David hanya diam dan melangkah lebih cepat. Tak memedulikan mereka. Jessica dan Adi, bahkan sulit mengimbangi cara jalan David yang cepat. “David, ikut ke ruangan saya.” Suara bernada tinggi, datang dari arah belakang. Mereka berbalik badan, ternyata dihadapkan dengan sosok wanita bertubuh gemuk dengan ciri khas sanggul tingginya. Beliau adalah Bu Siska, ahli konseling di sekolah. “Kenapa berdiri saja, ayo ke ruangan saya," ucap Bu Siska lagi. Dia berjalan terlebih dahulu, dengan diikuti David, Jessica, dan Adi. Tentu saja ide mengadu kepada Bu Siska adalah ulah Evelyn, yang tidak terima ketika menyaksikan Kakak Lisa, dihajar habis-habisan oleh David. Evelyn tidak mau kehilangan muka karena tidak ingin ketahuan awal dari perkelahian karena telah mengusik Jessica terlebih dahulu. “Kenapa kalian ikut? Saya hanya memanggil anak itu!" tegas Bu Siska kepada Adi dan Jessica menunjuk David.“Tapi saya adiknya, Bu," jawab Jessica.“Saya teman sebangkunya, Bu," sambung Adi. Mereka ingin
Tanpa berbicara sedikit pun David tersenyum mengisyaratkan Jessica dan Adi untuk pergi bersama dirinya. Keduanya pun menuruti apa yang dikehendaki David. “Anak itu sangat cerdik rupanya, anak seperti itu seharusnya tidak terlibat masalah di sini.” Bu Siska bergumam, geleng-geleng lagi. Dia juga sangat paham dengan struktur koordinasi sekolah yang kalah akan kekuasaan para murid yang memiliki latar belakang berkelas dan petinggi. Karena orang tua Kevin merupakan tokoh penting pendanaan terbesar di sekolah. Begitu jam pelajaran usai. Jessica dan David langsung pulang. Sementara, sesampainya di rumah, David memberikan surat suspensi kepada Kakek dan bercerita apa yang sebenarnya terjadi.“Apa? Kau baru dua hari sekolah dan sudah mendapat suspensi karena berkelahi?” tanya Kakeknya tidak percaya. “Mereka yang salah Kek, bukan Kakak.” Jessica membela. David hanya duduk terdiam. Sedangkan Victor hanya mengelus dan sesekali memijat keningnya. “Kakak berkelahi kemarin juga karena membela
"Baiklah, aku bisa tenang kalau begitu, jagalah Jessica selagi berjalan berdua denganmu." Victor menghela napas panjang. Merasa tidak perlu khawatir. “Kalau begitu, aku tunggu di bawah, Kak” Jessica angkat bicara karena tidak merasa keberatan. "Hei, David cucuku, di luar sangat dingin, jangan lupa memakai pakaian tebal untuk melindungi kulit mudamu itu," cibir Victor membuat kerutan di wajah. “Dan kunci mobil ada di atas meja ruangan tamu," sambungnya. Jessica tersenyum mendengar ucapan kakeknya karena memberikan perhatian kepada David. David pun kembali ke kamarnya untuk mengambil dan memakai jaket kesayangannya. “Hati-hati di jalan, jangan terlalu lama, itu akan membuatmu masuk angin,” pesan Victor kepada mereka.“Kakek ada hal yang perlu ditambah lagi, tidak?” tanya Jessica sambil memeriksa daftar pesanan untuk keperluan bahan dari pesanan pelanggan toko kue Victor. “Tidak, jika nanti ada yang tertinggal, kakek akan menghubungimu," jawab Victor. “Baiklah, kami pergi dulu.” Je
“Ya ampun, anak lelaki tampan yang baik.” Seorang ibu paruh baya melewati dengan melihat ke arah David yang membantu Jessica. Jessica tersenyum menunduk melihatnya. Sementara David, meletakkan barang itu ke troli. Bersikap santai saja seolah tidak terjadi apa-apa. “Maaf, Kak, merepotkan," ujar Jessica lirih. “Tidak sama sekali, ayo lanjutkan.” David mendorong trolinya lagi. “Sudah cukup, Kak, sekarang tinggal bahan untuk di rumah," sela Jessica. David dan Jessica menuju bagian fresh food. “Kakak, apa makanan yang kamu sukai?” tanya Jessica. “Tidak ada, aku akan makan apa pun yang ada," jawab David. “Emm, kau lebih suka sayuran atau daging?” tanya Jessica sambil menawarkan sayuran kepadanya. “Keduanya aku suka karena tubuh kita membutuhkan asupan nutrisi keduanya," jawab David. Jessica mengangguk mengambil beberapa bungkus daging dan juga sayuran. Karena kakek juga lebih suka makan sayuran. Apalagi untuk usianya yang tidak lagi muda, nutrisi dari sayuran lebih dibutuhkan unt
