Senyum kecut tampak dari kedua pria itu, salah satu dari mereka mengangkat tubuh Yulianna dan melemparkannya ke atas ranjang.
"Diam! Kami akan mengajakmu bersenang-senang dan kemudian membuatmu tertidur untuk selamanya," ujarnya tertawa dengan nada yang menakutkan. Benar dugaan Yulianna, mereka mempunyai niat yang buruk. Yulianna mendengar perkataan itu pun langsung mendapati dirinya ketakutan yang sangat getir. Bibirnya gemetar dan kini dia di antara penyesalan telah berhubungan dengan Rita. Dia tahu, mereka adalah orang suruhan Rita sebab pernah melihatnya."Kumohon jangan bunuh aku! Apa pun silakan kalian lakukan, tapi jangan bunuh aku," lirih Yulianna dengan suara hampir yang tak bisa terdengar.Hon mengabaikan permohonan itu. Dirinya yang sudah tidak sabar langsung melepas bathrobe dari tubuh Yulianna dan membuangnya ke lantai. Kini yang terlihat hanya tubuh polos Yulianna di hadapan Hon dan rekannya, membuat mereka dipenuhi hawa nafsu yang meningkat.Yulianna tak sempat memberontak hanya bisa mencoba menutupi tubuh dengan kedua tangannya. Dia merasa harga dirinya sudah terkoyak oleh kedua pria di hadapannya. Dia kesal, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain pasrah. Tubuhnya sudah mati rasa."Dasar bajingan kalian!" teriak Yulianna dengan geram. Hanya bisa memaki.Mereka tertawa mendengar ucapan Yulianna lalu saling bertatapan."Bajingan? Bukankah kau juga sama, yang menjual anaknya sendiri demi untuk sebuah cek palsu," ucap Hon sambil menyentuh pipi Yulianna dengan lembut."Sialan, kalian telah menipuku selama ini! Wanita licik! Wanita brengsek! Wanita keparat!" umpat Yulianna merasa geram dengan perlakuan Rita yang ternyata telah menipunya.Yulianna melampiaskan kekesalan dengan menampar Hon yang berada di dekatnya. Dan juga memukul dada Hon membabi buta.Hon pun membalas menampar Yulianna dan menendang perut wanita itu. Yulianna terkulai lemas akibat menerima tendangan di perut. Dan, seketika tubuh Yulianna seperti merasakan panas yang menjalar dari peredaran darahnya sampai ke kepala, napasnya tidak beraturan, area di bawahnya berkedut, serta tubuhnya gemetar hebat seperti menginginkan sentuhan seorang pria.Wajah Yulianna memerah dan terkulai seperti daging tanpa tulang dengan tatapan kosong. Kedua pengawal yang mengetahui bahwa efek obatnya mulai bekerja segera mereka melancarkan nafsu bejatnya. Yulianna digilir oleh kedua pria itu berkali-kali.Yulianna hanya bisa pasrah karena efek obat yang telah disuntikkan pada lehernya. Dalam batin Yulianna menyesali semua perbuatan buruknya selama ini, dia membayangkan kedua wajah yang telah dia perlakukan dengan buruk semasa hidupnya, yaitu wajah Harry suaminya dan David putranya.Air mata pun keluar dari tempatnya. Kini penyesalan datang terlambat. Itulah yang ada di benak Yulianna ketika dirinya tak berdaya telah digilir secara kasar oleh kedua pria bertubuh kekar di dalam kamar mewah tempat menyaksikan akhir hidup yang tragis dialami dirinya.“Suamiku, David anakku, aku minta maaf,” batin Yulianna.