Share

BAB 2

Harry seorang suami yang sangat sabar menghadapi kelakuan istrinya, berinisiatif agar David tidak mendengar dan melihat pertengkaran yang dimulai Yulianna. Dia tidak mau melihat mental anaknya rusak karena istrinya yang suka memulai pertengkaran. Sang ayah lalu berbicara kepada David terlebih dahulu. 

"David masuk kamar. Nanti ayah panggil lagi," titah Harry sambil tersenyum tipis yang tampak dari wajahnya.  

David mengangguk. Berjalan ke kamar di antara rasa takut dan patuh kepada orang tuanya. 

Di dalam kamar, David masih bisa mendengar perkelahian orang tuanya dan dia merasa sangat terpukul. Ibunya selalu memaki sang ayah dengan segala hinaan dan makian tiada henti, seakan tidak menghormati ayahnya sama sekali. 

 "Apa ini! Cuma seratus ribu rupiah?" tanya Yulianna tidak percaya dengan nominal uang yang Harry berikan.  

"Aku hanya punya segitu, Yulianna,” ucap Harry pasrah. 

“Bohong!” suara Yulianna meninggi. Dia memeriksa seluruh saku di pakaian Harry dan tasnya. Dia tidak percaya dengan suaminya sendiri. 

“Kamu tahu sendiri, pekerjaanku hanya sebagai buruh bangunan. Aku hanya menerima gaji harian sebesar seratus tiga puluh ribu saja," ujar Harry.  

"Di sakumu hanya sisa lima belas ribu saja? Cih!” hina Yulianna setelah dia mendapatkan uang tiga puluh ribu dari tas yang dibawa oleh Harry. 

“Aku sudah membelikan makanan untuk anak kita, sisanya hanya lima belas ribu untuk ongkos aku pergi kerja besok," jelas Harry sambil memperlihatkan sebuah kantong plastik berisi makanan.  

"Seratus ribu sehari, kau kira cukup untuk kebutuhan sehari-hari, hah?" sungut Yulianna sangat kesal. Dia mengepalkan kedua tangannya dan melempar uang lima belas ribu itu ke wajah Harry. Sang istri kemudian mengambil paksa bungkusan makanan yang dipegang Harry dan membuangnya ke lantai.  

Harry yang merasa geram melihat tingkah sang istri, refleks mendaratkan tamparan ke pipi kiri Yulianna. 

"Kamu!" bentak Harry sangat kesal melihat perlakuan Yulianna yang dianggap sangat keterlaluan. Untuk pertama kalinya selama pernikahan, Harry bersikap kasar kepada sang istri. 

"Tampar! Ayo, tampar lagi!" ucap Yulianna menantang Harry sambil memegang pipinya yang perih karena tamparan sang suami.  

“Ma-maaf, aku khilaf, Yulianna,” ucap Harry menyesal.  

“Maaf? Kamu pikir dengan maaf, kita bisa kaya? Dengan maaf, kamu bisa membalikkan semua keadaan? Aku menyesal menikah dengan pria miskin sepertimu!” teriak Yulianna tambah menghina Harry. 

“Yulianna, jangan berbicara seperti itu. Aku mohon,” ujar Harry memohon ampun. Dia menyadari kesalahannya yang tidak terlalu berpendidikan sehingga dia hanya bisa menjadi buruh bangunan saja. 

“Brengsek! Pria tidak berguna. Pria miskin. Seratus ribu yang kamu berikan itu kurang, bahkan tidak cukup untukku,” ucap Yulianna makin menghina Harry. 

"Cukup! Kau bilang seratus ribu kurang? Tiap hari aku pulang hanya dengan nasi dan sepotong, dua potong tempe, atau tahu dengan uang belanja seratus ribu,” sungutnya. Emosi Harry seketika naik. Dia mulai kehabisan kesabaran menghadapi istrinya itu.  

“Bahkan, sekarang kamu melempar makanan yang akan kuberikan untuk anak kita, aku bahkan berpura-pura tidak tahu mengenai perbuatanmu yang selalu bersenang-senang dengan teman-temanmu itu. Hah!" bentak Harry penuh marah.  

"Jadi, begitu?" tanya Yulianna sambil berkacak pinggang. 

"Aku malu dengan semua temanku, hidup mereka enak tanpa kekurangan apa pun. Pakaian mereka bagus, bisa makan di mana pun, bahkan makanan mewah. Aku mau semua itu! Aku benci jadi orang miskin! Aku benci saat aku malu bertemu temanku dan mereka menanyakan pekerjaan suamiku! Aku malu menjadi istrimu!” ucap Yulianna meluapkan segala rasa malunya selama ini. 

