"Apa kamu David?" tanya Rita meletakkan jari telunjuk di bawah bibirnya.
"Umm ... iya, Tante," jawab David. Dengan tangan masih bergelantungan di gagang pintu. "Ikut tante, yuk! Mama kamu menyuruh tante untuk menjemputmu,” ajak Rita. David merasa kebingungan saat ada wanita yang tak dikenal, mengajaknya. "Ayah bagaimana? Tadi Ayah keluar katanya mau membelikan aku makanan, Tante,” tanya David.“Mungkinkah pria yang dia temui sebelumnya adalah yah dari anak ini?” pikir Rita dalam batin bertanya."Oh, gitu. Ayah juga ada bersama Ibu kamu, kebetulan tadi Ayahmu ketika di jalan bertemu sama tante dan Ibumu, dan Tante disuruh menjemputmu karena mereka lagi membicarakan sesuatu dan tidak bisa diganggu." Rita berbicara dengan tenang agar ucapan bohongnya tidak ketahuan. Perlahan dia memegang lembut tangan David. "Gitu, ya." David mengetuk bibirnya dengan jari telunjuk. "Mau ikut, nggak? Nanti makanannya habis, loh," rayu Rita kepada David. "Iiih, nggak mau. Tunggu David sebentar, Tante! David mau membereskan buku dulu,” rengek David karena ia begitu polos. "Udah, nggak usah, nanti Ayah dan Ibumu terlalu lama menunggunya,” tegas Rita. Menarik tangan David. "Iya, deh, Tante." Tanpa kecurigaan David hanya menuruti apa kata Rita. Lalu menutup pintu rumahnya mengikuti Rita berjalan. Lalu Rita segera menggenggam tangan anak tersebut. Sampai akhirnya di dalam taksi, David asyik menatap jalanan dari luar jendela. Hal itu pun dimanfaatkan Rita untuk membius David dengan sebuah sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Hingga akhirnya, David tak sadarkan diri. Harry baru saja kembali setelah dirinya sudah membeli makanan untuk anaknya. Namun, melihat bahwa David tidak ada lagi di dalam rumah. Hanya menyisakan buku yang masih berhamburan di lantai. "David, David!” teriak Harry. "Anak ayah ke mana? Jangan main petak umpet malam-malam begini.” Harry masih berteriak sambil mencari anaknya. "David ….?" Harry mulai panik. "Nak jangan bersembunyi seperti itu, cepatlah!” serunya mulai dengan nada cemas. Harry yang mencari David di sekitar rumah tidak menemukan hasil. Dirinya panik dan putus asa. Dan, ketika sampai di gang rumahnya, seseorang memanggilnya dengan keras. "Pak Harry kenapa teriak-teriak?" tanya seorang Ibu yang merupakan tetangganya sendiri kebetulan melintas melewatinya. "Saya mencari David, Bu,” jawab Harry. "Loh, tadi saya lihat dia berjalan sama seorang perempuan dan naik taksi.” Jawaban Ibu tersebut, mengejutkan Harry. "Perempuan?" tanya lelaki itu. "Iya, dari jauh saya melihat seperti David dan seorang wanita, saya pikir itu Yulianna," jawabnya. “Mungkinkah itu Yulianna?” Batin Harry bertanya. "Terima kasih, Bu .…" Harry bergegas meninggalkan tetangganya setelah mengucapkan terima kasih lalu melanjutkan pencarian. Kemudian, merogoh saku mengambil ponsel jadul dan segera menghubungi Yulianna, istrinya. ***Saat ini, di dalam salah satu kamar hotel yang mewah, Yulianna dirundung ketakutan sebab ada sebuah bayangan yang menyelinap masuk ke kamarnya. Bayangan itu pun sering kali muncul, hilang, begitu seterusnya. Merasa mungkin Yulianna salah melihat dan hanya pikirannya saja, dia pun mengusir ketakutan itu dan memutuskan untuk menonton TV saja sambil menikmati semua makanan yang terdapat di kulkas serta beberapa bir. Tengah asyik menonton, ponselnya berdering, mengetahui bahwa Harry suaminya menelepon, dia segera mengangkatnya. [Ya, kenapa kau menghubungiku?] tanya Yulianna. [Apa David bersamamu?] Harry balik bertanya dari seberang sana. [Tidak] jawab Yulianna singkat.