“Maafkan aku, Harry, selama ini telah memperlakukanmu secara buruk. Maafkan ibumu ini, Nak,” lirih Yulianna dalam batin dan kemudian tak sadarkan diri.Setelah puas melancarkan aksi bejatnya, kedua pengawal itu memakaikan pakaian pada Yulianna dan membawa tubuh itu. Secara hati-hati mereka berdua membawa tubuh Yulianna agar tidak ada satu pun orang yang melihat. Dengan melewati lift khusus, mereka akhirnya sampai ke dalam mobil dan segera meninggalkan kediaman hotel itu untuk segera menyingkirkan Yulianna selamanya.Harry berjalan tanpa arah, tanpa tujuan. Harry tidak tahu harus ke mana. Yulianna pun tak memberitahukan kepada siapa dia menjual anak kandung mereka. Setelah lelah mencari, Harry kembali ke rumahnya untuk beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga agar bisa mencari anaknya. Dalam rumah dia menunggu, terpikirkan ingin melapor polisi harus 1 x 24 jam baru dinyatakan menghilang. Apalagi keberadaan Yulianna sama sekali tidak dia ketahui.Dirinya hanya bisa berusaha dan berdoa. duduk di sofa usang hanya melihat bungkusan makanan yang hendak diberikan kepada David, anak semata wayangnya.Kepedihan yang amat mendalam dirasakan Harry. Teringat akan terakhir kalinya ucapan sang anak ketika perut mereka berdua berbunyi secara bersamaan dan menatap siluet David terakhir kalinya ketika meninggalkan rumah. Harry tidak mengira bahwa itu adalah pemandangan terakhir kalinya pertemuan antara seorang ayah dan anak."Yulianna, kenapa kau tega menjual David?" Harry yang teringat akan istrinya.“Tega sekali kau, Yulianna! Ibu yang kurang ajar!” umpat Harry yang merasa emosi. Hanya karena uang, sang istri rela menjual darah daging mereka.Dan, Harry langsung membuat keputusan mencoba menghampiri rumah orang tua Yulianna. Harry berencana mencari Yulianna, istrinya itu ke rumah mertuanya. Segera Harry berlari untuk beranjak ke tujuan yang ada di dalam pikirannya.***Di dalam mobil, dua pengawal melapor kepada Rita, sang majikan mereka bahwa sebentar lagi mereka berdua akan ke kediaman setelah menyelesaikan aktivitas melenyapkan Yulianna.Tepat di sebuah pembuangan barang rongsokan mobil bekas, mereka berdua memutuskan berhenti di sana. Diperhatikan tubuh tak berdaya Yulianna yang masih terkulai lemas tak sadarkan diri. Rencananya tubuh Yulianna akan mereka hancurkan dengan mesin penghancur mobil bekas di tempat itu.Mereka berdua yang telah turun dari mobil, segera membopong tubuh Yulianna. Seperti sedang membawa sebuah karung di atas pundak, begitulah pemandangan yang Hon perhatikan. Gejolak nafsu Hon kembali naik melihat tubuh sintal dan kulit mulus Yulianna. Masih terngiang-ngiang bentuk tubuh wanita itu dia nikmati ketika di hotelHon pun berencana ingin menikmati dan memuaskan kesempatan ini karena baginya momen seperti itu adalah hal langka terjadi selama dirinya mengabdi pada Rita."Biarkan aku membawanya!" pinta Hon kepada rekannya. Sengaja, supaya dia bisa kembali bermain dengan wanita itu."Ini ambil!” Rekan kerja Hon, menyerahkan tubuh Yulianna."Aku mau menikmatinya lagi, apa kau mau ikut?" tanya Hon."Tidak perlu, kau saja. Aku menyarankan kamu bisa menikmatinya di dalam ruangan tertutup itu," tunjuk rekannya ke suatu ruangan yang agak tertutup. Sebuah ruangan pekerja berbentuk segi empat kecil, tak jauh dari mereka."Ide bagus." Hon tersenyum licik, berterima kasih kepada rekannya itu.Dengan semangat dirinya menuju tempat itu untuk melakukan tindakan tercelanya kepada Yulianna, ke sekian kalinya.Sampai di dalam ruangan, dia melihat dua bilik pintu. "Ruangan kecil memiliki dua pintu. Depan dan belakang " Hon sedikit terkekeh dengan desain bangunan tersebut.Diletakkannya setengah bagian atas tubuh Yulianna yang tak sadarkan diri itu di atas meja. Kaki tergantung menyentuh lantai. Merobek sedikit bagian atas pakaian Yulianna sehingga terekspos kulit putihnya. Dengan nafsu yang sangat membara, Hon mulai melakukan aksinya sampai berkali-kali yang membuat Yulianna tersadar kembali.