Taksi itu tak langsung pergi dari terminal itu. Namun, menunggu beberapa orang yang sepertinya sudah menghubungi taksi itu. Setelah tiga orang yang masuk ke dalam taksi, taksi langsung berangkat meninggalkan terminal itu.
Supir taksi itu memilih jalur alternatif yang jarang dilalui orang agar bisa lebih cepat sampai ke tempat tujuan. Jalur itu melewati beberapa kampung dan tempat sepi yang tak berpenghuni. Keheningan malam menjadi teman perjalan mereka saat itu. Malam sudah menujukkan pukul 22.00, Amat merasa kantuk datang padanya. Dia menghela napas panjang dan menutup matanya. Namun, lima belas menit kemudian, taksi yang mereka tumpangi mendadak berhenti. Amat membuka matanya dan melihat beberapa orang mencegat taksi mereka. Para pencegat itu menyuruh Amat dan Kamal untuk keluar. Tanpa rasa takut Amat keluar dari taksi itu. Sedangkan, Kamal sebenarnya tidak ingin keluar karena merasa sedikit takut, tetapi karena tidak ingin meninggalkan sahabatnya sendirian, dia terpaksa keluar.
Setelah mereka keluar, pencegat itu menyuruh supir taksi itu untuk pergi. Karena saking takutnya, supir taksi itu bergegas injak gas dan pergi dari sana bersama tas Amat dan Kamal yang tertinggal di taksi itu. Amat terus memperhatikan ke sepuluh orang yang mencegatnya itu. Dan salah satu orang dari mereka seperti familiar bagi Amat dan Kamal.
Dengan lantang Amat berkata, "Ternyata kamu lagi, bukankah dulu pernah ku katakan untuk tidak mengganggu kami lagi ... kali ini ku jamin kamu akan menyesalinya."
Orang itu menjawab dengan marah, "Ini adalah malam di mana kamu akan mati!, karena kamu telah mencampuri urusanku dengan dia." Sambil menunjuk ke arah Kamal.
Kamal yang ditunjuk semakin merasa ketakutan.
Lalu Amat berkata, "Itu seharusnya kata-kata untukmu!" Sambil bergerak maju.
Kemudian, teriakkan lantang bergema, "Serang!" Diiringi suara langkah kaki yang berderu.
Para preman itu menyerang secara bersamaan ke arah Amat dan Kamal. Delapan orang preman menyerang Amat dan sisanya menyerang Kamal. Kamal yang terdesak terpasak melawan. Para preman yang kali ini menyerang mereka memiliki ilmu bela diri yang bagus. Sehingga, Amat tampak kesusahan menghadapi mereka. Pertempuran kali ini memang brutal. Suara tinju yang bersahutan dan tendangan-tendangan ganas yang menyakitkan terdengar hampir disetiap bagian tubuh Amat. Amat sampai terdorong mundur beberapa langkah.
Karena melihat pertarungan yang semakin tak terkendali dan melihat sahabatnya juga kewalahan. Anang bersiap mengeluarkan ilmu tenaga dalamnya. Namun sebelum sebelum itu terjadi datang seseorang yang membantunya. Orang itu menyerang para preman yang ingin menendang ke arah Amat. Dengan sigap dia juga menolong Kamal yang kewalahan. Orang itu menyapa Amat dan meminta izin untuk bertarung. Dengan senang hati, Amat mengizinkannya untuk bergabung. Kini mereka bertiga di kelilingi sepuluh orang yang siap mengkroyok mereka. Salah satu dari mereka mengeluarkan pisau dari sakunya. Perkelahian kembali dimulai ketika preman yang memegang pisau itu menyerang. Dengan tendangan kerasnya Amat berhasil melepaskan pisau itu dari genggaman pemiliknya. Dan kemudian, dia bertarung dengan yang lain.
Mereka terus dihajar dan Amat sebisa mungkin menghindari dan membalasnya serangan dari lawan-lawannya itu. Namun, karena jumlah lawan yang cukup besar dan mereka juga ahli bela diri, itu membuat Amat beberapa kali terpojok. Begitu juga dengan seseorang yang membantu mereka tadi. Kamal disamping mereka sudah terlihat babak belur.
Dengan mata yang membiru, Kamal berkata kepada Amat "Sudahi ini semua!".
Namun, belum sempat Amat menjawab, Kamal berteriak histeris melihat perutnya ditusuk dengan sebuah pisau. Amat yang melihat itu berteriak dan langsung menendang pelakunya.
Setelah itu, Kamal roboh dan sekali lagi berkata "Sudahi ini semuaaa!".
Melihat sahabatnya roboh, Amat berteriak sejadi-jadinya. Dan tenaga dalamnya kini melonjak keluar. Dia terus maju ke arah lawan sendirian. Satu persatu lawan dipukul dan di tendangnya dengan keras. Setiap dia memukul atau menendang pasti ada suara seperti tulang patah. Krek!
Hanya dengan sepuluh pukulan dan tendangan semua lawan tumbang berserakan.