[Aku dengar ada wanita yang membawanya barusan] ujar Harry. Pikirnya, Yulianna akan mengetahui. [Oh, mungkin dia yang mengambilnya] Yulianna terkesan santai, mengatakan kesalahannya. [Apa maksudmu, Yulianna?] Firasat Harry sudah tidak enak. [Aku menjualnya!] Yulianna langsung mengatakan. [Bicara apa kau? Bagaimana mungkin kau tega melakukan itu?] tanya Harry. Betapa terkejutnya mendengar pengakuan sang istri. [Aku membuat anak itu agar bermanfaat buat aku sebagai ibu yang sudah membesarkannya] Sudah melakukan hal buruk, Yulianna masih sempat bertekak dengan suaminya. [Kau sudah tidak waras, Yulianna!] Tentu saja Harry merasa kesal. Sudah tak tahu lagi di mana otak Yulianna, bisa melakukan hal sekejam itu. [Ke mana mereka membawa David, cepat katakan!] tekan Harry. [Mana aku tahu, kau cari saja sendiri!] Yulianna berkata ketus. Bola mata Yulianna berputar dan segera mengakhiri panggilan tersebut. Tanpa menjawab pertanyaan suaminya. "Lelaki bodoh, dasar tidak berguna!" Yulianna mengumpat Harry. Yulianna yang masih menggerutu, tanpa sadar ada yang sedang mengintainya. Melihat waktu sudah pas, kedua lelaki itu mendekat dan tiba-tiba sebuah tusukan jarum suntik menembus kulit leher Yulianna. Dirinya terkejut, dengan rasa sakit mencoba berbalik badan dan kini melihat dua orang berjas hitam terasa familier. "Sedang apa kalian dan kenapa bisa masuk seenaknya di kamarku?" tanya Yulianna sambil menahan rasa sakit. Memegang lehernya. Teringat ada bayangan tadi, mungkin dua lelaki inilah pelakunya. "Tenanglah, kami berdua hanya menjalankan tugas," jawab salah seorang berjas hitam tersebut. "Tugas?" Yulianna mengernyitkan alis. Merasa bingung. "Ya, tugasnya sederhana." Lelaki itu malah memberikan jawaban yang membuat Yulianna tambah bingung. “Katakan yang jelas apa maksud kalian!” sungut Yulianna. Urat lehernya sampai tertarik karena keluar emosinya. "Bersenang-senang denganmu, tentu saja," ucap mereka dengan lirikan meremehkan. Diiringi dengan senyum licik. "Apa maksud pembicaraan kalian?" Yulianna merasa tak paham. Dua lelaki itu berjalan mendekat, refleks Yulianna mundur ke belakang. Melihat tatapan mereka, Yulianna yakin mereka ada niat buruk. "Apa kalian sudah gila? Pergi sana! Kalau tidak, aku akan menghubungi polisi! ancamnya. Ketika hendak menghubungi polisi, dengan cepat salah satu pengawal itu meraih ponsel yang berada di tangan Yulianna dan membantingkannya ke lantai hingga hancur berantakan. Yulianna pun tersentak dan kemudian berlari menuju pintu untuk keluar menyelamatkan diri. Akan tetapi, salah satu pengawal dengan cepat menangkap tubuh Yulianna.Yulianna mencoba melawan dengan memberikan pukulan, tetapi ditangkis oleh pengawal itu. Pukulan Yulianna sangat lambat dan tidak bertenaga, jadi mudah saja bagi Hon menangkis serangan itu. "Lepaskan!" teriak Yulianna berusaha melepaskan pergelangan tangannya yang sudah berada di genggaman laki-laki bertubuh kekar itu. Melihat ada sebuah vas bunga, Yulianna pun meraih dan melemparkannya ke arah Hon memakai satu tangannya yang bebas. Namun, masih dengan mudah juga Hon mengelak. Hon kini meraih kedua tangan Yulianna dan digenggamnya erat-erat. Yulianna masih mencoba melancarkan aksi perlawanan dengan sebuah tendangan tepat ke selangkangan Hon. Hampir saja mengenai Hon karena lelaki itu refleks menghindar dan hanya mengenai pahanya. “Kau terus saja memberontak, ya!” umpat Hon. Merasa geram, Hon melayangkan sebuah tamparan hingga akhirnya Yulianna terjatuh. Sebuah tamparan keras yang telah mendarat di pipi Yulianna, kini membuat sebuah memar dan pendarahan di sudut bibirnya. Yulianna yang mengusap darah tersebut sambil menangis. Meringis bersedih dirinya meminta ampun karena tidak berdaya menghadapi dua pria berbadan kekar sedang mengintimidasi dirinya. "Aku mohon lepaskan aku, apa pun yang kalian inginkan, aku akan menurutinya," pinta Yulianna di antara ketakutan.Senyum kecut tampak dari kedua pria itu, salah satu dari mereka mengangkat tubuh Yulianna dan melemparkannya ke atas ranjang. "Diam! Kami akan mengajakmu bersenang-senang dan kemudian membuatmu tertidur untuk selamanya," ujarnya tertawa dengan nada yang menakutkan. Benar