Yang lain melihat Jessica dengan pakaian yang kotor dan luka memar lain, tidak ada satu pun di antara mereka yang menanyakan kepada Jessica tentang apa yang terjadi kepadanya. Semua acuh. Justru banyak dari mereka menertawakan pakaian Jessica yang kotor. “Di mana Kakak?” tanya Jessica lirih dengan mata berkaca-kaca, bingung mencari David di mana. Tiba-tiba, langkah gadis itu terhenti karena dia mendengar sebuah suara samar-samar yang menyebut nama David. Menoleh ke arah utara, tampak berbeda murid tengah membicarakan tentang keseruan yang ada di taman belakang sekolah. Tanpa ragu, Jessica berlari yakin akan firasatnya. Ada hal yang tidak beres di taman belakang sekolah, sesuai dengan apa yang dikatakan para siswa itu. Benar saja, dia melihat David yang sedang dihadang sekelompok siswa, bahkan Jessica mengenalnya. “Jangan! Aku mohon hentikan.” teriak Jessica memecah keributan dan kemudian berlari ke tengah taman hingga terjatuh-jatuh. “Jessica!" David terkejut akan kehadiran Jess
Adi dan Jessica melihat tingkah David seperti bukanlah David yang baru dia kenal kemarin. Dengan mata telanjang siap menyaksikan dari kejauhan. Adi yang sangat takut, sesekali menutup matanya. Sangat mengerikan. Baku hantam satu sama lain tak dapat terelakkan. Suara pukulan, bahkan bisa terdengar. David tidak bisa menahan dirinya, kini dengan tatapan seperti akan membunuh mereka. “Kakak kumohon hentikan!” Pinta Jessica histeris.Tidak sanggup melihat yang sebenarnya, Jessica juga terkejut melihat kenyataan David yang sedang dikeroyok malah unggul. Dalam sekejap tiga orang tumbang hanya sekali pukul. Jessica tak percaya melihat aksi David yang luar biasa kuat.Jessica takut David akan melukai mereka lebih parah dari sekarang. Kevin hanya bisa mundur menjauh melawan rasa khawatirnya terhadap David. Melihat Jhon yang sudah penuh luka lebam meringkuk di lantai."Kenapa kalian berdua diam saja? Maju habisin dia!" perintah Kevin yang sudah terlihat panik. Namun, dengan cepat David bergera
David hanya diam dan melangkah lebih cepat. Tak memedulikan mereka. Jessica dan Adi, bahkan sulit mengimbangi cara jalan David yang cepat. “David, ikut ke ruangan saya.” Suara bernada tinggi, datang dari arah belakang. Mereka berbalik badan, ternyata dihadapkan dengan sosok wanita bertubuh gemuk dengan ciri khas sanggul tingginya. Beliau adalah Bu Siska, ahli konseling di sekolah. “Kenapa berdiri saja, ayo ke ruangan saya," ucap Bu Siska lagi. Dia berjalan terlebih dahulu, dengan diikuti David, Jessica, dan Adi. Tentu saja ide mengadu kepada Bu Siska adalah ulah Evelyn, yang tidak terima ketika menyaksikan Kakak Lisa, dihajar habis-habisan oleh David. Evelyn tidak mau kehilangan muka karena tidak ingin ketahuan awal dari perkelahian karena telah mengusik Jessica terlebih dahulu. “Kenapa kalian ikut? Saya hanya memanggil anak itu!" tegas Bu Siska kepada Adi dan Jessica menunjuk David.“Tapi saya adiknya, Bu," jawab Jessica.“Saya teman sebangkunya, Bu," sambung Adi. Mereka ingin
