang. Amat hanya mengangguk mendengar kata-kata itu.
Kemudian ayahnya menambahkan, "Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung, artinya dimana kita berada kita harus bisa menyesuaiakan diri."
Amat membalas dengan berkata "Semua pesan dari Ayah akan aku jadikan pedoman hidupku di kota ... restu Ayah adalah kunci kesuksesanku!".
Setelah mengatakan itu dia pun sujud di kaki Ayahnya kemudian, dia bangkit dan segera pergi menyusul Kamal ke kota.
Perjalan panjangnya telah dimulai. Dari dalam taksi dia terus memperhatikan sekeliling yang tampak asing baginya. Apalagi, saat taksi itu memasuki kota matanya seakan-akan terbelalak melihat pemandangan gedung-gedung mewah yang menjulang tinggi. Hilir mudik manusia di sekelilingnya, membuat dia merasa seperti bukan dirinya. Karena memang ini adalah pertama kalinya dia pergi ke kota. Tak lama kemudian taksi itu berhenti di sebuah terminal dan dia turun disana. Sesuai dengan arahan sahabatnya, dia harus pergi ke pelabuhan dan nanti akan bertemu Kamal di sana.
Waktu itu, Amat hanya membawa bekal pakaian dan uang untuk beberapa hari saja. Karena menurut kamal di tempat kerja nanti semua kebutuhan seperti makan dan tempat tinggal sudah disiapkan. Setelah perjalan dengan ojek selama sepuluh menit, Amat harus menunggu beberapa menit lagi sampai Kamal tiba. Setelah menunggu kira-kira 15 menit, kamal tiba-tiba datang dari belakang untuk mengagetkannya.
Di sana mereka berpelukan layaknya sahabat yang sudah lama tidak bertemu.
Kamal memulai obrolan dengan berkata, "Bagaimana kabarmu sobat?".
"Aku baik! seperti yang kau lihat sekarang," jawab Amat.
"Bagaimana kabar sahabat-sahabat kita di kampung?," tanya kamal kembali.
Amat menjawab, "Mereka juga baik dan masih sama seperti dulu."
Mendengar itu Kamal kemudian berkata, "Itulah mereka yang tidak punya kemauan yang kuat untuk sukses dan akhirnya begitu-begitu saja!".
"Ya begitulah kehidupan di kampung, hal itulah yang membuat aku kesini" Amat membalasnya.
Mereka terus mengobrol sambil berjalan menuju tempat kerja kamal. Ternyata kamal bekerja sebagai buruh di pabrik flywood. Kemudian, ayahku diajak bertemu bosnya untuk wawancara. Setelah bertemu dan melakukan wawancara, akhirnya Amat diterima bekerja di sana da besok sudah bisa bekerja. Kemudian, kamal mengajak Amat untuk ke mes tempat mereka tinggal.
Mes tersebut terlihat sangat berantakan dan tak terurus. Hal itu terjadi karena para penghuni mes sangat sibuk bekerja dan jarang memperhatikan tempat tinggalnya. Bayangkan saja, mereka harus bekerja dua belas jam sehari. Itupun belum termasuk lembur. Memang gajih di sini cukup besar tetapi juga melelahkan. Ditambah lagi banyak dari mereka merupakan para pencandu miras dan narkoba jenis lainnya.
Kamal membawa Amat untuk masuk ke kamarnya. Di sini lah nanti Amat akan tidur dan istirahat. Memang kamarnya tidak terlalu besar tetapi, cukup untuk mereka berdua. Amat mengeluarkan beberapa pakaiannya dan menarohnya pada lemari pakaian di sana.