“Dari mana kamu tahu bahwa mereka hidup dengan enak seperti itu?” tanya Harry. 

“Aku melihat semua itu di status ponsel mereka. Mereka sangat bahagia dengan keluarga mereka, tidak sepertiku. Lusuh dan kumuh,” ucap Yulianna. Tanpa sadar menitikkan air matanya. 

Di dalam hati, dia sangat menyesal menikah dengan Harry yang saat itu menikahinya atas dasar cinta saja, bukan atas dasar materi. Dia terlalu lugu menomorsatukan cinta di atas segalanya. Saat realitas di depan mata, cinta bukanlah sesuatu yang bisa membahagiakannya, terutama tanpa materi. 

“Apakah karena semua itu sampai kamu tega menelantarkan anak kita sendiri?" tanya Harry pelan. Dia sudah meredakan emosinya terhadap Yulianna. Harry merasa bersalah tidak bisa memberikan materi yang cukup untuk istrinya.

Janjinya saat pernikahan untuk membahagiakan sang istri selamanya menjadi omong kosong belaka. 

"Berisik! Aku ingin kita cerai!" teriak Yulianna sekuat tenaga. Dia mengepal lurus kedua tangannya di samping. Yulianna lalu masuk ke dalam kamar dan keluar membawa sebuah koper besar. Dengan isak tangis, Yulianna meninggalkan rumah itu, sementara Harry hanya bisa terdiam menunduk membiarkan Yulianna pergi begitu saja.  

Suara pintu dibanting begitu keras oleh Yulianna.  Harry menangkupkan kedua tangan di wajahnya. Dia mengusap-usap rambut, kemudian memukul dinding. Merasa kesal karena Yulianna yang keras kepala selalu mementingkan dirinya sendiri. Seringkali Yulianna bepergian setelah ribut dengan dirinya dan lalu kembali lagi kerumah setelah beberapa hari. Harry tak kuasa menahan kepergian sang istri.  

Suara pintu terbuka, terlihat David keluar dari kamarnya. Dia mengambil kantong kresek yang sedikit robek, terlantar di lantai. David melihat kantung itu dengan nasi yang berhamburan. Anak kecil itu memang mendengar semua pertengkaran orang tuanya, tetapi dia tidak mengerti. 

"Ibu ke mana, Ayah? Mengapa tadi kalian bertengkar? Apa karena David, Yah?" lirih David dengan polos bertanya.  

Harry menatap putra tunggalnya dan memberikan senyuman. "Kamu sudah makan, Nak?" Mengalihkan pertanyaan David. 

"Sudah dan aku menyisakan untuk Ayah juga," jawab David.  

"Ayah mau mandi dahulu, kamu buang saja makanan itu, nanti ayah pergi belikan yang baru," balas Harry, mengelus kepala anaknya sambil berjalan ke belakang. Berencana mandi terlebih dahulu. 

"Lanjutkan belajarmu, Nak! Ayah akan menyusul mengawasimu setelah selesai membersihkan diri," sambung lelaki itu. 

"Iya, Ayah," jawab David penuh dengan semangat mendengar titah dari ayahnya. 

David menoleh dengan tatapan sedih ke arah makanan yang berserak di lantai. David tergerak untuk mendekati dan menyentuh makanan itu. Dirinya tahu kalau dia adalah orang yang susah makanya David merasa sangat mubazir makanan ini dibuang oleh ibunya karena makanan itu pasti sangat enak. 

“Sayang sekali. Mau David makan, tapi sudah kotor,” lirih anak itu.

***

Yulianna menggerutu di sepanjang jalan dengan kesal bercampur bahagia karena mulai besok, dia akan menjadi kaya raya. Belum lagi dengan sisa pembayaran yang akan dilunasi oleh Rita. 

"Besok cek itu akan aku cairkan, kali ini aku benar-benar akan meninggalkanmu Harry, bersama anak itu. Untung saja selama ini masih menyimpan uang yang kau berikan.” Yulianna berkata sendiri sambil menggeret koper dan tas berisi barang-barangnya. 

"Tentu saja itu adalah kewajibanmu sebagai suami memberi nafkah kepadaku dan terserah aku mau masak apa untuk kalian …." Sambung Yulianna. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status