Tok, tok, tok! "Mba! Mba Yulita!" Jamal mengetuk rumah Irwan.
"Iya sebentar," jawab istri Irwan.
"Krek.... "Bang! Abang kenapa?" ucap Yulita saat melihat suaminya yang terkulai lemas.
Tak sengaja air matanya berjatuhan melihat kondisi suaminya itu.
"Aa.. aku tidak apa-apa!" jawab Irwan sambil tersenyum dan menahan sakitnya.
"Lebih baik kita bawa masuk dulu, Mba!" ucap Amat.
"Ayo, ayo masuk!" Yulita membuka lebar pintu rumahnya.
"Langsung bawa masuk ke kamar saja!" pinta Yulita sambil menyapu air matanya.
Mereka yang mendengar itu segera membawa Irwan ke kamarnya.
Di kamar itu Anak Irwan yang bernama Andi sedang tidur.
Kemudian, dia terbangun karena mendengar suara dari teman-teman ayahnya itu.
"Ayah!" ucap anaknya terkejut.
"Ayah kenapa?" Anaknya bertanya lagi sambil mengosok-gosok matanya.
"Ayah tidak apa-apa!" Irwan menenangkan anaknya.
"Ayah jangan bohong sama Andi!"
"Ayah tidak bohong sama Andi, ayah tidak apa-apa!" jawab Irwan sambil tersenyum.
Namun, Andi masih tidak percaya dengan perkataan ayahnya.
Karena dia melihat banyak luka lebam di wajah dan di beberapa bagian tubuh ayahnya. Dia menangis setelah memperhatikan kondisi ayahnya itu. Andi memang baru berusia lima tahun, tetapi dia sudah memiliki pemikiran dan perasaan yang jauh diatas usianya.
Air matanya berjatuhan melihat orang yang sangat dia cintai terluka.
Ibunya yang melihat itu segera menenangkannya dan mengajaknya untuk tidur kembali.
"Kita tidur lagi ya," ajak ibunya.
Dia hanya diam dan menatap tajam kearah ibunya.
"Ayo! Andi kan anak pintar, tidur yu sayang," Ibunya mengulurkan tangan kepadanya.
"Andi tidak mau tidur! Andi mau menemani ayah!" teriaknya sambil menangis.
"Andi harus tidur, nanti Andi ngantuk lo!" Ibunya kembali membujuknya.
"Tidaaak!...." Andi berteriak dengan kencang.
"Ya sudah biarkan saja," pinta Irwan kepada istrinya.
Istrinya hanya mengangguk setelah Irwan mengatakan itu.
Amat juga terlihat sedikit cemas melihat keadaan Irwan saat ini.
"Aku panggil dokter ya, Wan?" Amat menawarkan diri.
"Tidak usah, sebentar lagi juga baikkan!" Irwan menolak tawaran Amat dengan halus.
"Sayang, tolong ambilin obat Abang yang di lemari!" pinta Irwan kepada istrinya.
"Biar Andi saja!" sahut anaknya sambil berdiri dan berlari menuju lemari yang dimaksud ayahnya.
Kemudian, Anaknya segera menyerahkan obat itu kepadanya.
"Terima kasih ya, Sayang!" Irwan mengusap kepala anaknya itu.
"Sama-sama Ayah," jawab Anaknya sambil tersenyum.
Setelah itu, Irwan menyandarkan tubuhnya di tembok dan segera menenguk obatnya.
Kemudian, dia berbicara kepada teman-temannya.
"Kalian boleh pulang untuk beristirahat."
Namun, teman-temannya terlihat tidak ingin meninggalkannya.
"Kami akan tetap di sini, Bang! Kami takut kalau Abang kenapa-napa." Jamal berbicara mewakili teman-temannya.
Teman-temannya juga mengangguk sebagai tanda mereka memang setuju dengan pendapat Jamal.
"Tidak usah repot-repot, aku baik-baik saja!" jawab Irwan sambil tersenyum pada mereka.
"Tidak Bang! Kami akan tetap di sini menjaga, Abang!" sahut Broto dengan mantap.
"Iya, benar kata Bang Broto," ucap Radit ikut berbicara.
Mendengar itu, Irwan langsung menatap wajah teman-temannya itu dengan tatapan serius.
Huuh.... "Ya sudah terserah kalian saja!" ucap Irwan sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.
Kemudian, Irwan menatap Amat yang duduk agak di belakang.
