Di sana dia juga memberi peringatan kepada mantan suami Tuti agar jangan mengganggu Tuti dan Kamal lagi. Dia berkata "Jika kamu dan teman-temanmu masih ingin melihatnya indah mentari, jangan pernah menganggu kebahagian teman ku! ... kalau tidak jangan salahkan aku, jika berbuat lebih kejam daripada ini. Para preman yang dihajarnya itu hanya bisa mengangguk sambil menahan sakit yang mereka rasakan.
Setelah selesai menghajar para preman yang mengeroyok Kamal, dia pulang ke mes lalu membersihkan badan dan tidur.
Esoknya berita penyerangan terhadap geng preman tersebut mulai tersebar di sekitar pelabuhan. Bahkan berita tersebut mengalah berita pengeroyokan terhadap Kamal. Banyak dari masyarakat sekitar menyangkutpautkan kedua kejadian tersebut. Dan teman-temannya di tempat kerja juga membicarakan hal tersebut.
Selesai bekerja, teman Kamal yang waktu itu memberi tahu bahwa Kamal dikroyok menghampiri Amat.
Dia bertanya, "Mat, Apakah kamu tahu soal penyererangan preman tadi malam?".
Amat hanya menjawab "Aku tidak tahu, memangnya ada apa?".
"Kata teman-teman penyerangan itu ada sangkutpautnya dengan kamu dan Kamal!?" kata temannya itu sambil memandang Amat dengan curiga.
Mendengar itu, Amat menjawabnya dengan serius "Para preman itu pasti punya banyak musuh dan mungkin ini merupakan salah satu balas dendam dari musuh-musuh mereka."
Mendengar jawaban seperti itu dari Amat, dia pun pergi meninggalkan Amat.
Hari-hari berjalan seperti biasanya, Kamal sudah sembuh dari lukanya. Dia sekarang kembali bekerja di pabrik. Orang-orang yang dahulu suka mengganggu di pabrik tersebut sudah tidak ada lagi. Mereka yang pernah dihajar Amat kini menjadi temannya bahkan, ada yang mengangkatnya menjadi saudaranya. Dan kamal juga sudah memaafkan orang-orang yang telah mengeroyoknya tersebut. Tak terasa kini sudah setahun semenjak kejadian itu.
Semuanya kembali normal hingga, suatu ketika hal yang tidak terduga pun terjadi. Perusahaan flywood tempat Amat bekerja hampir bangkrut. Hal ini disebabkan oleh, bahan baku yang semakin mahal dan permintaan barang semakin sedikit. Akhirnya satu-persatu dari karyawan di berhentikan untuk mengurangi beban pabrik, termasuk kamal dan Amat. Amat dan kamal beserta teman-temannya yang di PHK merasa keberatan akan keputusan pabrik tersebut. Hal ini karena tidak adanya pemberitahuan oleh pihak pabrik dan tidak adanya pesangon bagi karyawan yang di PHK.
Akhirnya mereka mengumpulkan teman-teman yang senasib dengan mereka. Mereka menuntut agar pihak pabrik atau perusahaan memberikan pesangon yang layak kepada para karyawan yang telah di PHK. Namun, alih-alih menanggapi tuntutan dari mereka, pihak pabrik malah membayar para preman untuk meneror para karyawan yang menuntut pesangon tersebut. Satu persatu dari mereka didatangi dan diancam jika masih saja menuntut minta pesangon kepada pihak pabrik atau perusahaan maka mereka akan dihabisi.
Tibalah saatnya Amat dan kamal yang di teror. Empat orang berbadan besar mendatangi mereka. Waktu itu Amat dan Kamal sedang duduk di teras kontrakan baru mereka. Karena, para karyawan yang di PKH sudah di usir dari mes.
Salah satu dari preman itu bertanya, "Apakah kalian yang bernama Amat dan Kamal?".
Amat menjawab, "Iya!, ada urusan apa memangnya?".
Sebenarnya Amat sudah tahu bahwa orang-orang ini merupakan para preman suruhan pabrik tempat mereka bekerja.
Preman tersebut menjawab, "jadi kalian yang bernama Amat dan Kamal, kami peringatkan kepada kalian agar tidak usah meminta pesangon lagi kepada pabrik! ... Dan jika kalian melawan maka nasib kalian akan berakhir seperti pot ini," Sambil menendang pot bunga yang ada dihadapannya sampai pecah.
