Di dalam sebuah rumah kecil, terlihat dua orang wanita yang tengah duduk saling berhadapan satu sama lain. Satu orang wanita muda yang menggunakan pakaian lusuh dan satu orang lagi seorang wanita paruh baya dengan pakaian modis yang tergolong mahal. "Saya datang ke sini ingin memberitahukan bahwa paspor anak itu sudah selesai seminggu yang lalu," jelas Rita.Seorang wanita modis berumur empat puluh tiga tahun kepada seorang ibu muda berumur dua puluh dua tahun dengan pakaian lusuh. Wanita paruh baya dengan angkuh duduk di sebuah kursi usang, tengah melipat kedua tangan di depan dada. Dia berprofesi sebagai penghubung untuk Human Trafficking."Berkat berkas-berkas pendukung yang kau berikan kepadaku beberapa waktu lalu, mempermudah proses pembuatan paspornya," sambung Rita. "Dan, sekali lagi, untuk yang terakhir kalinya aku bertanya kepadamu, apakah kamu telah mempertimbangkan sekali lagi tawaran yang telah aku berikan?" tanyanya. "Saya yakin, Sist….” lirih Ibu muda dengan mata ber
Harry seorang suami yang sangat sabar menghadapi kelakuan istrinya, berinisiatif agar David tidak mendengar dan melihat pertengkaran yang dimulai Yulianna. Dia tidak mau melihat mental anaknya rusak karena istrinya yang suka memulai pertengkaran. Sang ayah lalu berbicara kepada David terlebih dahulu. "David masuk kamar. Nanti ayah panggil lagi," titah Harry sambil tersenyum tipis yang tampak dari wajahnya. David mengangguk. Berjalan ke kamar di antara rasa takut dan patuh kepada orang tuanya. Di dalam kamar, David masih bisa mendengar perkelahian orang tuanya dan dia merasa sangat terpukul. Ibunya selalu memaki sang ayah dengan segala hinaan dan makian tiada henti, seakan tidak menghormati ayahnya sama sekali. "Apa ini! Cuma seratus ribu rupiah?" tanya Yulianna tidak percaya dengan nominal uang yang Harry berikan. "Aku hanya punya segitu, Yulianna,” ucap Harry pasrah. “Bohong!” suara Yulianna meninggi. Dia memeriksa seluruh saku di pakaian Harry dan tasnya. Dia tidak percaya d
"Tetapi malam ini aku harus menginap di mana?" Mengingat dia sering kena marah orang tuanya jika bermalam di sana, apalagi dengan situasi seperti ini.Yulianna teringat sesuatu. Dia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi seseorang yang bisa dimintai tolong. Semua orang termasuk temannya dihubungi agar dia bisa menginap malam ini di salah satu tempat temannya. Akan tetapi, semua temannya tidak ada yang bisa membantu. Alasan demi alasan ada saja dari ucapan teman-teman yang dihubungi Yulianna. "Maaf, Yulianna, kau tahu sendiri rumahku tidak memiliki kamar kosong untuk kamu tempati," ucap teman Yulianna di telepon. "Ayolah, Rika, kan, aku bisa tidur di kamar berdua denganmu." Yulianna merengek kepada temannya yang bernama Lesti."Apa kau sudah gila! Suami dan Anakku mau bagaimana? Apalagi Hendra, anakku masih bayi dan harus diawasi. Tidak, tidak, kau cari penginapan saja!" Lesti menutup percakapan secara tiba-tiba. "Dasar! Semuanya sama saja, susah sekali dimintai tolong. Apa salahnya
Pandangan Yulianna menyapu sesisi ruangan kamar hotel yang sangat luas itu, sangat luas karena semua perabotan yang lengkap di kamar Exclusive VVIP. Namun, lagi-lagi, ada sosok bayangan yang Yulianna lihat. “Jangan main-main! Siapa di sana?” tanya Yulianna setengah memekik. Sementara itu, Harry merasa terpuruk atas kepergian istrinya. Termenung di dalam kamarnya. Merasa suntuk, dia pun keluar dan berniat menemui David. "Sampai kapan kamu terus begini?" lirih Harry merasa sedih mengingat Yulianna. Harry berjalan sembari mengeringkan rambutnya dengan sehelai handuk kecil. Dia melihat meja makan hanya bersisa tempe dengan potongan kecil. Dirinya hanya dapat menghela napas atas tingkah laku istrinya. Rasa heran selalu muncul acap kali melihat putranya harus makan dengan lauk yang tak layak dengan uang seratus ribu yang setiap hari dia berikan. Seorang ayah yang memandangi anaknya selalu tidak pernah mengeluh, walaupun terkadang sedikit cengeng. Harry hanya bisa tersenyum kecil ketika m
