“Kakek butuh istirahat, besok harus ke toko, kan?” tanya Jessica. “Ahh, benar, tapi besok aku akan mempunyai partner untuk membantuku.” Kakek melirik David. “Kakak, kan, sekolah besok, eh ....” Jessica menutup mulutnya teringat bahwa David mendapat suspensi dari sekolah. Dia sontak menunduk terlihat murung merasa bersalah kembali. “Tentu, Kek, ini sebuah keberuntungan, aku bisa membantumu di toko seharian penuh besok.” David memahami perasaan Jessica mulai berbicara dengan nada semangat. “Baiklah, ayo kembali ke kamar. Kamu besok sekolah, kan, Sayangku, dan kau David, harus membantuku di toko.” Victor berkata sambil berdiri meregangkan otot-otot di tubuhnya. “Selamat malam cucu-cucuku,” lanjut Victor lalu meninggalkan mereka. “Selamat malam, Kek,” ucap David dan Jessica bersamaan. Mereka berdua pun berjalan menuju kamarnya masing-masing. “Jessica,” lirih David memanggil Jessica. “Iya, ada apa, Kak?” tanya Jessica menoleh. “Bagaimana dengan besok?” Tanya David.“Tentu saja be
“Kakek, apa yang mendorongmu membuka toko kue?” tanya David dengan memperhatikan Victor yang sedang mengolah bahan kue. “Kue yang manis, lembut, memanjakan lidah mampu merangsang perasaan hati dan pikiran menjadi positif, David,” jelasnya meminta David mencoba kue buatannya. “Kau tahu, David? Menghiasnya juga dibutuhkan cinta, di dalamnya tidak hanya manis, dia penuh dengan kasih sayang.” Victor memberi toping cream pada setiap pancake buatannya. David penasaran karena aroma yang menggoda, mencoba mengambil kue dan memakannya. “Enak, Kek,” pujinya. “Tentu saja, sesuatu yang dimulai dari hati yang tulus akan membuahkan hasil yang maksimal,” jelas Victor. “Kakek kenapa tidak terjun dalam bisnis lain?” tanya David, masih mengunyah kue. “Tidak, aku ingin melihat senyuman di wajah setiap orang dengan hal kecil, seperti itu contohnya. Kau tau, gigitan kecil membuatnya tersenyum bahagia.” Victor menunjuk ke arah salah satu pelanggan wanita dan putrinya yang sedang menikmati kue. “Mere
Sementara itu di sekolah sedang jam istirahat, Jessica memutuskan untuk ke perpustakaan. “Jessica!” seru Evelyn. Jessica hanya berbalik badan memandang Evelyn dengan perasaan cemasnya. “Aku minta maaf soal kejadian kemarin, Kakak kamu jadi kena suspensi,” jelas Evelyn. Jessica masih terdiam tanpa respons.“Kevin dan yang lain tidak sengaja membuat Kakakmu terkena hukuman suspensi,” sambung gadis itu. “Aku tidak mempermasalahkannya,” Jessica sangat gugup karena perasaannya makin tidak keruan. “Untuk menebusnya, aku mentraktirmu di kafe depan,” ungkap Evelyn. “Tidak perlu, Evelyn!” Jessica mencoba menolak ajakan Evelyn. “Ayolah, kau tidak menghargaiku kalau begitu!” Evelyn memasang raut wajah kecewanya. “Baiklah.” Jessica pasrah mencoba percaya kepada Evelyn karena ucapan yang sepertinya tulus. “Ayook!” Evelyn menggandeng Jessica berjalan keluar gerbang sekolah. Semula Jessica tidak merasa curiga, tetapi hingga pada akhirnya di suatu gang kecil, Evelyn beralasan bahwa ponseln
“Jessica pulang secepat ini?” gumamnya. Dia masuk ke dapur mencari selai yang dikatakan kakek. Namun, sebelum dia pergi lagi, dia melihat pintu kamar Jessica yang tertutup. “Mungkin dia sangat lelah, sebaiknya aku tidak mengganggunya.” David berpikir akan langsung kembali ke toko. Dia keluar melihat kembali sepatu Jessica yang tergeletak tidak beraturan, dia berniat menaruhnya di rak sepatu. Namun, matanya terfokus melihat ada bercak darah di sepatu Jessica. David menyentuh bercak merah dan menciumnya memastikan bahwa itu benar darah. Dia terbelalak dan kembali menaiki anak tangga dengan cepat lalu mengetuk pintu kamar Jessica. “Jessica ....” “Jessica, buka pintunya! Kau pulang lebih awal?” tanya David menutupi rasa curiganya. “Jessica!” serunya lagi memanggil.Namun, tanpa ada jawaban dari dalam. “Jessica, aku tahu kau di dalam, buka pintunya!” pinta David sedikit berteriak. “Kak, aku sangat lelah, aku ingin istirahat sebentar, kebetulan sekolah memang pulang cepat, nan
