"Dari pembicaraan di kantor guru, aku juga mendengar dia pindahan dari luar negeri," ucap seorang siswi. "Apa, luar negeri? Bule, ya?" terka siswi lainnya. "Kau tidak sedang bercanda, kan?" Salah seorang dari mereka, bertanya. "Tidak, tidak, aku tidak sedang bercanda,” jawabnya. "Ah, tercium akan banyak yang rajin masuk sekolah,” timpal seorang siswa. Mendengar gosip pagi hari para siswi yang heboh dengan isu kedatangan murid baru dari luar negeri. "Uwah! Membayangkannya, sepertinya aku nggak bakal bisa tidur hari ini,” ujar Siswi. "Anak pindahan di kelas tiga? Itu pasti dia!" Jessica hanya mendengarkan dan dapat menyimpulkan sesuatu saat beberapa teman sekelasnya sedang asyik bergosip. Jessica mendengar celotehan para siswi sambil menggambar sesuatu di buku tulis, mengingat suatu peristiwa saat dia bersama kakeknya menunggu David di bandara. "Kak David pasti sudah masuk kelas sekarang,” batin Jessica. Gadis itu pun hanyut dalam lamunan. Satu tangan menopang dagu. Memutar k
“Wah, dia benar-benar tampan." Murid wanita saking mengagumi sampai menggigit pulpennya. "Dia bahkan lebih tampan dari bayanganku," lirih murid wanita yang lain. "Apa kau masih jomblo?" tanya seorang gadis secara tiba-tiba. "Apa itu jomblo?" David kebingungan mendengar kata yang belum dikenalnya. "Hei, kau makhluk planet asing, jomblo saja tidak tahu," ledek seorang siswa. "Hei, Bung! Dia itu ternyata bodoh," sahut siswa di sebelahnya sambil tertawa terbahak-bahak. "Tampan saja tidak cukup!" serunya. Dua orang anak bermaksud memojokkan David. Mereka bernama Yohannes dan Angga. Dua berandalan tukang ribut dan membuat onar. "Ehem." Suara guru bermaksud memberitahu agar mereka bisa tenang sedikit. "Jomblo itu tidak memiliki pasangan." Seorang gadis berbicara membantu David. "Tenang saja, besok kau akan memiliki pasangan." Seorang murid wanita dengan percaya diri berpendapat dengan menyibakkan rambutnya ke belakang sambil mengedipkan sebelah matanya kepada David. "Apa kau tingga
"Aku lihat Yohan dan Angga menargetkanmu sebagai bahan olokan. Oh, iya, itu nama mereka berdua. Di depan itu bernama Angga, sedangkan di belakangnya Yohan. Kau berhati-hati kepada mereka berdua, jangan sampai menimbulkan masalah,” bisik Adi Sembari Adi berbisik kepada David, sesekali dia melirik kepada orang yang dimaksud. David dengan tenang dan memberikan senyuman. "Oh, iya, pelajaran pertama kita adalah Biologi dan nanti disusul jam kedua Kimia," jelas Adi. "Terima kasih,” balas David tersenyum tipis. "Tidak usah berterima kasih, kalau ada yang tidak kau pahami, tanyakan saja, ya!" Adi sedikit malu memegangi tengkuk belakang lehernya. "Aku akan jawab sebisanya, nasibmu sangat mujur, aku termasuk siswa terbaik di sini." Adi mengusap hidung bagian bawah saat berbicara. "Hei, Hei, Adi, apa kau berusaha sok akrab dengannya? Tumben sekali kau banyak berbicara dengan orang lain." celetuk Vara dengan satu sudut bibir sedikit miring ke samping. Vara duduk di depan mereka berdua semb
"Bukan begitu, dia itu sangat tampan, tidak mungkin kan dia belum memiliki kekasih." Teman tersebut menerangkan. "Kau benar juga," lirihnya dengan raut sedikit kecewa. Jelas saja paras David mampu menghipnotis kaum hawa yang melihatnya, bahkan bukan hanya sekadar remaja wanita. Bahkan laki-laki pun banyak yang mengagumi parasnya yang rupawan. Tak sedikit juga yang iri kepadanya. ***Tiba bel waktu usai pelajaran sudah berbunyi, murid berlarian keluar kelas, sebagian berjalan lemas, ada juga seakan merasa bahagia dari penat seperti seolah ikatan rantai terlepas dari belenggu bersiap pulang ke rumah. “Hei, ayo pulang! Kau bisa tidur sesukamu, besok jangan melamun di kelas lagi atau kau tidak akan pandai.” Adi mengingatkan David. Menenteng ransel yang besar, di punggungnya. “Terima kasih, Adi.” David hanya tersenyum karena Adi salah menilai arti dari memejamkan mata dilakukannya. Dua bocah tengil berjalan gontai menghampiri David dengan gaya angkuhnya. Dua anak lelaki yang berpakaia
