"Pelan-pelan, Kak," sambungnya spontan hendak memegang tangan David yang sangat telaten merawat luka di wajahnya."Ya … ini udah pelan, kok, bagaimana bisa kamu mendapatkan luka sebanyak dan separah ini?" David menjawab dan kemudian bertanya kepada Jessica."Aku tadi terjatuh ketika mau berangkat ke sekolah," jawab Jessica tertunduk dan menggigit bibirnya sedikit. "Jadi … kamu tadi terjatuh ketika hendak pergi ke sekolah? Benarkah?" tanya David kembali. "Aku lari terburu-buru, tidak memperhatikan jalan dan tersandung." Bibir Jessica gemetar karena gugup. "Begitukah?" David sangat memahami luka jatuh tidak akan separah ini. Jessica membisu dipenuhi rasa bersalah karena sudah membohongi David. David sudah tau bahwa Jessica menutupi kejadian sebenarnya, tetapi dia bersikap tenang seperti biasanya. Salah satu watak David adalah terbiasa selalu tenang dalam keadaan genting apa pun. Pengalaman yang mengajarkannya untuk bisa mengontrol pikiran dan emosinya. "Lebih parah dari tertabrak
Tujuan hidup David sudah ditentukan dengan melindungi orang sekitarnya, bukan membunuh manusia tak bersalah, seperti masa lalu kehidupan yang pernah dia jalani. Setelah menghubungi Victor beralasan ingin mengurus sesuatu hal yang penting dan meminta maaf karena menggunakan kurir untuk mengirim selai pesanan. David berencana pergi ke sekolah mengambil barang milik Jessica yang sempat tertinggal, kemudian memberi perhitungan. David berjalan dengan penuh marah, mengotak-atik ponsel menghubungi seseorang untuk mencari informasi tentang Kevin ataupun Lisa. "Siapa lagi kalau bukan Adi, pasti dia tahu sesuatu tentang mereka." David menggerutu, mengepalkan tangannya geram. Pembicaran yang singkat antara David dan Adi melalui telepon. Setelah mengetahui informasi, David pergi menemui Kevin, sedangkan Adi yang belum tahu permasalahannya, kembali ke sekolah mengambil barang pribadi milik Jessica, atas permohonan David. Tiba di sebuah base camp 'tempat berkumpul Kevin and genks ketika bolos m
Gerakan David yang lincah dapat menghindari pukulan lalu menggerakkan tangan dengan cepat meraih belakang kepala Paul dan menghantam wajah pemuda itu ke lantai. Dalam sekali dorongan, Paul tergeletak dan pingsan seketika. "Sialan!" Larry berteriak. "Ayo, kali ini kita jangan sampai kalah lagi! Maju semua!" sambungnya dalam kemarahan dan tidak mau menerima penghinaan dari David. David yang dipenuhi marah tidak lagi memperdulikan hal lain dan menghantam mereka satu per satu sampai benar-benar terluka. Tiba giliran Larry, mendaratkan kayu mengarah ke David. Bukannya mundur, David malah maju selangkah dan berhasil menghindarinya, kemudian dengan satu entakkan memukul tangan Larry mengakibatkan senjata terlepas. David hendak melancarkan pukulan, tetapi Kevin ingin menyerangnya dari belakang, justru hal tersebut disadari oleh David. Memutar badan sambil menendang wajah Larry dan bergerak ke samping, dia berhasil menghindari serangan Kevin.Menangkap pergelangan tangan Kevin, kemudian d
Di dalam sebuah rumah kecil, terlihat dua orang wanita yang tengah duduk saling berhadapan satu sama lain. Satu orang wanita muda yang menggunakan pakaian lusuh dan satu orang lagi seorang wanita paruh baya dengan pakaian modis yang tergolong mahal. "Saya datang ke sini ingin memberitahukan bahwa paspor anak itu sudah selesai seminggu yang lalu," jelas Rita.Seorang wanita modis berumur empat puluh tiga tahun kepada seorang ibu muda berumur dua puluh dua tahun dengan pakaian lusuh. Wanita paruh baya dengan angkuh duduk di sebuah kursi usang, tengah melipat kedua tangan di depan dada. Dia berprofesi sebagai penghubung untuk Human Trafficking."Berkat berkas-berkas pendukung yang kau berikan kepadaku beberapa waktu lalu, mempermudah proses pembuatan paspornya," sambung Rita. "Dan, sekali lagi, untuk yang terakhir kalinya aku bertanya kepadamu, apakah kamu telah mempertimbangkan sekali lagi tawaran yang telah aku berikan?" tanyanya. "Saya yakin, Sist….” lirih Ibu muda dengan mata ber
