Pandangan Yulianna menyapu sesisi ruangan kamar hotel yang sangat luas itu, sangat luas karena semua perabotan yang lengkap di kamar Exclusive VVIP. Namun, lagi-lagi, ada sosok bayangan yang Yulianna lihat.
“Jangan main-main! Siapa di sana?” tanya Yulianna setengah memekik. Sementara itu, Harry merasa terpuruk atas kepergian istrinya. Termenung di dalam kamarnya. Merasa suntuk, dia pun keluar dan berniat menemui David. "Sampai kapan kamu terus begini?" lirih Harry merasa sedih mengingat Yulianna. Harry berjalan sembari mengeringkan rambutnya dengan sehelai handuk kecil. Dia melihat meja makan hanya bersisa tempe dengan potongan kecil. Dirinya hanya dapat menghela napas atas tingkah laku istrinya. Rasa heran selalu muncul acap kali melihat putranya harus makan dengan lauk yang tak layak dengan uang seratus ribu yang setiap hari dia berikan. Seorang ayah yang memandangi anaknya selalu tidak pernah mengeluh, walaupun terkadang sedikit cengeng. Harry hanya bisa tersenyum kecil ketika melihat kepolosan anak satu-satunya itu. "Anak ayah sedang belajar apa?" tanya Harry sambil mencium pipi putranya. "Ini, Yah, matematika,” jawab David sambil menunjukkan buku pelajarannya. "Coba ayah lihat." Harry memperhatikan buku tulis milik anak kesayangannya tersebut. "Ini mengapa tiga ditambah satu hasilnya lima, Sayang?" tanya Harry.David mengangkat wajahnya. "Itu angka empat, Ayah," jawab David sambil mengerucutkan bibirnya. Harry tertawa melihat tingkah laku anaknya. "Angka empat bukan begitu, David." David yang baru saja seminggu duduk di bangku Sekolah Dasar memang belum memiliki banyak pengetahuan cara tulis menulis. David tidak melewati tahap sekolah Taman Kanak-kanak karena minimnya ekonomi Harry. Untung saja sekolah di sana mau membantu pendaftaran David karena dapat berhitung melalui lisan, tetapi lemah melalui tulisan. Beberapa minggu yang lalu sebelum pendaftaran sekolah, seorang kepala sekolah bertanya langsung kepada David karena ingin mengujinya. "Bapak akan coba tes kamu, Nak! Pertama, mulai berhitung. Kedua, mengucapkan huruf abjad. Ketiga, membaca dan menulis." Setelah melewati tes yang telah diberikan, betapa terkejutnya kepala sekolah karena David bisa berhitung, bahkan sampai puluhan angka dengan penyebutan secara sempurna. Serta pelafalan abjad yang baik dan benar. Hanya saja, David tidak menguasai membaca dan tulis menulis secara benar. Akan tetapi, dalam hatinya kepala sekolah tetap membiarkan dan mengizinkan David segera mengikuti pendidikan. "Dari mana kau bisa berhitung dan melafalkan abjad secara sempurna begitu, Nak?" tanya Kepala Sekolah saat itu. "Saya sering mendengar Guru ketika mengajar," jawab David. "Kau sudah pernah sekolah sebelumnya?" tanya Kepala Sekolah penasaran. "Belum, tetapi aku mendengarkannya dari balik kaca," ujar David tersipu. "Balik kaca? Di mana?" tanya Kepala Sekolah lagi. "Kelas yang di sana Om," tunjuk David mengarah kelas di luar. "David, jangan panggil Om, tetapi Pak, ya!" bisik Harry dengan hati-hati. Kepala Sekolah hanya tersenyum dan membiarkan, "Sudah berapa lama kamu melakukan hal itu, Nak?" tanyanya."Sudah lama, Om, eh, Pak, maaf …." David menunduk malu karena merasa dirinya tidak sopan salah mengucapkan panggilan untuk Kepala Sekolah itu. Harry bersama Kepala Sekolah yang mendengarkan ucapan David hanya tercengang dan berdecak kagum. "Anak Anda sungguh cerdas Pak Harry, dia harus segera disekolahkan di sini agar mendapatkan pendidikan yang layak. Saya yakin anak Anda menjadi siswa terpintar di sekolah ini,” ungkap Kepala Sekolah dengan senyum memuaskan tampak di wajahnya. Harry yang mendengar persetujuan dari mulut Kepala Sekolah merasa senang dan memberikan hormat dengan membungkukkan badannya. "Pak Harry, jangan berlebihan begitu, saya ingin anak-anak seperti David mendapatkan pendidikan yang layak. Dan Anda