Setelah itu, dia merebahkan badannya dan meminta izin kepada Kamal untuk istirahat. Kamal mengangguk karena, dia tahu perjalanan ke sini sangat melelahkan. Kemudian dia pergi meninggalkan Amat sendirian. Malam itu Amat ingin cepat tidur agar esok lebih maksimal bekerjanya. Namun, malam itu kamal mengajaknya untuk jalan-jalan di sekitar pelabuhan. Dengan sedikit paksaan dia mengikuti ajakan kamal itu. Mereka berdua berjalan melalui gang-gang sempit dan akhirnya tiba di sebuah warung. Mereka berdua mampir dan duduk di sana. Tampak ada beberapa orang pelanggan pria dan lima orang gadis di warung itu. Di sana kamal memesan dua cangkir kopi sambil mengambil beberapa bungkus Kwaci. Sedangkan, Amat diam saja sambil ikut mengambil sebungkus Kwaci. Setelah itu, salah satu penjaga warung yang bernama Tuti mendekati Kamal dan Amat. Kemudian, dia duduk di pangkuannya Kamal. Mereka berdua nampak akrab dan berbicara serius. Dan Amat yang melihat kejad
Di sana dia juga memberi peringatan kepada mantan suami Tuti agar jangan mengganggu Tuti dan Kamal lagi. Dia berkata "Jika kamu dan teman-temanmu masih ingin melihatnya indah mentari, jangan pernah menganggu kebahagian teman ku! ... kalau tidak jangan salahkan aku, jika berbuat lebih kejam daripada ini. Para preman yang dihajarnya itu hanya bisa mengangguk sambil menahan sakit yang mereka rasakan.Setelah selesai menghajar para preman yang mengeroyok Kamal, dia pulang ke mes lalu membersihkan badan dan tidur.Esoknya berita penyerangan terhadap geng preman tersebut mulai tersebar di sekitar pelabuhan. Bahkan berita tersebut mengalah berita pengeroyokan terhadap Kamal. Banyak dari masyarakat sekitar menyangkutpautkan kedua kejadian tersebut. Dan teman-temannya di tempat kerja juga membicarakan hal tersebut.Selesai bekerja, teman Kamal yang waktu itu memberi tahu bahwa Kamal dikroyok menghampiri Amat.Dia bertanya,
Setelah itu mereka pergi dengan susah payah meninggalkan Amat sendirian. Beberapa hari kemudian, pesangon dari para karyawan yang di PHK telah di berikan oleh pihak perusahaan. Dan dalam perjalanan pulang, Amat bertemu dengan lagi dengan preman yang telah dihajarnya beberapa hari sebelumnya.Disana preman tersebut bertanya, "Apakah pesangon dari karyawan yang di PKH telah diberikan oleh pihak pabrik?".Amat menjawab "iya! pasti kalian yang melakukan ini?" Sambil memperhatikan wajah preman itu.Preman itu menjawab "Iya, kami yang memaksa pemilik pabrik itu untuk membayar pesangon kepada karyawan yang di PHK ... Kami juga menyandra anaknya sebagai jaminan dan jika dia tidal memenuhinya maka nyawa anaknya akan melayang!".Amat berkata dalam hatinya "jadi ini yang namanya senjata makan tuan."Kemudian, Amat berkata "Terima kasih atas batuannya, dan jangan lupa lepaskan anak pemilik perusahaan itu! Kami telah mendapatkan apa yang menjadi h
Taksi itu tak langsung pergi dari terminal itu. Namun, menunggu beberapa orang yang sepertinya sudah menghubungi taksi itu. Setelah tiga orang yang masuk ke dalam taksi, taksi langsung berangkat meninggalkan terminal itu.Supir taksi itu memilih jalur alternatif yang jarang dilalui orang agar bisa lebih cepat sampai ke tempat tujuan. Jalur itu melewati beberapa kampung dan tempat sepi yang tak berpenghuni. Keheningan malam menjadi teman perjalan mereka saat itu. Malam sudah menujukkan pukul 22.00, Amat merasa kantuk datang padanya. Dia menghela napas panjang dan menutup matanya. Namun, lima belas menit kemudian, taksi yang mereka tumpangi mendadak berhenti. Amat membuka matanya dan melihat beberapa orang mencegat taksi mereka. Para pencegat itu menyuruh Amat dan Kamal untuk keluar. Tanpa rasa takut Amat keluar dari taksi itu. Sedangkan, Kamal sebenarnya tidak ingin keluar karena merasa sedikit takut, tetapi karena tidak ingin meninggalkan sahabatnya sendirian, d
Polisi kemudian bertanya, "Apakah orang yang tertusuk itu temanmu?.""Iya, dia teman kami!" jawab Amat."Dan berarti orang yang ada disampingmu juga temanmu?" tanya polisi itu sambil melirik orang yang disamping Amat."I-iya dia juga teman kami!" Sambil memandang orang yang ada disampingnya.Orang itu terlihat sedikit tersenyum mendengar itu.Polisi tadi juga tersenyum sinis mendengar itu dan berkata "Apakah kamu tahu bahwa orang disampingmu itu juga seorang preman?".Dengan berani, Amat menjawab "Dia memang dulu preman, tetapi sekarang dia sudah berubah!".Polisi itu hanya tersenyum sambil berkata, "Sangat sulit bagi seorang preman untuk berubah, karena pikiran dan hatinya telah tertempa oleh kekerasan!".Kemudian, orang yang disamping Amat itu menjawab, "Hanya Tuhan yang mampu membolakbalikkan hati hambanya ... Bukankah dulu Sayyidina Umar bin Khatab juga begitu?". Polisi itu terdiam dan melanjutkan introgasinya. 