“Lepaskan aku!” pinta Yulianna dengan suara yang lemas yang ternyata berangsur pulih. Menyadari bahwa sang pria berbuat bejat seperti yang dilakukannya dalam hotel.Dengan sigap, Hon menekan kedua tangan Yulianna. "Ternyata kau sudah sadar kembali,” ucap Hon.Wanita itu yang mengingat dirinya telah dilecehkan, hanya bisa pasrah dan kenapa dirinya masih hidup dan mendapatkan pelecehan sampai saat ini. Yulianna menyadari bahwa tempat kali ini juga berbeda dan bukan di kamar hotel. Melawan pun dirinya tak ada guna karena kalah tenaga.Yulianna hanya bisa menahan tangis. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Guncangan hebat wanita itu rasakan. Saat menoleh ke arah kiri, tanpa sengaja Yulianna melihat sebuah pisau cutter dan beberapa alat tulis di atas meja. Perlahan, tangan terjulur untuk mengambil benda itu tanpa diketahui oleh Hon. Yulianna meraih sebuah cutter.Tentu saja lelaki itu tak sadar karena dia terlena akan kenikmatan dunia. Merasakan sudah waktu yang tepat, dengan gerakan cepat, Yulianna menancapkan pisau itu ke arah Hon.“Matilah kau!” Yulianna menekan kuat dan dalam benda berujung runcing itu. “Argghhh.” Hon berteriak menahan kesakita
Merasa khawatir dengan keadaan Yulianna, dirinya menghampiri sang istri dan bertanya di mana diri David berada. "Apa yang telah terjadi? Kenapa dirimu kotor begini dan pakaianmu robek, ceritakan! Dan di mana David berada?" Harry bertanya secara terus-menerus kepada diri Yulianna. "Maafkan aku yang kotor dan hina ini, Suamiku .…" Hanya tangisan yang terdengar dari mulut Yulianna, dia secara terus menerus mengumpat diri sendiri dan meminta maaf karena selama ini dirinya sangat kejam kepada Harry dan David. “Dasar anak kurang ajar, beraninya kamu pulang setelah apa yang kamu perbuat?” Yansen membentak Yulianna, seketika amarahnya meledak.“Ayah, cukup. Lebih baik kita tanyakan kepadanya langsung di mana posisi David berada,” cegah Harry.Yansen hanya berpaling, wajahnya tidak sanggup melihat anak kandungnya sendiri yang sudah sangat keterlaluan baginya.Harry memeluk tubuh istrinya dan menutupi tubuh Yulianna dengan jaket miliknya, bertujuan agar dapat menenangkan hati dan perasaan sed
David bergeming dari tempatnya.“Pergi kau dari sini!” Nada bicara Imannuel mulai naik satu oktaf. “Kau yakin tak akan menyesal?” tanya David. Mencoba mengingatkan kembali. “Menyesal? Ada keluarga Luchio yang melindungiku. Aku bahkan tak takut untuk berperang,” jawabnya. Berhenti menyantap makanan dan minum lalu mengelap mulut memakai serbet.“Penyesalan adalah neraka terjahanam saat masih hidup,” sinis lelaki berambut klimis itu kepada David. “Immanuel, aku ke sini untuk memberi kesempatan bertobat, bukan berperang!” tukas David. “Ya. Terserah.” Roman muka berang tampak dari Immanuel karena kehadiran David sangat mengusik acara santap makan siangnya.“Thank you!. Dasar orang asing sialan!” Immanuel mencibir, marahnya memuncak lantas membalikkan meja, berdiri bersiap menghajar David.“Hei, Immanuel! Kau akan mendapatkan balasan karena menghina orang asing. Dasar makhluk tak berakal!” Seringai senyuman terlihat dari wajah David.“Hei, Bocah! Kau mengataiku? Kau bicara apa tadi?” Ge