bisa mengajukan beasiswa dengan syarat-syarat hitam di atas putih yang akan saya jelaskan nanti kepada Anda." Kepala Sekolah menjelaskan. Harry yang usai mengingat kejadian tersebut, kemudian mengambil pensil. "Nih, ayah tuliskan semua angka deret nol sampai Sembilan. David kan belum bisa mengenal angka. Jadi, ayah menulis semua bilangan angka dasar dan kamu bisa perhatikan semua itu dengan berkonsentrasi mengingat semuanya," ujar Harry tersenyum.Setelah mengajarkan beberapa cara dengan singkat, bunyi suara perut keroncongan terdengar dari kedua belah pihak. Harry sebelumnya melupakan akan membelikan makanan, menjadi teringat kembali dengan alarm perut mereka berdua. "Wah perut kita berbunyi bersamaan, Ayah," ucap David dengan polosnya tertawa sambil menutup mulutnya. Harry tertawa diikuti dengan dirinya yang langsung berdiri dan berkata. "Ayah keluar sebentar membelikan makanan untuk kita makan, Nak." Sambil mengelus kepala David dengan kasih sayang."Kamu tunggu di rumah dan lanjutkan belajarnya," sambungnya. David hanya mengangguk dan tersenyum, kemudian melanjutkan aktivitas. Harry perlahan menutup pintu rumah melihat sosok anaknya dengan tatapan hangat serta membuat senyuman tipis di garis wajahnya. Harry berjalan keluar rumah melangkahkan kaki sambil melihat langit-langit malam dan sesampainya di persimpangan, secara tidak sengaja menabrak seorang wanita. Wanita tersebut sedang melirik sebuah pesan di ponsel dan sedikit kehilangan keseimbangan akibat benturan dari tubuh bidang Harry. Harry segera menangkap wanita itu, secara respons dia melingkarkan tangan pada pinggang wanita paruh baya itu. Mereka saling menatap, tanpa sadar wanita itu terhanyut dalam lamunan karena tatapan hangat sang pria. Wanita itu adalah Rita, ia memang tidak tampak seperti berusia empat puluh tiga tahunan di mata semua orang. Karena rutinitas perawatan kecantikan yang dia jalani sehari-hari. "Hemm, Nyonya, apa Anda baik-baik saja?" Harry mencoba menghentikan momen yang menciptakan kecanggungan. Rita yang tersentak berusaha berdiri dengan normal kembali. Dan Harry yang telah melepas tangannya berkata, "Maafkan saya, saya tidak menggunakan mata saya secara benar ketika berjalan tadi .…" Harry membungkukkan badan memohon permintaan maaf. Dan, dia segera melanjutkan perjalanan meninggalkan Rita. Rita hanya bisa terdiam dan tersenyum kecil, perasaan berkecamuk membuat dirinya kagum pada sosok pria rendah hati, tersentak tersadar dari lamunan melanjutkan tujuannya, yaitu untuk menjemput David. Dirinya hanya mengetahui Yulianna dari seorang yang bekerja untuk dirinya. Informasi yang diberitahukan sangat minim. Sehingga Rita tidak mengetahui tentang Harry. Rita telah sampai di gubuk reyot yang sebelumnya pernah dia singgahi. Rita telah berdiri di depan pintu. "Dasar wanita egois, sangat bodoh dan mudah tertipu, bahkan dia tidak tahu kalau aku memberikan cek palsu." Rita membicarakan Yulianna sambil tersenyum licik. Rita pun mengetuk pintu tersebut berkali-kali. Seseorang yang di dalam, tak lain adalah David, mendengar suara tersebut. David mengira ayahnya telah kembali, segera berlarian membukakan pintu. Namun, ternyata seorang wanita paruh baya telah dia dapati berdiri di balik pintu rumahnya. Dirinya memperhatikan sekitar. Kepalanya celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri untuk memastikan, bertanya-tanya seorang wanita sendirian bertamu malam-malam ke rumahnya. "Tante siapa?" tanya David kebingungan. Dengan ciri khas mata membulat menggemaskan dan pipi sedikit tembam."Apa kamu David?" tanya Rita meletakkan jari telunjuk di bawah bibirnya. "Umm ... iya, Tante," jawab David. Dengan tangan masih bergelantungan di gagang pintu. "Ikut tante, yuk! Mama kamu menyuruh tante untuk menjemputmu,” ajak Rita. David merasa kebingungan saat ada wanita yang tak dikenal, mengajaknya. "Ayah bagaimana? Tadi Ayah keluar katanya mau membelikan aku makanan, Tante,” tanya David.