Kemudian, dia mendekati orang yang telah menusuk Kamal. Dia melihat orang itu seperti harimau yang sedang bersiap menerkam mangsanya. Orang yang dipandangnya tampak ketakutan. Air mata dan keringatnya jatuh menyatu di antara mukanya yang terlihat garang.
Dengan singkat Anang berkata, "Ini kamu yang minta!".
Namun, belum sempat Amat melakukan sesuatu, polisi telah datang dan mengepung mereka. Mereka berdua dibawa ke kantor polisi, dan sisanya ke rumah sakit.
Malam itu di kantor polisi, Amat dan seseorang yang membantunya diintrogasi perihal kejadian tadi. Amat menjelaskan bahwa, dia dan temannya tidak bersalah, karena mereka hanya membela diri. Dan sepuluh preman itulah yang menyerang mereka duluan, saat mereka ingin pulang kampung.
Polisi kemudian bertanya, "Apakah orang yang tertusuk itu temanmu?.""Iya, dia teman kami!" jawab Amat."Dan berarti orang yang ada disampingmu juga temanmu?" tanya polisi itu sambil melirik orang yang disamping Amat."I-iya dia juga teman kami!" Sambil memandang orang yang ada disampingnya.Orang itu terlihat sedikit tersenyum mendengar itu.Polisi tadi juga tersenyum sinis mendengar itu dan berkata "Apakah kamu tahu bahwa orang disampingmu itu juga seorang preman?".Dengan berani, Amat menjawab "Dia memang dulu preman, tetapi sekarang dia sudah berubah!".Polisi itu hanya tersenyum sambil berkata, "Sangat sulit bagi seorang preman untuk berubah, karena pikiran dan hatinya telah tertempa oleh kekerasan!".Kemudian, orang yang disamping Amat itu menjawab, "Hanya Tuhan yang mampu membolakbalikkan hati hambanya ... Bukankah dulu Sayyidina Umar bin Khatab juga begitu?". Polisi itu terdiam dan melanjutkan introgasinya. 
Seminggu telah berlalu sejak kejadian malam itu. Kamal yang dirawat di rumah sakit sudah baikkan dan esok sudah bisa pulang. Para preman yang menyerang mereka kemarin juga sudah ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara.Pagi itu, Amat pergi ke kantin rumah sakit untuk sarapan. Dia memesan Soto Banjar kesukaannya dan segelas kopi. Setelah selesai makan, Amat duduk santai sambil menunggu seseorang. Tak lama berselang orang yang ditunggunya tiba. Setelah membayar makanannya, Amat pergi bersama orang itu memasuki sebuah mobil mewah. Didalam mobil itu, dia dipertemukan dengan seseorang yang memakai setelan Jas. Orang itu menyerahkan dua buah benda yang misterius kepada Amat. Setelah menerima itu, Amat dan orang yang membawanya masuk tadi keluar dari mobil itu dan bersama-sama pergi menaiki sebuah motor.Kemudian, mereka berhenti pada sebuah rumah yang cukup besar. Amat turun dan memasuki rumah itu, secara diam-diam. Setelah sepuluh menit berla
Namun, tak berselang lama, Irwan datang dari arah belakang Amat. Wajahnya terlihat lesu dan seperti seseorang yang lagi kesusahan.Kemudian, Amat bertanya, "Kamu kenapa, Wan? Seperti lagi ada masalah!." Irwan tak langsung menjawab, matanya tajam memandang ke arah Amat.Dia menghela nafas panjang dan berkata "Ketiga temanku diserang anak buah Udin Sangar, mereka sedang mencari orang yang menyerang bos mereka! Aku dan ketiga temanku yang tidak termasuk kedalam komplotannya, menjadi tersangka dan tanpa basa-basi langsung diserang."Mendengar itu, Kamal secara spontan memandang kearah Amat.Namun, Amat tetap terlihat tenang dan bertanya, "Lalu bagaimana keadaan ke tiga temanmu itu, Wan?".Dengan wajah yang marah, Irwan berkata "Mereka sedang dirawat di ruang IGD dan mudah-mudahan tidak terlalu parah, sehingga tidak perlu dirawat berlama-lama disini."Mendengar itu, Kamal berkomentar "Bukannya bagus jika dirawat di sini, agar mereka benar-benar p
Amat keluar dari rumah sakit itu dan berjalan sebentar menuju pangkalan ojek di sana. Disana ada seorang tukang ojek yang sedang mangkal. Amat bertanya kepada tukang ojek itu "Terminal KM. 17 berapa Mas?". Dengan sedikit kaget tukang ojek itu menjawab, "lima puluh Mas, kalo mau?". "Mahal banget Mas! Bisa kurang tidak?" tanya Amat kembali. "Ga bisa Mas! Selain tempatnya cukup jauh, di sana juga rawan Mas." Tukang ojek itu berkata dengan serius. "Oh.. ya sudah kalo gitu" jawab Amat singkat. Amat naik ke motor tukang ojek itu dan mereka meluncur menuju rumah Irwan. Sepanjang perjalanan Amat memperhatikan kehidupan malam kota yang begitu hidup seakan-akan masih siang. Para muda-mudi masih berkeliaran mencari kesenangan. Orang-orang masih sibuk mencari nafkah. Semakin dekat dengan terminal itu, semakin terasa kumuh dan kotornya perkotaan. Kemudian, tukang ojek itu menghentikan motornya di sebuah terminal kecil. Walaup