"Apa kau melihat wajah orang yang memukulmu, Jessica?” tanya Kepala Sekolah mencoba membela Lisa berharap mengetahui kebenaran sesungguhnya. Kepala Sekolah yang tidak mau kehilangan salah satu donatur terbesar harus segera menyelesaikan permasalahan yang diperbuat oleh Lisa dengan menutupi kasusnya. "Mukanya memang tertutup, tapi aku yakin itu benar Lisa," teriak Jessica, dia harus meyakinkan diri sendiri agar tidak tersudut atas perilaku semua orang yang tidak percaya kepadanya. "Apa yang kau lakukan? Kau memanggil Polisi dan Kepala Sekolah untuk menuduh anak saya sebagai kriminal, begitu? Terus juga tanpa bukti yang jelas!" Ningsih, ibu kandung Lisa angkat bicara berdiri dari tempat duduk. Dengan ciri khas gaya elegan rambut pendek sebahu, memakai anting berlian yang berkilau dan aksesoris perhiasan mewah lain menghiasi penampilan. Seolah ingin menunjukkan dan memamerkan siapa dirinya. Ningsih bukan menegur anaknya yang bersalah, justru menambah keruh keadaan dan tetap ingin memb
"Pelan-pelan, Kak," sambungnya spontan hendak memegang tangan David yang sangat telaten merawat luka di wajahnya."Ya … ini udah pelan, kok, bagaimana bisa kamu mendapatkan luka sebanyak dan separah ini?" David menjawab dan kemudian bertanya kepada Jessica."Aku tadi terjatuh ketika mau berangkat ke sekolah," jawab Jessica tertunduk dan menggigit bibirnya sedikit. "Jadi … kamu tadi terjatuh ketika hendak pergi ke sekolah? Benarkah?" tanya David kembali. "Aku lari terburu-buru, tidak memperhatikan jalan dan tersandung." Bibir Jessica gemetar karena gugup. "Begitukah?" David sangat memahami luka jatuh tidak akan separah ini. Jessica membisu dipenuhi rasa bersalah karena sudah membohongi David. David sudah tau bahwa Jessica menutupi kejadian sebenarnya, tetapi dia bersikap tenang seperti biasanya. Salah satu watak David adalah terbiasa selalu tenang dalam keadaan genting apa pun. Pengalaman yang mengajarkannya untuk bisa mengontrol pikiran dan emosinya. "Lebih parah dari tertabrak
Tujuan hidup David sudah ditentukan dengan melindungi orang sekitarnya, bukan membunuh manusia tak bersalah, seperti masa lalu kehidupan yang pernah dia jalani. Setelah menghubungi Victor beralasan ingin mengurus sesuatu hal yang penting dan meminta maaf karena menggunakan kurir untuk mengirim selai pesanan. David berencana pergi ke sekolah mengambil barang milik Jessica yang sempat tertinggal, kemudian memberi perhitungan. David berjalan dengan penuh marah, mengotak-atik ponsel menghubungi seseorang untuk mencari informasi tentang Kevin ataupun Lisa. "Siapa lagi kalau bukan Adi, pasti dia tahu sesuatu tentang mereka." David menggerutu, mengepalkan tangannya geram. Pembicaran yang singkat antara David dan Adi melalui telepon. Setelah mengetahui informasi, David pergi menemui Kevin, sedangkan Adi yang belum tahu permasalahannya, kembali ke sekolah mengambil barang pribadi milik Jessica, atas permohonan David. Tiba di sebuah base camp 'tempat berkumpul Kevin and genks ketika bolos m
Gerakan David yang lincah dapat menghindari pukulan lalu menggerakkan tangan dengan cepat meraih belakang kepala Paul dan menghantam wajah pemuda itu ke lantai. Dalam sekali dorongan, Paul tergeletak dan pingsan seketika. "Sialan!" Larry berteriak. "Ayo, kali ini kita jangan sampai kalah lagi! Maju semua!" sambungnya dalam kemarahan dan tidak mau menerima penghinaan dari David. David yang dipenuhi marah tidak lagi memperdulikan hal lain dan menghantam mereka satu per satu sampai benar-benar terluka. Tiba giliran Larry, mendaratkan kayu mengarah ke David. Bukannya mundur, David malah maju selangkah dan berhasil menghindarinya, kemudian dengan satu entakkan memukul tangan Larry mengakibatkan senjata terlepas. David hendak melancarkan pukulan, tetapi Kevin ingin menyerangnya dari belakang, justru hal tersebut disadari oleh David. Memutar badan sambil menendang wajah Larry dan bergerak ke samping, dia berhasil menghindari serangan Kevin.Menangkap pergelangan tangan Kevin, kemudian d