Tanpa berbicara sedikit pun David tersenyum mengisyaratkan Jessica dan Adi untuk pergi bersama dirinya. Keduanya pun menuruti apa yang dikehendaki David. “Anak itu sangat cerdik rupanya, anak seperti itu seharusnya tidak terlibat masalah di sini.” Bu Siska bergumam, geleng-geleng lagi. Dia juga sangat paham dengan struktur koordinasi sekolah yang kalah akan kekuasaan para murid yang memiliki latar belakang berkelas dan petinggi. Karena orang tua Kevin merupakan tokoh penting pendanaan terbesar di sekolah. Begitu jam pelajaran usai. Jessica dan David langsung pulang. Sementara, sesampainya di rumah, David memberikan surat suspensi kepada Kakek dan bercerita apa yang sebenarnya terjadi.“Apa? Kau baru dua hari sekolah dan sudah mendapat suspensi karena berkelahi?” tanya Kakeknya tidak percaya. “Mereka yang salah Kek, bukan Kakak.” Jessica membela. David hanya duduk terdiam. Sedangkan Victor hanya mengelus dan sesekali memijat keningnya. “Kakak berkelahi kemarin juga karena membela
"Baiklah, aku bisa tenang kalau begitu, jagalah Jessica selagi berjalan berdua denganmu." Victor menghela napas panjang. Merasa tidak perlu khawatir. “Kalau begitu, aku tunggu di bawah, Kak” Jessica angkat bicara karena tidak merasa keberatan. "Hei, David cucuku, di luar sangat dingin, jangan lupa memakai pakaian tebal untuk melindungi kulit mudamu itu," cibir Victor membuat kerutan di wajah. “Dan kunci mobil ada di atas meja ruangan tamu," sambungnya. Jessica tersenyum mendengar ucapan kakeknya karena memberikan perhatian kepada David. David pun kembali ke kamarnya untuk mengambil dan memakai jaket kesayangannya. “Hati-hati di jalan, jangan terlalu lama, itu akan membuatmu masuk angin,” pesan Victor kepada mereka.“Kakek ada hal yang perlu ditambah lagi, tidak?” tanya Jessica sambil memeriksa daftar pesanan untuk keperluan bahan dari pesanan pelanggan toko kue Victor. “Tidak, jika nanti ada yang tertinggal, kakek akan menghubungimu," jawab Victor. “Baiklah, kami pergi dulu.” Je
“Ya ampun, anak lelaki tampan yang baik.” Seorang ibu paruh baya melewati dengan melihat ke arah David yang membantu Jessica. Jessica tersenyum menunduk melihatnya. Sementara David, meletakkan barang itu ke troli. Bersikap santai saja seolah tidak terjadi apa-apa. “Maaf, Kak, merepotkan," ujar Jessica lirih. “Tidak sama sekali, ayo lanjutkan.” David mendorong trolinya lagi. “Sudah cukup, Kak, sekarang tinggal bahan untuk di rumah," sela Jessica. David dan Jessica menuju bagian fresh food. “Kakak, apa makanan yang kamu sukai?” tanya Jessica. “Tidak ada, aku akan makan apa pun yang ada," jawab David. “Emm, kau lebih suka sayuran atau daging?” tanya Jessica sambil menawarkan sayuran kepadanya. “Keduanya aku suka karena tubuh kita membutuhkan asupan nutrisi keduanya," jawab David. Jessica mengangguk mengambil beberapa bungkus daging dan juga sayuran. Karena kakek juga lebih suka makan sayuran. Apalagi untuk usianya yang tidak lagi muda, nutrisi dari sayuran lebih dibutuhkan unt
“Tidak, aku tidak punya kekasih, dan tidak pernah memiliki seorang kekasih selama di sana.” David memberikan penjelasan. “Mengapa seperti itu?” tanya Jessica. Tidak percaya kalau orang tampan seperti kakaknya itu, belum memiliki kekasih. “Aku sibuk belajar, tidak ada waktu untuk berpikir mengenai kekasih." David menjawab terlihat jujur. Padahal di dalam lubuk hati David, jangankan berpikir memiliki kekasih, waktunya hanya dia habiskan untuk belajar dan melakukan misi peperangan. Mana mungkin dia sempat belajar mengenal tentang dunia percintaan. Sebaliknya, Jessica sendiri merasa ada kesenangan saat tahu kalau David belum memiliki pacar. “Kau sendiri bagaimana?” Pertanyaan balik dari David, justru membuat Jessica gugup. “A-aku, tentu aku juga sibuk belajar," jawab Jessica salah tingkah. Wajanya menjadi merah“Begitu ...." David merespons singkat tanpa melihat Jessica. Hanya fokus ke depan.“Iya, Kakak tahu sendiri, bukan? Sepulang sekolah aku habiskan di toko membantu Kakek, mana