dugaan Yulianna, mereka mempunyai niat yang buruk. Yulianna mendengar perkataan itu pun langsung mendapati dirinya ketakutan yang sangat getir. Bibirnya gemetar dan kini dia di antara penyesalan telah berhubungan dengan Rita. Dia tahu, mereka adalah orang suruhan Rita sebab pernah melihatnya."Kumohon jangan bunuh aku! Apa pun silakan kalian lakukan, tapi jangan bunuh aku," lirih Yulianna dengan suara hampir yang tak bisa terdengar.Hon mengabaikan permohonan itu. Dirinya yang sudah tidak sabar langsung melepas bathrobe dari tubuh Yulianna dan membuangnya ke lantai. Kini yang terlihat hanya tubuh polos Yulianna di hadapan Hon dan rekannya, membuat mereka dipenuhi hawa nafsu yang meningkat.Yulianna tak sempat membero
Dengan sigap, Hon menekan kedua tangan Yulianna. "Ternyata kau sudah sadar kembali,” ucap Hon.Wanita itu yang mengingat dirinya telah dilecehkan, hanya bisa pasrah dan kenapa dirinya masih hidup dan mendapatkan pelecehan sampai saat ini. Yulianna menyadari bahwa tempat kali ini juga berbeda dan bukan di kamar hotel. Melawan pun dirinya tak ada guna karena kalah tenaga.Yulianna hanya bisa menahan tangis. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Guncangan hebat wanita itu rasakan. Saat menoleh ke arah kiri, tanpa sengaja Yulianna melihat sebuah pisau cutter dan beberapa alat tulis di atas meja. Perlahan, tangan terjulur untuk mengambil benda itu tanpa diketahui oleh Hon. Yulianna meraih sebuah cutter.Tentu saja lelaki itu tak sadar karena dia terlena akan kenikmatan dunia. Merasakan sudah waktu yang tepat, dengan gerakan cepat, Yulianna menancapkan pisau itu ke arah Hon.“Matilah kau!” Yulianna menekan kuat dan dalam benda berujung runcing itu. “Argghhh.” Hon berteriak menahan kesakita
Merasa khawatir dengan keadaan Yulianna, dirinya menghampiri sang istri dan bertanya di mana diri David berada. "Apa yang telah terjadi? Kenapa dirimu kotor begini dan pakaianmu robek, ceritakan! Dan di mana David berada?" Harry bertanya secara terus-menerus kepada diri Yulianna. "Maafkan aku yang kotor dan hina ini, Suamiku .…" Hanya tangisan yang terdengar dari mulut Yulianna, dia secara terus menerus mengumpat diri sendiri dan meminta maaf karena selama ini dirinya sangat kejam kepada Harry dan David. “Dasar anak kurang ajar, beraninya kamu pulang setelah apa yang kamu perbuat?” Yansen membentak Yulianna, seketika amarahnya meledak.“Ayah, cukup. Lebih baik kita tanyakan kepadanya langsung di mana posisi David berada,” cegah Harry.Yansen hanya berpaling, wajahnya tidak sanggup melihat anak kandungnya sendiri yang sudah sangat keterlaluan baginya.Harry memeluk tubuh istrinya dan menutupi tubuh Yulianna dengan jaket miliknya, bertujuan agar dapat menenangkan hati dan perasaan sed
David bergeming dari tempatnya.“Pergi kau dari sini!” Nada bicara Imannuel mulai naik satu oktaf. “Kau yakin tak akan menyesal?” tanya David. Mencoba mengingatkan kembali. “Menyesal? Ada keluarga Luchio yang melindungiku. Aku bahkan tak takut untuk berperang,” jawabnya. Berhenti menyantap makanan dan minum lalu mengelap mulut memakai serbet.“Penyesalan adalah neraka terjahanam saat masih hidup,” sinis lelaki berambut klimis itu kepada David. “Immanuel, aku ke sini untuk memberi kesempatan bertobat, bukan berperang!” tukas David. “Ya. Terserah.” Roman muka berang tampak dari Immanuel karena kehadiran David sangat mengusik acara santap makan siangnya.“Thank you!. Dasar orang asing sialan!” Immanuel mencibir, marahnya memuncak lantas membalikkan meja, berdiri bersiap menghajar David.“Hei, Immanuel! Kau akan mendapatkan balasan karena menghina orang asing. Dasar makhluk tak berakal!” Seringai senyuman terlihat dari wajah David.“Hei, Bocah! Kau mengataiku? Kau bicara apa tadi?” Ge