“Aku tidak membunuhmu lebih cepat karena empat orang suruhanmu menghalangiku sebelumnya dan ini akan menjadi yang terakhir. Aku akan meninggalkan Italia, dan tak akan pernah kembali. Jangan mencariku,” ujar David. “Karena kau tidak akan bisa lakukan itu, dirimu akan meledak. Selagi kau masih di dalam sana. Hei, Alex! Kau memang tak pantas menjadi bos,” seru David. Alex tercenung mendengar ucapan David. Seketika semua balai milik Alex hancur karena ledakan bom. Semuanya luluh-lantak menjadi tanah. Termasuk Alex yang sudah hancur berkeping-keping karena tak sempat menyelamatkan diri. David yang ternyata menelepon sudah di dalam pesawat exclusive, menghancurkan sim card yang dia keluarkan dari smartphone-nya agar tidak bisa dilacak.Lelaki itu membuka topeng silikon. Ternyata selama misi berlangsung, David selalu mengenakannya. Terlihat wajah asli yang tampan dan masih terlihat muda Dalam perjalanan David memejamkan mata untuk beristirahat dari misi yang melelahkan.David dijuluki Cod
"Ya?” tanya David, menoleh. "Ini hadiah untukmu, Kau bisa bersekolah. Pokoknya kau tahunya beres dan bisa punya kehidupan baru sebagai remaja pada umumnya," jawab Mayor Sean sambil menyerahkan semua berkas data identitas kepemilikan David secara khusus untuknya."Apa ini?" tanya David yang kebingungan. Menatap berkas-berkas tersebut. "Kau ini, ya! Walaupun bertanya seperti itu, wajahmu pun tak berekspresi, kau bisa pulang,” jawab Mayor Sean.David mengangkat kepalanya. Mengerjap mata berkali-kali. "Pulang?" David tidak percaya."Ya, ke Indonesia, kamu bisa menginap di rumahku di sana,” ucap Mayor. "Kau mempunyai rumah di Indonesia, Mayor?" tanya David."Ada, nanti kau tinggal bersama Kakek dan Adik perempuanku," jawab Mayor Sean. "Wah ... Mayor punya saudara perempuan, ya?" Kapten Jimmy memotong ucapan Sean."Ada," jawab Sean singkat."Kau jangan mencoba-coba berniat jadi adik ipar, ya, David." Jimmy mencekik ringan leher David menggunakan lengan ."Eh, tidak," ucap David mengulas
"Oh, ya, satu lagi, Letnan memohon maaf karena tidak bisa ikut serta dalam perayaan ini. Kau tahu kan beliau sedang sibuk menjalankan tugasnya,” tambah Sean. "Inilah yang dinamakan keluarga itu?" David bertanya."Tentu saja, kau ini memang cerdik, tapi aku lupa kau tetaplah anak remaja yang masih polos." Sean menepuk jidatnya sambil tertawa."Ingat, kami semua adalah keluargamu, David.” Jimmy ikut menyela."Jasamu selama ini sangat besar dan berarti bagi kami semua,” tambah sang Kapten. Tak hanya Jimmy, semua orang ikut berbicara kepada David."Oh, iya, David, hubungi kami sesampainya di sana, jangan lupakan kami,” ujar Sean. "Iya, benar,” sahut yang lain.David tersenyum sambil mengangguk. "Beritahu kami apakah saudari Mayor Sean itu cantik atau tidak?" Wright bertanya dengan mengedipkan matanya."Hey, kau mau mencoba jadi besanku, Perwira Wright? Jessica, adikku pasti sangat cantik, bukan saja cantik, melainkan dia terkenal karena kecerdasannya di dunia pendidikan," ujar Sean."W
"Dari pembicaraan di kantor guru, aku juga mendengar dia pindahan dari luar negeri," ucap seorang siswi. "Apa, luar negeri? Bule, ya?" terka siswi lainnya. "Kau tidak sedang bercanda, kan?" Salah seorang dari mereka, bertanya. "Tidak, tidak, aku tidak sedang bercanda,” jawabnya. "Ah, tercium akan banyak yang rajin masuk sekolah,” timpal seorang siswa. Mendengar gosip pagi hari para siswi yang heboh dengan isu kedatangan murid baru dari luar negeri. "Uwah! Membayangkannya, sepertinya aku nggak bakal bisa tidur hari ini,” ujar Siswi. "Anak pindahan di kelas tiga? Itu pasti dia!" Jessica hanya mendengarkan dan dapat menyimpulkan sesuatu saat beberapa teman sekelasnya sedang asyik bergosip. Jessica mendengar celotehan para siswi sambil menggambar sesuatu di buku tulis, mengingat suatu peristiwa saat dia bersama kakeknya menunggu David di bandara. "Kak David pasti sudah masuk kelas sekarang,” batin Jessica. Gadis itu pun hanyut dalam lamunan. Satu tangan menopang dagu. Memutar k