“Tidak perlu. Ini sangat enak,” ujar David. Berkata yang sebenarnya. “Benarkah? Jangan dipaksakan jika memang tidak menyukainya,” tambah Kakek. “Tidak, Kek, ini sungguh enak, aku hanya baru merasakannya.” David melanjutkan suapan berikutnya. Memang benar, makanan itu terasa enak di lidah David yang baru pertama kali menyantapnya. “Tentu saja, hot pot ini sudah terkenal dengan kelezatannya dan juga cara memasaknya yang berbeda," papar Jessica. Mengulas senyum tipis. Jessica meneguk segelas air dan mengelap bibirnya lalu berdiri menuju wastafel. “Hei, kami baru saja mulai dan kau sudah menghabiskannya?” ledek Kakek tertawa untuk Jessica. Jessica hanya tersipu malu. Sedikit menundukkan kepalanya. “Kau tau, David? Jessica itu hanya kecil tubuhnya, tapi bisa menghabiskan makanan dalam jumlah besar," sahut Kakek. Berbicara kepada David, tetapi melirik ke arah Jessica.“Kakek, berhentilah dan cepat makan! Kau bisa tersedak,” cibir Jessica dengan nada manja. Belum juga selesai berbicar
Gerakan David yang lincah dapat menghindari pukulan lalu menggerakkan tangan dengan cepat meraih belakang kepala Paul dan menghantam wajah pemuda itu ke lantai. Dalam sekali dorongan, Paul tergeletak dan pingsan seketika. "Sialan!" Larry berteriak. "Ayo, kali ini kita jangan sampai kalah lagi! Maju semua!" sambungnya dalam kemarahan dan tidak mau menerima penghinaan dari David. David yang dipenuhi marah tidak lagi memperdulikan hal lain dan menghantam mereka satu per satu sampai benar-benar terluka. Tiba giliran Larry, mendaratkan kayu mengarah ke David. Bukannya mundur, David malah maju selangkah dan berhasil menghindarinya, kemudian dengan satu entakkan memukul tangan Larry mengakibatkan senjata terlepas. David hendak melancarkan pukulan, tetapi Kevin ingin menyerangnya dari belakang, justru hal tersebut disadari oleh David. Memutar badan sambil menendang wajah Larry dan bergerak ke samping, dia berhasil menghindari serangan Kevin.Menangkap pergelangan tangan Kevin, kemudian d
Tujuan hidup David sudah ditentukan dengan melindungi orang sekitarnya, bukan membunuh manusia tak bersalah, seperti masa lalu kehidupan yang pernah dia jalani. Setelah menghubungi Victor beralasan ingin mengurus sesuatu hal yang penting dan meminta maaf karena menggunakan kurir untuk mengirim selai pesanan. David berencana pergi ke sekolah mengambil barang milik Jessica yang sempat tertinggal, kemudian memberi perhitungan. David berjalan dengan penuh marah, mengotak-atik ponsel menghubungi seseorang untuk mencari informasi tentang Kevin ataupun Lisa. "Siapa lagi kalau bukan Adi, pasti dia tahu sesuatu tentang mereka." David menggerutu, mengepalkan tangannya geram. Pembicaran yang singkat antara David dan Adi melalui telepon. Setelah mengetahui informasi, David pergi menemui Kevin, sedangkan Adi yang belum tahu permasalahannya, kembali ke sekolah mengambil barang pribadi milik Jessica, atas permohonan David. Tiba di sebuah base camp 'tempat berkumpul Kevin and genks ketika bolos m