Kamal yang melihat itu semakin ketakutan lalu, Amat menyuruh Kamal masuk ke kontrakan. Kamal masuk ke kontrakan sedangkan dia membersihkan pot bunga yang hancur tadi.
"Kamu mau cari mati ya!?" kata salah satu preman tadi sambil menendang Kearah Amat.
Namun dengan gesit Amat menengkap kaki dari preman itu dan membantingnya ke tanah. Melihat temannya di jatuhkan, para preman lain lansung mengepung Amat dan perkelahian pun terjadi. Kali ini Amat mendapat perlawanan sebanding dari ke empat preman tersebut. Beberapa pertukaran pukulan terjadi dan keadaan masih seimbang. Hal ini mungkin karena mereka juga mempunyai ilmu beladiri.
Setelah setengah jam bertukar pukulan dan tendangan. Akhirnya dia mengeluarkan ilmu tenaga dalam yang dimilikinya. Tampak mukanya mulai memerah seperti memendam api yang sangat panas. Preman-preman itu terus menyerang tetapi, tak satupun dari mereka yang mampu melukai Amat. Dan semua preman yang bertarung dengannya pun satu persatu tumbang ke tanah. Karena mereka tak sanggup menyentuh tubuhnya yang seperti di selimuti pelindung setebal sekilan atau sejengkal.
Setelah semua musuhnya tumbang beliau lalu berkata, "Segitu saja kemampuan kalian, ku kira keras ternyata kertas!".
Preman-preman itu meminta ampun kepada Amat dan mereka berjanji tidak akan mengganggunya lagi. Dan mereka akan membantu Amat beserta yang lainnya mendapatkan pesangon dari pabrik flywood tersebut.
Amat hanya berkata, "Terima kasih kalau mau membantu."
Setelah itu mereka pergi dengan susah payah meninggalkan Amat sendirian. Beberapa hari kemudian, pesangon dari para karyawan yang di PHK telah di berikan oleh pihak perusahaan. Dan dalam perjalanan pulang, Amat bertemu dengan lagi dengan preman yang telah dihajarnya beberapa hari sebelumnya.Disana preman tersebut bertanya, "Apakah pesangon dari karyawan yang di PKH telah diberikan oleh pihak pabrik?".Amat menjawab "iya! pasti kalian yang melakukan ini?" Sambil memperhatikan wajah preman itu.Preman itu menjawab "Iya, kami yang memaksa pemilik pabrik itu untuk membayar pesangon kepada karyawan yang di PHK ... Kami juga menyandra anaknya sebagai jaminan dan jika dia tidal memenuhinya maka nyawa anaknya akan melayang!".Amat berkata dalam hatinya "jadi ini yang namanya senjata makan tuan."Kemudian, Amat berkata "Terima kasih atas batuannya, dan jangan lupa lepaskan anak pemilik perusahaan itu! Kami telah mendapatkan apa yang menjadi h
Taksi itu tak langsung pergi dari terminal itu. Namun, menunggu beberapa orang yang sepertinya sudah menghubungi taksi itu. Setelah tiga orang yang masuk ke dalam taksi, taksi langsung berangkat meninggalkan terminal itu.Supir taksi itu memilih jalur alternatif yang jarang dilalui orang agar bisa lebih cepat sampai ke tempat tujuan. Jalur itu melewati beberapa kampung dan tempat sepi yang tak berpenghuni. Keheningan malam menjadi teman perjalan mereka saat itu. Malam sudah menujukkan pukul 22.00, Amat merasa kantuk datang padanya. Dia menghela napas panjang dan menutup matanya. Namun, lima belas menit kemudian, taksi yang mereka tumpangi mendadak berhenti. Amat membuka matanya dan melihat beberapa orang mencegat taksi mereka. Para pencegat itu menyuruh Amat dan Kamal untuk keluar. Tanpa rasa takut Amat keluar dari taksi itu. Sedangkan, Kamal sebenarnya tidak ingin keluar karena merasa sedikit takut, tetapi karena tidak ingin meninggalkan sahabatnya sendirian, d
Polisi kemudian bertanya, "Apakah orang yang tertusuk itu temanmu?.""Iya, dia teman kami!" jawab Amat."Dan berarti orang yang ada disampingmu juga temanmu?" tanya polisi itu sambil melirik orang yang disamping Amat."I-iya dia juga teman kami!" Sambil memandang orang yang ada disampingnya.Orang itu terlihat sedikit tersenyum mendengar itu.Polisi tadi juga tersenyum sinis mendengar itu dan berkata "Apakah kamu tahu bahwa orang disampingmu itu juga seorang preman?".Dengan berani, Amat menjawab "Dia memang dulu preman, tetapi sekarang dia sudah berubah!".Polisi itu hanya tersenyum sambil berkata, "Sangat sulit bagi seorang preman untuk berubah, karena pikiran dan hatinya telah tertempa oleh kekerasan!".Kemudian, orang yang disamping Amat itu menjawab, "Hanya Tuhan yang mampu membolakbalikkan hati hambanya ... Bukankah dulu Sayyidina Umar bin Khatab juga begitu?". Polisi itu terdiam dan melanjutkan introgasinya. 