"Apa kamu David?" tanya Rita meletakkan jari telunjuk di bawah bibirnya. "Umm ... iya, Tante," jawab David. Dengan tangan masih bergelantungan di gagang pintu. "Ikut tante, yuk! Mama kamu menyuruh tante untuk menjemputmu,” ajak Rita. David merasa kebingungan saat ada wanita yang tak dikenal, mengajaknya. "Ayah bagaimana? Tadi Ayah keluar katanya mau membelikan aku makanan, Tante,” tanya David.“Mungkinkah pria yang dia temui sebelumnya adalah yah dari anak ini?” pikir Rita dalam batin bertanya."Oh, gitu. Ayah juga ada bersama Ibu kamu, kebetulan tadi Ayahmu ketika di jalan bertemu sama tante dan Ibumu, dan Tante disuruh menjemputmu karena mereka lagi membicarakan sesuatu dan tidak bisa diganggu." Rita berbicara dengan tenang agar ucapan bohongnya tidak ketahuan. Perlahan dia memegang lembut tangan David. "Gitu, ya." David mengetuk bibirnya dengan jari telunjuk. "Mau ikut, nggak? Nanti makanannya habis, loh," rayu Rita kepada David. "Iiih, nggak mau. Tunggu David sebentar, Tant
Senyum kecut tampak dari kedua pria itu, salah satu dari mereka mengangkat tubuh Yulianna dan melemparkannya ke atas ranjang. "Diam! Kami akan mengajakmu bersenang-senang dan kemudian membuatmu tertidur untuk selamanya," ujarnya tertawa dengan nada yang menakutkan. Benar dugaan Yulianna, mereka mempunyai niat yang buruk. Yulianna mendengar perkataan itu pun langsung mendapati dirinya ketakutan yang sangat getir. Bibirnya gemetar dan kini dia di antara penyesalan telah berhubungan dengan Rita. Dia tahu, mereka adalah orang suruhan Rita sebab pernah melihatnya."Kumohon jangan bunuh aku! Apa pun silakan kalian lakukan, tapi jangan bunuh aku," lirih Yulianna dengan suara hampir yang tak bisa terdengar.Hon mengabaikan permohonan itu. Dirinya yang sudah tidak sabar langsung melepas bathrobe dari tubuh Yulianna dan membuangnya ke lantai. Kini yang terlihat hanya tubuh polos Yulianna di hadapan Hon dan rekannya, membuat mereka dipenuhi hawa nafsu yang meningkat.Yulianna tak sempat membero
Dengan sigap, Hon menekan kedua tangan Yulianna. "Ternyata kau sudah sadar kembali,” ucap Hon.Wanita itu yang mengingat dirinya telah dilecehkan, hanya bisa pasrah dan kenapa dirinya masih hidup dan mendapatkan pelecehan sampai saat ini. Yulianna menyadari bahwa tempat kali ini juga berbeda dan bukan di kamar hotel. Melawan pun dirinya tak ada guna karena kalah tenaga.Yulianna hanya bisa menahan tangis. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Guncangan hebat wanita itu rasakan. Saat menoleh ke arah kiri, tanpa sengaja Yulianna melihat sebuah pisau cutter dan beberapa alat tulis di atas meja. Perlahan, tangan terjulur untuk mengambil benda itu tanpa diketahui oleh Hon. Yulianna meraih sebuah cutter.Tentu saja lelaki itu tak sadar karena dia terlena akan kenikmatan dunia. Merasakan sudah waktu yang tepat, dengan gerakan cepat, Yulianna menancapkan pisau itu ke arah Hon.“Matilah kau!” Yulianna menekan kuat dan dalam benda berujung runcing itu. “Argghhh.” Hon berteriak menahan kesakita
Merasa khawatir dengan keadaan Yulianna, dirinya menghampiri sang istri dan bertanya di mana diri David berada. "Apa yang telah terjadi? Kenapa dirimu kotor begini dan pakaianmu robek, ceritakan! Dan di mana David berada?" Harry bertanya secara terus-menerus kepada diri Yulianna. "Maafkan aku yang kotor dan hina ini, Suamiku .…" Hanya tangisan yang terdengar dari mulut Yulianna, dia secara terus menerus mengumpat diri sendiri dan meminta maaf karena selama ini dirinya sangat kejam kepada Harry dan David. “Dasar anak kurang ajar, beraninya kamu pulang setelah apa yang kamu perbuat?” Yansen membentak Yulianna, seketika amarahnya meledak.“Ayah, cukup. Lebih baik kita tanyakan kepadanya langsung di mana posisi David berada,” cegah Harry.Yansen hanya berpaling, wajahnya tidak sanggup melihat anak kandungnya sendiri yang sudah sangat keterlaluan baginya.Harry memeluk tubuh istrinya dan menutupi tubuh Yulianna dengan jaket miliknya, bertujuan agar dapat menenangkan hati dan perasaan sed