“Mungkinkah pria yang dia temui sebelumnya adalah yah dari anak ini?” pikir Rita dalam batin bertanya."Oh, gitu. Ayah juga ada bersama Ibu kamu, kebetulan tadi Ayahmu ketika di jalan bertemu sama tante dan Ibumu, dan Tante disuruh menjemputmu karena mereka lagi membicarakan sesuatu dan tidak bisa diganggu." Rita berbicara dengan tenang agar ucapan bohongnya tidak ketahuan. Perlahan dia memegang lembut tangan David. "Gitu, ya." David mengetuk bibirnya dengan jari telunjuk. "Mau ikut, nggak? Nanti makanannya habis, loh," rayu Rita kepada David. "Iiih, nggak mau. Tunggu David sebentar, Tant
Senyum kecut tampak dari kedua pria itu, salah satu dari mereka mengangkat tubuh Yulianna dan melemparkannya ke atas ranjang. "Diam! Kami akan mengajakmu bersenang-senang dan kemudian membuatmu tertidur untuk selamanya," ujarnya tertawa dengan nada yang menakutkan. Benar dugaan Yulianna, mereka mempunyai niat yang buruk. Yulianna mendengar perkataan itu pun langsung mendapati dirinya ketakutan yang sangat getir. Bibirnya gemetar dan kini dia di antara penyesalan telah berhubungan dengan Rita. Dia tahu, mereka adalah orang suruhan Rita sebab pernah melihatnya."Kumohon jangan bunuh aku! Apa pun silakan kalian lakukan, tapi jangan bunuh aku," lirih Yulianna dengan suara hampir yang tak bisa terdengar.Hon mengabaikan permohonan itu. Dirinya yang sudah tidak sabar langsung melepas bathrobe dari tubuh Yulianna dan membuangnya ke lantai. Kini yang terlihat hanya tubuh polos Yulianna di hadapan Hon dan rekannya, membuat mereka dipenuhi hawa nafsu yang meningkat.Yulianna tak sempat membero
Dengan sigap, Hon menekan kedua tangan Yulianna. "Ternyata kau sudah sadar kembali,” ucap Hon.Wanita itu yang mengingat dirinya telah dilecehkan, hanya bisa pasrah dan kenapa dirinya masih hidup dan mendapatkan pelecehan sampai saat ini. Yulianna menyadari bahwa tempat kali ini juga berbeda dan bukan di kamar hotel. Melawan pun dirinya tak ada guna karena kalah tenaga.Yulianna hanya bisa menahan tangis. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Guncangan hebat wanita itu rasakan. Saat menoleh ke arah kiri, tanpa sengaja Yulianna melihat sebuah pisau cutter dan beberapa alat tulis di atas meja. Perlahan, tangan terjulur untuk mengambil benda itu tanpa diketahui oleh Hon. Yulianna meraih sebuah cutter.Tentu saja lelaki itu tak sadar karena dia terlena akan kenikmatan dunia. Merasakan sudah waktu yang tepat, dengan gerakan cepat, Yulianna menancapkan pisau itu ke arah Hon.“Matilah kau!” Yulianna menekan kuat dan dalam benda berujung runcing itu. “Argghhh.” Hon berteriak menahan kesakita
Merasa khawatir dengan keadaan Yulianna, dirinya menghampiri sang istri dan bertanya di mana diri David berada. "Apa yang telah terjadi? Kenapa dirimu kotor begini dan pakaianmu robek, ceritakan! Dan di mana David berada?" Harry bertanya secara terus-menerus kepada diri Yulianna. "Maafkan aku yang kotor dan hina ini, Suamiku .…" Hanya tangisan yang terdengar dari mulut Yulianna, dia secara terus menerus mengumpat diri sendiri dan meminta maaf karena selama ini dirinya sangat kejam kepada Harry dan David. “Dasar anak kurang ajar, beraninya kamu pulang setelah apa yang kamu perbuat?” Yansen membentak Yulianna, seketika amarahnya meledak.“Ayah, cukup. Lebih baik kita tanyakan kepadanya langsung di mana posisi David berada,” cegah Harry.Yansen hanya berpaling, wajahnya tidak sanggup melihat anak kandungnya sendiri yang sudah sangat keterlaluan baginya.Harry memeluk tubuh istrinya dan menutupi tubuh Yulianna dengan jaket miliknya, bertujuan agar dapat menenangkan hati dan perasaan sed
