David yang hanya tertuju kepada Jessica, tidak menghiraukan dan berjalan melewati para murid yang sibuk menyapanya. “Kau bisa terjatuh jika berjalan seperti itu.” David berdiri tepat di depan Jessica. Jessica yang terkejut melihat seseorang berada di hadapannya. Dia melihat dari arah kaki dan mendongak sampai tertuju wajah David yang dia lihat.“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Jessica. “Menunggumu, ayo pulang!” jawab David. “Menungguku? Tidak perlu repot-repot.” Jessica melirik sekelilingnya sambil memegang erat tali ranselnya. “Ayo pulang!” ajak David. Jessica mengangguk. Mereka berjalan berdampingan dan menjadi pusat perhatian para murid. Ditambah dengan beberapa murid perempuan yang mencibir Jessica. Tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa Jessica sangat beruntung karena bisa berinteraksi dengan David. Mereka berjalan ke arah halte bis bersama, keduanya hanya terdiam karena canggung.“Kak,” panggil Jessica.“Ya?” tanya David, hanya bola mata bergeser tertuju kepada Jes
“Apa kau lihat-lihat? Mau cari mati, ya, kau? Kalian hanyalah tikus got kecil yang tidak berguna!” hardik Jhon dengan disambut gelak tawa gengnya. David ingin sekali memberi sedikit pelajaran karena sudah bersikap tidak sopan terlebih kepada Jessica. Namun, dia teringat ucapan Sean yang berpesan agar ia tidak terlibat perkelahian. Namun, semua diurungkan kembali saat ia melihat wajah Jessica yang ketakutan. Hati David tergerak ingin melindungi adik kandung Sean.“Tunggu di sini! Jangan berbalik badan.” David membuka almamaternya menutupi kepala Jessica lalu menghadapkannya ke tembok pembatas. Jessica tidak mengerti, tetapi dia menurutinya. “Lihat, Jhon, dia tak mau si cupu itu melihatnya babak belur karenamu,” ucap Nicholas tertawa. “Jhon, beri dia sedikit hadiah untuk merasakan rasanya rumah sakit!” Evelyn menambahkan. Tanpa ragu dan merasa yakin, Jhon melayangkan pukulannya kepada David, dengan mudahnya David hanya menghindar. “Lelaki itu tidak melawan, Boy,” cibir Nichole.
Jessica melihat ke arah yang ditunjuk David. “Benar, ayo.” Jessica mempercepat jalannya. Jessica adalah seorang remaja yang sederhana, dia tidak terlahir dalam keluarga miskin, tetapi sifatnya yang sederhana. Bahkan, dia sering kali naik bus daripada harus naik mobil pribadi. David juga diberikan fasilitas mobil, tetapi dia tidak ingin menggunakannya karena tidak mau mencolok. Di dalam bus sangat berdesak-desakkan. Bahkan, mereka harus berdiri karena kursi penumpang sudah penuh. David yang tidak terbiasa, sedikit pusing karena bisa mencium aroma-aroma tidak sedap dari mesin bus sendiri. Ditambah dari aroma tubuh para penumpang yang tidak semuanya harum. “Kenapa? Tidak terbiasa naik bus?” tanya Jessica mendongak ke arah David yang memang berdiri di hadapannya. “Bus di sana tidak seperti ini,” ungkap David. “Benarkah? Wah, aku melihat di televisi kalau di luar negeri busnya bagus-bagus dan juga tertib,” balas Jessica. “Iya karena di sana bus tidak akan menerima penumpang lagi ji
David duduk di balkon menatap birunya langit bergantikan hitam dengan bintang-bintang menghiasinya. “Kakak,” panggil Jessica terdengar merdu. “Ya,” jawab David membalikkan badannya sambil tersenyum. Berdiri di hadapannya, seorang gadis menutup pemandangan langit malam digantikan dengan memperlihatkan paras yang anggun, mata besar dihiasi dengan bulu mata yang lentik. Hidung yang mancung dengan bibir mungilnya. Dia mengenakan piyama sebatas lutut dengan rambut panjangnya tergerai. Memancarkan sosok wanita yang sangat anggun. “Kakek sudah menunggu untuk makan malam,” ajak Jessica. “Baik,” ujar David. Tidak seperti sebelumnya, di sini David bisa makan dengan menikmati irama canda gurau di meja makan. Walau hanya berpenghuni tiga orang saja terasa sangat harmonis. “Biar aku bantu.” David membantu membawa beberapa piring kotor ke wastafel. “Jangan, biar aku saja.” Jessica menghentikan David yang hendak mencuci piring kotor. “Kali ini biarkan aku yang melakukannya,” ucap David.