David yang hanya tertuju kepada Jessica, tidak menghiraukan dan berjalan melewati para murid yang sibuk menyapanya. “Kau bisa terjatuh jika berjalan seperti itu.” David berdiri tepat di depan Jessica. Jessica yang terkejut melihat seseorang berada di hadapannya. Dia melihat dari arah kaki dan mendongak sampai tertuju wajah David yang dia lihat.“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Jessica. “Menunggumu, ayo pulang!” jawab David. “Menungguku? Tidak perlu repot-repot.” Jessica melirik sekelilingnya sambil memegang erat tali ranselnya. “Ayo pulang!” ajak David. Jessica mengangguk. Mereka berjalan berdampingan dan menjadi pusat perhatian para murid. Ditambah dengan beberapa murid perempuan yang mencibir Jessica. Tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa Jessica sangat beruntung karena bisa berinteraksi dengan David. Mereka berjalan ke arah halte bis bersama, keduanya hanya terdiam karena canggung.“Kak,” panggil Jessica.“Ya?” tanya David, hanya bola mata bergeser tertuju kepada Jes
“Apa kau lihat-lihat? Mau cari mati, ya, kau? Kalian hanyalah tikus got kecil yang tidak berguna!” hardik Jhon dengan disambut gelak tawa gengnya. David ingin sekali memberi sedikit pelajaran karena sudah bersikap tidak sopan terlebih kepada Jessica. Namun, dia teringat ucapan Sean yang berpesan agar ia tidak terlibat perkelahian. Namun, semua diurungkan kembali saat ia melihat wajah Jessica yang ketakutan. Hati David tergerak ingin melindungi adik kandung Sean.“Tunggu di sini! Jangan berbalik badan.” David membuka almamaternya menutupi kepala Jessica lalu menghadapkannya ke tembok pembatas. Jessica tidak mengerti, tetapi dia menurutinya. “Lihat, Jhon, dia tak mau si cupu itu melihatnya babak belur karenamu,” ucap Nicholas tertawa. “Jhon, beri dia sedikit hadiah untuk merasakan rasanya rumah sakit!” Evelyn menambahkan. Tanpa ragu dan merasa yakin, Jhon melayangkan pukulannya kepada David, dengan mudahnya David hanya menghindar. “Lelaki itu tidak melawan, Boy,” cibir Nichole.
Jessica melihat ke arah yang ditunjuk David. “Benar, ayo.” Jessica mempercepat jalannya. Jessica adalah seorang remaja yang sederhana, dia tidak terlahir dalam keluarga miskin, tetapi sifatnya yang sederhana. Bahkan, dia sering kali naik bus daripada harus naik mobil pribadi. David juga diberikan fasilitas mobil, tetapi dia tidak ingin menggunakannya karena tidak mau mencolok. Di dalam bus sangat berdesak-desakkan. Bahkan, mereka harus berdiri karena kursi penumpang sudah penuh. David yang tidak terbiasa, sedikit pusing karena bisa mencium aroma-aroma tidak sedap dari mesin bus sendiri. Ditambah dari aroma tubuh para penumpang yang tidak semuanya harum. “Kenapa? Tidak terbiasa naik bus?” tanya Jessica mendongak ke arah David yang memang berdiri di hadapannya. “Bus di sana tidak seperti ini,” ungkap David. “Benarkah? Wah, aku melihat di televisi kalau di luar negeri busnya bagus-bagus dan juga tertib,” balas Jessica. “Iya karena di sana bus tidak akan menerima penumpang lagi ji
David duduk di balkon menatap birunya langit bergantikan hitam dengan bintang-bintang menghiasinya. “Kakak,” panggil Jessica terdengar merdu. “Ya,” jawab David membalikkan badannya sambil tersenyum. Berdiri di hadapannya, seorang gadis menutup pemandangan langit malam digantikan dengan memperlihatkan paras yang anggun, mata besar dihiasi dengan bulu mata yang lentik. Hidung yang mancung dengan bibir mungilnya. Dia mengenakan piyama sebatas lutut dengan rambut panjangnya tergerai. Memancarkan sosok wanita yang sangat anggun. “Kakek sudah menunggu untuk makan malam,” ajak Jessica. “Baik,” ujar David. Tidak seperti sebelumnya, di sini David bisa makan dengan menikmati irama canda gurau di meja makan. Walau hanya berpenghuni tiga orang saja terasa sangat harmonis. “Biar aku bantu.” David membantu membawa beberapa piring kotor ke wastafel. “Jangan, biar aku saja.” Jessica menghentikan David yang hendak mencuci piring kotor. “Kali ini biarkan aku yang melakukannya,” ucap David.