"Bagaimana tadi?" tanya Irwan kepada Amat.
"Kalau Bang Amat tidak usah ditanya, semua lawan habis dibabatnya." Jamal menyahut sebelum Amat berbicara.
Amat hanya tersenyum mendengar pujian Jamal itu.
"Ya lumayan menguras tenaga," jawab Amat merendah.
"Iya, pertarungan tadi memang melelahkan!" sahut Irwan sambil menganggukkan kepalanya.
"Tapi Bang Amat tadi hebat sekali! Runi dan Laras tidak bisa berbuat apa-apa dihadapan Bang Amat," kata Adit dengan semangat.
"Benar! Mungkin jika kita yang melawannya pasti K.O!" Radit menambahkan pendapat Adit.
"Runi dan Laras yang K.O?" tanya Irwan sambil tertawa kecil.
"Ya kamilah Bang yang K.O," sahut Radit dan Adit serempat sambil tertawa.
Mendengar itu, Amat dan yang lain juga ikut tertawa.
"Tidak juga! Mungkin tadi mereka hanya kurang beruntung dibandingkan saya," Amat menanggapi perkataan Radit dan Adit tadi.
Irwan hanya tersenyum mendengar pengakuan Amat itu.
Dia sangat tahu seberapa kuat Amat sebenarnya, tetapi Amat selalu merendah jika dipuji.
"Kalian sendiri bagaimana tadi?" Irwan mengalihkan pembicaraan.
"Sangat melelahkan Bang, mereka menyerang kita kaya orang kerasukkan." Adit mengeleng-gelengkan kepalanya.
"Benar Bang! Untung ada Bang Amat yang menolong kami tadi." Radit membenarkan perkataan Adit.
"Makanya belajar beladiri itu jangan setengah-setengah!" Jamal menepuk pelan kepala mereka berdua.
"Iya Bang!" jawab mereka patuh.
Malam berlanjut dan terasa semakin dingin. Namun demikian, percakapan mereka terus berlangsung dengan hangatnya. Irwan mengalihkan pandangannya ke hadapan teman-teman berada dan dia merasa seperti ada yang kurang.
Kemudian, dia memberi kode kepada Jamal untuk membuat kopi.
Jamal mengerti dan langsung berdiri.
"Mau kemana, Bang?" tanya Radit.
"Kencing! Mau ikut?" Jamal balik bertanya.
"Tidak usah Bang, terima kasih."
"Oke!" balas Jamal singkat.
Setelah beberapa menit, Jamal kembali dengan membawa teko yang berisi kopi dan beberapa gelas ditangan kirinya.
"Nah ini kopinya," ucap Jamal sambil meletakkan teko itu dihadapan teman-temannya.
"Ngopi dulu!" ajak Irwan kepada teman-temannya.
"Iya Bang," sahut mereka.
Kemudian, Radit mulai menuangkan kopi ke gelas-gelas yang ada dihadapannya.
"Kurang satu nih gelasnya," ucap Radit sambil menghitung kembali gelas-gelas yang ada dihadapannya.
"Memang sengaja, Bang Irwan tidak ikut ngopi," jawab Jamal yang berada disampingnya.
"Yang benar Bang?" tanya Radit sedikit bingung.
"Bang Irwan kan baru minum obat, Rad.it!" Agung ikut berbicara.
"Oh.. iya ya!" Radit menepuk dahinya.
Kemudian, mereka bersama-sama menikmati kopinya dan terus berbincang hingga kantuk datang menghampiri mereka.
"Ngantuk, Dit?" tanya Irwan yang melihat Adit menguap.
"Iya Bang," jawab Adit singkat.
"Ya sudah tidur saja!" saran Irwan.
"Tidak apa-apa!" Irwan menambahkan sambil dengan senyumnya.
Kemudian, Adit merebahkan dirinya dan tertidur. Setelah Adit tertidur, satu persatu dari mereka juga ikut tertidur termasuk Irwan dan Amat.