Seminggu telah berlalu sejak kejadian malam itu. Kamal yang dirawat di rumah sakit sudah baikkan dan esok sudah bisa pulang. Para preman yang menyerang mereka kemarin juga sudah ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara.Pagi itu, Amat pergi ke kantin rumah sakit untuk sarapan. Dia memesan Soto Banjar kesukaannya dan segelas kopi. Setelah selesai makan, Amat duduk santai sambil menunggu seseorang. Tak lama berselang orang yang ditunggunya tiba. Setelah membayar makanannya, Amat pergi bersama orang itu memasuki sebuah mobil mewah. Didalam mobil itu, dia dipertemukan dengan seseorang yang memakai setelan Jas. Orang itu menyerahkan dua buah benda yang misterius kepada Amat. Setelah menerima itu, Amat dan orang yang membawanya masuk tadi keluar dari mobil itu dan bersama-sama pergi menaiki sebuah motor.Kemudian, mereka berhenti pada sebuah rumah yang cukup besar. Amat turun dan memasuki rumah itu, secara diam-diam. Setelah sepuluh menit berla
Namun, tak berselang lama, Irwan datang dari arah belakang Amat. Wajahnya terlihat lesu dan seperti seseorang yang lagi kesusahan.Kemudian, Amat bertanya, "Kamu kenapa, Wan? Seperti lagi ada masalah!." Irwan tak langsung menjawab, matanya tajam memandang ke arah Amat.Dia menghela nafas panjang dan berkata "Ketiga temanku diserang anak buah Udin Sangar, mereka sedang mencari orang yang menyerang bos mereka! Aku dan ketiga temanku yang tidak termasuk kedalam komplotannya, menjadi tersangka dan tanpa basa-basi langsung diserang."Mendengar itu, Kamal secara spontan memandang kearah Amat.Namun, Amat tetap terlihat tenang dan bertanya, "Lalu bagaimana keadaan ke tiga temanmu itu, Wan?".Dengan wajah yang marah, Irwan berkata "Mereka sedang dirawat di ruang IGD dan mudah-mudahan tidak terlalu parah, sehingga tidak perlu dirawat berlama-lama disini."Mendengar itu, Kamal berkomentar "Bukannya bagus jika dirawat di sini, agar mereka benar-benar p
Amat keluar dari rumah sakit itu dan berjalan sebentar menuju pangkalan ojek di sana. Disana ada seorang tukang ojek yang sedang mangkal. Amat bertanya kepada tukang ojek itu "Terminal KM. 17 berapa Mas?". Dengan sedikit kaget tukang ojek itu menjawab, "lima puluh Mas, kalo mau?". "Mahal banget Mas! Bisa kurang tidak?" tanya Amat kembali. "Ga bisa Mas! Selain tempatnya cukup jauh, di sana juga rawan Mas." Tukang ojek itu berkata dengan serius. "Oh.. ya sudah kalo gitu" jawab Amat singkat. Amat naik ke motor tukang ojek itu dan mereka meluncur menuju rumah Irwan. Sepanjang perjalanan Amat memperhatikan kehidupan malam kota yang begitu hidup seakan-akan masih siang. Para muda-mudi masih berkeliaran mencari kesenangan. Orang-orang masih sibuk mencari nafkah. Semakin dekat dengan terminal itu, semakin terasa kumuh dan kotornya perkotaan. Kemudian, tukang ojek itu menghentikan motornya di sebuah terminal kecil. Walaup