"Pelan-pelan, Kak," sambungnya spontan hendak memegang tangan David yang sangat telaten merawat luka di wajahnya."Ya … ini udah pelan, kok, bagaimana bisa kamu mendapatkan luka sebanyak dan separah ini?" David menjawab dan kemudian bertanya kepada Jessica."Aku tadi terjatuh ketika mau berangkat ke sekolah," jawab Jessica tertunduk dan menggigit bibirnya sedikit. "Jadi … kamu tadi terjatuh ketika hendak pergi ke sekolah? Benarkah?" tanya David kembali. "Aku lari terburu-buru, tidak memperhatikan jalan dan tersandung." Bibir Jessica gemetar karena gugup. "Begitukah?" David sangat memahami luka jatuh tidak akan separah ini. Jessica membisu dipenuhi rasa bersalah karena sudah membohongi David. David sudah tau bahwa Jessica menutupi kejadian sebenarnya, tetapi dia bersikap tenang seperti biasanya. Salah satu watak David adalah terbiasa selalu tenang dalam keadaan genting apa pun. Pengalaman yang mengajarkannya untuk bisa mengontrol pikiran dan emosinya. "Lebih parah dari tertabrak
"Apa kau melihat wajah orang yang memukulmu, Jessica?” tanya Kepala Sekolah mencoba membela Lisa berharap mengetahui kebenaran sesungguhnya. Kepala Sekolah yang tidak mau kehilangan salah satu donatur terbesar harus segera menyelesaikan permasalahan yang diperbuat oleh Lisa dengan menutupi kasusnya. "Mukanya memang tertutup, tapi aku yakin itu benar Lisa," teriak Jessica, dia harus meyakinkan diri sendiri agar tidak tersudut atas perilaku semua orang yang tidak percaya kepadanya. "Apa yang kau lakukan? Kau memanggil Polisi dan Kepala Sekolah untuk menuduh anak saya sebagai kriminal, begitu? Terus juga tanpa bukti yang jelas!" Ningsih, ibu kandung Lisa angkat bicara berdiri dari tempat duduk. Dengan ciri khas gaya elegan rambut pendek sebahu, memakai anting berlian yang berkilau dan aksesoris perhiasan mewah lain menghiasi penampilan. Seolah ingin menunjukkan dan memamerkan siapa dirinya. Ningsih bukan menegur anaknya yang bersalah, justru menambah keruh keadaan dan tetap ingin memb
“Jessica pulang secepat ini?” gumamnya. Dia masuk ke dapur mencari selai yang dikatakan kakek. Namun, sebelum dia pergi lagi, dia melihat pintu kamar Jessica yang tertutup. “Mungkin dia sangat lelah, sebaiknya aku tidak mengganggunya.” David berpikir akan langsung kembali ke toko. Dia keluar melihat kembali sepatu Jessica yang tergeletak tidak beraturan, dia berniat menaruhnya di rak sepatu. Namun, matanya terfokus melihat ada bercak darah di sepatu Jessica. David menyentuh bercak merah dan menciumnya memastikan bahwa itu benar darah. Dia terbelalak dan kembali menaiki anak tangga dengan cepat lalu mengetuk pintu kamar Jessica. “Jessica ....” “Jessica, buka pintunya! Kau pulang lebih awal?” tanya David menutupi rasa curiganya. “Jessica!” serunya lagi memanggil.Namun, tanpa ada jawaban dari dalam. “Jessica, aku tahu kau di dalam, buka pintunya!” pinta David sedikit berteriak. “Kak, aku sangat lelah, aku ingin istirahat sebentar, kebetulan sekolah memang pulang cepat, nan
Sementara itu di sekolah sedang jam istirahat, Jessica memutuskan untuk ke perpustakaan. “Jessica!” seru Evelyn. Jessica hanya berbalik badan memandang Evelyn dengan perasaan cemasnya. “Aku minta maaf soal kejadian kemarin, Kakak kamu jadi kena suspensi,” jelas Evelyn. Jessica masih terdiam tanpa respons.“Kevin dan yang lain tidak sengaja membuat Kakakmu terkena hukuman suspensi,” sambung gadis itu. “Aku tidak mempermasalahkannya,” Jessica sangat gugup karena perasaannya makin tidak keruan. “Untuk menebusnya, aku mentraktirmu di kafe depan,” ungkap Evelyn. “Tidak perlu, Evelyn!” Jessica mencoba menolak ajakan Evelyn. “Ayolah, kau tidak menghargaiku kalau begitu!” Evelyn memasang raut wajah kecewanya. “Baiklah.” Jessica pasrah mencoba percaya kepada Evelyn karena ucapan yang sepertinya tulus. “Ayook!” Evelyn menggandeng Jessica berjalan keluar gerbang sekolah. Semula Jessica tidak merasa curiga, tetapi hingga pada akhirnya di suatu gang kecil, Evelyn beralasan bahwa ponseln