“Wah, dia benar-benar tampan." Murid wanita saking mengagumi sampai menggigit pulpennya. "Dia bahkan lebih tampan dari bayanganku," lirih murid wanita yang lain. "Apa kau masih jomblo?" tanya seorang gadis secara tiba-tiba. "Apa itu jomblo?" David kebingungan mendengar kata yang belum dikenalnya. "Hei, kau makhluk planet asing, jomblo saja tidak tahu," ledek seorang siswa. "Hei, Bung! Dia itu ternyata bodoh," sahut siswa di sebelahnya sambil tertawa terbahak-bahak. "Tampan saja tidak cukup!" serunya. Dua orang anak bermaksud memojokkan David. Mereka bernama Yohannes dan Angga. Dua berandalan tukang ribut dan membuat onar. "Ehem." Suara guru bermaksud memberitahu agar mereka bisa tenang sedikit. "Jomblo itu tidak memiliki pasangan." Seorang gadis berbicara membantu David. "Tenang saja, besok kau akan memiliki pasangan." Seorang murid wanita dengan percaya diri berpendapat dengan menyibakkan rambutnya ke belakang sambil mengedipkan sebelah matanya kepada David. "Apa kau tingga
Gerakan David yang lincah dapat menghindari pukulan lalu menggerakkan tangan dengan cepat meraih belakang kepala Paul dan menghantam wajah pemuda itu ke lantai. Dalam sekali dorongan, Paul tergeletak dan pingsan seketika. "Sialan!" Larry berteriak. "Ayo, kali ini kita jangan sampai kalah lagi! Maju semua!" sambungnya dalam kemarahan dan tidak mau menerima penghinaan dari David. David yang dipenuhi marah tidak lagi memperdulikan hal lain dan menghantam mereka satu per satu sampai benar-benar terluka. Tiba giliran Larry, mendaratkan kayu mengarah ke David. Bukannya mundur, David malah maju selangkah dan berhasil menghindarinya, kemudian dengan satu entakkan memukul tangan Larry mengakibatkan senjata terlepas. David hendak melancarkan pukulan, tetapi Kevin ingin menyerangnya dari belakang, justru hal tersebut disadari oleh David. Memutar badan sambil menendang wajah Larry dan bergerak ke samping, dia berhasil menghindari serangan Kevin.Menangkap pergelangan tangan Kevin, kemudian d
Tujuan hidup David sudah ditentukan dengan melindungi orang sekitarnya, bukan membunuh manusia tak bersalah, seperti masa lalu kehidupan yang pernah dia jalani. Setelah menghubungi Victor beralasan ingin mengurus sesuatu hal yang penting dan meminta maaf karena menggunakan kurir untuk mengirim selai pesanan. David berencana pergi ke sekolah mengambil barang milik Jessica yang sempat tertinggal, kemudian memberi perhitungan. David berjalan dengan penuh marah, mengotak-atik ponsel menghubungi seseorang untuk mencari informasi tentang Kevin ataupun Lisa. "Siapa lagi kalau bukan Adi, pasti dia tahu sesuatu tentang mereka." David menggerutu, mengepalkan tangannya geram. Pembicaran yang singkat antara David dan Adi melalui telepon. Setelah mengetahui informasi, David pergi menemui Kevin, sedangkan Adi yang belum tahu permasalahannya, kembali ke sekolah mengambil barang pribadi milik Jessica, atas permohonan David. Tiba di sebuah base camp 'tempat berkumpul Kevin and genks ketika bolos m