Malam yang semakin larut kini telah berganti dengan pagi. Cahaya matahari mulai bersinar dari upuk timur. Cahaya itu membawa kehangatan dan harapan bagi orang-orang untuk memulai pekerjaannya. Krek.... Amat terbangun saat istri Irwan membuka pintu kamarnya. Istri Irwan hanya tersenyum dan mengangguk saat melihat Amat yang sedang mengosok-gosok matanya. Setelah itu, Istri Irwan keluar setelah mengambil sesuatu dilemarinya. Amat yang terbangun segera duduk dan menyandarkan dirinya di tembok. Kemudian, Dia mengalihkan pandangannya kearah teman-temannya yang masih tertidur pulas. Dia hanya tersenyum tipis melihat teman-temannya yang masih tertidur pulas itu. Setelah itu, dia berdiri dan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya.Setelah selesai mencuci muka, Amat berjalan keluar menuju pintu. Krek.... Dia membuka pintu dan menutupnya kembali. Dia menyusuri gang kecil itu untuk menuju terminal. Dia melihat keadaan terminal yang sudah bersih dan rapi. Walaupun
Sesampainya di rumah Irwan, Amat melihat teman-teman sedang duduk di dalam. Kemudian, Amat masuk dan langsung duduk diantara mereka."Ini ada beberapa kue buat mengganjal perut."Amat berkata sambil tersenyum dan menaruh sebuah kantongan plastik di depan mereka."Terima kasih Bang," jawab Agung dengan senyumnya.Kemudian, satu persatu dari mereka mengambil kue itu dan mulai memakannya."Beli di depan, Bang?" tanya Broto sambil memakan kuenya."Iya," jawab Amat singkat."Ditempat Pakde ya, Bang?" Radit bertanya."Aku tidak tahu." Amat menggelengkan kepalanya."Ya iya lah pasti! Siapa lagi yang jualan kue di depan selain Pakde?" Jamal menyahut pertanyaan Radit."Iya juga sih," jawab Radit sambil tersenyum.Tak lama kemudian, Adit datang dari dapur dengan membawa seteko kopi dan beberapa gelas."Pas banget nih!" Jamal berkata sambil tersenyum.Adit meletakkan teko kopi dan cangkir itu di hadapan
Tak lama kemudian, istri Irwan datang dengan membawa beberapa plastik di tangannya. Dan kelihatannya dia baru selesai belanja di pasar."Permisi!" ucapnya melewati mereka yang sedang duduk."Iya silahkan, Mba!" jawab mereka.Setelah meletakkan barang bawaannya di dapur, istri Irwan kembali keluar menemui Irwan."Ada apa?" tanya Irwan sambil memperhatikan istrinya yang mendekatinya."Di pasar seberang Ikan tidak ada dan hanya ada Ayam, itupun mahal." Istri memberitahu Irwan."Ya sudah nanti aku Radit buat beli," jawab Irwan."Tidak usah Wan, Ini ada ayam!" Amat berkata sambil menunjuk kantongan plastik di sampingnya."Abang beli ayam?" tanya Radit kaget."Iya!" jawab Amat singkat."Aku kira tadi itu pakaian, Bang!" sahut Radit sambil sedikit tertawa.Mendengar itu, Irwan langsung menatap Radit. Radit yang melihat tatapan Irwan langsung terdiam seketika.Irwan berbicara kepada Amat. "Bene
Waktu tidak terasa cepat berlalu. Sekarang sudah seminggu sejak hari itu. Mereka juga sudah mendapat izin untuk menggunakan ruko itu dari pemiliknya. Mereka juga sudah beberapa kali menggunakan tempat itu sebagai tempat latihan dan sekaligus sebagai markas. Terminal tempat mereka kerja juga semakin ramai. Sejak kejadian itu, banyak dari kelompok preman yang menaruh hormat kepada mereka. Dan dengan demikian tempat yang mereka kelola juga semakin aman. Keamanan yang mereka berikan ini membuat pedagang dan pembeli merasa terlidungi.Malam itu seperti biasa, mereka duduk santai di dalam markas. Beberapa dari mereka sedang ada di luar mengawasi hilir mudik orang-orang yang lewat."Mana Bang Amat?" tanya Irwan yang baru datang."Mungkin di balkon atas, Bang!" jawab Adit."Iya terima kasih," sahut Irwan yang langsung menuju ke dalam."Ada apa, Ya?" tanya Radit."Enggak tau!" Adit mengangkat kedua bahunya.Radit juga berhenti se