Kemudian, Amat segera masuk ke ruangan Kamal. Terlihat kamal sudah tertidur di kasurnya. Setelah itu, Amat menghidupkan tv sambil duduk bersila menonton berita. Berita hari ini didominasi oleh berita tentang tewasnya Badarrudin dan perkelahian antarkelompok preman. Namun, berita itu tidak membuat Amat tertarik dan akhirnya dia memutuskan untuk tidur. Tak lupa, sebelum tidur dia mematikan tv itu dan merapikan barang bawaannya untuk pulang esok. Keheningan malam membawa dingin yang begitu menusuk. Secara samar-samar dia mendengar seperti banyak orang yang melewati ruangannya. Dan kemudian, beberapa orang masuk sehingga membangunkannya. Terlihat beberapa perawat sedang membawa pasien ke ruangan itu. Namun, dia tak mau ambil pusing dan kembali melanjutkan tidurnya. Suara-suara itu perlahan menghilang dan hanya meninggalkan keheningan malam yang tak berkesudahan. Pagi yang cerah telah tiba, Amat segera bangun dari tidurnya. Dia melirik kearah
Setelah itu, Amat dan Kamal berpamitan untuk segera masuk ke dalam taksi. Taksi yang sudah penuh segera berangkat meninggalkan terminal itu. Irwan dan teman-temannya hanya bisa melambaikan tangan mereka untuk mengantarkan kepergian Amat dan kamal. Setelah hampir tujuh jam perjalanan, suasana desa yang asri mulai terlihat. Gunung yang hijau dan rimbunya pepohonan menyambut mereka di kiri dan kanan jalan. Suasana tenang seperti ini yang selalu Amat rindukan. Kamal yang berada disebelahnya bertanya, "Kita sudah sampai mana?" Sambil menggosok-gosok matanya. Amat tak langsung menjawabnya. Dia melihat kearah luar dan berkata "Kita sudah sampai Huwai!." "Hah! Berarti kita Kelewatan!" sahut Kamal panik. "Siapa suruh tidur terus!?" jawab Amat sambil tertawa. Kamal langsung membuka matanya lebar-lebar dan mulai memperhatikan sekitarnya. "Huwaian!" teriaknya kesal. Amat hanya tertawa diiringi oleh penumpang lain yan
Waktu tidak terasa cepat berlalu. Sekarang sudah seminggu sejak hari itu. Mereka juga sudah mendapat izin untuk menggunakan ruko itu dari pemiliknya. Mereka juga sudah beberapa kali menggunakan tempat itu sebagai tempat latihan dan sekaligus sebagai markas. Terminal tempat mereka kerja juga semakin ramai. Sejak kejadian itu, banyak dari kelompok preman yang menaruh hormat kepada mereka. Dan dengan demikian tempat yang mereka kelola juga semakin aman. Keamanan yang mereka berikan ini membuat pedagang dan pembeli merasa terlidungi.Malam itu seperti biasa, mereka duduk santai di dalam markas. Beberapa dari mereka sedang ada di luar mengawasi hilir mudik orang-orang yang lewat."Mana Bang Amat?" tanya Irwan yang baru datang."Mungkin di balkon atas, Bang!" jawab Adit."Iya terima kasih," sahut Irwan yang langsung menuju ke dalam."Ada apa, Ya?" tanya Radit."Enggak tau!" Adit mengangkat kedua bahunya.Radit juga berhenti se
Tak lama kemudian, istri Irwan datang dengan membawa beberapa plastik di tangannya. Dan kelihatannya dia baru selesai belanja di pasar."Permisi!" ucapnya melewati mereka yang sedang duduk."Iya silahkan, Mba!" jawab mereka.Setelah meletakkan barang bawaannya di dapur, istri Irwan kembali keluar menemui Irwan."Ada apa?" tanya Irwan sambil memperhatikan istrinya yang mendekatinya."Di pasar seberang Ikan tidak ada dan hanya ada Ayam, itupun mahal." Istri memberitahu Irwan."Ya sudah nanti aku Radit buat beli," jawab Irwan."Tidak usah Wan, Ini ada ayam!" Amat berkata sambil menunjuk kantongan plastik di sampingnya."Abang beli ayam?" tanya Radit kaget."Iya!" jawab Amat singkat."Aku kira tadi itu pakaian, Bang!" sahut Radit sambil sedikit tertawa.Mendengar itu, Irwan langsung menatap Radit. Radit yang melihat tatapan Irwan langsung terdiam seketika.Irwan berbicara kepada Amat. "Bene