“Aku tidak membunuhmu lebih cepat karena empat orang suruhanmu menghalangiku sebelumnya dan ini akan menjadi yang terakhir. Aku akan meninggalkan Italia, dan tak akan pernah kembali. Jangan mencariku,” ujar David. “Karena kau tidak akan bisa lakukan itu, dirimu akan meledak. Selagi kau masih di dalam sana. Hei, Alex! Kau memang tak pantas menjadi bos,” seru David. Alex tercenung mendengar ucapan David. Seketika semua balai milik Alex hancur karena ledakan bom. Semuanya luluh-lantak menjadi tanah. Termasuk Alex yang sudah hancur berkeping-keping karena tak sempat menyelamatkan diri. David yang ternyata menelepon sudah di dalam pesawat exclusive, menghancurkan sim card yang dia keluarkan dari smartphone-nya agar tidak bisa dilacak.Lelaki itu membuka topeng silikon. Ternyata selama misi berlangsung, David selalu mengenakannya. Terlihat wajah asli yang tampan dan masih terlihat muda Dalam perjalanan David memejamkan mata untuk beristirahat dari misi yang melelahkan.David dijuluki Cod
"Ya?” tanya David, menoleh. "Ini hadiah untukmu, Kau bisa bersekolah. Pokoknya kau tahunya beres dan bisa punya kehidupan baru sebagai remaja pada umumnya," jawab Mayor Sean sambil menyerahkan semua berkas data identitas kepemilikan David secara khusus untuknya."Apa ini?" tanya David yang kebingungan. Menatap berkas-berkas tersebut. "Kau ini, ya! Walaupun bertanya seperti itu, wajahmu pun tak berekspresi, kau bisa pulang,” jawab Mayor Sean.David mengangkat kepalanya. Mengerjap mata berkali-kali. "Pulang?" David tidak percaya."Ya, ke Indonesia, kamu bisa menginap di rumahku di sana,” ucap Mayor. "Kau mempunyai rumah di Indonesia, Mayor?" tanya David."Ada, nanti kau tinggal bersama Kakek dan Adik perempuanku," jawab Mayor Sean. "Wah ... Mayor punya saudara perempuan, ya?" Kapten Jimmy memotong ucapan Sean."Ada," jawab Sean singkat."Kau jangan mencoba-coba berniat jadi adik ipar, ya, David." Jimmy mencekik ringan leher David menggunakan lengan ."Eh, tidak," ucap David mengulas
"Oh, ya, satu lagi, Letnan memohon maaf karena tidak bisa ikut serta dalam perayaan ini. Kau tahu kan beliau sedang sibuk menjalankan tugasnya,” tambah Sean. "Inilah yang dinamakan keluarga itu?" David bertanya."Tentu saja, kau ini memang cerdik, tapi aku lupa kau tetaplah anak remaja yang masih polos." Sean menepuk jidatnya sambil tertawa."Ingat, kami semua adalah keluargamu, David.” Jimmy ikut menyela."Jasamu selama ini sangat besar dan berarti bagi kami semua,” tambah sang Kapten. Tak hanya Jimmy, semua orang ikut berbicara kepada David."Oh, iya, David, hubungi kami sesampainya di sana, jangan lupakan kami,” ujar Sean. "Iya, benar,” sahut yang lain.David tersenyum sambil mengangguk. "Beritahu kami apakah saudari Mayor Sean itu cantik atau tidak?" Wright bertanya dengan mengedipkan matanya."Hey, kau mau mencoba jadi besanku, Perwira Wright? Jessica, adikku pasti sangat cantik, bukan saja cantik, melainkan dia terkenal karena kecerdasannya di dunia pendidikan," ujar Sean."W
"Dari pembicaraan di kantor guru, aku juga mendengar dia pindahan dari luar negeri," ucap seorang siswi. "Apa, luar negeri? Bule, ya?" terka siswi lainnya. "Kau tidak sedang bercanda, kan?" Salah seorang dari mereka, bertanya. "Tidak, tidak, aku tidak sedang bercanda,” jawabnya. "Ah, tercium akan banyak yang rajin masuk sekolah,” timpal seorang siswa. Mendengar gosip pagi hari para siswi yang heboh dengan isu kedatangan murid baru dari luar negeri. "Uwah! Membayangkannya, sepertinya aku nggak bakal bisa tidur hari ini,” ujar Siswi. "Anak pindahan di kelas tiga? Itu pasti dia!" Jessica hanya mendengarkan dan dapat menyimpulkan sesuatu saat beberapa teman sekelasnya sedang asyik bergosip. Jessica mendengar celotehan para siswi sambil menggambar sesuatu di buku tulis, mengingat suatu peristiwa saat dia bersama kakeknya menunggu David di bandara. "Kak David pasti sudah masuk kelas sekarang,” batin Jessica. Gadis itu pun hanyut dalam lamunan. Satu tangan menopang dagu. Memutar k