“Tidak, aku tidak punya kekasih, dan tidak pernah memiliki seorang kekasih selama di sana.” David memberikan penjelasan. “Mengapa seperti itu?” tanya Jessica. Tidak percaya kalau orang tampan seperti kakaknya itu, belum memiliki kekasih. “Aku sibuk belajar, tidak ada waktu untuk berpikir mengenai kekasih." David menjawab terlihat jujur. Padahal di dalam lubuk hati David, jangankan berpikir memiliki kekasih, waktunya hanya dia habiskan untuk belajar dan melakukan misi peperangan. Mana mungkin dia sempat belajar mengenal tentang dunia percintaan. Sebaliknya, Jessica sendiri merasa ada kesenangan saat tahu kalau David belum memiliki pacar. “Kau sendiri bagaimana?” Pertanyaan balik dari David, justru membuat Jessica gugup. “A-aku, tentu aku juga sibuk belajar," jawab Jessica salah tingkah. Wajanya menjadi merah“Begitu ...." David merespons singkat tanpa melihat Jessica. Hanya fokus ke depan.“Iya, Kakak tahu sendiri, bukan? Sepulang sekolah aku habiskan di toko membantu Kakek, mana
“Tidak perlu. Ini sangat enak,” ujar David. Berkata yang sebenarnya. “Benarkah? Jangan dipaksakan jika memang tidak menyukainya,” tambah Kakek. “Tidak, Kek, ini sungguh enak, aku hanya baru merasakannya.” David melanjutkan suapan berikutnya. Memang benar, makanan itu terasa enak di lidah David yang baru pertama kali menyantapnya. “Tentu saja, hot pot ini sudah terkenal dengan kelezatannya dan juga cara memasaknya yang berbeda," papar Jessica. Mengulas senyum tipis. Jessica meneguk segelas air dan mengelap bibirnya lalu berdiri menuju wastafel. “Hei, kami baru saja mulai dan kau sudah menghabiskannya?” ledek Kakek tertawa untuk Jessica. Jessica hanya tersipu malu. Sedikit menundukkan kepalanya. “Kau tau, David? Jessica itu hanya kecil tubuhnya, tapi bisa menghabiskan makanan dalam jumlah besar," sahut Kakek. Berbicara kepada David, tetapi melirik ke arah Jessica.“Kakek, berhentilah dan cepat makan! Kau bisa tersedak,” cibir Jessica dengan nada manja. Belum juga selesai berbicar
“Kakek butuh istirahat, besok harus ke toko, kan?” tanya Jessica. “Ahh, benar, tapi besok aku akan mempunyai partner untuk membantuku.” Kakek melirik David. “Kakak, kan, sekolah besok, eh ....” Jessica menutup mulutnya teringat bahwa David mendapat suspensi dari sekolah. Dia sontak menunduk terlihat murung merasa bersalah kembali. “Tentu, Kek, ini sebuah keberuntungan, aku bisa membantumu di toko seharian penuh besok.” David memahami perasaan Jessica mulai berbicara dengan nada semangat. “Baiklah, ayo kembali ke kamar. Kamu besok sekolah, kan, Sayangku, dan kau David, harus membantuku di toko.” Victor berkata sambil berdiri meregangkan otot-otot di tubuhnya. “Selamat malam cucu-cucuku,” lanjut Victor lalu meninggalkan mereka. “Selamat malam, Kek,” ucap David dan Jessica bersamaan. Mereka berdua pun berjalan menuju kamarnya masing-masing. “Jessica,” lirih David memanggil Jessica. “Iya, ada apa, Kak?” tanya Jessica menoleh. “Bagaimana dengan besok?” Tanya David.“Tentu saja be
“Kakek, apa yang mendorongmu membuka toko kue?” tanya David dengan memperhatikan Victor yang sedang mengolah bahan kue. “Kue yang manis, lembut, memanjakan lidah mampu merangsang perasaan hati dan pikiran menjadi positif, David,” jelasnya meminta David mencoba kue buatannya. “Kau tahu, David? Menghiasnya juga dibutuhkan cinta, di dalamnya tidak hanya manis, dia penuh dengan kasih sayang.” Victor memberi toping cream pada setiap pancake buatannya. David penasaran karena aroma yang menggoda, mencoba mengambil kue dan memakannya. “Enak, Kek,” pujinya. “Tentu saja, sesuatu yang dimulai dari hati yang tulus akan membuahkan hasil yang maksimal,” jelas Victor. “Kakek kenapa tidak terjun dalam bisnis lain?” tanya David, masih mengunyah kue. “Tidak, aku ingin melihat senyuman di wajah setiap orang dengan hal kecil, seperti itu contohnya. Kau tau, gigitan kecil membuatnya tersenyum bahagia.” Victor menunjuk ke arah salah satu pelanggan wanita dan putrinya yang sedang menikmati kue. “Mere