"Pelan-pelan, Kak," sambungnya spontan hendak memegang tangan David yang sangat telaten merawat luka di wajahnya."Ya … ini udah pelan, kok, bagaimana bisa kamu mendapatkan luka sebanyak dan separah ini?" David menjawab dan kemudian bertanya kepada Jessica."Aku tadi terjatuh ketika mau berangkat ke sekolah," jawab Jessica tertunduk dan menggigit bibirnya sedikit. "Jadi … kamu tadi terjatuh ketika hendak pergi ke sekolah? Benarkah?" tanya David kembali. "Aku lari terburu-buru, tidak memperhatikan jalan dan tersandung." Bibir Jessica gemetar karena gugup. "Begitukah?" David sangat memahami luka jatuh tidak akan separah ini. Jessica membisu dipenuhi rasa bersalah karena sudah membohongi David. David sudah tau bahwa Jessica menutupi kejadian sebenarnya, tetapi dia bersikap tenang seperti biasanya. Salah satu watak David adalah terbiasa selalu tenang dalam keadaan genting apa pun. Pengalaman yang mengajarkannya untuk bisa mengontrol pikiran dan emosinya. "Lebih parah dari tertabrak
"Apa kau melihat wajah orang yang memukulmu, Jessica?” tanya Kepala Sekolah mencoba membela Lisa berharap mengetahui kebenaran sesungguhnya. Kepala Sekolah yang tidak mau kehilangan salah satu donatur terbesar harus segera menyelesaikan permasalahan yang diperbuat oleh Lisa dengan menutupi kasusnya. "Mukanya memang tertutup, tapi aku yakin itu benar Lisa," teriak Jessica, dia harus meyakinkan diri sendiri agar tidak tersudut atas perilaku semua orang yang tidak percaya kepadanya. "Apa yang kau lakukan? Kau memanggil Polisi dan Kepala Sekolah untuk menuduh anak saya sebagai kriminal, begitu? Terus juga tanpa bukti yang jelas!" Ningsih, ibu kandung Lisa angkat bicara berdiri dari tempat duduk. Dengan ciri khas gaya elegan rambut pendek sebahu, memakai anting berlian yang berkilau dan aksesoris perhiasan mewah lain menghiasi penampilan. Seolah ingin menunjukkan dan memamerkan siapa dirinya. Ningsih bukan menegur anaknya yang bersalah, justru menambah keruh keadaan dan tetap ingin memb
“Jessica pulang secepat ini?” gumamnya. Dia masuk ke dapur mencari selai yang dikatakan kakek. Namun, sebelum dia pergi lagi, dia melihat pintu kamar Jessica yang tertutup. “Mungkin dia sangat lelah, sebaiknya aku tidak mengganggunya.” David berpikir akan langsung kembali ke toko. Dia keluar melihat kembali sepatu Jessica yang tergeletak tidak beraturan, dia berniat menaruhnya di rak sepatu. Namun, matanya terfokus melihat ada bercak darah di sepatu Jessica. David menyentuh bercak merah dan menciumnya memastikan bahwa itu benar darah. Dia terbelalak dan kembali menaiki anak tangga dengan cepat lalu mengetuk pintu kamar Jessica. “Jessica ....” “Jessica, buka pintunya! Kau pulang lebih awal?” tanya David menutupi rasa curiganya. “Jessica!” serunya lagi memanggil.Namun, tanpa ada jawaban dari dalam. “Jessica, aku tahu kau di dalam, buka pintunya!” pinta David sedikit berteriak. “Kak, aku sangat lelah, aku ingin istirahat sebentar, kebetulan sekolah memang pulang cepat, nan
Sementara itu di sekolah sedang jam istirahat, Jessica memutuskan untuk ke perpustakaan. “Jessica!” seru Evelyn. Jessica hanya berbalik badan memandang Evelyn dengan perasaan cemasnya. “Aku minta maaf soal kejadian kemarin, Kakak kamu jadi kena suspensi,” jelas Evelyn. Jessica masih terdiam tanpa respons.“Kevin dan yang lain tidak sengaja membuat Kakakmu terkena hukuman suspensi,” sambung gadis itu. “Aku tidak mempermasalahkannya,” Jessica sangat gugup karena perasaannya makin tidak keruan. “Untuk menebusnya, aku mentraktirmu di kafe depan,” ungkap Evelyn. “Tidak perlu, Evelyn!” Jessica mencoba menolak ajakan Evelyn. “Ayolah, kau tidak menghargaiku kalau begitu!” Evelyn memasang raut wajah kecewanya. “Baiklah.” Jessica pasrah mencoba percaya kepada Evelyn karena ucapan yang sepertinya tulus. “Ayook!” Evelyn menggandeng Jessica berjalan keluar gerbang sekolah. Semula Jessica tidak merasa curiga, tetapi hingga pada akhirnya di suatu gang kecil, Evelyn beralasan bahwa ponseln