Kemudian, Amat segera masuk ke ruangan Kamal. Terlihat kamal sudah tertidur di kasurnya. Setelah itu, Amat menghidupkan tv sambil duduk bersila menonton berita. Berita hari ini didominasi oleh berita tentang tewasnya Badarrudin dan perkelahian antarkelompok preman. Namun, berita itu tidak membuat Amat tertarik dan akhirnya dia memutuskan untuk tidur. Tak lupa, sebelum tidur dia mematikan tv itu dan merapikan barang bawaannya untuk pulang esok. Keheningan malam membawa dingin yang begitu menusuk. Secara samar-samar dia mendengar seperti banyak orang yang melewati ruangannya. Dan kemudian, beberapa orang masuk sehingga membangunkannya. Terlihat beberapa perawat sedang membawa pasien ke ruangan itu. Namun, dia tak mau ambil pusing dan kembali melanjutkan tidurnya. Suara-suara itu perlahan menghilang dan hanya meninggalkan keheningan malam yang tak berkesudahan. Pagi yang cerah telah tiba, Amat segera bangun dari tidurnya. Dia melirik kearah
Setelah itu, Amat dan Kamal berpamitan untuk segera masuk ke dalam taksi. Taksi yang sudah penuh segera berangkat meninggalkan terminal itu. Irwan dan teman-temannya hanya bisa melambaikan tangan mereka untuk mengantarkan kepergian Amat dan kamal. Setelah hampir tujuh jam perjalanan, suasana desa yang asri mulai terlihat. Gunung yang hijau dan rimbunya pepohonan menyambut mereka di kiri dan kanan jalan. Suasana tenang seperti ini yang selalu Amat rindukan. Kamal yang berada disebelahnya bertanya, "Kita sudah sampai mana?" Sambil menggosok-gosok matanya. Amat tak langsung menjawabnya. Dia melihat kearah luar dan berkata "Kita sudah sampai Huwai!." "Hah! Berarti kita Kelewatan!" sahut Kamal panik. "Siapa suruh tidur terus!?" jawab Amat sambil tertawa. Kamal langsung membuka matanya lebar-lebar dan mulai memperhatikan sekitarnya. "Huwaian!" teriaknya kesal. Amat hanya tertawa diiringi oleh penumpang lain yan
Setelah acara pemakaman dan tahlilan selesai, Amat mulai kembali merasakan kesepian. Walaupun di rumah itu ada keluarga kakaknya, tetapi itu sama sekali tidak bisa mengusir rasa sepi yang dia rasakan. Apalagi sekarang jam sudah menunjukkan pukul 20.00. Malam yang gelap, udara dingin yang menyengat, membuat perasaannya semakin masuk ke dalam kesendirian. Amat duduk di bangku panjang didepan rumahnya. Bangku itulah tempat biasanya Amat dan almarhum ayahnya duduk untuk sekedar berbincang santai atau saling bertukar pikiran. Berbagai kenangan seketika juga muncul dari bangku tua itu. Dari Amat kecil hingga sekarang ini. Dimanapun Amat berada ayahnya selalu mendukungnya dan apapun yang Amat kerjakan ayahnya selalu mengarahkannya agar lebih baik. Kenangan itu berkecamuk di hati dan pikiran Amat membuatnya merasakan sakit yang mendalam. Akan tetapi, dengan tekat dan ketenguhan hatinya dia mampu mengatasi rasa sakit itu. Sementara itu, Bainah sedang merapikan rumah. D
Hari-hari di kampung Amat lalui dengan bekerja menjadi buruh di kebun pak Darman. Dia bekerja di sana bersama dengan Kamal. Kamal terlihat sangat giat bekerja untuk bekerja."Kamu semangat sekali, Mal? tegur Amat."Ya iya, Mat! Supaya bos senang dan kita dapat upah yang besar," jawab Kamal sambil tersenyum."Bukan itu maksudku," sahut Amat singkat."Terus?" Kamal menatap Amat serius."Tentang Tuti," jelas Amat singkat."Oh itu! Sudah pastilah, Mat!" jawab Kamal sambil tersenyum."Sudah senyakin itu kamu, Mal?" tanya Amat kembali."Ya, yakinlah! Aku sudah berjanji untuk segera menikahinya," jawab kamal serius."Baguslah! Biar ga lapuk dimakan rayap" sahut Amat tertawa."Maksud kamu apa, Mat? Si otong?" sahut Kamal dengan wajah penasaran."Ya iyalah, apalagi?" ejek Amat sambil tertawa."Kamprett kamu, Mat!" ucap Kamal kesal."Emangnya udah beneran tidak tahan?" tanya Amat sambil me