Harry seorang suami yang sangat sabar menghadapi kelakuan istrinya, berinisiatif agar David tidak mendengar dan melihat pertengkaran yang dimulai Yulianna. Dia tidak mau melihat mental anaknya rusak karena istrinya yang suka memulai pertengkaran. Sang ayah lalu berbicara kepada David terlebih dahulu. "David masuk kamar. Nanti ayah panggil lagi," titah Harry sambil tersenyum tipis yang tampak dari wajahnya. David mengangguk. Berjalan ke kamar di antara rasa takut dan patuh kepada orang tuanya. Di dalam kamar, David masih bisa mendengar perkelahian orang tuanya dan dia merasa sangat terpukul. Ibunya selalu memaki sang ayah dengan segala hinaan dan makian tiada henti, seakan tidak menghormati ayahnya sama sekali. "Apa ini! Cuma seratus ribu rupiah?" tanya Yulianna tidak percaya dengan nominal uang yang Harry berikan. "Aku hanya punya segitu, Yulianna,” ucap Harry pasrah. “Bohong!” suara Yulianna meninggi. Dia memeriksa seluruh saku di pakaian Harry dan tasnya. Dia tidak percaya d
"Tetapi malam ini aku harus menginap di mana?" Mengingat dia sering kena marah orang tuanya jika bermalam di sana, apalagi dengan situasi seperti ini.Yulianna teringat sesuatu. Dia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi seseorang yang bisa dimintai tolong. Semua orang termasuk temannya dihubungi agar dia bisa menginap malam ini di salah satu tempat temannya. Akan tetapi, semua temannya tidak ada yang bisa membantu. Alasan demi alasan ada saja dari ucapan teman-teman yang dihubungi Yulianna. "Maaf, Yulianna, kau tahu sendiri rumahku tidak memiliki kamar kosong untuk kamu tempati," ucap teman Yulianna di telepon. "Ayolah, Rika, kan, aku bisa tidur di kamar berdua denganmu." Yulianna merengek kepada temannya yang bernama Lesti."Apa kau sudah gila! Suami dan Anakku mau bagaimana? Apalagi Hendra, anakku masih bayi dan harus diawasi. Tidak, tidak, kau cari penginapan saja!" Lesti menutup percakapan secara tiba-tiba. "Dasar! Semuanya sama saja, susah sekali dimintai tolong. Apa salahnya
Pandangan Yulianna menyapu sesisi ruangan kamar hotel yang sangat luas itu, sangat luas karena semua perabotan yang lengkap di kamar Exclusive VVIP. Namun, lagi-lagi, ada sosok bayangan yang Yulianna lihat. “Jangan main-main! Siapa di sana?” tanya Yulianna setengah memekik. Sementara itu, Harry merasa terpuruk atas kepergian istrinya. Termenung di dalam kamarnya. Merasa suntuk, dia pun keluar dan berniat menemui David. "Sampai kapan kamu terus begini?" lirih Harry merasa sedih mengingat Yulianna. Harry berjalan sembari mengeringkan rambutnya dengan sehelai handuk kecil. Dia melihat meja makan hanya bersisa tempe dengan potongan kecil. Dirinya hanya dapat menghela napas atas tingkah laku istrinya. Rasa heran selalu muncul acap kali melihat putranya harus makan dengan lauk yang tak layak dengan uang seratus ribu yang setiap hari dia berikan. Seorang ayah yang memandangi anaknya selalu tidak pernah mengeluh, walaupun terkadang sedikit cengeng. Harry hanya bisa tersenyum kecil ketika m
"Apa kamu David?" tanya Rita meletakkan jari telunjuk di bawah bibirnya. "Umm ... iya, Tante," jawab David. Dengan tangan masih bergelantungan di gagang pintu. "Ikut tante, yuk! Mama kamu menyuruh tante untuk menjemputmu,” ajak Rita. David merasa kebingungan saat ada wanita yang tak dikenal, mengajaknya. "Ayah bagaimana? Tadi Ayah keluar katanya mau membelikan aku makanan, Tante,” tanya David.“Mungkinkah pria yang dia temui sebelumnya adalah yah dari anak ini?” pikir Rita dalam batin bertanya."Oh, gitu. Ayah juga ada bersama Ibu kamu, kebetulan tadi Ayahmu ketika di jalan bertemu sama tante dan Ibumu, dan Tante disuruh menjemputmu karena mereka lagi membicarakan sesuatu dan tidak bisa diganggu." Rita berbicara dengan tenang agar ucapan bohongnya tidak ketahuan. Perlahan dia memegang lembut tangan David. "Gitu, ya." David mengetuk bibirnya dengan jari telunjuk. "Mau ikut, nggak? Nanti makanannya habis, loh," rayu Rita kepada David. "Iiih, nggak mau. Tunggu David sebentar, Tant