“Kakek, apa yang mendorongmu membuka toko kue?” tanya David dengan memperhatikan Victor yang sedang mengolah bahan kue. “Kue yang manis, lembut, memanjakan lidah mampu merangsang perasaan hati dan pikiran menjadi positif, David,” jelasnya meminta David mencoba kue buatannya. “Kau tahu, David? Menghiasnya juga dibutuhkan cinta, di dalamnya tidak hanya manis, dia penuh dengan kasih sayang.” Victor memberi toping cream pada setiap pancake buatannya. David penasaran karena aroma yang menggoda, mencoba mengambil kue dan memakannya. “Enak, Kek,” pujinya. “Tentu saja, sesuatu yang dimulai dari hati yang tulus akan membuahkan hasil yang maksimal,” jelas Victor. “Kakek kenapa tidak terjun dalam bisnis lain?” tanya David, masih mengunyah kue. “Tidak, aku ingin melihat senyuman di wajah setiap orang dengan hal kecil, seperti itu contohnya. Kau tau, gigitan kecil membuatnya tersenyum bahagia.” Victor menunjuk ke arah salah satu pelanggan wanita dan putrinya yang sedang menikmati kue. “Mere
“Kakek butuh istirahat, besok harus ke toko, kan?” tanya Jessica. “Ahh, benar, tapi besok aku akan mempunyai partner untuk membantuku.” Kakek melirik David. “Kakak, kan, sekolah besok, eh ....” Jessica menutup mulutnya teringat bahwa David mendapat suspensi dari sekolah. Dia sontak menunduk terlihat murung merasa bersalah kembali. “Tentu, Kek, ini sebuah keberuntungan, aku bisa membantumu di toko seharian penuh besok.” David memahami perasaan Jessica mulai berbicara dengan nada semangat. “Baiklah, ayo kembali ke kamar. Kamu besok sekolah, kan, Sayangku, dan kau David, harus membantuku di toko.” Victor berkata sambil berdiri meregangkan otot-otot di tubuhnya. “Selamat malam cucu-cucuku,” lanjut Victor lalu meninggalkan mereka. “Selamat malam, Kek,” ucap David dan Jessica bersamaan. Mereka berdua pun berjalan menuju kamarnya masing-masing. “Jessica,” lirih David memanggil Jessica. “Iya, ada apa, Kak?” tanya Jessica menoleh. “Bagaimana dengan besok?” Tanya David.“Tentu saja be
“Tidak perlu. Ini sangat enak,” ujar David. Berkata yang sebenarnya. “Benarkah? Jangan dipaksakan jika memang tidak menyukainya,” tambah Kakek. “Tidak, Kek, ini sungguh enak, aku hanya baru merasakannya.” David melanjutkan suapan berikutnya. Memang benar, makanan itu terasa enak di lidah David yang baru pertama kali menyantapnya. “Tentu saja, hot pot ini sudah terkenal dengan kelezatannya dan juga cara memasaknya yang berbeda," papar Jessica. Mengulas senyum tipis. Jessica meneguk segelas air dan mengelap bibirnya lalu berdiri menuju wastafel. “Hei, kami baru saja mulai dan kau sudah menghabiskannya?” ledek Kakek tertawa untuk Jessica. Jessica hanya tersipu malu. Sedikit menundukkan kepalanya. “Kau tau, David? Jessica itu hanya kecil tubuhnya, tapi bisa menghabiskan makanan dalam jumlah besar," sahut Kakek. Berbicara kepada David, tetapi melirik ke arah Jessica.“Kakek, berhentilah dan cepat makan! Kau bisa tersedak,” cibir Jessica dengan nada manja. Belum juga selesai berbicar