Sesampainya di rumah Irwan, Amat melihat teman-teman sedang duduk di dalam. Kemudian, Amat masuk dan langsung duduk diantara mereka."Ini ada beberapa kue buat mengganjal perut."Amat berkata sambil tersenyum dan menaruh sebuah kantongan plastik di depan mereka."Terima kasih Bang," jawab Agung dengan senyumnya.Kemudian, satu persatu dari mereka mengambil kue itu dan mulai memakannya."Beli di depan, Bang?" tanya Broto sambil memakan kuenya."Iya," jawab Amat singkat."Ditempat Pakde ya, Bang?" Radit bertanya."Aku tidak tahu." Amat menggelengkan kepalanya."Ya iya lah pasti! Siapa lagi yang jualan kue di depan selain Pakde?" Jamal menyahut pertanyaan Radit."Iya juga sih," jawab Radit sambil tersenyum.Tak lama kemudian, Adit datang dari dapur dengan membawa seteko kopi dan beberapa gelas."Pas banget nih!" Jamal berkata sambil tersenyum.Adit meletakkan teko kopi dan cangkir itu di hadapan
Malam yang semakin larut kini telah berganti dengan pagi. Cahaya matahari mulai bersinar dari upuk timur. Cahaya itu membawa kehangatan dan harapan bagi orang-orang untuk memulai pekerjaannya. Krek.... Amat terbangun saat istri Irwan membuka pintu kamarnya. Istri Irwan hanya tersenyum dan mengangguk saat melihat Amat yang sedang mengosok-gosok matanya. Setelah itu, Istri Irwan keluar setelah mengambil sesuatu dilemarinya. Amat yang terbangun segera duduk dan menyandarkan dirinya di tembok. Kemudian, Dia mengalihkan pandangannya kearah teman-temannya yang masih tertidur pulas. Dia hanya tersenyum tipis melihat teman-temannya yang masih tertidur pulas itu. Setelah itu, dia berdiri dan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya.Setelah selesai mencuci muka, Amat berjalan keluar menuju pintu. Krek.... Dia membuka pintu dan menutupnya kembali. Dia menyusuri gang kecil itu untuk menuju terminal. Dia melihat keadaan terminal yang sudah bersih dan rapi. Walaupun
Tok, tok, tok! "Mba! Mba Yulita!" Jamal mengetuk rumah Irwan. "Iya sebentar," jawab istri Irwan. "Krek.... "Bang! Abang kenapa?" ucap Yulita saat melihat suaminya yang terkulai lemas. Tak sengaja air matanya berjatuhan melihat kondisi suaminya itu. "Aa.. aku tidak apa-apa!" jawab Irwan sambil tersenyum dan menahan sakitnya. "Lebih baik kita bawa masuk dulu, Mba!" ucap Amat. "Ayo, ayo masuk!" Yulita membuka lebar pintu rumahnya. "Langsung bawa masuk ke kamar saja!" pinta Yulita sambil menyapu air matanya. Mereka yang mendengar itu segera membawa Irwan ke kamarnya. Di kamar itu Anak Irwan yang bernama Andi sedang tidur. Kemudian, dia terbangun karena mendengar suara dari teman-teman ayahnya itu. "Ayah!" ucap anaknya terkejut. "Ayah kenapa?" Anaknya bertanya lagi sambil mengosok-gosok matanya. "Ayah tidak apa-apa!" Irwan menenangkan anaknya. "Ayah jangan bohong
