Share

Bab 8 : di rumah sakit

Namun, tak berselang lama, Irwan datang dari arah belakang Amat. Wajahnya terlihat lesu dan seperti seseorang yang lagi kesusahan.

Kemudian, Amat bertanya, "Kamu kenapa, Wan? Seperti lagi ada masalah!." Irwan tak langsung menjawab, matanya tajam memandang ke arah Amat.

Dia menghela nafas panjang dan berkata "Ketiga temanku diserang anak buah Udin Sangar, mereka sedang mencari orang yang menyerang bos mereka! Aku dan ketiga temanku yang tidak termasuk kedalam komplotannya, menjadi tersangka dan tanpa basa-basi langsung diserang."

Mendengar itu, Kamal secara spontan memandang kearah Amat.

Namun, Amat tetap terlihat tenang dan bertanya, "Lalu bagaimana keadaan ke tiga temanmu itu, Wan?".

Dengan wajah yang marah, Irwan berkata "Mereka sedang dirawat di ruang IGD dan mudah-mudahan tidak terlalu parah, sehingga tidak perlu dirawat berlama-lama disini."

Mendengar itu, Kamal berkomentar "Bukannya bagus jika dirawat di sini, agar mereka benar-benar pulih!".

Wajah Irwan terlihat sedikit kesal, tetapi dia berusaha untuk menutupinya.

Kemudian, Kamal berkata lagi "Bukankah biaya rumah sakit ini gratis untuk kita yang tidak mampu, jadi kamu tak perlu khawatir!".

Setelah Kamal berkata begitu, Amat menyahut sambil menepuk pundak Irwan "Iya kamu tidak perlu khawatir soal itu, biar aku yang mengurusnya."

"Iya, Aku kemarin juga Amat yang menguruskannya!" Sambung Kamal sambil tersenyum.

Setelah itu, Amat mengajak Irwan untuk keluar dengan alasan melihat teman-temannya yang dirawat di IGD itu. Mereka berpamitan kepada Kamal yang masih terbaring di ranjangnya.

Di luar, Amat berkata kepada Irwan "Aku paham kondisimu, jadi kamu tidak perlu cemas!".

"Iya terima kasih sobat, aku hanya kurang yakin dengan perkataan Kamal tadi" jawab Irwan.

"Kamal orangnya memang polos, banyak hal yang belum dia mengerti! ... ya sudah lah, lebih baik kita segera menengok teman-temanmu yang sedang dirawat tadi," ajak Amat kepada Irwan.

Kemudian, Irwan membawa Amat ke tempat teman-temannya dirawat. Didalam ruangan itu, tampak tiga orang berbadan cukup besar tergeletak dengan luka lebam dan memar di beberapa bagian tubuh mereka. Mereka yang melihat Irwan datang dengan membawa Amat, segera tersadar dan membetulkan posisi badan mereka.

Irwan berkata "Ini Amat orang buruh pabrik yang pernah kita serang dulu dan berhasil mengalahkan kita."

Mereka menganguk dan melemparkan senyum hormat kepada Amat. Amat juga membalas mereka dengan senyum penuh kehangatan.

Kemudian, Irwan melanjutkan kata-katanya "Amat datang ke sini ingin membantu kita, kebetulan sahabatnya yang bernama Kamal juga dirawat di sini."

Wajah mereka sedikit kaget melihat Irwan yang sekarang begitu akrab dengan Amat. Karena mereka tahu bahwa dua minggu yang lalu, mereka bersama Irwan menyerang Amat dan Kamal.

Melihat ekspresi dari teman-teman Irwan itu, Amat berkata "Aku dan Irwan telah menjadi sahabat, jadi kalian tidak perlu sungkan denganku."

Mendengar itu, ekspresi wajah mereka kembali pulih.

Kemudian, salah satu dari mereka berkata "Iya terima kasih!".

Tak lupa, mereka juga memperkenalkan nama mereka masing-masing. Dari paling ujung yang mempunyai kumis tebal di wajahnya bernama Broto, disebelahnya yang memiliki rambut panjang serta berjambang bernama Agung, dan terakhir bernama Jamal yang memiliki kepala pelontos dan bertindik di telinganya.

Setelah itu, Amat bersama Irwan keluar dari ruangan mereka untuk menuju kasir pembayaran. Sebelum ke sana, Amat dan Irwan terlebih dahulu  menemui dokter yang merawat mereka. Amat menanyakan kondisi dari ke tiga teman Irwan itu.

Dokter itu berkata, "Mereka bertiga harus dirawat paling tidak empat sampai lima hari di sini! Memang luka yang mereka terima saat pengeroyokan tadi tidak seberapa, tetapi ada luka-luka lama yang harus disembuhkan segera ...." Mendengar itu Amat dan Irwan saling memandang satu sama lain.

Kemudian, dokter itu melanjutkan "Kalau kalian setuju, kalian bisa langsung menandatangani ini!" ucap si dokter sambil menyerahkan sebuah kertas kehadapan mereka.

Tanpa pikir panjang Amat langsung ingin mengambil kertas itu. Namun, Irwan terlebih dahulu mengambil dan membacanya. Matanya terbelalak melihat biaya yang harus mereka bayar untuk kesembuhan ke tiga temannya itu.

"Sepuluh juta?!" Suaranya terdengar kaget dan kecewa.

Hal ini wajar, karena pada saat itu, untuk mendapatkan uang seratus ribu saja mereka harus berkelahi terlebih dahulu. Apalagi ini sepuluh juta!.

Kemudian, Amat meraih kertas itu dari tangan Irwan.

Amat bertanya "Apakah ada pemotongan biaya bagi mereka yang kurang mampu?".

Dokter itu terdiam sebentar, lalu dia berkata "Maaf Mas, itu sudah harga terbaik yang kami tawarkan untuk kesembuhan teman-temannya Mas, kalau dikurangi saya takut perawatannya menjadi kurang maksimal ... Dan saya yakin Mas juga tahu dan paham soal itu!".

Mendengar itu Amat hanya terdiam sambil memikirkan sesuatu.

Amat kembali bertanya, "Apakah perawatan ini memang perlu dilakukan atau bisa rawat jalan saja?".

Dokter itu menjawab, "Sebenarnya bisa saja rawat jalan, asalkan rajin meminum obat yang telah diberikan dan setelah satu minggu harus cek lagi ke sini."

"Kalau memang seperti itu, berapa biaya yang harus kami keluarkan untuk metode ini?" Tanya Amat dengan wajah serius.

Kemudian, dokter itu menuliskan sesuatu pada kertas dihadapannya.

"Ini biaya yang harus di keluarkan, biaya ini sudah termasuk dengan obat-obatannya!" Tangan dokter itu sambil menyerahkan kertas itu kepada Amat.

Amat meraih kertas itu dan membaca isinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status