“Kakek, apa yang mendorongmu membuka toko kue?” tanya David dengan memperhatikan Victor yang sedang mengolah bahan kue. “Kue yang manis, lembut, memanjakan lidah mampu merangsang perasaan hati dan pikiran menjadi positif, David,” jelasnya meminta David mencoba kue buatannya. “Kau tahu, David? Menghiasnya juga dibutuhkan cinta, di dalamnya tidak hanya manis, dia penuh dengan kasih sayang.” Victor memberi toping cream pada setiap pancake buatannya. David penasaran karena aroma yang menggoda, mencoba mengambil kue dan memakannya. “Enak, Kek,” pujinya. “Tentu saja, sesuatu yang dimulai dari hati yang tulus akan membuahkan hasil yang maksimal,” jelas Victor. “Kakek kenapa tidak terjun dalam bisnis lain?” tanya David, masih mengunyah kue. “Tidak, aku ingin melihat senyuman di wajah setiap orang dengan hal kecil, seperti itu contohnya. Kau tau, gigitan kecil membuatnya tersenyum bahagia.” Victor menunjuk ke arah salah satu pelanggan wanita dan putrinya yang sedang menikmati kue. “Mere
“Kakek butuh istirahat, besok harus ke toko, kan?” tanya Jessica. “Ahh, benar, tapi besok aku akan mempunyai partner untuk membantuku.” Kakek melirik David. “Kakak, kan, sekolah besok, eh ....” Jessica menutup mulutnya teringat bahwa David mendapat suspensi dari sekolah. Dia sontak menunduk terlihat murung merasa bersalah kembali. “Tentu, Kek, ini sebuah keberuntungan, aku bisa membantumu di toko seharian penuh besok.” David memahami perasaan Jessica mulai berbicara dengan nada semangat. “Baiklah, ayo kembali ke kamar. Kamu besok sekolah, kan, Sayangku, dan kau David, harus membantuku di toko.” Victor berkata sambil berdiri meregangkan otot-otot di tubuhnya. “Selamat malam cucu-cucuku,” lanjut Victor lalu meninggalkan mereka. “Selamat malam, Kek,” ucap David dan Jessica bersamaan. Mereka berdua pun berjalan menuju kamarnya masing-masing. “Jessica,” lirih David memanggil Jessica. “Iya, ada apa, Kak?” tanya Jessica menoleh. “Bagaimana dengan besok?” Tanya David.“Tentu saja be
“Tidak perlu. Ini sangat enak,” ujar David. Berkata yang sebenarnya. “Benarkah? Jangan dipaksakan jika memang tidak menyukainya,” tambah Kakek. “Tidak, Kek, ini sungguh enak, aku hanya baru merasakannya.” David melanjutkan suapan berikutnya. Memang benar, makanan itu terasa enak di lidah David yang baru pertama kali menyantapnya. “Tentu saja, hot pot ini sudah terkenal dengan kelezatannya dan juga cara memasaknya yang berbeda," papar Jessica. Mengulas senyum tipis. Jessica meneguk segelas air dan mengelap bibirnya lalu berdiri menuju wastafel. “Hei, kami baru saja mulai dan kau sudah menghabiskannya?” ledek Kakek tertawa untuk Jessica. Jessica hanya tersipu malu. Sedikit menundukkan kepalanya. “Kau tau, David? Jessica itu hanya kecil tubuhnya, tapi bisa menghabiskan makanan dalam jumlah besar," sahut Kakek. Berbicara kepada David, tetapi melirik ke arah Jessica.“Kakek, berhentilah dan cepat makan! Kau bisa tersedak,” cibir Jessica dengan nada manja. Belum juga selesai berbicar