"I-itu mereka, Bang!" ucap Adit sambil ketakutan."Halo, Bang Irwan! Masih Ingat dengan ku?" ledek Sahri.Ckckck! "Mana mungkin aku lupa dengan orang yang pernah bersujud minta ampun dihadapanku!" ejek Irwan.Wajah Sahril seketika memerah karena marah."Itu dulu! Sekarang kamulah yang akan sujud dihadapanku, Irwan!""Dulu atau sekarang, itu sama saja!" balas Irwan.Cuih! "Irwan, coba lihat sekelilingmu!" Sahril merentangkan kedua tangannya.Terlihat ada sekitar dua puluh lebih orang disekitarnya.Ckckck! Huuh.... "Buat apa kamu bawa gerombolan srigala untuk menyerang Singa? Kamu sudah tahu hasilnya, Kan?" balas Irwan sambil tertawa."Hah! Singa? Apakah aku tidak salah dengar? Kalian hanya segerombolan domba yang akan menjadi mangsa kami," ledek Sahril."Hahaha!" Anak buah Sahril tertawa.Amat yang melihat itu hanya mengeleng-gelengkan kepalanya."Singkat saja! Apa yang kalian mau?" tanya Irwan dengan
Tok, tok! "Sayang, bukain!" Irwan memanggil Istrinya." Iya, Bang!" jawab Istrinya dari balik pintu.Kreek.... Istrinya membukakan pintu dan segera menpersilahkan mereka masuk.Setelah mereka masuk, Irwan meminta Istrinya untuk membuatkan mereka kopi."Yang, kopinya ya!" pinta Irwan."Iya!" jawab Istrinya singkat.Kemudian, Irwan memulai pembicaraan dengan menceritakan dan menjelaskan secara rinci tujuannya meminta Amat untuk datang ke sini."Jadi begini, dalam beberapa hari ini sudah ada beberapa preman yang mengintai tempat kekuasaan kami."Beberapa dari mereka itu ada yang tidak hanya mengintai, tetapi sudah berani mengintimidasi pedagang di sini untuk pindah ke tempat mereka. Bahkan ada salah satu dari mereka yang memancing emosi Broto hingga terjadi perkelahian. Dalam perkelahian itu Broto memang menang, tetapi preman itu mengancam akan membawa kelompoknya untuk menyerang balik ke sini. Dan sete
Setelah itu, Amat segera mencari ojek untuk menuju rumah Irwan. Diperjalanan Amat terus memperhatikan tempat-tempat yang dia lewati. Dan benar saja keamanan setiap tempat di kota tampaknya telah diperketat dari biasanya. Terlihat di setiap tempat itu beberapa pasang mata selalu mengawasi gerak-gerik orang-orang yang melewati kawasan kekuasaan mereka. Dari cara mereka memandang seperti menaruh kecurigaan kepada setiap orang-orang yang lewat itu. Amat yang melihat itu hanya bisa menghembuskan napasnya dengan berat. Huu....Setelah sampai di sana dan membayar ongkos ojeknya, Amat tidak langsung ke rumah Irwan. Akan tetapi, dia terlebih dahulu singgah di sebuah warung untuk mengisi perutnya."Nasi goreng pedas satu, Mas? pinta Amat."Makan di sini?" tanya penjual nasi goreng."Iya!" jawab Amat singkat."Minumnya apa, Mas? tanya istri penjual nasi goreng itu. "Air putih hangat saja, Mba!" jawab Amat.Sembari menunggu p
Setibanya di kebun, Amat langsung memanggil kamal."Mal!" teriak Amat sambil melambaikan tangannya.Kamal menoleh dan segera menghampiri sahabatnya itu."Mau kemana kamu, Mat?" Kamal menatap pakaian Amat."Aku mau ke kota, Mal!" jawab Amat tersenyum."Ke kota?" Kamal tampak heran."Iya! Ke kota!" balas Andi serius.Huu.... Kamal menghembuskanya."Kamu yakin, Mat?" Kamal sedikit khawatir."Iya! Aku sudah yakin!" sahut Amat mantap."Kamu kan tahu! Bagaimana kehidupan di kota?" Kamal sedikit menahan Amat untuk pergi."Iya, aku tahu! Tetapi ini sudah menjadi keputusanku," jawab Amat dengan yakin."Memangnya kamu mau ngapain ke kota?" tanya Kamal kembali."Aku mau kerja di sana, Mal!" jawab Amat singkat."Kerja apa? Di sini kan juga kerja!" Kamal bertanya dengan serius."Jaga toko!" jawab Amat sembarangan."Iya, tapikan kerjanya beda dan aku mau cari pengalaman baru disana!" je