Seminggu telah berlalu sejak kejadian malam itu. Kamal yang dirawat di rumah sakit sudah baikkan dan esok sudah bisa pulang. Para preman yang menyerang mereka kemarin juga sudah ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara.Pagi itu, Amat pergi ke kantin rumah sakit untuk sarapan. Dia memesan Soto Banjar kesukaannya dan segelas kopi. Setelah selesai makan, Amat duduk santai sambil menunggu seseorang. Tak lama berselang orang yang ditunggunya tiba. Setelah membayar makanannya, Amat pergi bersama orang itu memasuki sebuah mobil mewah. Didalam mobil itu, dia dipertemukan dengan seseorang yang memakai setelan Jas. Orang itu menyerahkan dua buah benda yang misterius kepada Amat. Setelah menerima itu, Amat dan orang yang membawanya masuk tadi keluar dari mobil itu dan bersama-sama pergi menaiki sebuah motor.Kemudian, mereka berhenti pada sebuah rumah yang cukup besar. Amat turun dan memasuki rumah itu, secara diam-diam. Setelah sepuluh menit berla
Namun, tak berselang lama, Irwan datang dari arah belakang Amat. Wajahnya terlihat lesu dan seperti seseorang yang lagi kesusahan.Kemudian, Amat bertanya, "Kamu kenapa, Wan? Seperti lagi ada masalah!." Irwan tak langsung menjawab, matanya tajam memandang ke arah Amat.Dia menghela nafas panjang dan berkata "Ketiga temanku diserang anak buah Udin Sangar, mereka sedang mencari orang yang menyerang bos mereka! Aku dan ketiga temanku yang tidak termasuk kedalam komplotannya, menjadi tersangka dan tanpa basa-basi langsung diserang."Mendengar itu, Kamal secara spontan memandang kearah Amat.Namun, Amat tetap terlihat tenang dan bertanya, "Lalu bagaimana keadaan ke tiga temanmu itu, Wan?".Dengan wajah yang marah, Irwan berkata "Mereka sedang dirawat di ruang IGD dan mudah-mudahan tidak terlalu parah, sehingga tidak perlu dirawat berlama-lama disini."Mendengar itu, Kamal berkomentar "Bukannya bagus jika dirawat di sini, agar mereka benar-benar p
Amat keluar dari rumah sakit itu dan berjalan sebentar menuju pangkalan ojek di sana. Disana ada seorang tukang ojek yang sedang mangkal. Amat bertanya kepada tukang ojek itu "Terminal KM. 17 berapa Mas?". Dengan sedikit kaget tukang ojek itu menjawab, "lima puluh Mas, kalo mau?". "Mahal banget Mas! Bisa kurang tidak?" tanya Amat kembali. "Ga bisa Mas! Selain tempatnya cukup jauh, di sana juga rawan Mas." Tukang ojek itu berkata dengan serius. "Oh.. ya sudah kalo gitu" jawab Amat singkat. Amat naik ke motor tukang ojek itu dan mereka meluncur menuju rumah Irwan. Sepanjang perjalanan Amat memperhatikan kehidupan malam kota yang begitu hidup seakan-akan masih siang. Para muda-mudi masih berkeliaran mencari kesenangan. Orang-orang masih sibuk mencari nafkah. Semakin dekat dengan terminal itu, semakin terasa kumuh dan kotornya perkotaan. Kemudian, tukang ojek itu menghentikan motornya di sebuah terminal kecil. Walaup