Amat adalah seorang ahli beladiri silat banjar atau yang biasa disebut kuntaw. Selain ahli beladiri dia juga merupakan ahli ilmu tenaga dalam. Namanya tersohor kemana-mana, orang-orang biasanya memanggilnya dengan nama Abah Amat. Walaupun, umurnya sekarang baru 28 tahun. Selain dia seorang ahli beladiri dan tenaga dalam, dia juga merupakan orang yang lemah lembut dan santun kepada semua orang. Dia selalu berkata lawan satu sudah terlalu banyak, teman seribu tidaklah cukup. Dan dia selalu mengajarkan tentang ilmu padi dan ilmu pohon kepada anak-anaknya. Pepatah mengatakan padi yang semakin berisi, semakin merunduk dan pohon yang semakin tinggi, semakin kuat tiupan angin. Tak lupa juga dia mengajarkan tentang ilmu-ilmu kebatinan dan agama. Hal tersebut dia lakukan karena dia tidak ingin anak-anaknya salah arah dan hidup seperti dia waktu muda. Karena dulu dia adalah mantan seorang pimpinan preman yang menguasai sebuah wilayah dan bertanggung jawab atas beberapa kasus pembunuhan dan te
Setelah itu, dia merebahkan badannya dan meminta izin kepada Kamal untuk istirahat. Kamal mengangguk karena, dia tahu perjalanan ke sini sangat melelahkan. Kemudian dia pergi meninggalkan Amat sendirian. Malam itu Amat ingin cepat tidur agar esok lebih maksimal bekerjanya. Namun, malam itu kamal mengajaknya untuk jalan-jalan di sekitar pelabuhan. Dengan sedikit paksaan dia mengikuti ajakan kamal itu. Mereka berdua berjalan melalui gang-gang sempit dan akhirnya tiba di sebuah warung. Mereka berdua mampir dan duduk di sana. Tampak ada beberapa orang pelanggan pria dan lima orang gadis di warung itu. Di sana kamal memesan dua cangkir kopi sambil mengambil beberapa bungkus Kwaci. Sedangkan, Amat diam saja sambil ikut mengambil sebungkus Kwaci. Setelah itu, salah satu penjaga warung yang bernama Tuti mendekati Kamal dan Amat. Kemudian, dia duduk di pangkuannya Kamal. Mereka berdua nampak akrab dan berbicara serius. Dan Amat yang melihat kejad
Di sana dia juga memberi peringatan kepada mantan suami Tuti agar jangan mengganggu Tuti dan Kamal lagi. Dia berkata "Jika kamu dan teman-temanmu masih ingin melihatnya indah mentari, jangan pernah menganggu kebahagian teman ku! ... kalau tidak jangan salahkan aku, jika berbuat lebih kejam daripada ini. Para preman yang dihajarnya itu hanya bisa mengangguk sambil menahan sakit yang mereka rasakan.Setelah selesai menghajar para preman yang mengeroyok Kamal, dia pulang ke mes lalu membersihkan badan dan tidur.Esoknya berita penyerangan terhadap geng preman tersebut mulai tersebar di sekitar pelabuhan. Bahkan berita tersebut mengalah berita pengeroyokan terhadap Kamal. Banyak dari masyarakat sekitar menyangkutpautkan kedua kejadian tersebut. Dan teman-temannya di tempat kerja juga membicarakan hal tersebut.Selesai bekerja, teman Kamal yang waktu itu memberi tahu bahwa Kamal dikroyok menghampiri Amat.Dia bertanya,
Setelah itu mereka pergi dengan susah payah meninggalkan Amat sendirian. Beberapa hari kemudian, pesangon dari para karyawan yang di PHK telah di berikan oleh pihak perusahaan. Dan dalam perjalanan pulang, Amat bertemu dengan lagi dengan preman yang telah dihajarnya beberapa hari sebelumnya.Disana preman tersebut bertanya, "Apakah pesangon dari karyawan yang di PKH telah diberikan oleh pihak pabrik?".Amat menjawab "iya! pasti kalian yang melakukan ini?" Sambil memperhatikan wajah preman itu.Preman itu menjawab "Iya, kami yang memaksa pemilik pabrik itu untuk membayar pesangon kepada karyawan yang di PHK ... Kami juga menyandra anaknya sebagai jaminan dan jika dia tidal memenuhinya maka nyawa anaknya akan melayang!".Amat berkata dalam hatinya "jadi ini yang namanya senjata makan tuan."Kemudian, Amat berkata "Terima kasih atas batuannya, dan jangan lupa lepaskan anak pemilik perusahaan itu! Kami telah mendapatkan apa yang menjadi h