David bergeming dari tempatnya.“Pergi kau dari sini!” Nada bicara Imannuel mulai naik satu oktaf. “Kau yakin tak akan menyesal?” tanya David. Mencoba mengingatkan kembali. “Menyesal? Ada keluarga Luchio yang melindungiku. Aku bahkan tak takut untuk berperang,” jawabnya. Berhenti menyantap makanan dan minum lalu mengelap mulut memakai serbet.“Penyesalan adalah neraka terjahanam saat masih hidup,” sinis lelaki berambut klimis itu kepada David. “Immanuel, aku ke sini untuk memberi kesempatan bertobat, bukan berperang!” tukas David. “Ya. Terserah.” Roman muka berang tampak dari Immanuel karena kehadiran David sangat mengusik acara santap makan siangnya.“Thank you!. Dasar orang asing sialan!” Immanuel mencibir, marahnya memuncak lantas membalikkan meja, berdiri bersiap menghajar David.“Hei, Immanuel! Kau akan mendapatkan balasan karena menghina orang asing. Dasar makhluk tak berakal!” Seringai senyuman terlihat dari wajah David.“Hei, Bocah! Kau mengataiku? Kau bicara apa tadi?” Ge
“Aku tidak membunuhmu lebih cepat karena empat orang suruhanmu menghalangiku sebelumnya dan ini akan menjadi yang terakhir. Aku akan meninggalkan Italia, dan tak akan pernah kembali. Jangan mencariku,” ujar David. “Karena kau tidak akan bisa lakukan itu, dirimu akan meledak. Selagi kau masih di dalam sana. Hei, Alex! Kau memang tak pantas menjadi bos,” seru David. Alex tercenung mendengar ucapan David. Seketika semua balai milik Alex hancur karena ledakan bom. Semuanya luluh-lantak menjadi tanah. Termasuk Alex yang sudah hancur berkeping-keping karena tak sempat menyelamatkan diri. David yang ternyata menelepon sudah di dalam pesawat exclusive, menghancurkan sim card yang dia keluarkan dari smartphone-nya agar tidak bisa dilacak.Lelaki itu membuka topeng silikon. Ternyata selama misi berlangsung, David selalu mengenakannya. Terlihat wajah asli yang tampan dan masih terlihat muda Dalam perjalanan David memejamkan mata untuk beristirahat dari misi yang melelahkan.David dijuluki Cod
"Ya?” tanya David, menoleh. "Ini hadiah untukmu, Kau bisa bersekolah. Pokoknya kau tahunya beres dan bisa punya kehidupan baru sebagai remaja pada umumnya," jawab Mayor Sean sambil menyerahkan semua berkas data identitas kepemilikan David secara khusus untuknya."Apa ini?" tanya David yang kebingungan. Menatap berkas-berkas tersebut. "Kau ini, ya! Walaupun bertanya seperti itu, wajahmu pun tak berekspresi, kau bisa pulang,” jawab Mayor Sean.David mengangkat kepalanya. Mengerjap mata berkali-kali. "Pulang?" David tidak percaya."Ya, ke Indonesia, kamu bisa menginap di rumahku di sana,” ucap Mayor. "Kau mempunyai rumah di Indonesia, Mayor?" tanya David."Ada, nanti kau tinggal bersama Kakek dan Adik perempuanku," jawab Mayor Sean. "Wah ... Mayor punya saudara perempuan, ya?" Kapten Jimmy memotong ucapan Sean."Ada," jawab Sean singkat."Kau jangan mencoba-coba berniat jadi adik ipar, ya, David." Jimmy mencekik ringan leher David menggunakan lengan ."Eh, tidak," ucap David mengulas
"Oh, ya, satu lagi, Letnan memohon maaf karena tidak bisa ikut serta dalam perayaan ini. Kau tahu kan beliau sedang sibuk menjalankan tugasnya,” tambah Sean. "Inilah yang dinamakan keluarga itu?" David bertanya."Tentu saja, kau ini memang cerdik, tapi aku lupa kau tetaplah anak remaja yang masih polos." Sean menepuk jidatnya sambil tertawa."Ingat, kami semua adalah keluargamu, David.” Jimmy ikut menyela."Jasamu selama ini sangat besar dan berarti bagi kami semua,” tambah sang Kapten. Tak hanya Jimmy, semua orang ikut berbicara kepada David."Oh, iya, David, hubungi kami sesampainya di sana, jangan lupakan kami,” ujar Sean. "Iya, benar,” sahut yang lain.David tersenyum sambil mengangguk. "Beritahu kami apakah saudari Mayor Sean itu cantik atau tidak?" Wright bertanya dengan mengedipkan matanya."Hey, kau mau mencoba jadi besanku, Perwira Wright? Jessica, adikku pasti sangat cantik, bukan saja cantik, melainkan dia terkenal karena kecerdasannya di dunia pendidikan," ujar Sean."W