Di kejauhan, Sean merasakan khawatir akan David. Baginya, secerdiknya David ketika memegang senjata, David tidak mengerti budaya di tempat lain. “Apa kau begitu mengkhawatirkannya di luar sana, Mayor?” tanya seorang perwira. “Tentu saja, apakah dia akan mudah beradaptasi di lingkungan yang baru? Dengan semua hal yang mungkin tabu untuknya,” jelas Sean sambil menopang dagunya. “Pasti dia mampu beradaptasi dengan cepat,” ujar Perwira. Berusaha menenangkan. “Dia memang pintar, tapi hatinya tulus dan polos. Orang seperti itu menjadi incaran untuk memanfaatkan perasaannya, itu sesuatu kelebihan yang merugikan.” Sean menerawang langit-langit bumi, tampak berpikir tentang David. “Lalu sekarang bagaimana?” tanya Perwira. Mengerukan dahinya. “Aku masih memantaunya,” jawab Sean. ***Sementara jam istirahat, Adi mengajak David berkeliling untuk memperkenalkan wilayah sekolahnya. “Kau beruntung bisa belajar di sini,” ucap Adi sembari berjalan. David diam tidak merespons, dia fokus memper
David tidak mau menjawab awalnya, tetapi melihat mereka yang sudah keterlaluan, David seperti ingin mengubah keinginannya. “Maafkan aku, Mayor,” batin David. "Menjauhlah!" David dengan santai mendorong Adi agar tidak terkena dampak dari pukulan tidak berarah dari Kevin dan rekan lainnya. Hal itu tidak sebanding dengan David yang sudah lekat dengan dunia perang yang jauh lebih berbahaya. David bermaksud hanya menahan diri dan memberi mereka pelajaran ringan saja. Adi hanya berdiri sambil menutup mulutnya saat melihat David mengelak dan menangkis pukulan mereka satu per satu. David tidak terluka sedikit pun karena baginya serangan mereka sangat mudah diatasi. Di waktu bersamaan, Jessica yang berjalan di lorong sekolah dan dihadang oleh Lisa dan Evelyn.“Kau Jessica?” Bertanya dengan ketus, yang bernama Lisa–ketua kelompok wanita yang merasa berkuasa karena ayahnya seorang pejabat. “Iya,” jawab Jessica sedikit menunduk, tetapi melirik Evelyn. Perasaannya berubah tidak enak. “Jadi k
Yang lain melihat Jessica dengan pakaian yang kotor dan luka memar lain, tidak ada satu pun di antara mereka yang menanyakan kepada Jessica tentang apa yang terjadi kepadanya. Semua acuh. Justru banyak dari mereka menertawakan pakaian Jessica yang kotor. “Di mana Kakak?” tanya Jessica lirih dengan mata berkaca-kaca, bingung mencari David di mana. Tiba-tiba, langkah gadis itu terhenti karena dia mendengar sebuah suara samar-samar yang menyebut nama David. Menoleh ke arah utara, tampak berbeda murid tengah membicarakan tentang keseruan yang ada di taman belakang sekolah. Tanpa ragu, Jessica berlari yakin akan firasatnya. Ada hal yang tidak beres di taman belakang sekolah, sesuai dengan apa yang dikatakan para siswa itu. Benar saja, dia melihat David yang sedang dihadang sekelompok siswa, bahkan Jessica mengenalnya. “Jangan! Aku mohon hentikan.” teriak Jessica memecah keributan dan kemudian berlari ke tengah taman hingga terjatuh-jatuh. “Jessica!" David terkejut akan kehadiran Jess
Adi dan Jessica melihat tingkah David seperti bukanlah David yang baru dia kenal kemarin. Dengan mata telanjang siap menyaksikan dari kejauhan. Adi yang sangat takut, sesekali menutup matanya. Sangat mengerikan. Baku hantam satu sama lain tak dapat terelakkan. Suara pukulan, bahkan bisa terdengar. David tidak bisa menahan dirinya, kini dengan tatapan seperti akan membunuh mereka. “Kakak kumohon hentikan!” Pinta Jessica histeris.Tidak sanggup melihat yang sebenarnya, Jessica juga terkejut melihat kenyataan David yang sedang dikeroyok malah unggul. Dalam sekejap tiga orang tumbang hanya sekali pukul. Jessica tak percaya melihat aksi David yang luar biasa kuat.Jessica takut David akan melukai mereka lebih parah dari sekarang. Kevin hanya bisa mundur menjauh melawan rasa khawatirnya terhadap David. Melihat Jhon yang sudah penuh luka lebam meringkuk di lantai."Kenapa kalian berdua diam saja? Maju habisin dia!" perintah Kevin yang sudah terlihat panik. Namun, dengan cepat David bergera